Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan semakin bertambah dan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia dengan
segala aktivitas dan kegiatan yang dilakukan, maka jumlah limbah yang dihasilkan pun
sebanding dengan peningkatan tersebut. Dari berbagai aktivitas tersebut manusia dapat
menghasilkan limbah paadat, gas dan khususnya limbah cair. Pada umumnya limbah cair
yang dihasilkan dari berbagai macam sektor, baik rumah tangga (domestic), industri,
pertokoan dan lain sebagainya langsung dibuang ke badan air. Akan tetapi, kondisi
lingkungan untuk saat ini tidak mendukung hal tersebut. Karena limbah cair yang dihasilkan
mengandung bahan yang tidak dapat diuraikan oleh lingkungan. Sehingga perlu dilakukan
proses pengolahan terlebih dahulu sebelum limbah cair tersebut dibuang ke badan air hingga
tercapai baku mutu yang telah ditetapkan.
Proses pengolahan limbah cair dapat dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai
kebutuhan dan kandungan yang ada dalam limbah cair itu sendiri. Salah satu proses
pengolahan yang dapat dilakukan adalah dengan proses anaerobic. Proses ini dilakukan untuk
mengolah limbah cair yang mempunyai konsentrasi kandungan organic (Chemical oxygen
Demand / COD) yang tinggi, yaitu lebih dari 2000 mg/L. Selain itu proses anaerob ini juga
mempunyai keunggulan diantaranya adalah menghasilkan biogas (CH4) sebagai produknya.
Biogas yang dihasilkan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energy untuk memenuhi
kebutuhan energy yang semakin meningkat. Sedangkan kendala dalam melakukan proses
anaerob diantaranya yaitu pada proses pertumbuhan mikroorganisme yang lambat, sehingga
membutuhkan waktu start-up yang lebih lama juga.
1.2 Tujuan
 Menentukan konsentrasi awal kandungan organik (COD) dalam umpan dan
konsentrasi kandungan organic (COD) dalam efluen setelah percobaan berlangsung
selama seminggu,
 Menentukan kadnungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang
mewakili kadungan mikroorganisme dalam reaktor
 Mempersiapkan nutrisi dalam umpan bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah
 Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan
bhan organic yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam
reactor terhadap kandungan bahan organik mula-mula,
 Menghitung total gas yang dihasilkan setelah proses berjalan selama seminggu untuk
mengetahui efisiensi pembentukan gas.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Proses Anaerobik


Pengolahan limbah cair menggunakan proses anaerobic pertama kali digunakan
pada tahun 1929, yaitu pada pengolahan limbah produksi ragi d Slagelse, Denmark.
Proses anaerobic kemudian dikembangkan dan diperkenalkan kembali pada tahun 1980
yaitu menggunakan UASB (up flow anaerobic sludge blanket). (Parlina, tanpa tahun)
Proses anaerobic merupakan suatu proses pengolahan air limbah secara biologi dengan
memanfaatkan mikroorganisme tanpa injeksi udara/oksigen kedalam proses pengolahan.
(Sumada, 2012)
Limbah cair yang mengadung bahan organic tinggi diperlukan suatu pengolahan
yang tepat dengan memanfaatkan mikroorganisme. Mikroorganisme ini dikondisikan
secara terkontrol yaitu kondisi anaerob dimana mikroorganisme dapat hidup di
lingkungan tanpa adanya oksigen. Sehingga aktivitas mikroorganisme dapat berjalan
secara optimal untuk mendegradasi bahan organic yang ada dalam suatu limbah cair.
Mikroorganisme tersebut dapat menkonversi bahan organic primer atau sekunder menjadi
gas. Gas yang terbentuk mengandung berbagai macam zat, diantaranya adalah gas CH4
(biogas) yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. (Indriyati, 2005)
Menurut Mes, T.Z.D, dkk. 2003 (dalam Muti, 2014) dalam pengolahan air limbah
secara anaerobic terdapat 4 tahapan, yaitu :
a. Hidrolisis merupakan suatu proses dekomposisi senyawa-senyawa kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana. Dalam proses hidrolisis, aktivitas kelompok bakteri
saprofilik menguraikan bahan organic kompleks.
“Aktivitas bakteri terjadi karena bahan organic tidak larut seperti polisakarida, lemak,
protein dan karbohidrat akan dikonsumsi bakteri saprofilik, dimana enzim
ekstraseluler akan mengubahnya manjadi bahan organic yang larut dalam air.”
(Indriyati, 2005)
b. Asidogenesis atau sering disebut sebagai proses fermentasi merupakan suatu proses
konversi dari senyawa yang sudah terurai menjadi asam-asam organic volatile
(volatile fatty acids, VFA) seperti asam butirat, asam propionate, asam amino, asam
asetat dan asam-asam lainnya oleh bakteri asidogenik, serta terurai pula menjadi
karbon dioksida.
c. Asetogenesis merupakan suatu proses konversi VFA menjadi asetat dan gas H2.
Bakteri asetogenik dapat berperan dalam perombakan asam propionate, asam amino,
asam butirat, maupun asam rantai panjang lainnya menjadi asam organic yang mudah
menguap. (Indriyati, 2005)
d. Metanogenesis merupakan suatu proses konversi asetat, CO2, dan H2 menjadi gas
metan (CH4) dan karbon dioksida oleh bakteri metanogenik.

Berikut skema tahapan pada proses anaerobic :

Gambar 2.1 Skema Tahapan Proses Anaerobik


Sumber : Mes, T.Z.D, dkk. 2003. (dalam Muti, 2014. www.airlimbah.com/2014/03/proses-
anaerob/)
Berikut keunggulan dan kelemahan proses anaerob jika dibandingkan dengan
proses aerob :

Gambar 2.2 Tabel Perbandingan Proses Aerob dengan Anaerob


Sumber : Eckenfelder, dkk. 1988 (dalam Muti, 2014.
www.airlimbah.com/2010/08/15/pengolahan-aerob-vs-anaerob/)

2.2 Mikroba yang Berperan dalam Proses Anaerobik


Proses pengolahan air limbah dengan menggunakan proses anaerobic tak lepas
dari peran mikroba. Menurut Mes, T.Z.D, dkk. 2003. (dalam Muti, 2014) di dalam
proses anaerobic terdapat beberapa kelompok mikroorganisme, diantaranya adalah
sebagai berikut :
 Bakteri Asinogenik atau bakteri fermentasi, memiliki peran mengeluarkan enzim
untuk proses hidrolisis dan mengkonversi zat-zat organic terlarut menjadi asam
lemak volatile dan alcohol.
 Bakteri asetogenik, memiliki peran mengubah asam lemak volatile dan alcohol
menjadi asam asetat atau hydrogen dan karbon dioksida.
 Bakteri metanogenik, menggunakan asam asetat atau hydrogen dan karbon
dioksida untuk memproduksi gas metan.
 Bakteri pereduksi sulfat (sulfate reducing bacteria, RBC), bakteri ini dapat
menimbulkan racun pada proses anaerob serta dapat mengganggu berjalannya
proses anaerobic. Bakteri ini dapat mereduksi sulfat menjadi sulfide, sedangkan
sulfide bersifat racun pada proses anaerob. Selain itu bakteri ini berkompetisi
dengan bakteri metanogenik pada substrat yang sama, sehingga dapat
menghambat terbentuknya gas metan apabila dominan terhadap bakteri
metanogenik.
2.3 Reaktor Digester Anaerobik
Teknologi pengolahan limbah secara anaerobik dapat dikelompokkan berdasar
sistem pertumbuhan mikroorganismenya terbagi tiga antara lain : Pertumbuhan
tersuspensi, hybrid dan pertumbuhan melekat. Pertumbuhan tersusupensi terdiri dari
digester teraduk sempurna dan kontak anaerob. Hibrid terdiri dari UASB, Upflow Sludge
Blanked/Fix dan lagoon anaerobik. Pertumbuhan terlekat terdiri dari Fixed bed dan
Extended/Fluidized bed (Indriyati, 2005). Proses pengolahan air limbah ini dilakukan
menggunakan reactor anaerobic terlekat. Reactor ini merupakan suatu model
pertumbuhan mikroorganisme yang melekat pada suatu media porous.
“Reaktor anaerobik dengan media tetap diperkenalkan pada tahun 1967.
Bioreaktor ini adalah reaktor yang terdiri dari tangka berisi bahan pembantu berupa
material penyangga tetap atau media. Fungsi dari material penyangga/media ini adalah
sebagai tempat menempel atau rumah mikroorganisme, sehingga mikroorganisme tidak
ikut terbawa cairan sisa buangan atau effluen yang keluar dari reaktor. Proses yang
terjadi pada reaktor anaerobik tipe Fixed Bed adalah: air buangan yang akan diolah
dialirkan ke dalam reaktor melewati media. Pada reaktor ini dicapai waktu tinggal yang
pendek dan beban organik yang tinggi, akibat pertumbuhan biofilm pada permukaan
media. Tidak semua bakteri melekat pada media. Bakteri yang melekat pada media
berada pada ruang-ruang diantara media sehingga kecepatan aliran harus dijaga agar
tidak terlalu cepat karena akan mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut terlepas dari media
dan terbawa keluar.” (Indriyati, 2005)

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengolahan Air Limbah Menggunakan


Reaktor Anaerobik Terlekat
Berikut hal-hal yang harus diperhatikan dalam menjalankan proses pengolahan air
limbah dengan menggunakan reactor anaerobik terlekat :
 Waktu tinggal hidrolik, yaitu waktu tinggal dengan satuan hari yang dipengaruhi
oleh volume reactor yang berbanding terbalik dengan debit substrat. Waktu
tinggal ini berkisar antara 10 sampai 20 hari (Indriyati, 2005).
 Laju alir air limbah masuk, yaitu perlunya pengendalian laju agar waktu kontak
antara air limbah dan mikroorganisme terpenuhi. Jika laju alir terlalu besar, maka
akan mengakibatkan lepasnya mikroorganisme yang telah melekat pada media
(Sumada, 2012)
 pH, merupakan salah satu parameter penting karena bakteri metanogenik sangat
sensitive terhadap perubahan pH. Sehingga pH dikondisikan netral, yaitu pada
rentang 6,5 – 7,5. pH yang rendah dan berlebihnya produksi asam akan menjadi
penghambat proses pembentukan metan (Indriyati, 2005).
 Temperature, bakteri yang hidup dalam reactor yaitu pada rentang suhu 25 – 60
o
C. Dengan temperature optimum untuk pertumbuhan bakteri adalah 35oC
(Indriyati, 2005).
 Nutrisi, kebutuhan nutrisi bakteri anaerobic khususnya N dan P yang dibutuhkan
untuk memproduksi enzim untuk mencerna karbon. Rasio perbandingan C : N : P
sekitar 400 : 7 : 1 dan 1000 : 7 : 1 tergantung pada tinggi rendahnya beban yang
akan diolah (Indriyati, 2005).
 Senyawa racun atau penghambat, bahan penghambat proses anaerobic dapat
berupa penghambat fisik dan penghambat kimia. Penghambat fisik adalah
temperature dan penghambat kimia adalah logam berat, antibiotic dan VFA.
Kondisi reactor yang baik yaitu dalam rentang konsentrasi VFA antara 200 – 400
mg/l sebagai asam asetat (Indriyati, 2005)
 Bahan media, yaitu harus porous agar mikroorganisme dapat melekat dengan kuat
dan tidak mudah lepas akibat aliran air limbah yang fluktuatif atau tidak stabil.
Dengan penyusun madia disusun sedemikian rupa sehingga dapat memberikan
waktu kontak yang lebih lama (Sumada, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Muti. 2010. Pengolahan Aerob Vs Anaerob. www.airlimbah.com/2010/08/15/pengolahan-aerob-
vs-anaerob/. (Diakses pada 12 Mei 2015)
Muti. 2014. Proses Anaerob. www.airlimbah.com/2014/03/proses-anaerob/. (Diakses pada 12
Mei 2015)
Nurhalida, Nadila. 2013. Makalah Cara Penanganan Limbah Cair.
nadilanurhalida.blogspot.com/?m=1. (Diakses pada 13 Mei 2015)
Parlina, Iin. Tanpa tahun. Pengolahan Limbah Cair dengan Metode Anaerob.
https://iinparlina.wordpress.com/ragam-teknologi/pusat-teknologi-lingkungan-
bppt/pengolahan-limbah-cair-dengan-metode-anaerob/. (Diakses pada 13 Mei 2015)
Sumada, Ketut. 2012. Pengolahan Air Limbah Secara Biologi Anaerob.
ketutsudamad.blogspot.com/2012/04/pengolahan-air-limbah-secara-
biologi_10.html?m=1. (Diakses pada 13 Mei 2015)

Anda mungkin juga menyukai