Dengan semakin bertambah dan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia dengan segala aktivitas dan kegiatan yang dilakukan, maka jumlah limbah yang dihasilkan pun sebanding dengan peningkatan tersebut. Dari berbagai aktivitas tersebut manusia dapat menghasilkan limbah paadat, gas dan khususnya limbah cair. Pada umumnya limbah cair yang dihasilkan dari berbagai macam sektor, baik rumah tangga (domestic), industri, pertokoan dan lain sebagainya langsung dibuang ke badan air. Akan tetapi, kondisi lingkungan untuk saat ini tidak mendukung hal tersebut. Karena limbah cair yang dihasilkan mengandung bahan yang tidak dapat diuraikan oleh lingkungan. Sehingga perlu dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum limbah cair tersebut dibuang ke badan air hingga tercapai baku mutu yang telah ditetapkan. Proses pengolahan limbah cair dapat dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai kebutuhan dan kandungan yang ada dalam limbah cair itu sendiri. Salah satu proses pengolahan yang dapat dilakukan adalah dengan proses anaerobic. Proses ini dilakukan untuk mengolah limbah cair yang mempunyai konsentrasi kandungan organic (Chemical oxygen Demand / COD) yang tinggi, yaitu lebih dari 2000 mg/L. Selain itu proses anaerob ini juga mempunyai keunggulan diantaranya adalah menghasilkan biogas (CH4) sebagai produknya. Biogas yang dihasilkan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energy untuk memenuhi kebutuhan energy yang semakin meningkat. Sedangkan kendala dalam melakukan proses anaerob diantaranya yaitu pada proses pertumbuhan mikroorganisme yang lambat, sehingga membutuhkan waktu start-up yang lebih lama juga. 1.2 Tujuan Menentukan konsentrasi awal kandungan organik (COD) dalam umpan dan konsentrasi kandungan organic (COD) dalam efluen setelah percobaan berlangsung selama seminggu, Menentukan kadnungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang mewakili kadungan mikroorganisme dalam reaktor Mempersiapkan nutrisi dalam umpan bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan bhan organic yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam reactor terhadap kandungan bahan organik mula-mula, Menghitung total gas yang dihasilkan setelah proses berjalan selama seminggu untuk mengetahui efisiensi pembentukan gas. BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Proses Anaerobik
Pengolahan limbah cair menggunakan proses anaerobic pertama kali digunakan pada tahun 1929, yaitu pada pengolahan limbah produksi ragi d Slagelse, Denmark. Proses anaerobic kemudian dikembangkan dan diperkenalkan kembali pada tahun 1980 yaitu menggunakan UASB (up flow anaerobic sludge blanket). (Parlina, tanpa tahun) Proses anaerobic merupakan suatu proses pengolahan air limbah secara biologi dengan memanfaatkan mikroorganisme tanpa injeksi udara/oksigen kedalam proses pengolahan. (Sumada, 2012) Limbah cair yang mengadung bahan organic tinggi diperlukan suatu pengolahan yang tepat dengan memanfaatkan mikroorganisme. Mikroorganisme ini dikondisikan secara terkontrol yaitu kondisi anaerob dimana mikroorganisme dapat hidup di lingkungan tanpa adanya oksigen. Sehingga aktivitas mikroorganisme dapat berjalan secara optimal untuk mendegradasi bahan organic yang ada dalam suatu limbah cair. Mikroorganisme tersebut dapat menkonversi bahan organic primer atau sekunder menjadi gas. Gas yang terbentuk mengandung berbagai macam zat, diantaranya adalah gas CH4 (biogas) yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. (Indriyati, 2005) Menurut Mes, T.Z.D, dkk. 2003 (dalam Muti, 2014) dalam pengolahan air limbah secara anaerobic terdapat 4 tahapan, yaitu : a. Hidrolisis merupakan suatu proses dekomposisi senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Dalam proses hidrolisis, aktivitas kelompok bakteri saprofilik menguraikan bahan organic kompleks. “Aktivitas bakteri terjadi karena bahan organic tidak larut seperti polisakarida, lemak, protein dan karbohidrat akan dikonsumsi bakteri saprofilik, dimana enzim ekstraseluler akan mengubahnya manjadi bahan organic yang larut dalam air.” (Indriyati, 2005) b. Asidogenesis atau sering disebut sebagai proses fermentasi merupakan suatu proses konversi dari senyawa yang sudah terurai menjadi asam-asam organic volatile (volatile fatty acids, VFA) seperti asam butirat, asam propionate, asam amino, asam asetat dan asam-asam lainnya oleh bakteri asidogenik, serta terurai pula menjadi karbon dioksida. c. Asetogenesis merupakan suatu proses konversi VFA menjadi asetat dan gas H2. Bakteri asetogenik dapat berperan dalam perombakan asam propionate, asam amino, asam butirat, maupun asam rantai panjang lainnya menjadi asam organic yang mudah menguap. (Indriyati, 2005) d. Metanogenesis merupakan suatu proses konversi asetat, CO2, dan H2 menjadi gas metan (CH4) dan karbon dioksida oleh bakteri metanogenik.
Berikut skema tahapan pada proses anaerobic :
Gambar 2.1 Skema Tahapan Proses Anaerobik
Sumber : Mes, T.Z.D, dkk. 2003. (dalam Muti, 2014. www.airlimbah.com/2014/03/proses- anaerob/) Berikut keunggulan dan kelemahan proses anaerob jika dibandingkan dengan proses aerob :
Gambar 2.2 Tabel Perbandingan Proses Aerob dengan Anaerob
Sumber : Eckenfelder, dkk. 1988 (dalam Muti, 2014. www.airlimbah.com/2010/08/15/pengolahan-aerob-vs-anaerob/)
2.2 Mikroba yang Berperan dalam Proses Anaerobik
Proses pengolahan air limbah dengan menggunakan proses anaerobic tak lepas dari peran mikroba. Menurut Mes, T.Z.D, dkk. 2003. (dalam Muti, 2014) di dalam proses anaerobic terdapat beberapa kelompok mikroorganisme, diantaranya adalah sebagai berikut : Bakteri Asinogenik atau bakteri fermentasi, memiliki peran mengeluarkan enzim untuk proses hidrolisis dan mengkonversi zat-zat organic terlarut menjadi asam lemak volatile dan alcohol. Bakteri asetogenik, memiliki peran mengubah asam lemak volatile dan alcohol menjadi asam asetat atau hydrogen dan karbon dioksida. Bakteri metanogenik, menggunakan asam asetat atau hydrogen dan karbon dioksida untuk memproduksi gas metan. Bakteri pereduksi sulfat (sulfate reducing bacteria, RBC), bakteri ini dapat menimbulkan racun pada proses anaerob serta dapat mengganggu berjalannya proses anaerobic. Bakteri ini dapat mereduksi sulfat menjadi sulfide, sedangkan sulfide bersifat racun pada proses anaerob. Selain itu bakteri ini berkompetisi dengan bakteri metanogenik pada substrat yang sama, sehingga dapat menghambat terbentuknya gas metan apabila dominan terhadap bakteri metanogenik. 2.3 Reaktor Digester Anaerobik Teknologi pengolahan limbah secara anaerobik dapat dikelompokkan berdasar sistem pertumbuhan mikroorganismenya terbagi tiga antara lain : Pertumbuhan tersuspensi, hybrid dan pertumbuhan melekat. Pertumbuhan tersusupensi terdiri dari digester teraduk sempurna dan kontak anaerob. Hibrid terdiri dari UASB, Upflow Sludge Blanked/Fix dan lagoon anaerobik. Pertumbuhan terlekat terdiri dari Fixed bed dan Extended/Fluidized bed (Indriyati, 2005). Proses pengolahan air limbah ini dilakukan menggunakan reactor anaerobic terlekat. Reactor ini merupakan suatu model pertumbuhan mikroorganisme yang melekat pada suatu media porous. “Reaktor anaerobik dengan media tetap diperkenalkan pada tahun 1967. Bioreaktor ini adalah reaktor yang terdiri dari tangka berisi bahan pembantu berupa material penyangga tetap atau media. Fungsi dari material penyangga/media ini adalah sebagai tempat menempel atau rumah mikroorganisme, sehingga mikroorganisme tidak ikut terbawa cairan sisa buangan atau effluen yang keluar dari reaktor. Proses yang terjadi pada reaktor anaerobik tipe Fixed Bed adalah: air buangan yang akan diolah dialirkan ke dalam reaktor melewati media. Pada reaktor ini dicapai waktu tinggal yang pendek dan beban organik yang tinggi, akibat pertumbuhan biofilm pada permukaan media. Tidak semua bakteri melekat pada media. Bakteri yang melekat pada media berada pada ruang-ruang diantara media sehingga kecepatan aliran harus dijaga agar tidak terlalu cepat karena akan mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut terlepas dari media dan terbawa keluar.” (Indriyati, 2005)
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengolahan Air Limbah Menggunakan
Reaktor Anaerobik Terlekat Berikut hal-hal yang harus diperhatikan dalam menjalankan proses pengolahan air limbah dengan menggunakan reactor anaerobik terlekat : Waktu tinggal hidrolik, yaitu waktu tinggal dengan satuan hari yang dipengaruhi oleh volume reactor yang berbanding terbalik dengan debit substrat. Waktu tinggal ini berkisar antara 10 sampai 20 hari (Indriyati, 2005). Laju alir air limbah masuk, yaitu perlunya pengendalian laju agar waktu kontak antara air limbah dan mikroorganisme terpenuhi. Jika laju alir terlalu besar, maka akan mengakibatkan lepasnya mikroorganisme yang telah melekat pada media (Sumada, 2012) pH, merupakan salah satu parameter penting karena bakteri metanogenik sangat sensitive terhadap perubahan pH. Sehingga pH dikondisikan netral, yaitu pada rentang 6,5 – 7,5. pH yang rendah dan berlebihnya produksi asam akan menjadi penghambat proses pembentukan metan (Indriyati, 2005). Temperature, bakteri yang hidup dalam reactor yaitu pada rentang suhu 25 – 60 o C. Dengan temperature optimum untuk pertumbuhan bakteri adalah 35oC (Indriyati, 2005). Nutrisi, kebutuhan nutrisi bakteri anaerobic khususnya N dan P yang dibutuhkan untuk memproduksi enzim untuk mencerna karbon. Rasio perbandingan C : N : P sekitar 400 : 7 : 1 dan 1000 : 7 : 1 tergantung pada tinggi rendahnya beban yang akan diolah (Indriyati, 2005). Senyawa racun atau penghambat, bahan penghambat proses anaerobic dapat berupa penghambat fisik dan penghambat kimia. Penghambat fisik adalah temperature dan penghambat kimia adalah logam berat, antibiotic dan VFA. Kondisi reactor yang baik yaitu dalam rentang konsentrasi VFA antara 200 – 400 mg/l sebagai asam asetat (Indriyati, 2005) Bahan media, yaitu harus porous agar mikroorganisme dapat melekat dengan kuat dan tidak mudah lepas akibat aliran air limbah yang fluktuatif atau tidak stabil. Dengan penyusun madia disusun sedemikian rupa sehingga dapat memberikan waktu kontak yang lebih lama (Sumada, 2012). DAFTAR PUSTAKA Muti. 2010. Pengolahan Aerob Vs Anaerob. www.airlimbah.com/2010/08/15/pengolahan-aerob- vs-anaerob/. (Diakses pada 12 Mei 2015) Muti. 2014. Proses Anaerob. www.airlimbah.com/2014/03/proses-anaerob/. (Diakses pada 12 Mei 2015) Nurhalida, Nadila. 2013. Makalah Cara Penanganan Limbah Cair. nadilanurhalida.blogspot.com/?m=1. (Diakses pada 13 Mei 2015) Parlina, Iin. Tanpa tahun. Pengolahan Limbah Cair dengan Metode Anaerob. https://iinparlina.wordpress.com/ragam-teknologi/pusat-teknologi-lingkungan- bppt/pengolahan-limbah-cair-dengan-metode-anaerob/. (Diakses pada 13 Mei 2015) Sumada, Ketut. 2012. Pengolahan Air Limbah Secara Biologi Anaerob. ketutsudamad.blogspot.com/2012/04/pengolahan-air-limbah-secara- biologi_10.html?m=1. (Diakses pada 13 Mei 2015)