Anda di halaman 1dari 3

SUBDUKSI DIDAERAH JAWA SELAMA BERADA DI TEPI AKTIF

LEMPENG KONVERGEN.JAWA DIBATAS SELATAN EURASIA DAN


DIUTARA HINDIA

Subduksi di bawah Jawa akan selalu terjadi selama pulau ini duduk di tepi aktif
lempeng yang saling berkonvergen atau bertemu. Jawa duduk di batas selatan
lempeng benua Eurasia dan batas utara lempeng samudra Hindia. Kedua lempeng
ini saling bertemu dan lempeng Hindia dalam pertemuan itu menekuk di bawah
Jawa. Maka selama kedua lempeng saling berkonvergen dan selama Jawa ada di
situ maka subduksi terjadi terus. Subduksi bukan dua kali terjadi tetapi menerus
selama sejarah geologi dengan kondisi tektonik yang sama. Dua kali itu adalah
umur busur magmatiknya, bukan umur subduksinya.

Mengapa waktu Kapur-Middle Eocene subduksi berarah NE-SW dan waktu


Eocene-Oligocene berubah jadi berarah E-W ? Ini banyak penyebabnya, saya
kemukakan 3 saja.

(1) posisi paleotektonik pulau-pulau di Indonesia Barat antara Kapur-Oligocene


berbeda-beda, misalnya : Kalimantan pada Kapur lebih "tidur" posisinya
dibandingkan pada Neogen sebab pada Neogen ia mengalami rotasi melawan arah
jarum jam. Posisi Jawa tidak sedatar sekarang, tetapi sedikit WNW-ESE,
sementara Sumatra juga arahnya 300 NE, bukan 330 NE seperti sejak Neogen.
Nah, maka kalau mau mengeplot jalur-jalur subduksi pada masa tertentu
gunakanlah paleotectonic maps masa tersebut.

(2) Subduksi tak akan berhenti sebagai subduksi, tetapi akan diiikuti oleh akresi
kerak2 tambahan hasil subduksi yang berjalan terus. Ini menyebabkan tepi benua
makin melebar atau benua semakin meluas oleh tambahan kerak baru hasil akresi.
Maka, jalur2 subduksi berikutnya pasti akan semakin mundur ke arah lautan.
Bagaimana pola akresi time 0, akan mempengaruhi arah subduksi time 1, pola
akresi time 1 akan mempengaruhi arah subduksi time 2, dst.

(3) arah subduksi time 0, 1, 2, 3, dst bisa berubah-ubah bergantung kepada


aktivitas pemekaran di punggung tengah samudra (MOR) yang sejajar dengan jalur
subduksi. Bila pemekaran MOR berhenti, maka subduksi di tepi benua di depannya
akan berhenti, kemudian ia akan berganti pusat MOR dan subduksi yang baru,
dengn cara itu jalur-jalur subduksi berbeda-beda dari zaman ke zaman.
Jalur magmatis adalah asosiasi jalur subduksi sebab kerak samudra yang masuk ke
mantel di bawah benua akan melebur sebagian volatile materialsnya (material
ringan seperti air dsb.), kemudian material leburan ini naik ke kerak benua,
bercampur dengannya, akhirnya menghasilkan magma andesitik calk-alkaline yang
akan jadi jalur magmatik dan gunung api. Kalau jalur subduksi dari time 0, ke time
1, ke time 2 akan selalu mundur ke arah samudra, maka jalur magmatik belum
tentu, ia bisa mundur, bisa maju lagi relatif terhadap samudra. Maju mundur jalur
magmatik ini seluruhnya dikendalikan oleh kemiringan sudut tunjaman atau sudut
Wadati-Benioff. Di Jawa misalnya jalur magmatik Oligo-Miosen ada di selatan
Jawa, waktu Miosen bergerak ke utara, waktu Plistosen sedikit bergerak ke utara
lagi, tetapi 20 juta tahun yang akan datang dapat kembali ke selatan lagi.

Pelandaian atau pencuraman zone Benioff seluruhnya dikendalikan oleh umur


kerak samudra yang menunjam di bawah benua. Kerak samudra dalam satu siklus
Wilson (siklus dari MOR ke zone subduksi ke astenosfer) dianggap 50 juta tahun.
Saat kerak samudra masih muda <25 juta tahun, ia akan membentuk Benioff yang
landai. Karena peleburan kerak samudra mestt terjadi di kedalaman 100-200 km di
mantel atas, maka karena landai kedalaman peleburan itu akan tercapai jauh di
bawah benua, akibatnya jalur magmatik/volkanik di atasnya akan masuk jauh ke
benua. Tetapi semakin tua, mendekati 50 juta tahun, kerak samudra akan semakin
berat dan akan semakin membentuk sudut Benioff yang curam di jalur
penunjaman. Akibatnya, kedalaman 100-200 km zone peleburan akan tercapai
dekat jalur subduksinya, atau jalur magmatik akan kembali mundur ke arah
samudra. Aturan ini akan mempengaruhi jarak ATG (arc-trench gap atau rumpang
palung busur). Semakin muda umur kerak samudra yang menunjam, semakin lebar
jarak ATG.

Pola anjakan di Jawa, terutama sejak Paleogen Atas sampai saat ini memang
banyaknya ke utara, migrasi jalur anjakan di Jawa Barat ke arah utara semakin
muda pernah dibahas oleh Pak Sujono Martodjojo (1982) dan itu benar. Kemudian,
pola anjakan di bagian timur Jawa Tengah dan seluruh Jalur Kendeng dari sekitar
Cepu sampai Selat Madura memang ke utara juga (lihat paper2 saya di proceedings
IAGI 2004, 2005, proceedings IPA 2004, 2007 tentang RMKS, deepwater Jawa,
dan tektonik Jawa Tengah). Pola anjakan di Pegunungan Selatan yang dikonsepkan
oleh Pak Budianto saya pikir bernalar juga sebab bisa dibilang sekitar 3/4 pola
anjakan di Jawa terjadi ke utara, 1/4-nya lagi memang ke selatan dan ini hanya di
Zone Rembang. Mengapa sebagian besar ke utara ? Karena, principal stressnya
(orde I) memang ke utara yaitu karena subduksi kerak samudra Hindia di selatan
Jawa.
Subduction roll back adalah gejala terlalu curamnya sudut Benioff jalur
penunjaman, sehingga seolah-olah jalur subduksi sebelum roll back dan saat roll
back berguling balik (roll back) ke arah samudra (dari landai ke curam, dari time 0
ke time 1) yang menyebabkan kerak transisi di tepi benua ikut retak akibat tarikan
ke belakang/gulingan balik jalur penunjaman. Akibatnya retakan ini telah
menyebabkan pola2 block faulting di tepi benua, inilah yang kemudian menjadi
cekungan akibat roll back. Hubungannya dengan Pegunungan Selatan, harus dicek
dulu. Kerak samudra di selatan Jawa yang menyebabkan roll back itu umur berapa
? Kalau seumur atau sedikit lebih tua dari Pegunungan Selatan yang Oligo-Miosen,
maka kerak samudra roll back yang curam itu telah menyebabkan jalur magmatik
Old Andesite Pegunungan Selatan di dekatnya. Tetapi saya tak yakin itu
berhubungan, sebab kerak roll back di selatan Jawa yang diperkirakan adalah yang
berumur Eosen, dan itu tak membentuk jalur magmatik. Maka, tak ada hubungan
antara roll back subduction di selatan Jawa pada Eosen dengan jalur magmatik
Pegunungan Selatan yang Oligo-Miosen - terlalu jauh gap umurnya.

Anda mungkin juga menyukai