Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTEK FARMAKOLOGI

TOKSISITAS SIANIDA PADA MENCIT PUTIH DAN


EFEK PEMBERIAN ANTIDOTUMNYA

OLEH :

NIELVIA NANDA PUTRI (1511028)


TYA MIRVA (1511047)

AKADEMI FARMASI YAYASAN IMAM BONJOL

BUKITTINGGI
TA 2016/2017

BAB I
TINJAUAN TEORI
1. Sianida

Kalium sianida merupakan senyawa kimia yang bersifat toksik dan merupakan jenis
racun yang paling cepat aktif dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian dalam
waktu beberapa menit (akut). Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam
bentuk cair dikenal dengan asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida adalah
cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Bersifat
volatile dan mudah terbakar.

Hidrogen sianida dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak. Hidrogen
sianida sangat mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah
sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.

Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang
biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggang.
Sianida juga ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor , dan makanan seperti bayam,
bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa
produk sintetik. Sianida banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam
seperti natrium, kalium, atau kalsium sianida. Sianida yang digunakan oleh militer NATO
( North American Treaty Organization ) adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik
( HCN ).

Paparan sianida bisa melalui saluran pernapasan, melalui mata dan kulit, serta saluran
pencernaan. Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam, mulai dari
rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak napas, dada berdebar, selalu berkeringat, sampai
korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan
kematian.

Sianida dapat mengikat dan menginaktifkan enzim, tetapi yang mengakibatkan


timbulnya kematian adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom
oksidase sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Jika
sianida yang masuk kedalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah
menjadi tiosianatyang lebih aman dan diekskresikan melalui urin.

Pertolongan pertama untuk korban yang menghirup atau meminum racun sianida.

 Cepatlah bawa korban untuk menghirup udara bersih.

 Kalau korban berada ditempat yang penuh dengan gas sianida yang juga akan
membahayakan, tetaplah ditempat anda. Tunggu sampai ruangan sudah bebas dari gas
racun tersebut atau tunggu pertolongan tim ahli datang.

 Kalau korban kesulitan bernafas atau bahkan berhenti bernafas lakukan cardio
pulmonary resuscitation ( CPR ) sesuai dengan usia korban.

 Jangan lakukan resusitasi mulut ke mulut.

Pertolongan pertama untuk korban yang terekspos racun sianida di kulit

 Jangan sampai anda memegang kulit korban yang terkena sianida, karena rawan sekali
anda juga terkontaminasi oleh racun sianida tersebut. Hubungi tim medis secepatnya

Pertolongan pertama untuk korban yang terekspos racun sianida di mata

 Lepaskan kaca mata atau lensa kontak yang dipakai korban.

 Secepatnya alirkan air bersih ke mata korban selama 10 menit.

 Letakkan lensa kontak korban di plastik darurat khusus untuk dibuang oleh personel
tim medis. Jangan buang langsung ke tempat sampah karena bisa mengontaminasi
orang lain.

 Kaca mata yang digunakan korban bisa dipakai lagi setelah kaca mata dicuci dengan
sabun dan air

Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal dari sianida adalah;
(1,2,9)
• Asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg•min/m3
• Sianogen klorida sekitar 11,000 mg•min/m3.
• Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
• Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg.
• Perkiraan dalam bentuk oral 1,52mg/kg
• Ada juga yang melaporkan kematian bisa terjadi pada dosis 200-300 ppm. Dosis
110-135 ppm bisa mengakibatkan kefatalan setelah terpapar 30-60 menit, sedangkan
pada konsentrasi 45-54 ppm sianida masih bisa ditoleransi oleh tubuh.

2. Anti dotum dari sianida

Diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan meaknisme aksi utamanya,


yaitu : detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat 30 yang lebih tidak
toksik, pembentukan methemoglobin dan kombinasi langsung. Pengobatan pasti dari
intoksikasi sianida berbeda pada beberapa negara, tetapi hanya satu metode yang
disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat. Keamanan dan kemanjuran dari tiap-tiap
antidotum masih menjadi perdebatan yang signifikan. Dan tidak terdapat konsensus
antar seluruh negara untuk pengobatan intoksikasi sianida (Meredith, 1993).

1. Pembentukan methemoglobin Methemoglobin sengaja diproduksi untuk bersaing


dengan sianida di tempat ikatan pada sistem sitokrom oksidase. Sianida mempunyai
ikatan khusus dengan ion besi pada sistem sitrokrom oksidase, sianida dalam jumlah yang
cukup besar akan berikatan dengan ion besi pada senyawa lain, seperti methemoglobin.
Jika produksi methemoglobin cukup maka gejala keracunan sianida dapat teratasi.
Methemoglobinemia dapat diproduksi dengan pemberian amil nitrit secara inhalasi dan
kemudian pemberian natrium nitrit secara intravena. Kira-kira 30% methemoglobinemia
dianggap optimum dan jumlahnya dijaga agar tetap di bawah 40% senyawa lain seperti 4-
DMAP dapat memproduksi methemoglobin secara lebih cepat (Meredith, 1993). Apabila
methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin menjadi
tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi fatal.
Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang
digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya kembali ion sianida
mengakibatkan keracunan sianida. Sianida bergabung dengan methemoglobin membentuk
31 sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan dengan
methemoglobin yang berwarna coklat (Meredith, 1993).

a. Peralatan antidotum sianida.

Sekarang ini, Amerika Serikat mendukung penggunaan kombinasi nitrit dan tiosulfat
untuk pengobatan pada keracunan sianida. Natrium nitrit (10 ml pada larutan 3%)
digunakan secara intravena dan dilanjutkan dengan pemberian natrium tiosulfat (50 ml
pada larutan 25%) secara intravena. Natrium nitrit seharusnya diberikan 2,5-5 ml
permenit hingga 2-3 menit. Natrium tiosulfat harus diberikan secara cepat setelah
natrium nitrit dengan dosis 12,5 mg pada larutan 25% hingga 10 menit (Meredith, 1993).
b. Amil nitrit.

Hanya dapat memproduksi kira-kira 5% methemoglobin dan tidak cukup untuk


digunakan sebagai terapi tunggal. Dosis amil nitrit yang dapat meningkatkan produksi
methemoglobin sering berhubungan dengan terjadinya hipotensi. Sebenarnya, amil nitrit
telah dihapus di Amerika Serikat karena pembentukan methemoglobin yang tidak dapat
diprediksi dan berhubungan dengan vasodilatasi yang dapat menyebabkan hipotensi. amil
nitrat juga dapat menyebabkan vasodilatasi yang dapat membalikkan efek awal sianida
32 yang dapat menyebabkan vasokonstriksi (Meredith, 1993).

c. Natrium nitrit.

Merupakan obat yang paling sering digunakan untuk keracunan sianida. Dosis awal
standart adalah 3% larutan natrium nitrit 10 ml, memerlukan waktu kira-kira 12 menit
untuk membentuk kira-kira 40% methemoglobin. Dosis awal untuk natrium tiosulfat
adalah 50 ml. Penggunaan natrium nitrat tidak tanpa risiko karena bila berlebihan dapat
mengakibatkan methemoglobinemia yang dapat menyebabkan hipoksia atau hipotensi,
untuk itu maka jumlah methemoglobin harus dikotrol. Penggunaan natrium nitrit tidak
direkomendasikan untuk pasien yang memiliki kekurangan glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G6DP) dalam sel darah merahnya karena dapat menyebabkan reaksi
hemolisis yang serius (Meredith, 1993). d. 4-DMAP. Merupakan senyawa pembentuk
methemoglobin dengan efek yang cepat saat melawan sianida. 4-DMAP merupakan
antidot yang lebih cepat dari pada nitrat dan toksisitasnya lebih rendah. Pada manusia,
injeksi intravena dengan dosis 3 mg/kg dapat memproduksi 15% methemoglobin dalam
waktu 1 menit (Meredith, 1993). Gambar 2. 4-DMAP (4-dimethylaminophenol) 4-DMAP
harus digunakan dengan tiosulfat untuk mengubah ikatan sianida dengan methemoglobin
menjadi tiosianat. 4-DMAP dapat menyebabkan nekrosis pada area yang diinjeksi setelah
pemberian secara IM dan dapat 33 menyebabkan nyeri, demam, dan meningkatkan
enzim-enzim otot. Terapi menggunakan 4-DMAP dapat menyebabkan hemolisis meskipun
pada dosis terapi, tetapi lebih sering terjadi pada pengobatan yang overdosis.
Pengobatan dengan 4-DMAP dikontraindikasikan pada pasien yang kekurangan G6DP
(Meredith, 1993). Senyawa lain yang juga merupakan pembentuk methemoglobin adalah
paminoheptanoilfenon (PAHP), p-aminopropiofenon (PAPP), dan paminooktanoilfenon
(PAOP). PAHP merupakan fenon yang paling aman. Senyawa-senyawa tersebut mengurangi
jumlah sianida dalam sel darah merah. Efek PAPP secara khusus dapat meningkat dengan
adanya tiosulfat (Meredith, 1993).

2. Detoksifikasi sulfur Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang


ditimbulkan pada keracunan sianida, sianida dapat diubah menjadi tiosianat dengan
menggunakan natrium tiosulfat. Gambar 3. Pengubahan sianmethemoglobin menjadi
tiosianat oleh rhodanase dan tiosulfat 34 Pada proses kedua membutuhkan donor sulfur
agar rodanase dapat mengubah sianmethemoglobin menjadi tiosianat karena donor sulfur
endogen biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian diekskresikan melalui ginjal
(Meredith, 1993).

3. Kombinasi langsung Ada 2 macam mekanisme yang berbeda dari kombinasi


langsung dengan sianida yang sering digunakan, yaitu kombinasi dengan senyawa kobalt
dan kombinasi dengan hidroksobalamin (Meredith, 1993).

a. Hidroksikobalamin (vitamin B12a). Merupakan prekursor dari


sianokobalamin (vitamin B12). Penggunaan hidroksikobalamin sebagai pencegahan pada
pemberian natrium nitroprusid jangka panjang sama efektifnya untuk pengobatan
pada keracunan sianida akut selama lebih dari 40 tahun. Senyawa ini bereaksi
langsung dengan sianida dan tidak bereaksi dengan hemoglobin untuk membentuk
methemoglobin (Meredith, 1993). Hidroksikobalamin bekerja baik pada celah
intravaskular maupun di dalam sel untuk menyerang sianida. Hal ini berlawanan
dengan methemoglobin yang hanya bekerja sebagai antidot pada celah vaskular.
Pemberian natrium tiosulfat meningkatkan kemampuan hidroksikobalamin untuk
mendetoksifikasi keracunan sianida (Meredith, 1993). Sianokobalamin adalah
kombinasi hidrosikobalamin dan sianida. Dosis minimal sebesar 2.5 gram pada dewasa
diperlukan untuk menetralkan dosis letal sianida. Hidroksikobalamin tidak
menimbulkan komplikasi yang serius. Beberapa pasien dapat mengalami urtikaria, tapi
sangat jarang menyebabkan hipertensi dan dapat menyebabkan disritmia jika tidak
ada sianida saat pemberian dikobalt-EDTA. Pemberian obat ini dapat menyebabkan
kematian dan toksisitas berat dari kobalt terlihat setelah pasien sembuh dari
keracunan sianida (Meredith, 1993).

b. Dicobalt-EDTA I. Natrium Tiosulfat Berupa hablur besar, tidak berwarna,


atau serbuk hablur kasar. Mengkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara
kering pada suhu lebih dari 33°C. Larutannya netral atau basa lemah terhadap
lakmus. Sangat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995).
Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida menjadi bentuk
yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase, yaitu rhodanase.
Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan dapat diberikan
secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan uji menunjukkan
kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan dengan
hidroksokobalamin (Olson, 2007). Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh
adalah mengubahnya menjadi tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase
yang lain, seperti 37 beta-merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan.
Reaksi ini memerlukan sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia substansi ini tebatas.
Keracunan sianida merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena sulfur
hanya akan masuk ka mitokondria secara perlahan. Natrium tiosulfat mungkin muncul
sendiri pada kasus keparahan ringan sampai sedang, sebaiknya diberikan bersama
antidot lain dalam kasus keracunan parah. Ini juga merupakan pilihan antidot saat
diagnosis intoksikasi sianida tidak terjadi, misalnya pada kasus penghirupan asap
rokok. Natrium tiosulfat diasumsikan secara intrinsik nontoksik tetapi produk
detoksifikasi yang dibentuk dari sianida, tiosianat dapat menyebabkan toksisitas
pada pasien dengan kerusakan ginjal. Pemberian natrium tiosulfat 12.5 g i.v. biasanya
diberikan secara empirik jika diagnosis tidak jelas (Meredith, 1993).

Natrium tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida. Antidot ini
diberikan sebanyak 50 ml dalam 25 % larutan. Tidak ada efek samping yang
ditimbulkan oleh tiosulfat, namun tiosianat memberikan efek samping seperti gagal
ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan dan disfungsi pada SSP. Dosis untuk anak-anak
didasarkan pada berat badan (Meredith, 1993).

Natrium Nitrit menyebabkan methemoglobin dengan sianida membentuk


substansi nontoksik sianmethemoglobin. Methemoglobin tidak mempunyai afinitas
lebih tinggi pada sianida daripada sitokrom oksidase, tetapi lebih potensial
menyebabkan methemoglobin daripada sitokrom oksidase. Efek samping dari
penggunaan nitrit meliputi pembentukan formasi methemoglobin, vasodilatasi,
hipotensi, dan takikardi. Mencegah pembentukkan formasi yang cepat, monitoring
tekanan darah, dan pemberian dosis yang tepat akan mengurangi terjadinya efek
samping. Ketika dilakukan terapi dengan nitrit, lihat konsentrasi hemoglobin. Tetapi
jangan menunda terapi ketika menunggu hasil pengukuran kadar hemoglobin
(Meredith, 1993). Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk
inhalasi merupakan komponen dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot
sianida bekerja dalam dua cara, yaitu : nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang
kemudian akan mengikat sianida bebas, dan cara yang kedua yaitu meningkatkan
detoksifikasi sianida endothelial dengan menghasilkan vasodilasi. Inhalasi dari satu
ampul amil nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5%. 40 Pemberian
dosis tunggal nitrit secara intravena dapat menghasilkan tingkat methemoglobin
sekitar 20-30% (Olson, 2007).
BAB II

METODE PENELITIAN

1. Alat dan Bahan

Alat : Spuit 1 cc

Jarum sonde

Timbangan hewan

Bahan : NaCN 0,2 %

NaNO2 0,2 %

Na2S2O3 0,2 %

NaCl fisiologis

Hewan : Mencit

Asam pikrat (penanda mencit)

2. Cara Kerja

1. Timbang semua hewan yang akan diuji

2. Mencit 1 diberikan NaNO2 secara subkutan, NaCN secara oral

3. Mencit 2 diberikan NaCl fisiologis secara subkutan, NaCN secara oral

4. Mencit 3 diberikan NaCN secara oral

5. Mencit 4 diberikan NaCN secara subkutan

6. Mencit 5 diberikan NaCN oral, NaNO2 subkutan, Na2S2O3 secara intraperitonial

7. Mencit 6 diberikan NaCN secara subkutan, NaCl secara intraperitonial

8. Mencit 7 diberikan NaNO2 secara oral, NaCN secara subkutan, Na2S2O3

9. Mencit 8 diberikan NaCN secara oral ,Na2S2O3

10. Amati kematian dan catat gejala yang terjadi


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil

No Obat & antidot yg diberikan Waktu ( menit/detik )

Gagal nafas Kejang Mati

1 NaNO2 secara subkutan, NaCN 04.43 06.56 08.26


secara oral

2 NaCl fisiologis secara subkutan, 02.00 02.13 08.23


NaCN secara oral

3 NaCN secara oral 01.00 02.00 07.26

4 NaCN secara subkutan 00.50 01.29 02.10

5 NaCN oral, NaNO2 subkutan, - - -


Na2S2O3 secara intraperitonial

6 NaCN secara subkutan, NaCl secara - - -


intraperitonial

7 NaNO2 secara oral, NaCN secara - - -


subkutan, Na2S2O3 ip

8 NaCN secara oral ,Na2S2O3 ip 08.24 09.30 11.00


b. Pembahasan

Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat


dehidrognase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase,dll.
Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase.

Antidotum sianida

1. Pembentukan methemoglobin

Methemoglobin sengaja diproduksi untuk bersaing dengan sianida di tempat


ikatan pada sistem sitokrom oksidase. Jika produksi methemoglobin cukup maka
gejala keracunan sianida dapat teratasi .

Dapat dilakukan dengan pemberian amil nitrit, natrium nitrit, 4-DMAP,natrium


tiosulfat.

2. Detoksifikasi sulfur

Sulfur diberikan agar rodanase dapat mengubah sianmethemoglobin menjadi


tiosianat karena donor sulfur endogen biasanya terbatas.

3. Kombinasi langsung

Kombinasi dengan senyawa kobalt dan kombinasi dengan hidroksikobalamin.

Dengan penambahan antidotum maka kematian mencit menjadi lebih lama daripada
tanpa antidot.

Mencit dengan antidot hanya mati dalam waktu 2-7 menit, sedangkan dengan antidot
kematiannya 8-15 menit.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjdpqmtsrL
VAhWJNY8KHYD2B60QFggpMAA&url=http%3A%2F
%2Fwww.permataindonesia.ac.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2015%2F07%2F03.-
Jurnal-PI_Evi-Chinthia-
Trisna.pdf&usg=AFQjCNH5kvkJ1EtZ7KRWMg5v9WKfXTN5WA

https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjdpqmtsrL
VAhWJNY8KHYD2B60QFgg6MAM&url=https%3A%2F
%2Ftintusfar.files.wordpress.com%2F2008%2F09%2Flibertus-tintus-
h.pdf&usg=AFQjCNG8XNtky4t79UiMn6jaBbISNwVW5A

Anda mungkin juga menyukai