Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronis yang biasa disebut sebagai PPOK


merupakan penyakit paru yang dapat dicegah dan ditanggulangi, ditandai oleh
hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible bersifat progresif dan
berhubungan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau
berbahaya,disertai efek skstra paru yang berkontribusi terhadap derajat berat
penyakit. Gejala utama Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah sesak napas
memberat saat aktivitas , batuk dan produksi sputum.1

Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan penyebab morbiditas dan


kematian ke 4 terbesar di dunia. WHO memprediksi pada tahun 2020 PPOK akan
meningkat dari peringkat 12 menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari
peringkat 6 menjadi peringkat 3 penyebab kematian di seluruh dunia.1

Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Indonesia juga akan meningkat akibat


faktor pendukungnya yaitu kebiasaan merokok yang masih merupakan perilaku
yang sulit dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat
dikendalikan dengan baik serta pertambahan usia harapan hidup masyarakat
Indonesia. Hal ini mau tidak mau PPOK merupakan salah satu penyakit yang
menjadi tantangan di masa yang akan datang. 1

Page 1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI PARU
Masing – masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul menonjol
ke atas ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula dan basis pulmonis yang
konkaf tempat terdapat diafragma. Terdapat juga facies costalis yang konveks
oleh karena dinding thoraks yang konkaf dan facies mediastinalis yang konkaf
merupakan cetakan pericardium. Sekitar pertengahan facies mediastinalis terdapat
hilum pulmonalis yaitu cekungan tempat bronkus, pembuluh darah dan saraf yang
membentuk radix pulmonis keluar dan masuk paru. Radix pulmonis dibentuk oleh
alat-alat yang masuk dan keluar paru, yaitu bronchi, arterie dan vena pulmonalis,
pembuluh limfatik, arterie dan vena bronchialis dan saraf-saraf.2
Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura
obliqua dan fissura horizontalis. Pulmonis dexter terbagi menjadi tiga lobus yaitu
lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Pulmo sinister dibagi oleh fissura
obliqua dengan cara yang sama menjadi dua lobus, lobus superior dan lobus
inferior. Pada pulmo sinister tidak terdapat fissura horizontalis.2
Setiap bronchus lobaris (sekunder) berjalan ke lobus paru
mempercabangkan bronchi segmentales (tertier) yang kemudian masuk ke
segmenta bronchopulmonalia dan dikelilingi jaringan ikat. Pada saat bronchi
mengecil, cartilago berbentuk U mulai dari trachea perlahan-lahan diagnti dengan
cartilago ireguler yang lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya. Bronchi yang
paling kecil membelah dua menjadi bronchioli. Bronchioli membelah menjadi
bronchioli terminales dan mempunyai kantong-kantong yang dinamakan
bronchiolus respiratorius, pertukaran udara terjadi disini. Bronchiolus
respiratorius berakhir dengan bercabang sebagai ductus alveolaris yang menuju
pembuluh-pembuluh berbentuk kantong dengan dinding yang tipis disebut saccus
alveolaris. Masing-masing alveolus dikelilingi oleh jaringan kapiler padat.
Pertukaran gas terjadi antara udara yang terdapat di dalam lumen alveoli, melalui
dinding alveoli ke dalam darah yang ada didalam kapiler disekitarnya. 2

Page 2
Bronchi, jaringan ikat paru dan pleura visceralis menerima darah dari
arteriae bronchiales yang merupakan cabang aorta descendens. Alveoli menerima
darah yang terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales.
Sedangkan pembuluh limf paru berasal dari plexus superficialis dan plexus
profundus, semua cairan limf paru meninggalkan hilum pulmonis mengalir ke
nodi tracheobronchiales dan kemudian masuk ke dalam truncus lymphaticus
bronchomediastinalis. Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang
terdiri atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus dibentuk dari cabang-
cabang truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari
nervus vagus. 2
Gambar 1 . Anatomi Paru

Page 3
Dikutip dari 9

2. FISIOLOGI PARU

Sistem pernafasan melaksanakan pertukaran udara antara atmosfer dan


paru melalui proses ventilasi. Pertukaran O2. Pertukaran O2 dan CO2 antara udara
dalam paru dan darah dalam kapiler paru berlangsung melalui kantung udara atau
alveolus yang sangat tipis. Saluran pernapasan menghantarkan udara dari atmosfer
ke bagian paru tempat pertukaran gas tersebut berlangsung. Paru terletak dalam di
dalam kompartemen toraks yang tertutup, yang volumenya dapat diubah-ubah
oleh aktifitas kontraktil otot-otot pernafasan.3

3. DEFINISI PPOK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan airan udara yang tidak sepenuhnya
reversible , bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya disertai efek ekstra paru
yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Karakteristik hambatan aliran
udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil

Page 4
(obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada
setiap individu. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK
karena emfisema merupakan diagnosis patologi, bronkitis kronik merupakan
diagnosis klinis. Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran
udara dalam saluran napas.1

Pada tahun 2009, The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) mendefinisikan PPOK sebagai gangguan aliran udara yang
kronis dengan beberapa perubahan patologis pada baru disertai efek ekstra
pulmonal dan berbagai komorbiditas yang dapat berpengaruh terhadap derajat
beratnya penyakit.4

4. FAKTOR RESIKO

Identifikasi faktor resiko merupakan langkah penting dalam pencegahan


dan penatalaksanaan PPOK. Meskipun saat ini pemahaman faktor resiko PPOK
dalam banyak hal masih belum lengkap , diperrlukan pemahaman interaksi dan
hubungan antara faktor faktor resiko sehingga memerlukan investigasi lebih
lanjut.1

a. Asap Rokok

Kebiasaan merokok adalah satu satunya penyebab kausal yang terpenting ,


jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya . Asap rokok mempunyai
prevalens yang tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi
paru. Angka kematian pada perokok mempunyai nilai yang bermakna
dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko PPOK pada perokok
tergantung dari dosis rokok yang dihisap , usia mulai merokok, jumlah
batang rokok pertahun dan lamanya merokok (Indeks Brinkman). Perokok pasif
atau dikenal sebagai environmental tobacco smoke (ETS) dapat juga
memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi dan PPOK, karena terjadi
peningkatan jumlah inhalasi partikel dari gas.1

Page 5
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

* Riwayat merokok

- perokok aktif ,

- perokok pasif ,

- bekas perokok ,

* Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman yaitu perkalian jumlah


rata rata batang rokok yang dihisap dalam sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun

- Ringan : 0 – 199 ,

- Sedang : 200 – 599 ,

- Berat : > 600 . 1

b. Polusi Udara

Agar lebih mudah mengidentifikasi partikel penyebab, polusi udara terbagi


menjadi :

* Polusi di dalam ruangan

Asap rokok, asap kompor, kayu,serbuk gergaji,minyak tanah yang


merupakan bahan bakar kompor menjadi penyebab tertinggi polusi di dalam
ruangan . Kejadian polusi di dalam ruangan dari asap kompor dan pemanas
ruangan dengan ventilasi kurang baik merupakan faktor resiko terpenting
timbulnya PPOK . 1

* Polusi di luar ruangan

Gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan. Tinggi nya polusi udara
dapat menyebabkan gangguan jantung dan paru. 1

* Polusi di tempat kerja

Bahan kimia, zat iritasi,gas beracun. 1

Page 6
c. Stres Oksidatif

Sel paru dilindungi oleh oxydative chalenge yang berkembang secara


sistem enzimatik atau non enzimatik. Ketika keseimbangan antara oksidan dan
antioksidan berubah bentuk, akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif
tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tapi juga menimbulkan
aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.1

d. Infeksi saluran napas bawah berulang.

Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas


PPOK. Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara
bermakna menimbulkan eksaserbasi.1

e. Sosial Ekonomi

Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan , pemukiman yang padat, nutrisi
yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial ekonomi
kemungkinan dapat menjelaskan hal ini.1

f. Tumbuh kembang Paru

Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan,


kelahiran, dan pajanan waktu kecil.1

h. Asma

Pada laporan the Tucson Epidemiological Study didapatkan bahwa orang


dengan asma 12 kali lebih tinggi resiko terkena PPOK dari pada bukan asma
meskipun telah berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari asma akan
berkembang menjadi PPOK dengan ditemukannya obstruksi jalan napas
ireversible.1

i Gen

Faktor resiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan alpha 1
antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin . Sifat resesif ini jarang , paling
sering dijumpai pada individu yang berasal dari Eropa Utara.1

Page 7
5. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada
Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 bronkitis kronik dan emfisema
menduduki peringkat ke 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10
penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka
kematian karena bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke 6 dari 10
penyebab tersering kematian di Indonesia.Data menurut The Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) pada tahun 2004 memperlihatkan
PPOK diderita tiga kali lebih banyak oleh warga dewasa yang usianya lebih dari
40 tahun. Paling tidak 10 persen dari orang dewasa yang usianya lebih dari 40
tahun kemungkinan menderita PPOK. Data baru itu memperlihatkan bahwa
pengidap penyakit paru-paru lebih dari tiga kali lipat dibandingkan perkiraan
umum sebelumnya. Data yang disiarkan itu merupakan hasil awal dari dua kajian
internasional di Brazil, Chili, China, Meksiko, Turki dan Uruguay.5
Penemuan awal itu memperlihatkan bahwa PPOK menjangkiti antara 10
sampai 15 persen orang dewasa yang berusia di atas 40 tahun di negara-negara
yang diteliti. Statistik sebelumnya yang disusun oleh (WHO) memperkirakan
bahwa kurang dari satu persen masyarakat yang berusia antara 45 sampai 60
tahun dan kurang dari empat persen masyarakat yang berusia 60 tahun menderita
PPOK. 5

6. PATOGENESIS PPOK

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari


PPOK ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang
perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. 6

Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini


mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas.

Page 8
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan
edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat.
Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan
akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.6

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi
sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas seperti
pada gambar 1.6

Gambar 2. PPOK Terkait Partikel Inhalasi

Dikutip dari 6

Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK,


yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag
(lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+

Page 9
(dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan
inflamasi yang terjadi pada penderita asma.7

Bagan 1. Patogenesis PPOK

Dikutip dari 6

Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan


inflamasi di saluran napas dan paru seperti yang terlihat pada pasien PPOK.
Respon inflamasi abnormal ini menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang
mengakibatkan emfisema dan mengganggu mekanisme pertahanan yang
mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil. Perubahan patologis menyebabkan
udara terperangkap dan keterbatasan aliran udara uang bersifat progresif.1

7. GEJALA KLINIS

• ANAMNESIS

- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala


pernapasan,

- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja,

- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga,

- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi / anak misal berat badan lahir
rendah (BBLR) , infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara,

Page 10
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak,

- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi,

• Pemeriksaan Fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan.

- Inspeksi

* Pursed lips breathing (adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut
mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal
napas ) ,

* Barrel chest (diameter antero posterior dan transversal sebanding) ,

* Penggunaan otot bantu napas,

* Hipertropi otot bantu napas,

* Pelebaran sela iga,

* Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tungkai,

* Penampilan pink puffer (gambaran yang khas pada emfisema ,pasien


kurus,kulit kemerahan,dan pernapasan pursed lips breathing) atau blue
bloater (gambaran khas pada bronkitis kronik , pasien gemuk
sianosis,terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru , sianosis
sentral dan perifer,

- Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah , sela iga melebar,

- Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,letak diafragma


rendah,hepar terdorong ke bawah,

Page 11
- Auskultasi

* Suara napas vesikuker normal atau melemah,

* Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa,

* Ekspirasi memanjang,

* Bunyi jantung terdengar jauh1

Gejala klinis lain:

 Sesak napas (wheezing)

Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan
komponen reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan satun-satunya
penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga
(exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas yang sempit oleh
radang atau sikatrik,
 Batuk Darah
Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran
napas yang radang dan khasnya “blood streaked purulen sputum” ,
 Anoreksia dan berat badan menurun
Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek.8

Page 12
8. DIAGNOSIS

Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti


terlihat pada tabel 1.
Tabel 1 . Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK

Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa “ Perlu usaha untuk
bernapas”
Berat,sukar bernapas, terengah engah
Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Batuk kronik Setiap batuk kronik berdahak mengindikasikan
berdahak PPOK
Riwayat terpajan Asap rokok,debu,bahan kimia, di tempat kerja,asap
faktor resiko dapur

Dikutip dari 1
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri jika salah satu indikator
ini ada pada individu diatas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan
diagnosis pasti tetapi keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan
kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri dilakukan untuk memastikan
diagnosis PPOK.1

Page 13
Tabel 2 . Spirometri

Klasifikasi Gejala Spirometri


Penyakit
Ringan - Tidak ada gejala waktu istirahat VEP > 80% prediksi
atau bila exercise VEP/KVP < 75%
- Tidak ada gejala waktu istirahat
tetapi gejala ringan pada latihan
sedang (misal : berjalan cepat,
naik tangga)
Sedang - Tidak ada gejala waktu istirahat VEP 30 - 80%
tetapi mulai terasa pada latihan / prediksi VEP/KVP <
kerja ringan (misal : 75%
berpakaian)
- Gejala ringan pada istirahat
Berat - Gejala sedang pada waktu VEP1<30% prediksi
istirahat VEP1/KVP < 75%
- Gejala berat pada saat istirahat
- Tanda-tanda korpulmonal

Dikutip dari 8

Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran


udara (dengan spirometri).8

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 % ,

Page 14
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit,
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20% ,
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter,
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml ,
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil8
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit8
c. Radiologi
 Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain,
 Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi,
- Hiperlusen,
- Ruang retrosternal melebar,
- Diafragma mendatar,
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance),
 Pada bronkitis kronik :
- Normal,
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus,
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus
menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

Page 15
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan
pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.8

Normal Hyperinflation

Dikutip dari 6

 Pemeriksaan khusus (tidak rutin)


a. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat,
- DLCO menurun pada emfisema,
- Raw meningkat pada bronkitis kronik,
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %. 8
b. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle) ,
- Jentera (treadmill) ,
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal. 8
c. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil
PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan.8
d. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari
selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 %
dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan
faal paru setelah pemberian kortikosteroid.8

Page 16
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil,
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik. 8
f. Radiologi
- CT Scan resolusi tinggi,
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos,
- Scan ventilasi perfusi untuk mengetahui fungsi respirasi paru. 8
Pada emfisema terlihat : hiperinflasi , hiperlusen , ruang retrosternal
melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung (jantung
pendulum) ,
Pada Bronkitis kronik terlihat : Normal, Corakan bronkovaskuler
bertambah pada 21 % kasus.8

g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan.8

h. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan. 8

i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.8

Page 17
j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema
pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di
Indonesia. riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.8

PEMERIKSAAN SPIROMETRI

* PERSIAPAN

- Spirometer perlu dikalibrasi secara teratur,

- Spirometer harus menghasilkan hardcopy / rekaman secara otomatis


untuk mendeteksi kesalahan teknis atau untuk mengidentifikasi apakah uji sudah
memenuhi syarat,

- Petugas yang melakukan uji spirometri perlu pelatihan untuk


mendapatkan hasil yang efektif,

- Usaha maksimal pasien diperlukan dalam melaksanakan uji ini guna


menghindari kesalahan diagnosis maupun manajemen. 1

* KINERJA

- Pemeriksaan spirometri harus dilakukan menggunakan teknik yang


standar,

- Volume ekspirasi dilakukan dengan benar,

- Rekaman dilakukan dengan cukup waktu untuk mencatat suatu kurva


volume / waktu yang dicapai,mungkin memerlukan waktu lebih dari 15
detik pada penyakit berat,

- Baik KVP maupun VEP1 harus merupakan nilai terbesar yang diperoleh
dari salah satu dari tiga kurva dengan teknik yang benar, nilai KVP dan nilai
VEP1 dalam 3 kurva variasinya tidak boleh melebihi 5% atau 100ml,

Page 18
- Rasio VEP1 / KVP harus diambil dari kurva yang secara teknik dapat
diterima dengan nilai terbesar dari KVP maupun VEP1. 1

* EVALUASI

- Pengukuran spirometri dievaluasi dengan membandingkan hasil


pengukuran terhadap nilai prediksi yang tepat berdasarkan usia,tinggi
badan,jenis kelamin dan ras,

- Nilai VEP1 pasca bronkodilator < 80% prediksi serta nilai VEP1 / KVP
<0,70 memastikan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible,

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri bila tidak ada gunakan


APE meter,

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 – 20


menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 / APE <20% dan <200 ml dari
nilai awal,

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil. 1

UJI BRONKODILATOR PADA PPOK

* PERSIAPAN

- Uji harus dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas dari
infeksi pernapasan,

- Pasien sebaiknya tidak menggunakan bronkodilator inhalasi kerja cepat


6 jam sebelum uji , bronkodilator kerja lama 12 jam sebelum uji, atau teofilin
lepas lambat 24 jam sebelum uji. 1

* SPIROMETRI

- VEP1 harus diukur sebelum diberikan bronkodilator,

- Bronkodilator harus diberikan dengan inhaler dosis terukur melalui


perangkat spacer atau nebulizer untuk meyakinkan telah dihirup,

Page 19
- Dosis bronkodilator harus ditentukan untuk mendapatkan kurva
tertinggi dosis tertentu,

- Protokol dosis yang memungkinkan adalah 400mikrogram B2 agonis,


hingga 160 mikrogram antikolinergik, atau gabungan keduanya. VEP1 harus
diukur lagi ( 0-15 menit setelah diberikan bronkodilator kerja singkat atau 30-
45 menit setelah diberikan bronkodilator kombinasi.1

* KESIMPULAN

Peningkatan VEP1 yang baik dan dianggap bermakna bila lebih besar dari
200 ml dan 20% diatas VEP1 sebelum pemberian bronkodilator . Hal ini sangat
membantu untuk melihat perubahan serta perbaikan klinis.1

10. DIAGNOSA BANDING

Tabel 3. Diagnosis Banding PPOK

DIAGNOSIS GEJALA
PPOK Onset pada usia pertengahan
Gejala progresif lambat
Lamanya riwayat merokok
Sesak saat aktivitas
Sebagian besar hambatan aliran udara ireversibel.
Asma Onset awal sering pada anak
Gejala bervariasi dari hari ke hari
Gejala pada malam hari / menjelang pagi
Disertai atopi, rinitis atau eksim.
Riwayat keluarga dengan asma
Sebagian besar keterbatasan aliran udara reversibel.
Gagal jantung Auskultasi terdengar ronki halus di bagian basal.
kongestif Foto toraks tampak jantung membesar , edema paru.
Uji faal paru menjunjukkan restriksi bukan
obstruksi.
Bronkiektasis Sputum produktif dan purulen .

Page 20
Umumnya terkait dengan infeksi bakteri.
Auskultasi terdengar ronki kasar.
Foto toraks / CT scan toraks menunjukkan pelebaran
dan penebalan bronkus.
Tuberkulosis Onset segala usia
Foto toraks menunjukkan infiltrat.
Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)
Prevalens tuberkulosis tinggi di daerah endemis.
Bronkiolitis obliterans Onset pada usia muda bukan perokok
Mungkin memiliki riwayat rematoid artritis atau
pajanan asap.
CT Scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah
hipodens.
Bronkiolitis difus Lebih banyak pada laki laki bukan perokok.
Hampir semua menderita sinusitis kronik.
Foto toraks dan HRCT toraks menunjukkan nodul
opak menyebar kecil di centrilobular dan gambaran
hiperinflasi.
Dikutip dari 1

Gejala gejala diatas ini sesuai karakteristik penyakit masing masing tetapi tidak
terjadi

pada setiap kasus. Misalnya seseorang yang tidak pernah merokok dapat
menderita

PPOK (terutama di negara berkembang yang faktor resiko lain mungkin lebih
penting

daripada merokok) , asma dapat berkembang di usia dewasa bahkan pasien lanjut

usia.1

Penyakit lain yang bisa menjadi diagnosa banding PPOK adalah :

 SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)

Page 21
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal,

 Pneumotoraks

Dada cembung di tempat kelainan , perkusi hipersonor , auskultasi


saluran napas melemah,

 Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,


destroyed lung ,

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan
di

Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan

prognosisnya berbeda. 1

Adapun karakteristik dari Asma, PPOK, dan SOPT pada tabel 4

Tabel 4. Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT

Dikutip dari 1

Page 22
11. KLASIFIKASI PPOK

Terdapat ketidaksesuaian antara nilai VEP1 dan gejala pasien , oleh sebab
itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa
diprediksi dengan VEP1.1

Tabel 5. Klasifikasi PPOK

DERAJAT KLINIS FAAL PARU


Derajat I Gejala batuk kronik dan produksi VEP1 / KVP < 70%
PPOK ringan sputum ada tetapi tidak sering. Pada VEP1 ≥ 80% prediksi
derajat ini pasien sering tidak
menyadari bahwa faal paru mulai
menurun.
Derajat II Gejala sesak mulai dirasakan saat VEP1 / KVP < 70%
PPOK aktivitas dan kadang ditemukan gejala 50% < VEP1 < 80%
Sedang batuk dan produksi sputum . Pada prediksi
derajat ini biasanya pasien mulai
memeriksakan kesehatannya.
Derajat III Gejala sesak lebih berat, penurunan VEP1 / KVP < 70%
PPOK Berat aktivitas , rasa lelah dan serangan 30% < VEP1 < 50%
eksaserbasi semakin sering dan prediksi
berdampak pada kualitas hidup pasien
Derajat IV Gejala diatas ditambah tanda tanda VEP1 / KVP < 70%
PPOK gagal napas atau gagal jantung kanan VEP1 < 30% prediksi
Sangat Berat dan ketergantungan oksigen. Pada atau
derajat ini kualitas hidup pasien VEP1 < 50% prediksi
memburuk dan jika eksaserbasi dapat disertai gagal napas
mengancam jiwa. kronik.
Dikutip dari 1

Page 23
12. PENATALAKSANAAN

Tujuan Penatalaksanaan PPOK meliputi:


- Mencegah progresivitas penyakit,
- Mengurangi gejala,
- Meningkatkan toleransi latihan,
- Mencegah dan mengobati komplikasi,
- Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang,
- Mencegah atau meminimalkan efek samping obat,
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru,
- Meningkatkan kualitas hidup penderita,
- Menurunkan angka kematian. 1

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK di antaranya adalah :


- Berhenti merokok/mencegah pajanan gas/partikel berbahaya,
- Menghindari faktor pencetus,
- Vaksinasi Influenza,
- Rehabilitasi paru,
- Pengobatan/medikamentosa di antaranya penggunaan bronkodilator kerja
singkat antikolinergik kerja singkat), penggunaan bronkodilator kerja lama
(antikolinergik kerja lama), dan obat simtomatik. Pemberian kortikosteroid dapat
digunakan berdasarkan derajat PPOK,
- Pada PPOK derajat sangat berat diberikan terapi oksigen,
- Reduksi volume paru secara pembedahan atau endoskopi (transbronkial). 1

Penatalaksanaansecaraumum PPOK meliputi :


- Edukasi,
- Obat – obatan,
- Terapioksigen,
- Ventilasimekanik,
- Nutrisi,
- Rehabilitasi. 1

Page 24
PPOK merupakanpenyakitparu kronik progresif dan nonreversibel,
sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan
stabil dan (2) penatalaksanaanpadaeksaserbasiakut.5

*
EDUKASI
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru.Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari
asma.5

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :


- Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan,
- Melaksanakan pengobatan yang maksimal,
- Mencapai aktivitas optimal,
- Meningkatkan kualitas hidup. 5

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang
pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya.
Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat
ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik
rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan
memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian
edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,
lingkungan sosial, cultural dan kondisi ekonomi penderita.5

Page 25
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
- Pengetahuan dasar tentang PPOK,
- Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya,
- Cara pencegahan perburukan penyakit,
- Menghindari pencetus (berhenti merokok),
- Penyesuai anaktivitas. 5

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :

- Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK


ditegakkan,

- Pengunaan obat – obatan

 Macam obat dan jenisnya,

 Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser ),

 Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau


kalau perlu saja ) ,

 Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya,

- Penggunaan oksigen

 Kapan oksigen harus digunakan,

 Berapa dosisnya,

- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

 Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen,

 Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya,

Page 26
- Tanda eksaserbasi :

 Batuk atau sesak bertambah,

 Sputum bertambah,

 Sputum berubah warna,

- Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi,

- Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas. 5

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,


langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian
edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu
banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit
kronik progresif yang ireversibel.5

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :

Ringan

 Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel,

 Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara


lain berhenti merokok,

 Segera berobat bila timbul gejala,

Sedang

 Menggunakan obat dengan tepat,

 Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini,

 Program latihan fisik dan pernapasan,

Berat

 Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi,

Page 27
 Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan,

 Penggunaan oksigen di rumah.5

* OBAT - OBATAN

- Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator


dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ).
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat
lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).5

Macam - macam bronkodilator :

- Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai


bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ),

- Golongan agonis beta – 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah


penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat,

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,


karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita,

Page 28
- Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka


panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip
untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan
pemeriksaan kadar aminofilin darah.5

- Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250
mg.5
- Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :


- Lini I : amoksisilin dan makrolid,
- Lini II : Amoksisilin, asam klavulanat, Sefalosporin, Kuinolon dan
Makrolid baru.5

- Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N


- asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,
tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.5

- Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat


perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.5

Page 29
- Antitusif

Diberikan dengan hati – hati. 5


Tabel 6. Penatalaksanaan PPOK

Page 30
Dikutip dari 6

*
TERAPI OKSIGEN

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan


kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ - organ lainnya.5

*
Manfaat oksigen :

-
Mengurangi sesak,

-
Memperbaiki aktivitas,

Page 31
-
Mengurangi hipertensi pulmonal,

-
Mengurangi vasokonstriksi,

- Mengurangi hematokrit,

- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri,

- Meningkatkan kualitas hidup,

* Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%,
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep
apnea, penyakit paru lain,

Macam terapi oksigen :

- Pemberian oksigen jangka panjang,

- Pemberian oksigen pada waktu aktivitas,

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak,

- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas,

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi


oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan
gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK
eksaserbasi akut di unit gawat darurat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian
oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :

- Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT ) ,

- Pemberian oksigen pada waktu aktivitas,

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak,

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil
terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari,

Page 32
pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu
tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas
darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di
atas 90%.5

Alat bantu pemberian oksigen :

- Nasal kanul,

- Sungkup venturi,

- Sungkup rebreathing,

- Sungkup nonrebreathing,

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi
analisis gas darah pada waktu tersebut.5

* VENTILASI MEKANIK

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat
berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di
ruang ICU atau di rumah.5

*
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :

- Ventilasi mekanik dengan intubasi,

- Ventilasi mekanik tanpa intubasi,

- Ventilasi mekanik tanpa intubasi,

Page 33
- Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas
kronik dan

dapat digunakan selama di rumah.5

Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif


Pressure (NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV) ,

NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :

- Volume control,

- Pressure control,

- Bilevel positive airway pressure (BiPAP),

- Continous positive airway pressure (CPAP).5

NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT /
Long Tern Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :

- Analisis gas darah,

- Kualiti dan kuantitas tidur,

- Kualiti hidup,

- Analisis gas darah. 5

* Indikasi penggunaan NIPPV

- Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan
abdominal

paradoksal,

- Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35,

- Frekuensi napas > 25 kali per menit,

NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas,
disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.5

Page 34
* NUTRISI

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya


kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.5

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi


dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.5

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

- Penurunan berat badan,

- Kadar albumin darah,

- Antropometri,

- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi),

- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia).5

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan


mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat
mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan
keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu
nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa
nasogaster.5

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah


karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat
meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi
terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas
kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.5

Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena


berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan
ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :

Page 35
- Hipofosfatemi,

- Hiperkalemi,

- Hipokalsemi,

- Hipomagnesemi.5

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi


dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang
lebih sering.5

*
REHABILITASI PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal
yang disertai :
- Simptom pernapasan berat,
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat,
- Kualiti hidup yang menurun.5
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim
multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan
latihan pernapasan.5

Penatalaksanaan PPOK stabil

Kriteria PPOK stabil adalah :


- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik,
- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah
menunjukkan
PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg,
- Dahak jernih tidak berwarna,
- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil
spirometri),

Page 36
- Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan,
- Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan,

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :


- Mempertahankan fungsi paru,
- Meningkatkan kualiti hidup,
- Mencegah eksaserbasi,
Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala
atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah
eksaserbasi.5

Bagan 2 .Algoritme penanganan PPOK

Page 37
Dikutip dari 1

Page 38
Dikutip dari 1

PENATALAKSANAAN PPOK EKSASERBASI AKUT

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan


dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor
lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.5
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah,
- Produksi sputum meningkat,
- Perubahan warna sputum.5

Page 39
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
- Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas,
- Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas,
- Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk.5

Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk


eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat)
.Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang
telah diedukasi dengan cara :
- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk
bronkodilator yang
digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser,
- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur,
- Menambahkan mukolitik,
- Menambahkan ekspektoran.5

Bagan 3 . Algoritme penatalaksanaan PPOK eksaerbasi akut di rumah dan pelayanan


kesehatan

primer / Puskesmas

Page 40
Dikutip dari 1
Bagan 4 . Algoritme Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut di Rumah Sakit

 Nilai berat gejala (kesadaran, frekuensi napas, pemeriksaan fisis)


 Analisis gas darah
 Foto thoraks

1. Terapi oksigen
2. Bronkoditor
3. Antibiotik
- Agonis β2
- Intrevena: metilxantin, bolus dan drip
4. Kortikosteroid sistemik
5. Diuretik bila ada retensi cairan

Mengancam jiwa (gagal napas akut) Tidak mengancam jiwa

ICU Ruang rawat

12

Dikutip dari 1

Page 41
TERAPI PEMBEDAHAN

* Bertujuan untuk

- Memperbaiki faal paru,

- Memperbaiki mekanik paru,

- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi,

- Memperbaiki kualitas hidup.1

* Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :

- Bulektomi

- Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery (LVRS)

- Transplasntasi paru.1

13. KOMPLIKASI

Komplikasi PPOK dapat bermacam-macam, diantaranya:

- Gagal nafas

Akibat obstruksi jalan nafas maka terjadilah ketidakmampuan paru-paru untuk


menghirup oksigen yang cukup dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh.
Akibatnya dapat mengganggu keseimbangan asam dan basal. Gagal nafas juga
dapat terjadi selama eksaserbasi akut.9

- Polisitemia Sekunder

Polisitemia pada penderita PPOK terjadi karena tubuh berusaha untuk


menyesuaikan terhadap penurunan jumlah oksigen di darah yaitu dengan
meningkatkan produksi sel darah merah, yang mana sel darah merah berfungsi
untuk mengangkut oksigen. Hal ini mungkin dapat membantu untuk sementara
waktu, namun produksi berlebihan bisa menyebabkan darah menjadi kental, pada
akhirnya bisa menyumbat pembuluh darah kecil. Tanda dan gejala polisitemia
sekunder adalah kelemahan, sakit kepala, kelelahan, napas pendek, gangguan

Page 42
penglihatan, wajah kemerahan, kebingungan, tinnitus, dan rasa terbakar di tangan
dan kaki.9

-
Cor Pulmonale (Gagal jantung Kanan)

Pertukaran udara yang jelek pada penderita PPOK menyebabkan menurunnya


jumlah oksigen di darah sehingga timbul refleks spasme percabangan-
percabangan kecil arteri pulmonalis (hypoxic vasoconstriction). Kesemuanya ini
akan lebih meningkatkan tahanan perifer dalam paru. Maka ventrikel kanan harus
bekerja lebih keras, sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan. Bila sudah tidak
mampu lagi mengkompensasi meningkatnya tahanan perifer intrapulmonal, maka
akan terjadi kegagalan jantung kanan. Tanda dan gejala gagal jantung kanan
antara lain pembengkakan ekstemitas bawah yaitu kaki, dispneu, tidak mampu
mentoleransi latihan, sianosis, meningkatnya vena leher.10

-
Pneumothoraks

Pneumothoraks terjadi karena adanya lubang yang berkembang di paru-paru,


menyebabkan udara keluar menuju rongga antara paru dan dinding dada dan
menyebabkan paru-paru kolaps. Pada penderita PPOK terjadi peningkatan risiko
untuk terjadinya perkembangan lubang secara spontan karena lemahnya struktur
paru. Tanda dan gejala pneumothoraks antara lain nyeri dada yang mendadak dan
tajam, tambah parah apabila batuk atau bernafas dalam, dispneu, sesak. takikardi,
dan sianosis.10

-
Hipertensi Pulmonal

Normalnya, darah yang mengalir melalui pembuluh darah paru mempunyai


tahanan yang kecil, dan secara normal melebar untuk mengalirkan darah dari
jantung ke paru untuk mengambil oksigen dan mengalirkannya ke seluruh tubuh.
Pada hipertensi pulmonal, pembuluh darahnya konstriksi manjadi sempit dan
tebal. Hal tersebut menyebabkan sedikit darah yang mengalir di pembuluh darah,
tekanan dalam pembuluh darah menjadi meningkat dan otot jantung bekerja keras
untuk memompa darah. Tanda dan gejala hipertensi pulmonal antara lain nafas

Page 43
pendek keika pertama kali beraktivitas dan bahkan waktu istirahat, nyeri dada,
kelemahan, kelelahan, pingsan, bengkak pada kaki.10

-
Malnutrisi

Malnutrisi menjadi komplikasi PPOK yang dapat disebabkan karena dispneu,


yang merupakan gejala utama PPOK membuat penderita sangat sulit untuk
menyelesaikan makannya, dan penderita menjadi kehilangan nafsu makan. Tanda
dan gejala bisa bermacam-macam mulai dari yang ringan sampai sangat berat.
Gejala umum berupa kelelahan, pusing, penurunan berat badan, dan kelemahan
sistem imun.10

-
Penyakit paru tahap akhir

Saat gagal nafas terjadi pada pasien yang mempunyai penyakit paru tahap akhir, akan
terjadi penurunan dengan lambat fungsi paru dan meningkatnya kadar karbondioksida
dalam darah.Meningkatnya karbondioksida menyebabkan efek narkotik pada pasien,
sehingga pasien hilang kesadaran dan berhenti bernafas.10

14. PENCEGAHAN PPOK

* Mencegah terjadinya PPOK


- Hindari asap rokok,
- Hindari polusi udara,
- Hindari infeksi saluran napas berulang.1

* Mencegah perburukan PPOK


- Berhenti merokok,
- Gunakan obat-obatan adekuat,
- Mencegah eksaserbasi berulang .1

Page 44
BAB III

LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. MS

Umur : 70 tahun

Jenis Kelamin : Laki- Laki

Status : Menikah

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

Alamat : Takengon

2. Keluhan utama

Sesak nafas

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 3 hari

yang lalu dan memberat 1 minggu ini sebelum masuk RS. Sesak semakin

meninkat pada saat beraktivitas dapat berkurang jika dengan posisi duduk.

sesak juga bertambah jika pasien menghirup asap dan beraktivitas berat.

Sesak yang dirasakan ilang timbul ,riwayat sesak sebelumnya kurang lebih

1 tahun yang lalu. Sebelumnya pasien sempat berobat di puskesmas dan di

berikan obat salbutamol. Namun tidak berkurang.

Page 45
Batuk yang di rasakan kurang lebih 1 mingu yang lalu , batuk berdahak

berwarna putih . riwayat batuk berdarah (-) demam (-) kerigat dingin(-)

mual dan muntah (-) , nafsu makan sedikit menurun . BB tidak turun BAK

dan BAB normal.

4. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

5. Riwayat penyakit kebiasaan

Os perokok aktif sejak umur 20 tahun.

6. Riwayat penggunaan obat

pasien ada minum obat dari puskesmas obat salbutamol.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sedang

Vital Sign
TD : 120 / 80 mmhg

HR : 80 x/menit

RR : 26 x/menit

TEMP : 36,7 0C

Page 46
Mata : Anemis (-/-) Ikterik (-/-) Cekung (-/-) Reflek Cahaya (+/+)

Telinga : Dalam Batas Normal

Hidung : Bentuk normal, NCH (+), Sekret (-/-)

Mulut : Sianosis (+) bibir kering (-) lidah kotor (-) tonsilofaring

hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorak : I : Simetris (+/+) Retraksi ICS (+/+) Jaringan Parut (-/-)

P : Pernafasan tertinggal (+/+)

P : Sonor dikedua lapangan paru (+/+)

A : Ves (+/+) Rh (+/+) Wh (+/+)

Abdomen : I : Distensi (-) Jaringan parut (-)

P : Nyeri tekan (+) Hepar teraba (-) Splen teraba (-) turgor

kulit kembali lambat (-)

P : Timpani (+)

A : Peristaltik (+)

Hepar : Tidak Teraba

Lien : Tidak Teraba

Ekstremitas : Sianosis (-) Akral dingin (-) Edema (-)

Page 47
1. Pemeriksaan Penunjang

- Darah Rutin

- Foto Rongent

2. Diagnosis Banding

- COPD

- Asma

- Gagal Jantung Kongestif

- Bronkiektasis

- Tuberkulosis

- Bronkiolitis Obliterans

- Bronkiolitis difus

3. Diagnosa Kerja

COPD

4. Penatalaksanaan

- TH / IVFD RL 20 gtt/I

- Nebul combivent

- Inj . ciprofloxacin ifls/12 jam

- Vestein 3 x1

- Curcuma 3 x1

Page 48
FOLLOW UP

Hari/Tanggal Catatan Terapi

14/01/2018 S/ Batuk (+) sesak nafas (+) TH / IVFD RL 20 gtt/I

O/ TD : 110/ 80 mmhg Nebul combivent / 8 jam


N : 76 x/i
RR : 28 x/i Inj . ciprofloxacin ifls/12 H1
T : 36
jam
A/ TB Paru + COPD
Vestein 3 x1

Curcuma 3 x1

15/01/2018 S/ Batuk (+)

O/ TD : 120/ 90 mmhg TH / IVFD RL 20 gtt/i

N : 76 x/i Nebul combivent / 8 jam

RR : 23 x/i Inj . ciprofloxacin ifls/12

T : 36 jam (H2)

- Vestein 3 x1

A/ TB Paru + COPD - Curcuma 3 x1

Page 49
16/01/2018 S/ Batuk (+) TH / IVFD RL 20 gtt/I

O/ TD : 130/ 90 mmhg Nebul combivent

N : 76 x/i Inj . ciprofloxacin ifls/12

RR : 23 x/i jam ( H3)

T : 36 Vestein 3 x1

Curcuma 3 x1

A/ TB Paru + COPD Lapibion 1 x1

Salbutamol 3 x ½

Ranitidine 2 x 1

17/01/2018 S/ Batuk (+) TH / IVFD RL 20 gtt/I

O/ TD : 100/ 70 mmhg Nebul combivent

N : 76 x/i Inj . ciprofloxacin ifls/12

RR : 23 x/i jam (H4)

T : 36 Vestein 3 x1

Curcuma 3 x1

A/ TB Paru + COPD Lapibion 1 x1

Salbutamol 3 x ½

Ranitidine 2 x 1

PBJ

Page 50
BAB IV

KESIMPULAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), merupakan penyakit kronik


yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang
tidak sepenuhnya reversible. Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik
untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus
meningkat. Penting bagi dokter umum untuk memahami penegakan diagnosis
PPOK, yang diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik, serta didukung oleh
pemeriksaan penunjang yang tepat.
Penatalaksaan yang tepat pada PPOK meliputi beberapa program,
yaitu evaluasi dan monitoring penyakit, mengurangi faktor resiko, tatalaksana
PPOK yang stabil, dan tatalaksana PPOK dengan eksaserbasi. Manajemen
utama untuk PPOK derajat I dan II antara lain dengan menghindari faktor
resiko, mencegah progresivitas PPOK, dan penggunaan obat-obatan untuk
mengontrol gejala dari PPOK, sedangkan untuk PPOK derajat III dan IV
memerlukan manajemen terapi yang lebih terpadu dengan berbagai
pendekatan untuk membantu pasien dalam melewati perjalanan penyakitnya.
Penggunaan bronkodilator adalah pilihan utama untuk menanggulangi
gejala yang timbul pada PPOK, dimana bronkodilator dapat berfungsi untuk
meredakan gejala dan dapat pula mencegah eksaserbasi. Beberapa pilihan
bronkodilator yang dapat digunakan antara lain golongan β2 agonis,
antikolinergik, dan xantin, yang dapat digunakan tunggal atau
dikombinasikan. Selain itu berbagai terapi lain juga dapat diberikan pada
penderita PPOK, seperti kortikosteroid inhalasi ataupun sistemik, mukolitik,
anti oksidan, dan terapi oksigen, tergantung pada derajat berat penyakitnya.
Selain pendekatan farmakologis, edukasi dan nasihat pada pasien,
diperlukan juga konseling untuk penghentian rokok, olahraga, kebutuhan
nutrisi, dan perawatan untuk pasien. Manajemen yang tepat dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas pada pasien PPOK, serta sangat berperan dalam
meningkatkan kualitas hidup pasien.

Page 51
DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. 2009. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Jakarta.

2. Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran


Edisi 6. Jakarta: EGC.

3. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2.


Jakarta: EGC.

4. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPD FKUI.

5. Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.


6. Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu
Penyakit Paru FK Unair. Surabaya.
7. Swierzewski, SJ. 2007.Chronic Obstructive Pulmonary Disease.(online)
http://www.pulmonologychannel.com/PPOK/complications.shtml.
8. Danusantoso, Halim. 2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates.
Jakarta, hal 178-179.

Page 52

Anda mungkin juga menyukai