PENDAHULUAN
Page 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. ANATOMI PARU
Masing – masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul menonjol
ke atas ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula dan basis pulmonis yang
konkaf tempat terdapat diafragma. Terdapat juga facies costalis yang konveks
oleh karena dinding thoraks yang konkaf dan facies mediastinalis yang konkaf
merupakan cetakan pericardium. Sekitar pertengahan facies mediastinalis terdapat
hilum pulmonalis yaitu cekungan tempat bronkus, pembuluh darah dan saraf yang
membentuk radix pulmonis keluar dan masuk paru. Radix pulmonis dibentuk oleh
alat-alat yang masuk dan keluar paru, yaitu bronchi, arterie dan vena pulmonalis,
pembuluh limfatik, arterie dan vena bronchialis dan saraf-saraf.2
Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura
obliqua dan fissura horizontalis. Pulmonis dexter terbagi menjadi tiga lobus yaitu
lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Pulmo sinister dibagi oleh fissura
obliqua dengan cara yang sama menjadi dua lobus, lobus superior dan lobus
inferior. Pada pulmo sinister tidak terdapat fissura horizontalis.2
Setiap bronchus lobaris (sekunder) berjalan ke lobus paru
mempercabangkan bronchi segmentales (tertier) yang kemudian masuk ke
segmenta bronchopulmonalia dan dikelilingi jaringan ikat. Pada saat bronchi
mengecil, cartilago berbentuk U mulai dari trachea perlahan-lahan diagnti dengan
cartilago ireguler yang lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya. Bronchi yang
paling kecil membelah dua menjadi bronchioli. Bronchioli membelah menjadi
bronchioli terminales dan mempunyai kantong-kantong yang dinamakan
bronchiolus respiratorius, pertukaran udara terjadi disini. Bronchiolus
respiratorius berakhir dengan bercabang sebagai ductus alveolaris yang menuju
pembuluh-pembuluh berbentuk kantong dengan dinding yang tipis disebut saccus
alveolaris. Masing-masing alveolus dikelilingi oleh jaringan kapiler padat.
Pertukaran gas terjadi antara udara yang terdapat di dalam lumen alveoli, melalui
dinding alveoli ke dalam darah yang ada didalam kapiler disekitarnya. 2
Page 2
Bronchi, jaringan ikat paru dan pleura visceralis menerima darah dari
arteriae bronchiales yang merupakan cabang aorta descendens. Alveoli menerima
darah yang terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales.
Sedangkan pembuluh limf paru berasal dari plexus superficialis dan plexus
profundus, semua cairan limf paru meninggalkan hilum pulmonis mengalir ke
nodi tracheobronchiales dan kemudian masuk ke dalam truncus lymphaticus
bronchomediastinalis. Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang
terdiri atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus dibentuk dari cabang-
cabang truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari
nervus vagus. 2
Gambar 1 . Anatomi Paru
Page 3
Dikutip dari 9
2. FISIOLOGI PARU
3. DEFINISI PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan airan udara yang tidak sepenuhnya
reversible , bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya disertai efek ekstra paru
yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Karakteristik hambatan aliran
udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil
Page 4
(obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada
setiap individu. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK
karena emfisema merupakan diagnosis patologi, bronkitis kronik merupakan
diagnosis klinis. Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran
udara dalam saluran napas.1
Pada tahun 2009, The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) mendefinisikan PPOK sebagai gangguan aliran udara yang
kronis dengan beberapa perubahan patologis pada baru disertai efek ekstra
pulmonal dan berbagai komorbiditas yang dapat berpengaruh terhadap derajat
beratnya penyakit.4
4. FAKTOR RESIKO
a. Asap Rokok
Page 5
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
* Riwayat merokok
- perokok aktif ,
- perokok pasif ,
- bekas perokok ,
- Ringan : 0 – 199 ,
b. Polusi Udara
Gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan. Tinggi nya polusi udara
dapat menyebabkan gangguan jantung dan paru. 1
Page 6
c. Stres Oksidatif
e. Sosial Ekonomi
Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan , pemukiman yang padat, nutrisi
yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial ekonomi
kemungkinan dapat menjelaskan hal ini.1
h. Asma
i Gen
Faktor resiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan alpha 1
antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin . Sifat resesif ini jarang , paling
sering dijumpai pada individu yang berasal dari Eropa Utara.1
Page 7
5. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada
Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 bronkitis kronik dan emfisema
menduduki peringkat ke 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10
penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka
kematian karena bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke 6 dari 10
penyebab tersering kematian di Indonesia.Data menurut The Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) pada tahun 2004 memperlihatkan
PPOK diderita tiga kali lebih banyak oleh warga dewasa yang usianya lebih dari
40 tahun. Paling tidak 10 persen dari orang dewasa yang usianya lebih dari 40
tahun kemungkinan menderita PPOK. Data baru itu memperlihatkan bahwa
pengidap penyakit paru-paru lebih dari tiga kali lipat dibandingkan perkiraan
umum sebelumnya. Data yang disiarkan itu merupakan hasil awal dari dua kajian
internasional di Brazil, Chili, China, Meksiko, Turki dan Uruguay.5
Penemuan awal itu memperlihatkan bahwa PPOK menjangkiti antara 10
sampai 15 persen orang dewasa yang berusia di atas 40 tahun di negara-negara
yang diteliti. Statistik sebelumnya yang disusun oleh (WHO) memperkirakan
bahwa kurang dari satu persen masyarakat yang berusia antara 45 sampai 60
tahun dan kurang dari empat persen masyarakat yang berusia 60 tahun menderita
PPOK. 5
6. PATOGENESIS PPOK
Page 8
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan
edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat.
Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan
akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.6
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi
sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas seperti
pada gambar 1.6
Dikutip dari 6
Page 9
(dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan
inflamasi yang terjadi pada penderita asma.7
Dikutip dari 6
7. GEJALA KLINIS
• ANAMNESIS
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi / anak misal berat badan lahir
rendah (BBLR) , infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara,
Page 10
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak,
• Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi
* Pursed lips breathing (adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut
mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal
napas ) ,
* Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tungkai,
- Palpasi
- Perkusi
Page 11
- Auskultasi
* Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa,
* Ekspirasi memanjang,
Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan
komponen reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan satun-satunya
penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga
(exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas yang sempit oleh
radang atau sikatrik,
Batuk Darah
Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran
napas yang radang dan khasnya “blood streaked purulen sputum” ,
Anoreksia dan berat badan menurun
Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek.8
Page 12
8. DIAGNOSIS
Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa “ Perlu usaha untuk
bernapas”
Berat,sukar bernapas, terengah engah
Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Batuk kronik Setiap batuk kronik berdahak mengindikasikan
berdahak PPOK
Riwayat terpajan Asap rokok,debu,bahan kimia, di tempat kerja,asap
faktor resiko dapur
Dikutip dari 1
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri jika salah satu indikator
ini ada pada individu diatas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan
diagnosis pasti tetapi keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan
kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri dilakukan untuk memastikan
diagnosis PPOK.1
Page 13
Tabel 2 . Spirometri
Dikutip dari 8
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 % ,
Page 14
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit,
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20% ,
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter,
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml ,
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil8
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit8
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain,
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi,
- Hiperlusen,
- Ruang retrosternal melebar,
- Diafragma mendatar,
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance),
Pada bronkitis kronik :
- Normal,
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus,
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus
menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
Page 15
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan
pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.8
Normal Hyperinflation
Dikutip dari 6
Page 16
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil,
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik. 8
f. Radiologi
- CT Scan resolusi tinggi,
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos,
- Scan ventilasi perfusi untuk mengetahui fungsi respirasi paru. 8
Pada emfisema terlihat : hiperinflasi , hiperlusen , ruang retrosternal
melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung (jantung
pendulum) ,
Pada Bronkitis kronik terlihat : Normal, Corakan bronkovaskuler
bertambah pada 21 % kasus.8
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan.8
h. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan. 8
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.8
Page 17
j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema
pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di
Indonesia. riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.8
PEMERIKSAAN SPIROMETRI
* PERSIAPAN
* KINERJA
- Baik KVP maupun VEP1 harus merupakan nilai terbesar yang diperoleh
dari salah satu dari tiga kurva dengan teknik yang benar, nilai KVP dan nilai
VEP1 dalam 3 kurva variasinya tidak boleh melebihi 5% atau 100ml,
Page 18
- Rasio VEP1 / KVP harus diambil dari kurva yang secara teknik dapat
diterima dengan nilai terbesar dari KVP maupun VEP1. 1
* EVALUASI
- Nilai VEP1 pasca bronkodilator < 80% prediksi serta nilai VEP1 / KVP
<0,70 memastikan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible,
* PERSIAPAN
- Uji harus dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas dari
infeksi pernapasan,
* SPIROMETRI
Page 19
- Dosis bronkodilator harus ditentukan untuk mendapatkan kurva
tertinggi dosis tertentu,
* KESIMPULAN
Peningkatan VEP1 yang baik dan dianggap bermakna bila lebih besar dari
200 ml dan 20% diatas VEP1 sebelum pemberian bronkodilator . Hal ini sangat
membantu untuk melihat perubahan serta perbaikan klinis.1
DIAGNOSIS GEJALA
PPOK Onset pada usia pertengahan
Gejala progresif lambat
Lamanya riwayat merokok
Sesak saat aktivitas
Sebagian besar hambatan aliran udara ireversibel.
Asma Onset awal sering pada anak
Gejala bervariasi dari hari ke hari
Gejala pada malam hari / menjelang pagi
Disertai atopi, rinitis atau eksim.
Riwayat keluarga dengan asma
Sebagian besar keterbatasan aliran udara reversibel.
Gagal jantung Auskultasi terdengar ronki halus di bagian basal.
kongestif Foto toraks tampak jantung membesar , edema paru.
Uji faal paru menjunjukkan restriksi bukan
obstruksi.
Bronkiektasis Sputum produktif dan purulen .
Page 20
Umumnya terkait dengan infeksi bakteri.
Auskultasi terdengar ronki kasar.
Foto toraks / CT scan toraks menunjukkan pelebaran
dan penebalan bronkus.
Tuberkulosis Onset segala usia
Foto toraks menunjukkan infiltrat.
Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)
Prevalens tuberkulosis tinggi di daerah endemis.
Bronkiolitis obliterans Onset pada usia muda bukan perokok
Mungkin memiliki riwayat rematoid artritis atau
pajanan asap.
CT Scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah
hipodens.
Bronkiolitis difus Lebih banyak pada laki laki bukan perokok.
Hampir semua menderita sinusitis kronik.
Foto toraks dan HRCT toraks menunjukkan nodul
opak menyebar kecil di centrilobular dan gambaran
hiperinflasi.
Dikutip dari 1
Gejala gejala diatas ini sesuai karakteristik penyakit masing masing tetapi tidak
terjadi
pada setiap kasus. Misalnya seseorang yang tidak pernah merokok dapat
menderita
PPOK (terutama di negara berkembang yang faktor resiko lain mungkin lebih
penting
daripada merokok) , asma dapat berkembang di usia dewasa bahkan pasien lanjut
usia.1
Page 21
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal,
Pneumotoraks
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan
di
Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan
prognosisnya berbeda. 1
Dikutip dari 1
Page 22
11. KLASIFIKASI PPOK
Terdapat ketidaksesuaian antara nilai VEP1 dan gejala pasien , oleh sebab
itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa
diprediksi dengan VEP1.1
Page 23
12. PENATALAKSANAAN
Page 24
PPOK merupakanpenyakitparu kronik progresif dan nonreversibel,
sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan
stabil dan (2) penatalaksanaanpadaeksaserbasiakut.5
*
EDUKASI
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru.Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari
asma.5
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang
pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya.
Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat
ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik
rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan
memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian
edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,
lingkungan sosial, cultural dan kondisi ekonomi penderita.5
Page 25
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
- Pengetahuan dasar tentang PPOK,
- Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya,
- Cara pencegahan perburukan penyakit,
- Menghindari pencetus (berhenti merokok),
- Penyesuai anaktivitas. 5
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
- Berhenti merokok
- Penggunaan oksigen
Berapa dosisnya,
Page 26
- Tanda eksaserbasi :
Sputum bertambah,
Ringan
Sedang
Berat
Page 27
Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan,
* OBAT - OBATAN
- Bronkodilator
- Golongan antikolinergik
Page 28
- Golongan xantin
- Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250
mg.5
- Antibiotika
- Antioksidan
- Mukolitik
Page 29
- Antitusif
Page 30
Dikutip dari 6
*
TERAPI OKSIGEN
*
Manfaat oksigen :
-
Mengurangi sesak,
-
Memperbaiki aktivitas,
Page 31
-
Mengurangi hipertensi pulmonal,
-
Mengurangi vasokonstriksi,
- Mengurangi hematokrit,
* Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%,
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep
apnea, penyakit paru lain,
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil
terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari,
Page 32
pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu
tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas
darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di
atas 90%.5
- Nasal kanul,
- Sungkup venturi,
- Sungkup rebreathing,
- Sungkup nonrebreathing,
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi
analisis gas darah pada waktu tersebut.5
* VENTILASI MEKANIK
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat
berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di
ruang ICU atau di rumah.5
*
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
Page 33
- Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas
kronik dan
- Volume control,
- Pressure control,
NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT /
Long Tern Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :
- Kualiti hidup,
- Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan
abdominal
paradoksal,
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas,
disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.5
Page 34
* NUTRISI
- Antropometri,
Page 35
- Hipofosfatemi,
- Hiperkalemi,
- Hipokalsemi,
- Hipomagnesemi.5
*
REHABILITASI PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal
yang disertai :
- Simptom pernapasan berat,
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat,
- Kualiti hidup yang menurun.5
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim
multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan
latihan pernapasan.5
Page 36
- Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan,
- Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan,
Page 37
Dikutip dari 1
Page 38
Dikutip dari 1
Page 39
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
- Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas,
- Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas,
- Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk.5
primer / Puskesmas
Page 40
Dikutip dari 1
Bagan 4 . Algoritme Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut di Rumah Sakit
1. Terapi oksigen
2. Bronkoditor
3. Antibiotik
- Agonis β2
- Intrevena: metilxantin, bolus dan drip
4. Kortikosteroid sistemik
5. Diuretik bila ada retensi cairan
12
Dikutip dari 1
Page 41
TERAPI PEMBEDAHAN
* Bertujuan untuk
- Bulektomi
- Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery (LVRS)
- Transplasntasi paru.1
13. KOMPLIKASI
- Gagal nafas
- Polisitemia Sekunder
Page 42
penglihatan, wajah kemerahan, kebingungan, tinnitus, dan rasa terbakar di tangan
dan kaki.9
-
Cor Pulmonale (Gagal jantung Kanan)
-
Pneumothoraks
-
Hipertensi Pulmonal
Page 43
pendek keika pertama kali beraktivitas dan bahkan waktu istirahat, nyeri dada,
kelemahan, kelelahan, pingsan, bengkak pada kaki.10
-
Malnutrisi
-
Penyakit paru tahap akhir
Saat gagal nafas terjadi pada pasien yang mempunyai penyakit paru tahap akhir, akan
terjadi penurunan dengan lambat fungsi paru dan meningkatnya kadar karbondioksida
dalam darah.Meningkatnya karbondioksida menyebabkan efek narkotik pada pasien,
sehingga pasien hilang kesadaran dan berhenti bernafas.10
Page 44
BAB III
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. MS
Umur : 70 tahun
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Takengon
2. Keluhan utama
Sesak nafas
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 3 hari
yang lalu dan memberat 1 minggu ini sebelum masuk RS. Sesak semakin
meninkat pada saat beraktivitas dapat berkurang jika dengan posisi duduk.
sesak juga bertambah jika pasien menghirup asap dan beraktivitas berat.
Sesak yang dirasakan ilang timbul ,riwayat sesak sebelumnya kurang lebih
Page 45
Batuk yang di rasakan kurang lebih 1 mingu yang lalu , batuk berdahak
berwarna putih . riwayat batuk berdarah (-) demam (-) kerigat dingin(-)
mual dan muntah (-) , nafsu makan sedikit menurun . BB tidak turun BAK
Riwayat DM : disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
TD : 120 / 80 mmhg
HR : 80 x/menit
RR : 26 x/menit
TEMP : 36,7 0C
Page 46
Mata : Anemis (-/-) Ikterik (-/-) Cekung (-/-) Reflek Cahaya (+/+)
Mulut : Sianosis (+) bibir kering (-) lidah kotor (-) tonsilofaring
hiperemis (-)
P : Nyeri tekan (+) Hepar teraba (-) Splen teraba (-) turgor
P : Timpani (+)
A : Peristaltik (+)
Page 47
1. Pemeriksaan Penunjang
- Darah Rutin
- Foto Rongent
2. Diagnosis Banding
- COPD
- Asma
- Bronkiektasis
- Tuberkulosis
- Bronkiolitis Obliterans
- Bronkiolitis difus
3. Diagnosa Kerja
COPD
4. Penatalaksanaan
- TH / IVFD RL 20 gtt/I
- Nebul combivent
- Vestein 3 x1
- Curcuma 3 x1
Page 48
FOLLOW UP
Curcuma 3 x1
T : 36 jam (H2)
- Vestein 3 x1
Page 49
16/01/2018 S/ Batuk (+) TH / IVFD RL 20 gtt/I
T : 36 Vestein 3 x1
Curcuma 3 x1
Salbutamol 3 x ½
Ranitidine 2 x 1
T : 36 Vestein 3 x1
Curcuma 3 x1
Salbutamol 3 x ½
Ranitidine 2 x 1
PBJ
Page 50
BAB IV
KESIMPULAN
Page 51
DAFTAR PUSTAKA
Page 52