Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai


dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein, mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi)
(Black, 2014).
Penyakit diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
tipe, tergantung dari penyebab dan perjalanan penyakitnya, Diabetes melitus
tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus) yaitu terjadi penurunan sekresi
insulin yang disebabkan oleh karena kerusakan sel beta pankreas akibat
reaksi autoimun atau dipicu oleh infeksi virus (Soegondo, 2009). Diabetes
melitus tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) adalah penyakit
gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat
penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau gangguan fungsi
insulin (resistensi insulin) (Fatimah, 2015).
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme
menahun/kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemi) yang disebabkan karena jumlah insulin yang kurang atau
jumlah insulin cukup bahkan kadang-kadang lebih akan tetapi kurang
efektif, kondisi ini disebut dengan resistensi insulin (Waspadji, 2012 dalam
Muflihatin, 2015).

B. Klasifikasi Diabetes Mleitus


Klasifikasi diabetes melitus terdiri dari 2 tipe yaitu :
1. Diabetes Melitus Tipe 1 Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) yaitu
diabetes melitus yang tergantung insulin. Diabetes melitus tipe 1 ditandai
dengan destruksi sel beta pankreas, mengakibatkan defisiensi insulin absolut
sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan
oleh lesi pada sel beta pankreas karena mekanisme autoimun, yang pada
keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus (Black, 2014).
2. Diabetes Melitus Tipe 2 Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
yaitu diabetes melitus yang tidak tergantung insulin. Pada tipe ini, disposisi
genetik juga berperan penting. Namun, terdapat defisiensi insulin relatif, Pasien
tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat
normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target meiliki sensitivitas yang
berkurang terhadap insulin. Sebagian besar pasien diabetes melitus tipe 2
memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan
makanan yang terlalu banyak dan aktivitas fisik yang terlalu sedikit.
Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan
konsentrasi asam lemak di dalam darah (Black. 2014).
3. Diabetes Melitus Gestasional, dimana terjadinya intoleransi tingkat glukosa
pada masa kehamilan. Hiperglikemi terjadi selama masa kehamilan karena
sekresi dari hormon plasenta sehingga menyebabkan resistensi insulin. Diabetes
gestasional terjadi pada 14% dari semua wanita hamil dan meningkat resikonya
pada mereka yang memiliki masalah hipertensi dalam kehamilan (Black, 2014).
Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
Keterangan Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar Gula darah Sewaktu
- Plasma vena (mg/dl) < 110 110-199 >200
- Darah kapiler (mg/dl) <90 90-199 >200
Kadar Glukosa Puasa
- Plasma vena (mg/dl) <110 110-125 >126
- Darah Kapiler (mg/dl) <90 90-109 >110
Sumber: Krisnatuti, 2014
Tabel 2.2 Perbandingan antara ciri-ciri DM tpe 1 dan tipe 2
DM Tipe 1 DM Tipe 2
- Sel pembuat insulin Rusak - Lebih sering dari tipe 1
- Mendadak, berat dan fatal - Faktor turunan positif
- Umumnya usia muda - Muncul saat Dewasa
- Insulin absolut dibutuhkan - Biasanya diawali dengan
seumur hidup kegemukan
- Bukan Turunan tapi Auto - Komplikasi kalau tidak
imun terkendali.
Sumber: Bustan, 2007

C. Etiologi
Pada umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil
atau sebagian besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau Langerhans pada pankreas
yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin.
Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi
insulin dalam memasukkan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi
karena kegemukan atau penyebab lain yang belum diketahui (Hasdianah, 2012
dalam Maine, 2014).
Ada beberapa faktor pemicu penyakit Diabetes Melitus tersebut, antara
lain:
1. Pola Makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Komsumsi
makanan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam
jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat
dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus (Sutiawati, 2013).
2. Obesitas (Kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan yang lebih dari 90 kg cenderung
memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes melitus. Sembilan
dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes melitus. Status
nutrisinya adalah melebihi kebutuhan metabolisme karena kelebihan asupan
kalori dan penurunan dalam penggunaan kalori (Hidayat, 2012).
3. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial.
Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai
enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami penyakit ini
(Fatimah, 2015).
4. Bahan-bahan Kimia dan Obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pada pankreas. Radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi
pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses
metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang
terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas (Hidayat,
2012).
5. Penyakit dan Infeksi pada Pankreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat
menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi
pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses
metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol dengan nilai
yang tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan resiko terkena diabetes
melitus (Hidayat, 2012).
6. Pola Hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes melitus.
jika orang malas untuk berolahraga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena
penyakit diabetes melitus karena olahraga berfungsi untuk membakar kalori
yang berlebihan di dalam tubuh. kalori yang tertimbun di dalam tubuh
merupakan faktor utama penyebab diabetes melitus selain disfungsi pankreas
(Hidayat, 2012).
7. Kadar Kortikosteroid yang tinggi.
8. Kehamilan gestasional, akan hilang setelah melahirkan.
9. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
10. Racun yang memepengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada penyakit diabetes melitus yaitu yang ditandai dengan
hiperglikemia kronis. Pada penderita diabetes melitus akan ditemukan dengan
berbagai tanda dan gejala seperti : Poliuria (banyak berkemih), Polidipsia (banyak
minum), dan polifagia (banyak makan) dengan penurunan berat badan.
Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena penyakit diabetes melitus tidak
menimbulkan gejala (asimptomatik) dan sering disebut sebagai pembunuh
manusia secara diam-diam “silent killer” dan menyebabkan kerusakan vaskular
sebelum penyakit ini terdeteksi. diabetes melitus dalam jangka panjang dapat
menimbulkan gangguan metabolik yang menyebabkan kelainan patologis
makrovaskular dan mikrovaskular (Gibney, dkk, 2008 dalam Putri, 2013).
Gejala klasik diabetes melitus adalah poliuria, polidipsia, dan penurunan
berat badan meskipun terdapat polifagia. Manifestasi sebagian besar kasus
diabetes melitus tipe 1 bersifat akut dan terdiagnosis segera setelah onset penyakit.
Pasien sering tidak stabil secara metabolis dan berkembang menjadi ketoasidosis
diabetik jika dibiarkan tidak diobati. Manifestasi diabetes melitus tipe 2 jauh lebih
tersembunyi dan berbahaya. penting untuk diingat bahwa gejala pertama untuk
diabetes melitus dapat berupa ketoasidosis (Greenberg, dkk, 2012).
Adapun gejala lain yang dapat muncul pada pasien diabetes melitus seperti
kesemutan, gatal-gatal, mata kabur, dan gatal pada daerah kemaluan (Nuraini,
2016).

E. Patofisiologi
Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 berbeda signifikan dari diabetes
mellitus tipe 1. Respons terbatas sel beta terhadap hiperglikemia tampak menyaji
faktor mayor dalam perkembangannya. Sel beta terpapar secara kronis terhadap
kadar gula darah tinggi menjadi secara progresif kurang efisien ketika merespons
peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai desensitisasi, dapat
kembali dengan menormalkan kadar glukosa. Rasio proinsulin (prekursor insulin)
terhadap insulin tersekresi juga meningkat (Black, 2014).
Proses patofisiologi kedua dalam diabetes mellitus tipe 2 adalah resistensi
terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan perifer. Keadaan
ini disebut sebagai resistansi insulin. Orang dengan diabetes mellitus tipe 2
memiliki penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa, yang
mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut, bahkan sampai dengan kadar
glukosa darah tinggi. Hal ini bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan jaringan
lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa (Black, 2014).

F. Komplikasi
Menurut (Utami, 2008), ada beberapa komplikasi dari penyakit diabetes
melitus sebagai berikut:
Komplikasi DM dapat bersifat akut atau kronis. komplikasi akut terjadi jika
kadar glukosa darah seseorang meningkat atau menurun tajam dalam waktu relatif
singkat. kadar glukosa darah bisa menurun drastis jika penderita menjalani diet
yang terlalu ketat. perubahan yang besar dan mendadak dapat berakibat fatal.
Dalam komplikasi akut dikenal beberapa istilah sebagai berikut:
1. Hipoglikemia yaitu keadaan seseorang dengan kadar glukosa darah dibawah
nilai normal. gejala hipoglikemia ditandai dengan munculnya rasa lapar,
gemetar, mengeluarkan keringat, berdebar-berdebar, pusing, gelisah dan
penderita bisa menjadi koma.
2. Ketoasidosis diabetik koma, diabetik yang diartikan sebagai keadaan tubuh
yang sangat kekurangan insulin dan bersifat mendadak akibat infeksi, lupa
suntik insulin, pola makan yang terlalu bebas, atau stress.
3. Koma hiperosmoler non ketotik yang diakibatkan adanya dehidrasi berat,
hipotensi, dan shock. karena itu, koma hiperosmoler non ketotik diartikan
sebagai keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak yang menyebabkan penderita
menunjukkan pernapasan yang cepat dan dalam (kusmaul).
4. Koma lakto asidosis yang diartikan sebagai keadaan tubuh dengan asam laktat
yang tidak dapat diubah menjadi bikarbonat. Akibatnya, kadar asam laktat
dalam darah meningkat dan seseorang bisa mengalami koma.
Sementara itu, komplikasi kronis diartikan sebagai kelainan pembuluh
darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung, gangguan fungsi
ginjal, dan gangguan saraf. Komplikasi kronis sering dibedakan berdasarkan
bagian tubuh yang mengalami kelainan, seperti kelainan di bagian mata, mulut,
jantung, urogenital, saraf dan kulit.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik DM Tipe II antara lain:
1. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa dapat diukur dari sample berupa darah biasa atau plasma.
Pemeriksaan kadar glukosa darah lebih akurat karena bersifat langsung dan
dapat mendeteksi kondisi hiperglikemia dan hipoglikemia. Pemeriksaan kadar
glukosa darah menggunakan glukometer lebih baik daripada kasat mata karena
informasi yang diberikan lebih objektif kuantitatif. (FKUI,2011)
2. Pemeriksaan Kadar Glukosa Urine
Pemeriksaan kadar glukosa urin menggambarkan kadar glukosa darah
secara tidak langsung dan tergantung pada ambang batas rangsang ginjal yang
bagi kebanyakan orang sekitar 180 mg/dl. Pemeriksaan ini tidak memberikan
informasi tentang kadar glukosa darah tersebut, sehingga tak dapat
membedakan normoglikemia atau hipoglikemia. (FKUI, 2011)
3. Kadar Glukosa Serum Puasa dan Pemeriksaan Toleransi Glukosa
Memberikan diagnosis definitif diabetes. Akan tetapi, pada lansia,
pemeriksaan glukosa serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan toleransi
glukosa oral lebih membantu menegakan diagnosis karena lansia mungkin
memiliki kadar glukosa puasa hampir normal tetapi mengalami hiperglikemia
berkepanjangan setelah makan. Diagnosis biasanya dibuat setelah satu dari tiga
kriteria berikut ini terpenuhi:
a. Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi.
b. Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi.
c. Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 200 mg/dl atau
lebih. (Jaime Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2008)
4. Pemeriksaan Hemoglobin Terglikosilasi (hemoglobin A atau HbA1c)
Menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum dalam 3 bulan
sebelumnya, biasanya dilakukan untuk memantau keefektifan terapi
antidiabetik. Pemeriksaan ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil telah
ditemukan pada lansia dengan toleransi glukosa normal. (Jaime Stockslager L
dan Liz Schaeffer, 2008)
5. Fruktosamina serum
Menggambarkan kadar glukosa serum rata-rata selama 2 sampai 3
minggu sebelumnya, merupakan indicator yang lebih baik pada lansia karena
kurang menimbulkan kesalahan. Sayangnya pemeriksaan ini tidak stabil
sehingga jarang dilakukan. Namun pemeriksaan ini dapat bermanfaat pada
keadaan dimana pengukuran AIC tidak dapat dipercaya, misalnya pada keadaan
anemia hemolitik. (Jaime Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2008)
6. Pemeriksaan keton urine
Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dan kurang hormone insulin
menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energy. Keton urin
dapat diperiksa dengan menggunkan reaksi kolorimetrik antara benda keton dan
nitroprusid yang menghasilkan warna ungu. (FKUI,2011)
7. Pemeriksaan Hiperglikemia Kronik (Test AIC)
Pada penyandang DM, glikosilasi hemoglobin meningkat secara
proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 8-10 minggu terakhir.
Bila kadar glukosa darah dalam keadaan normal antara 70-140 mg/dl selama 8-
10 minggu terakhir, maka test AIC akan menunjukkan nilai normal.
Pemeriksaan AIC dipengaruhi oleh anemia berat, kehamilan, gagal ginjal dan
hemoglobinnopati. Pengukuran AIC dilakukan minimal 4 bulan sekali dalam
setahun. (FKUI, 2011)
8. Pemantauan Kadar Glukosa Sendiri (PKGS)
PKGS memberikan informasi kepada penyandang DM mengenai kendali
glikemik dari hai kehari sehingga memungkinkan klien melakukan penyesuaian
diet dan pengobatan terutama saat sakit, latihan jasmani dan aktivitas lain.
PKGS memberikan feedback cepat kepada pasien terhadap kadar glukosa setiap
hari. (FKUI,2011)
9. Pemantauan Glukosa Berkesinambungan (PGB)
Merupakan metode sample glukosa cairan intestinal ( yang berhubungan
dengan glukosa darah) telah banyak digunakan untuk mengetahui kendali
glikemik. Caranya adalah menggunakan sistem mikrodialisis yang dinsersi
secara subkutan, konsentrasi glukosa kemudian diukur dengan detector
elektroda oksidasi glukosa. Sensor glukosa pada PGB memiliki alaram untuk
mendeteksi kondisi hipoglikemi dan hiperglikemi. (FKUI)

H. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 antara lain:
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Pendekatan pengobatan tetap menggunakan perencanaan makanan (diet)
atau terapi nutrisi medik sebagai pengobatan utama dan jika hal ini bersama
latihan jasmani/aktifitas fisik ternyata gagal mencapai target yang ditentukan,
maka diperlukan penambahan obat hipogikemik oral atau insulin. Banyak
orang dengan diabetes sukar menurunkan berat badannya karena kurangnya
motivasi atau disiplin untuk mengikuti program yang dianjurkan oleh dokter
sehingga seringkali seorang dokter harus memberikan pengobatan farmakologis
untuk mengatasi hiperglikemia pada keadaan seperti ini. Setelah obat tertentu
dipilih untuk penyandang diabetes, biasanya pemberian obat dimulai dari dosis
terendah. Dosis harus dinaikkan secara bertahap 1-2 minggu, hingga mencapai
KGD yang memuaskan atau dosis sudah hampir maksimal (Ndraha, 2014).
Terapi farmakologi pada pasien Diabetes melitus biasanya diberikan
obat hipoglikemik oral atau obat anti hiperglikemia.
Berdasarkan cara kerjanya, obat hipoglikemik oral dibagi menjadi 3
golongan antara lain:
a. Pemicu Sekresi Insulin
1) Golongan Sulfoniurea, cara kerja utamanya adalah meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pancreas, meningkatkan performance dan jumlah
reseptor insulin pada otot dan sel lemak. Meningkatkan efisiensi sekresi
insulin dan potensiasi stimulasi insulin transport karbohidrat ke sel otot
dan jaringan lemak. Penurunan produksi glukosa oleh hati. Termasuk
golongan ini adalah:
a) Khlorpropamid, seluruhnya diekskresi oleh ginjal sehinggga tidak
dipakai pada gangguan faal ginjal dan oleh karena lama kerjanya lebih
dari 24 jam, diberikan sebagai dosis tunggal, tidak dianjurkan untuk
pasien geriatric.
b) Glibenklamid, mempunyai efek hipoglikemik yang poten sehingga
pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makanan yang ketat.
Dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan pada beberapa
kelainan fungsi hati dan ginjal.
c) Gliklasid, mempunyai efek hipoglikemik yang sedang sehingga tidak
begitu sering menyebabkan hipoglikemia.
d) Glikuidon, mempunyai efek hipoglikemik sedang dan juga jarang
menyebabkan hipoglikemik.
e) Glipsid, mempunyai efek menekan produksi efek menekan produksi
glukosa hati dan meningkatkan jumlah reseptor.
f) Glimepirid, mempunyai waktu mula kerja yang pendek dan waktu
kerja yang lama dengan cara pemberian dosis tunggal.
2) Golongan Glinid, merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya
sulfonylurea dengan meningkatkan sekresi insulin. Golongan ini terdiri
dari dua obat, yaitu:
a) Repaglinid, merupakan derivate asam benzoat. Mempunyai efek
hipoglikemik ringan sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat
setelah pemberian secara oral dan diekskresi melalui hati.
b) Nateglinid, cara kerja hamper sama dengan repaglenid, namun
nateglinid derivate dari fenilalanin. Diabsorpsi cepat setelah pemberian
secara oral dan dieksresi terutama melalui urin.
3) Penambah Sensitivitas Terhadap Insulin
a) Biguanid, tidak merangsang sekresi insulin dan menurunkan kadar
gula darah sampai normal serta tidak menyebabkan hipoglikemia.
Contoh obat golongan ini adalah metformin. Metformin menurunkan
gula darah dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel otot
yang dirangsang oleh insulin.
b) Thiazolindion, memperbaiki transport glukosa ke dalam sel. Contoh
obat golongan ini pioglitazon dan rosiglitazon.
4) Penghambat Alfa Glukosidase/acarbose.
Acarbose merupakan suatu penghambat enzim alfa glukosidase
yang berada di dinding usus halus. Enzim alfa glukosidase antara lain
maltase, isomaltase, glukomaltase, dan sukrase. Obat ini diberikan dengan
dosis 150-300 mg/hari. Obat ini efektif bagi pasien dengan diet tinggi
karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180mg/dl. Obat
ini hanya memperngaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan
tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Obat ini sebaiknya
diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap, serta
dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali
makan.
Penyebab resistensi pada pasien Diabetes melitus tipe 2 dalam
praktek sehari-hari sukar dinilai, maka terpaksa dilakukan secara empiris
yaitu bila seseorang tidak dapat diobati dengan satu suntikan perhari
maka ditambahkan suntikan kedua pada sore hari dan seterusnya.
Beberapa indikasi pemakaian obat hipoglikemik oral yaitu diabetes
sesudah umur 40 tahun, diabetes kurang dari 5tahun, yang memerlukan
insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari dan Diabetes melitus tipe
2 berat normal atau lebih (Priyanto, 2009).
2. Diet
Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari
penetalaksanaan diabetes secara total. Diet seimbang akan mengurangi
beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin mengubah gula
menjadi glikogen. keberhasilan terapi ini melibatkan dokter, perawat, ahli
gizi, pasien itu sendiri dan keluarganya (Delameter, 2006 dalam Nuraini,
2016).
Intervensi gizi yang bertujuan untuk menurunkan berat badan,
perbaikan kadar glukosa dan lemak darah pada pasien yang gemuk dengan
DM tipe 2 mempunyai pengaruh positif pada morbiditas. Orang yang
kegemukan dan menderita DM mempunyai resiko yang lebih besar dari pada
mereka yang hanya kegemukan (Sukardji, K., dalam Waspadji, 2009).
Berikut ini ada beberapa metode sehat untuk mengendalikan berat
badan yaitu :
a. Makanlah lebih sedikit kalori
Mengurangi makanan setiap 500 kalori setiap hari, akan
menurunkan berat badan satu pon satu pekan, atau lebih kurang 2 kg
dalam sebulan. Tampaknya seperti kemajuan yang sangat lambat, tetapi
sebenarnya cara itulah yang aman dan ukuran ideal penurunan berat
badan.
b. Jangan makan diantara makan yang ditetapkan
Makanan kecil akan menambah kalori tambahan yang sebenarnya
tidak diperlukan oleh pasien DM. Mereka harus tetap pada tiga kali
makan sehari tanpa sesuatu di antaranya.
c. Hindari makan berlebihan
Tetapkan kebutuhan makanan, berapa kalori yang dibutuhkan
kepada ahli gizi, dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya.Batasi diri
dalam jumlah yang sudah ditentukan.
d. Kurangi jumlah lemak dalam diet sehari hari
Lemak akan menyebabkan insulin sulit untuk mengizinkan
glukosa masuk ke sel tubuh, sehingga tubuh akan lebih banyak
memproduksi insulin. Keadaan seperti ini menyebabkan tubuh tidak
sanggup untuk menambah produksi insulin yang diperlukan, maka
terjadilah penyakit diabetes.
e. Hati-hati dengan lemak yang tersembunyi dan penyedap makanan
Hindari makanan yang di goreng dan jauhi makanan juckfood dan
fastfood serta seperti makanan kue-kue kering dan makanan yang
berlemak tinggi lainnya. Mengenai penggunaan bumbu garam, MSG,
kecap, dan bahan perasa lainnya dapat menyebabkan tekanan darah
tinggi. Pada penderita DM mempunyai resiko penyakit jantung dan ginjal
maka harus berhati-hati dalam menggunakan bumbu-bumbu ini.
f. Makanlah makanan yang belum dimurnikan
Makanan seperti serat-serat alami dapat menurunkan jumlah
lemak dan gula yang beredar di dalam peredaran darah. Makanan ini
seperti sayur-sayuran, buah-buahan semua yang tidak di kupas kulitnya
sebelum dimakan, biji-bijian yang belum dimurnikan seperti terigu dan
gandum, buncis, kacang-kacangan.
g. Hindari minuman beralkohol
Alkohol memiliki kalori yang sangat tinggi bahkan dapat
mendorong tubuh menyimpan banyak lemak. Pada pasien yang juga
merokok, dapat terjadi penyempitan pembuluh darah. Rokok juga dapat
menambah lemak yang beredar dalam peredaran darah yang bukan hanya
menganggu tapi juga bisa mematikan.
Standar yang diajukan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan,
status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan
mempertahankan barat badan idaman. Jumlah kalori yang diperlukan
dihitung dari berat badan idaman dikali kebutuhan kalori basal (30
Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudain
ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-30% untuk atlet
dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi, sesuai dengan kalori yang
dikeluarkan dalam kegiatannya). Makanan sejumlah kalori terhitung
dalam 3 porsi besar untuk makanan pagi (20%), siang (30%), dan sore
(25%) serta 2-3 porsi (makanan ringan, 10-15%).
3. Gizi seimbang dan diabetes
a. Makanlah aneka ragam makanan
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua zat
gizi yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat dan produktif.
Oleh sebab itu setiap orang termasuk penyandang diabetes perlu
mengkonsumsi aneka ragam makanan. Makan makanan yang beraneka
ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat
pembangun, dan zat pengatur. Sumber zat tenaga seperti : beras, jagung,
ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti, mie. Minyak, margarin dan santan
yang mengandung lemak juga menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat
tenaga menunjang aktivitas seharihari. Sumber zat pembangun berasal
dari bahan makan nabati antara lain kacang-kacangan, tempe, tahu.
sedangkan yang berasal dari hewani adalah ikan, telur, daging, susu, serta
hasil olahannya seperti keju. Zat pembangun berperan penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang. Sumber zat
pengatur adalah sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini
mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk
melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.
b. Batasi konsumsi lemak, minyak dan santan sampai seperempat
kecukupan energi.
Lemak dan minyak yang terdapat di dalam makanan berguna
untuk memenuhi kebutuhan energi, membantu penyerapan vitamin
A,D,E, dan K serta menambah lezatnya makanan. Kebiasaan
mengkonsumsi lemak hewani berlebihan dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung
koroner.Anjuran konsumsi lemak dan minyak dalam makanan sehari-hari
tidak lebih dari 25%. Penyandang diabetes mempunyai resiko tinggi
untuk mendapatkan penyakit jantung dan pembuluh darah, oleh karena itu
lemak dan kolesterol dalam makanan perlu dibatasi. Jaganlah makan
makanan yang terlalu banyak digoreng, tidak lebih dari satu lauk saja
yang digoreng pada setiap kali makan untuk mereka yang
gemuk.Makanan dapat dipanggang, dikukus, direbus atau dibakar.
Kurangi makan yang tinggi kolesterol seperti kuning telur, ginjal, hati,
limpa, jantung, daging berlemak, keju, lemak hewan dan mentega.
c. Gunakan garam beryodium dan gunakan garam secukupnya.
Penyandang diabetes sering memiliki tekanan darah tinggi
sehingga perlu hati-hati pada asupan natrium.Pilihlah garam yang
beryodium yaitu garam yang telah diperkaya dengan kalium iodat
sebanyak 30-80 ppm.
d. Makanlah makanan sumber zat besi (Fe).
Kekurangan zat besi dalam sumber makanan sehari-hari secara
berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia gizi. Bahan makanan
sumber zat besi antara lain sayuran berwarna hijau, kacang-kacangan
serta makanan hewani.
e. Biasakan makan pagi.
Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi semua orang. Hal
ini dapat mempertahankan ketahanan fisik dan mempertahankan daya
tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Bagi
penyandang diabetes terutama yang menggunakan obat penurun glukosa
jika tidak makan pagi mempunyai resiko menurunkan kadar glukosa
darah yang dapat membahayakan kesehatan (Sukardji, 2009).
Tabel 2.3 Contoh Menu DM 1700 Kalori
Waktu Makanan Penukar Kebutuhan Contoh Menu
Bahan

Pagi Roti Iris Roti Panggang


Margarin ½ sdm Margarin
Telur 1 Butir Telur Rebus
Teh Panas
10.00 Pisang 1 Buah Pisang
Siang Nasi 1 ½ Gelas Nasi
Udang 5 Ekor Oseng-oseng
Tahu 1 Potong Udang, Tahu, Cabe ijo
Minyak 1 sdm Urap Sayuran
Sayuran 1 Gelas
Kelapa 5 sdm Jeruk
Jeruk 1 Buah
16.00 Duku 16 Buah Duku
Malam Nasi 1 ½ Gelas Nasi
Ayam 1 Potong Sop + Kacang merah.
Kacang Merah 1 gelas Tumis Sayuran
Sayuran
Minyak ½ sdm Apel
Apel Malang 1 Buah

f. Latihan fisik jasmani.


Latihan fisik dilakukan untuk menjaga kebugaran, menurunkan
berat badan, dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga akan
memperbaiki kadar gula darah. Latihan fisik hendaknya disesuaikan
dengan umur dan kesehatan fsik. Pasien DM tipe 2 diharapkan mampu
meningkatan latihan fisik, kecuali bagi mereka yang sudah mengalami
komplikasi (Perkeni, 2011).
I. Analisa Data
NO DATA MASALAH ETIOLOGI
1 Ds: Kekurangan volume
 Klien cairan Gula darah
mengatakan
sering BAK
Resistensi insulin
 Klien
mengatakan
sering haus Hiperglikemia
Do:
 Klien Nampak
lemah Ginjal terganggu

 Klien terlihat
pucat dan kulit Kerusakan glomerulus
ginjal
terlihat kering

Kegagalan proses
filtrasi

Glikosuria
Osmotik diuretic

Glukosa menarik
Poliuria

Kekurangan volume
cairan

Ds: Nyeri akut Kerusakan pembuluh


2 darah
 Klien
mengatakan
nyeri pada jari Gangguan suplai darah
kaki dan
telapak kaki
Do: luka
 Klien Nampak
meringis
hipoksia jaringan
 Skala nyeri 4
 P: ulkus
diabetic isekmik dan infeksi
Q: menekan
R: dorsalis
pedis sinistra kerusakan dan kematian
jaringan
S: nyeri 4
T: hilang
ulkus Dm
timbul
gangren

myeri
Ds:
3  Klien Intoleransi aktivtas Sel tubuh kekurangan
glukosa
mengatakan
tidak dapat
berjalan
Sorbitol tidak dapat
diserap tubuh

sendiri ke
kamar mandi.
Do: BB klien menurun
 Klien Nampak
lemah
kelemahan
 Pasien tidak
dapat
intoleransi aktivitas
beraktivitas
akibat luka di
jari kaki dan
telapak kaki
 Klien di bantu
keluarganya
saat
beraktivitas
J. Masalah Keperawatan Yang Muncul
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Nyeri akut berhubungan dengan angen injury biology
3. Intoleransi ativitas berhubungan dengan imobilitas

K. Rencana asuhan keperawatan


Diagnose 1
Tujuan : Nutritional Status : food and Fluid Intake
Criteria hasil : Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan, Berat badan
ideal sesuai dengan tinggi badan, Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Intervensi :
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Memberikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
4. Ajarkan pasien bagaimana menjaga makanan diet tiap hari sesuai kebutuhan.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
Diagnose 2
Tujuan : Toleransi aktivitas
Criteria hasil: Klien akan menunjukkan toleransi aktivitas yang ditandai dengan
daya tahan tubuh meningkat, tidak tampak lemah dan ADL tidak dibantu lagi.
Intervensi :
Manajemen energi
1. Kaji adanya penyebab terjadinya aktivitas
2. observasi asupan nutrisi/gizi yang masuk untuk mendapatkan / memastikan
keadekuatan sumber – sumber energi.
3. Bantu dengan aktivitas fisik teratur (misal : ambulasi, transfer, berubah posisi
dan perawatan personal )sesuai kebutuhan
4. Ajar kepada pasien terhadap tanda & gejala yang penting dikenal dari
kelelahan yang diperlukan dalam aktivitas.
5. kolaborasikan dengan ahli gizi tentang cara untuk meningkatkan / menambah
intake yang tinggi untuk kebutuhan energi.
Diagnose 3
Tujuan : Pain Level, Pain control, Comfort level
Kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan),
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri,
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri), Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi
Manajemen nyeri
1. Kaji tingkat nyeri
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
4. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
5. Kolaborasi pemberian analgetik

Anda mungkin juga menyukai