Tugas 2
Tugas 2
NILAI KE-2
PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI
Kelompok: 4
BANDUNG
2017
LIMBAH PADAT
1.) Limbah Kota Municipal Solid Waste (MSW)
Municipal Solid Waste (MSW), atau yang dikenal sebagai limbah padat kota adalah jenis sampah umum yang mencakup
sampah rumah tangga, dampah komersil, dan sampah di tempat-tempat umum. Dengan kata lain, MSW bersifat lebih kompleks
dan heterogen, serta jumlahnya tidak dapat diprediksi. MSW hanya limbah yang berbentuk padat dan setengah padat. Jenis limbah
ini lebih berkaitan dengan limbah sisa dari sumber rumah tangga yang mengandung bahan-bahan yang belum dipisahkan atau
dikirim untuk didaur ulang. Berikut dijelaskan mengenai beberapa tipe jenis limbah ini:
Biodegradable Waste : Limbah dapur, limbah daun, limbah kertas (dapat didaur ulang)
Recyclable Material : Kertas, kaca, botol, kaleng, logam, beberapa jenis plastik, dll
Inert Waste : Limbah hasil konstruksi dan pemugaran, kotoran, batu, puing-puing bangunan
Composite Wastes : limbah pakaian, limbah plastik (contohnya mainan anak-anak)
Domestic Hazardous Waste : limbah obat-obatan, bahan kimia, lampu, tabung neon, kaleng semprot, dll
MSW terdiri dari 4 komponen yaitu recycling (daur ulang), composting (pengomposan), landfilling (penimbunan), dan
waste to energy melelui insinerasi. Langkah-langkah utama dalam penanganan (mamajemen) MSW adalah:
Waste generation, Waste generation meliputi kegiatan dimana limbah diidentifikasi sebagai material yang tidak memiliki daya
guna serta baik untuk dibuang
Collection (pengumpulan), Pada saat pengumpulan, limbah padat tidak hanya dikumpulkan tapi juga memindahkan limbah
padat ini ke lokasi dimana kendaraan yang membawa sampah ini dikosongkan. Lokasi ini dapat menjadi TPA (Tempat
Pembuangan Akhir)
Waste handling (Penanganan Limbah), Penanganan Limbah dan pemisahan melibatkan kegiatan yang berhubungan dengan
penglolaan limbah sampai sampah ditempatkan dalam container penyimpanan untuk dikumpulkan.
Separation (Pemisahan), storage (Penyimpanan) dan processing at the source (Pengolahan), Jenis sarana dan fasilitas yang
sekarang digunakan untuk pengolahan bahan limbah yang telah dipisahkan di sumbernya termasuk pengumpulan limbah,
pemindahan limbah, dan kembalinya transportasi pengangkut limbah ke pusat.
Pemindahan dan transportasi (transfer stations), Elemen ini melibatkan dua langkah utama. Pertama, limbah tersebut
dipindahkan dari transportasi pengangkut yang lebih kecil ke transportasi pengangkut yang lebih besar, Limbah tersebut
kemudian diangkut , biasanya lewat perjalanan jarak jauh untuk diolah atau dibawa ke pusat pembuangan.
Combustion (Pembakaran), Limbah padat diolah untuk mengurangi jumlah limbah padat yang akhirnya akan di buang ke TPA.
2.) Berdasarkan RCRA (Resource Conservation and Recovery Act), ada 4 pengkategorian limbah berbahaya, yaitu:
Ignitability
Limbah yang bersifat Ignitable dapat membuat kebakaran dalam temperatur dan tekanan standar yaitu pada 25°C dan
760mmHg dapat menimbulkan api/terbakar melalui gesekan, penyerapan uap air, atau mengalami perubahan kimia secara spontan.
Limbah yang masuk ke dalam kategori ini memiliki titik nyala/flash point kurang dari 60°C (140°F). Untuk menguji apakah limbah
bersifat ignitability, terdapat beberapa macam metode, yaitu metode Pensky-Martens Closed-Cup, dan metode Setaflash Closed-
Cup, dan metode Ignitability solids yang khusus untuk limbah padat.
Corrosivity
Limbah korosif adalah bahan yang bersifat asam atau basa, atau bahwa menghasilkan larutan asam atau basa. Limbah
dengan nilai pH kurang dari atau sama dengan 2,0 atau lebih besar dari atau sama dengan 12,5 dikategorikan limbah yang bersifat
korosif. Sebuah limbah juga dapat dikatakan korosif jika mampu menimbulkan korosi pada wadah yang tebuat dari logam, seperti
tangki penyimpanan, drum, dan barrel. Terdapat berbagai metode pengjuian untuk limbah yang bersifat korosif, diataranya uji nilai
pH, dan metode “Corrosivity towards steel” dengan mengontakkan limbah dengan besi baja murni.
Reaktivitas
Limbah reaktif merupakan limbah yang bersifat tidak stabil dalam kondisi normal. Mereka dapat menyebabkan ledakan
atau mengeluarkan asap beracun, gas, atau uap ketika dipanaskan, dikompresi, atau dicampur dengan air. Saat ini belum ditemukan
metode yang tepat untuk menguji limbah yang dapat masuk dalam kategori ini.
Toksisitas
Limbah beracun merupakan limbah yang berbahaya jika tertelan atau terserap. Ketika limbah padat ini dibuang begitu
saja, unsur-unsur beracun dapat terpisah dari limbah dan mencemari air tanah. Toksisitas ditentukan melalui uji laboratorium yang
dikenal dengan Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP).
3.) Analisis proksimat digunakan untuk menentukan karakteristik suatu sampel batubara. Analisis ini memiliki empat parameter
utama yang digunakan, yaitu :
- Kadar air (moisture), yaitu kandungan air yang terdapat pada batubara. Kadar air sendiri dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Kadar air bebas (free surface moisture)
b. Kadar air bawaan (inherent moisture)
c. Kadar air total (total moisture)
- Kadar abu (ash), yaitu kandungan bahan inorganik yang tertinggal atau tidak ikut terbakar sewaktu batubara dibakar pada
temperatur 750oC dengan kenaikan temperatur secara bertahap selama ± 4 jam.
- Zat terbang (volatile matter), yaitu komponen-komponen dalam batubara yang dapat lepas atau menguap pada saat dipanaskan
dalam ruang hampa udara pada suhu 900oC selama 7 menit. Zat terbang ini meliputi volatile mineral matter dan volatile organic
matter.
- Fixed carbon, jumlah karbon yang ada di dalam batubara setelah kandungan-kandungan batubara diatas dihilangkan.
Hasil yang didapat dari analisis proksimat adalah %kadar air, %ash, %volatile matter, dan %fixed carbon dimana %fixed
carbon = 100-(%kadar air+%ash+%volatile matter). Karbon dan Hidrogen, proses pembakaran batubara akan membebaskan unsur
C sebagai CO2 dan H sebagai H2O. Unsur CO2 dapat berasal dari mineral karbonat yang ada dalam batubara, dan H2O dapat berasal
dari mineral lempung atau inherent moisture pada batubara. Semakin tinggi nilai kadar karbon, maka semakin bertambah kualitas
batubaranya.
- Nitrogen, kandungan nitrogen dalam batubara akan berhubungan dengan polusi udara, akibatnya kadar nitrogen dalam batubara
diharapkan tidak banyak.
- Oksigen, merupakan komponen dari banyak campuran senyawa organik dan anorganik dalam batubara.
- Sulfur, beberapa jenis sulfur yang umum dijumpai pada batubara, yaitu :
a. Pirit (FeS2), dijumpai berupa bentukan makrodeposit, seperti rekahan
b. Sulfur organik, secara kimia terikat dalam endapan batubara
c. Sulfat, dijumpai berupa CaSO4 dan FeSO4 dengan jumlah relatif kecil.
Hasil yang didapat dari analisis ultimat adalah %karbon, %hidrogen, %nitrogen, %sulfur, %ash, dan %kadar air. Perlu
diketahui bahwa %karbon yang didapat dari analisis ultimat berbeda dengan %fixed carbon yang didapat dari analisis proksimat
karena sebagian karbon dalam batubara dapat berikatan membentuk senyawa hidrokarbon volatil. Analisis ultimat digunakan untuk
mengetahui unsur-unsur pembentuk batubara dengan hanya memperhatikan unsur kimia pembentuk yang penting dan mengabaikan
keberadaan senyawa kompleks yang terkandung di dalam batubara.
5.) Sampah tidak langsung dibuang ke TPA melainkan dikumpulkan terlebih dahulu di stasiun transfer, stasiun transfer ini dapat
digunakan sebagai lokasi pemprosesan skala guna mengurangi jumlah sampah yang harus diangkut ke TPA. Jika tanpa Stasiun
Transfer semua sampah di kumpulkan dalam kontainer dan tanpa pemprosesan langsung dibuang ke TPA.
Kelebihan dan kekurangan menggunakan Transfer Station:
Dapat meminimalisir total cost yang dikeluarkan. Dengan adanya Transfer Station akan menambah biaya pengoperasian
dalam stasiun transfer tetapi karena sudah di kumpulkan terlebih dahulu maka volume sampah yang akan di kumpulkan ke TPA
berkurang dan hanya membutuhkan biaya untuk sekali jalan menuju TPA sehingga cost akhir berkurang. Dengan adanya stasiun
tranfer ini, sampah akan menjadi mudah dikontrol dan dipantau. Namun dengan menggunakan Transfer Station, labour cost akan
menjadi lebih mahal.
Kelebihan dan kekurangan tanpa menggunakan Transfer Station:
Tanpa menggunakan station transfer sampah dari berbagai kontainer dengan jumlah yang banyak langsung dibuang ke
TPA. Cara ini lebih simple namun menjadi lebih sulit untuk dipantau, labour cost juga menjadi lebih kecil karena tidak
menggunakan transfer station. Akan tetapi biaya total costnya akan menjadi lebih mahal.
6.) Combustion
Combustion merupakan pemprosesan buangan padat secara termal dengan oksidasi kimia yang stokiometri atau
kelebihan jumlah udara. Hasil akhir yaitu gas panas pembakaran, yang tersusun dari nitrogen, karbondioksida, uap air (gas buang);
dan residu yang tak terbakar (abu). Energi dapat dihasilkan dari perpindahan panas dari gas panas hasil pembakaran. Sistem
pembakaran sampah padat dapat didesain untuk beroperasi dengan dua tipe bahan bakar buangan padat: commingled solid waste
(mass-fired) dan processed solid waste refuse-derived fuel (RDF-fired). Sistem pembakaran mass-fired adalah tipe yang dominan
digunakan. Reaksi dasar dari stoichiometric combustion adalah sebagai berikut:
Kelebihan dari combustion yaitu: Kekurangan dari combustion yaitu:
Panas langsung dimanfaatkan Dapat menimbulkan polusi berupa gas NOx atau
Sampah tidak perlu penanganan awal SOx
Tidak dapat menangani sampah berbahaya plastik
dengan kandungan klor
Gasifikasi
Gasifikasi adalah istilah umum yang digunakan untuk mendeskripsikan proses pembakaran sebagian dimana bahan bakar
sengaja dibakar dengan kondisi udara yang kurang dari stoikiometri. Gasifikasi merupakan teknik yang efisien energi untuk
mengurangi volume sampah padat dan menghasilkan energi. Pada dasarnya , proses ini melibatkan pembakaran parsial dari bahan
bakar yang mengandung karbon untuk menghasilkan gas yang mudah terbakar yang kaya akan karbon monoksida, hidrogen, dan
sejumlah hidrokarbon jenuh, umumnya berupa gas metan. Ada 5 tipe dasar proses gasifikasi yaitu : vertical fixed bed, horizontal
fixed bed, fluidized bed, multiple heart, rotary klin.
Kelebihan dari gasifikasi yaitu: Kekurangan dari gasifikasi yaitu:
Lebih bersih dan aman bagi lingkungan Membutuhkan peralatan yang besar
Syngas dapat dibuat berbagai macam produk Banyak energi yang hilang dalam proses gasifikasi
Energi pembakaran bisa untuk energi gasifikasi Produk harus diolah kembali sebelum dipakai
Pirolisis
Pirolisis merupakan pemrosesan sampah secara termal tanpa adanya oksigen. Pirolisis dan gasifikasi digunakan untuk
mengubah sampah padat menjadi gas, cairan, dan bahan bakar padat. Perbedaan prinsip pada keduanya adalah pirolisis
menggunakan sumber panas dari luar untuk mendorong reaksi pirolisis secara endotermik pada keadaan bebas oksigen. Dimana
gasifikasi merupakan sistem mandiri dan menggunakan udara atau oksigen untuk proses pembakaran parsial sampah padat.
Perbedaan secara mendasar adalah proses combustion dan gasification sangat eksotermik, sedangkan proses pirolisis merupakan
proses yang sangat endotermik, membutuhkan sumber panas dari luar. Untuk alasan ini, istilah destructive distillation sering
digunakan sebagai istilah alternatif untuk pirolisis.
Kelebihan dari pirolisis yaitu: Kekurangan dari pirolisis yaitu:
Mendapatkan dua produk untuk energi yaitu gas dan Butuh peralatan besar
arang Penyediaan atmosfer pirolisis memerlukan biaya
Nilai energi keseluruhan besar
Produk gas dapat langsung dimanfaatkan untuk bahan
bakar
Teknologi waste to energy dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konversi biokimia dan termokimia. Konversi
biokimia merupakan dekomposisi sampah menggunakan bantuan mikroorganisme dan menghasilkan gas bio seperti gas metana
dan CO2. Konversi biokimia dapat berlangsung dalam kondisi aerob maupun anaerob. Pada proses aerob, konversi biokimia akan
menghasilkan kompos, sedangkan pada proses anaerob akan menghasilkan gas bio. Konversi biokimia digunakan untuk sampah
yang memiliki persentase material organik biodegradable yang tinggi dan kadar air tinggi. Yang termasuk dalam konversi biokimia
yaitu anaerobic digestion atau biometanisasi. Contoh penerapan anaerobic digestion yaitu untuk mempercepat dekomposisi limbah
binatang di dalam lingkungan yang terkontrol kemudian ter-recovery dan menghasilkan bio-gas yang kaya akan methana
Kelebihan dari konversi biokimia yaitu: Kekurangan dari konversi biokimia yaitu:
Tidak memerlukan banyak energi dari luar Membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
konversi termokimia
Konversi termokimia merupakan dekomposisi sampah menggunakan bantuan panas yang menghasilkan produk samping
dalam bentuk panas, syngas atau arang yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Konversi termokimia digunakan untuk
sampah yang memiliki material organik non biodegradable yang tinggi serta kadar air yang rendah. Berdasarkan produk bahan
bakar yang diinginkan, konversi termokimia dapat diklasifikasikan menjadi 3 metode yaitu:
Metode pembakaran Metode pirolisis
Metode gasifikasi
Kelebihan dari konversi termokimia yaitu: Kekurangan dari konversi termokimia yaitu:
Waktu yang dibutuhkan cepat Memerlukan bantuan panas dalam proses nya
Lahan yang diperlukan tidak luas Biaya operasi tinggi
Energi dapat dimanfaatkan Harus ada teknologi untuk mencegah pencemaran udara
7.) Landfill
Landfill merupakan penimbunan sampah pada suatu lubang tanah. Berdasarkan metode dan perlakuannya, landfill dibagi
menjadi 3 yaitu open dumping (sampah dibuang ke tempat pembuangan akhir tanpa perlakuan lebih lanjut), controlled landfill
(sampah yang datang tiap hari diratakan dan dipadatkan dengan alat berat), sanitary landfill (sampah diurug dan dibuang secara
sistematis). Contoh kasus yang tepat untuk landfill yaitu daerah yang berada jauh dari air tanah atau tempat yang merupakan sumber
air bersih, sedangkan daerah yang sering terjadi banjir tidak cocok untuk landfill karena air akan membawa polusi.
Landfarming
Landfarming sering disebut dengan landtreatment yang merupakan salah satu teknik bioremediasi yang dilakukan di
permukaan tanah. Teknik ini praktis, hemat biaya dan mampu mengurangi kontaminan secara biologis. Landfarming digunakan
untuk memproses limbah minyak bumi yang prosesnya memerlukan kondisi aerob dan dapat dilakukan secara in situ maupun ex
situ. Teknik ini cocok untuk senyawa organik seperti:
Benzene, toluene, etilbenzena dan xilena Hidrokarbon aromatic polisiklik terutama turunan
Total petroleum hydricarbons seperti mesin diesel, dan senyawa aromatic seperti naftalen
minyak mentah Senyawa fenolik
2.) a. Pre-treatment
Tahap ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam limbah. Beberapa
proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit removal, equalization and storage, serta oil separation.
- Screenable solids (lebih besar dari 1mm seperti plastik, kertas, dll)
- Grease and grit (emulsi minyak dan lemak yang mengambang, pasir, dan kerikil).
- Primary sedimentation solid (menyisakan padatan halus yang dapat dihilangkan dengan settling atau flotation)
b. Thickening
Thickening adalah proses yang dilakukan untuk mengurangi kadar air pada lumpur sekaligus meningkatkan konsentrasi
padatan di dalam lumpur. Proses ini dapat dilakukan menggunakan peralatan antara lain gravity thickener, gravity belt thickener,
rotary drum, separator, centrifuge, dan flotator.
Gravity Thickener Metode thickening
yang cukup terkenal adalah gravity thickening. Sesuai dengan namanya, dalam proses ini terjadi pemanfaatan gaya gravitasi
(pengendapan) untuk memisahkan air dari dalam sludge. Unit pengolahan yang digunakan untuk proses ini disebut gravity
thickener yang serupa dengan secondary clarifier pada sistem lumpur aktif.
Keuntungan Kerugian
Operasi dan perawatan sederhana Konsentrasi padatan supernatan yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan
metode DAF atau sentrifugasi
Operating cost rendah Penumpukan sampah dapat menimbulkan bau
Ukuran tempat penyimpanan biosolid kecil Konsentrasi solid yang dihasilkan lebih rendah daripada DAF, gravity belt, atau
sentrifugasi
Pemindahan padatan ke kendaraan aplikator lebih cepat
Centrifuge
Biasanya digunakan pada biosolid limbah teraktivasi. Konsentrasi padatan yang dihasilkan centrifuge berkisar 3-10%.
Memiliki capital cost> maintenance cost
Kelebihan Kekurangan
Biaya operasi dan perawatan yang lebih rendah Membutuhkan daya/kekuatan tinggi dan menimbulkan masalah suara
(bising)
Kinerja alat baik, alat mudah dirawat Operator membutuhkan pengalaman untuk mengoptimasi kinerja alat
Mudah dibersihkan dan tidak membutuhkan banyak perhatian Penggantian bagian alat mahal karena bersifat wear and tear
Operator tidak terekspos terlalu banyak dengan patogen, aerosol, H2S. Start-up dan shut-down membutuhkan waktu yang cukup lama
Rotary Drum
Rotary drum dapat mencapai konsentrasi solid sebesar 9% (padatan kering). Memiliki capital cost< maintenance cost.
c. Conditioning
Proses sludge conditioning bertujuan untuk meningkatkan dewaterability dari lumpur. Metode-metode sludge
conditioning antara lain adalah chemical conditioning, thermal conditioning, elutriation, dan freeze-thawing.
d. Stabilization
Stabilisasi lumpur bertujuan untuk menghindari terjadinya pembusukan lumpur, mencegah bau yang mengganggu, serta
untuk mengurangi konsentrasi materi volatil dan kandungan patogen di dalam lumpur.
Digestion
Sesuai dengan namanya, digestion melibatkan aktivitas mikrobiologi. Mikroorganisme di dalam reaktor akan bekerja
“memakan” zat-zat organik yang berada di dalam sludge untuk menghindari/mengurangi proses dekomposisi zat organik setelah
lumpur keluar dari instalasi pengolahan. Jenis organisme yang terlibat dapat berasal dari kelompok aerob (prosesnya disebut aerobic
digestion) atau anaerob (anaerobic digestion).
-. Anaerobic Digestion: dijalankan dalam tangki tertutup yang tidak ada oksigen dan ada/tanpa pemanasan. Anaerobic digestion
dapat mengurangi padatan volatil yang dapat berakibat pada berkurangnya pertumbuhan patogen setelah pengolahan.
-. Aerobic digestion : dilakukan pada tangki terbuka atau tertutup. Untuk mendapatkan oksigen yang cukup untuk bakteri dalam
sludge, campuran akan diagitasi atau diinjeksikan gas.
Thermal stabilization
Stabilisasi lumpur dengan proses termal dimaksudkan untuk melepaskan air yang terikat pada lumpur melalui proses
pemanasan dalam waktu yang singkat.
Chemical stabilization
Kalau yang satu ini jelas-jelas menggunakan bahan kimia untuk proses stabilisasi lumpur. Zat kimia yang digunakan
untuk proses stabilisasi antara lain klorin dan kapur (kalsium hidroksida).
Lime Stabilization
Lime stabilization digunakan dalam kondisi dimana biosolid dapat mendukung pertumbuhan patogen. Lime stabilisation
bekerja dengan menaikkan pH sampai 12 atau lebih pada biosolid, yang dapat mengakibatkan penghancuran patogen dalam sludge.
Lime dapat ditambahkan ke liquid sludge atau dewatered sludge, tetapi efektivitas proses tergantung pada pencampuran lime
dengan sludge untuk memastikan pH naik secara seragam. Masalah yang dihadapi lime stabilisation adalah masalah bau jika pH
berada di bawah 10.5. Lime stabilisation efektif digunakan untuk mengurangi bakteri dan virus dalam sludge.
e. Dewatering
Proses ini memiliki prinsip yang sama dengan thickening, yaitu mengurangi konsentrasi air dalam lumpur. Yang
membedakan adalah konsentrasi akhir dari padatan yang diperoleh. Pada thickening, sasaran konsentrasi padatan yang diinginkan
adalah <15%. Instrumen yang dapat digunakan untuk proses dewatering antara lain filter press, belt press, dan centrifuge. Secara
alami, proses dewatering dapat juga dilakukan dengan cara mengeringkan lumpur (menjemur di bawah sinar matahari) pada suatu
drying bed. Kelemahan metode ini adalah diperlukannya lahan yang luas.
Belt Filter Press
Kelebihan Kekurangan
Biaya operasi dan perawatan lebih murah Membutuhkan banyak tenaga kerja
Hemat kebutuhan dan penggunaan listrik, dapat digunakan dalam jangka Padatan yang dihasilkan lebih basah daripada metode centrifuge
waktu panjang
Menghasilkan padatan 17-19% Harus dilakukan perawatan preventif (mengganti belt dll)
Sentrifugasi
Kelebihan Kekurangan
Menghasilkan padatan yang paling kering dari semua metode dewatering (19- Biaya di awal sangat besar
25%)
Biaya pembuangan rendah Kontrol rumit
Dioperasikan dengan komputer Tidak dapat diperbaiki di tempat
Penggunaan dan kebutuhan listrik yang tinggi (20-25% dari kebutuhan listrik
pabrik)
Incline screw
Kelebihan Kekurangan
Hanya membutuhkan pekerja saat startup dan shutdown Konsentrasi padatan lebih rendah daripada sentrifugasi
Penggunaan listrik rendah
f. Drying Air
Drying air adalah proses yang sederhana, namun membutuhkan lahan yang luas dan efektivitasnya bergantung pada
temperatur sekitar (temperatur yang lebih tinggi lebih baik). USEPA (1999) merekomendasikan air drying sebagai proses tambahan
untuk aerobic dan anaerobic digestion untuk memperoleh pengurangan padatan volatil sebesar 38%. Ada empat jenis thermal drier
: flash, spray, rotary, dan stream. Semuanya beroperasi pada temperatur yang berbeda, dan persentase bahan kering di produk akhir
berada dalam rentang 35-90%.
Metode Perpindahan panas Temperatur sludge Energi thermal (kWh/L) Energi listrik (kWh/L) Total energi (kWh/L)
(°C)
Flash (Crown Milling Flash Konveksi 96 0.99 0.06 1.05
Dryers, 2004)
Fluid bed (H&P Renneburg Konveksi Data tidak tersedia 1.07 0.03 1.10
Division, 2004)
Rotary (Grontmij Konveksi 90 0.95 0.10 1.05
Vandenbrock Int., 2004)
Band (STC, 2004) Konveksi 65 0.80 0.02 0.82
Drum (Simon Dryers, 2004) Konduksi 115 0.92 0.15 1.07
Paddle (Komline-Sanderson, Konduksi 115 0.90 0.05 0.95
2004)
Greenhouse (Parkson Radiasi 40 1.51 0.02 1.53
Corporation, 2004)
g. Desinfaction
h. Land Disposal
Land Application bekerja dengan menyebarkan biosolid ke permukaan tanah/menginjeksikan biosolid ke dalam tanah. Insinerasi
merupakan pembakaran biosolid dengan suhu tinggi dalam combustion device. Bahan organik volatil dalam biosolid akan terbakar
karena adanya oksigen. Insinerasi mengubah biosolid menjadi residu yang utamanya terdiri dari abu (kira-kira 20% dari volume
awal). Insinerator yang sering digunakan adalah multiple-hearth dan fluidized-bed furnace. Insinerasi membutuhkan capital cost
yang besar dan penggunaan gas alam yang banyak untuk digunakan sebagai panas, serta memerlukan pekerja spesialis untuk
mengoperasikan alat.
Surface Disposal dan Landfilling
Umumnya biosolid dibuang dengan menimbunnya di dalam tanah. Surface disposal dapat diartikan sebagai biosolid yang
diletakkan di sebidang tanah dimana hanya biosolid yang ditempatkan sebagai pembuangan akhir. Landfilling memiliki harga yang
lebih mahal namun dapat digunakan untuk menyingkirkan biosolid.
BIOREMEDIASI
1.) Bioremediasi adalah proses degradasi biologis dari limbah organik dengan kondisi terkontrol untuk membersihkan bahan-bahan
kimia yang berbahaya. Prinsip bioremediasi adalah mikroba mendegradasi bahan berbahaya tersebut dan akan menghasilkan air
dan gas yang tidak berbahaya seperti CO2. Enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun
tersebut dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut.
3.) Berdasarkan agen proses biologis serta pelaksanaan rekayasa, bioremediasi bisa di kriteriakan menjadi 4 bagian
a. Fitoremediasi
b. Bioremediasi in-situ
c. Bioremediasi ex-situ
1. Fitoremediasi
Fitoremediasi merupakan proses teknologi yang menggunakan tumbuhan untuk memulihkan tanah yang tercemar oleh bahan
polutan secara in-situ. Teknologi ini dapat ditunjang dengan peningkatan perbaikan media tumbuh dan ketersediaan mikroba tanah
untuk meningkatkan efesiensi dalam proses degradasi bahan polutan. Proses fitoremediasi bermula dari akar tumbuhan yang
menyerap bahan polutan yang terkandung dalam air. Kemudian melalui proses transportasi tumbuhan, air yang mengandung bahan
polutan dialirkan keseluruh tubuh tumbuhan, sehingga air yang menjadi bersih dari polutan. Tumbuhan ini dapat berperan langsung
atau tidak langsung dalam proses remediasi lingkungan yang tercemar. Tumbuhan yang tumbuh di lokasi yang tercemar belum
tentu berperan aktif dalam penyisihan kontaminan, kemungkinan tumbuhan tersebut berperan secara tidak langsung. Agen yang
berperan aktif dalam biodegradasi polutan adalah mikroorganisme tertentu, sedangkan tumbuhan dapat berperan memberikan
fasilitas penyediaan akar tumbuhan sebagai media pertumbuhan mikroba tanah sehingga pertumbuhan lebih cepat berkembang
biak. Ada beberapa kriteria tumbuhan yang dapat digunakan dalam proses fitoremdiasi, yaitu harus: memiliki kecepatan tumbuh
yang tinggi; hidup pada habitat yang kosmopolitan; mampu mengkonsumsi air dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat;
mampu meremediasi lebih dari satu jenis polutan; mempunyai toleransi tinggi terhadap polutan; dan mudah dipelihara. Contoh
tumbuhan yang dapat digunakan untuk dalam bioremediasi polutan adalah: Salix sp, rumput-rumputan (Bermuda grass, sorgum),
legum (semanggi, alfalfa), berbagai tumbuhan air dan hiperakumulator untuk logam (bunga matahari, Thlaspi sp).
2. Bioremediasi in situ
Bioremediasi in situ disebut juga bioremediasi dasar atau natural attenuation. Teknologi ini memanfaatkan kemampuan
mikroba indigen dalam merombak polutan di lingkungan. Proses ini terjadi dalam tanah secara alamiah di dalam tanah secara
alamiah dan berjalan sangat lambat. Bioremediasi in situ merupakan metode dimana mikroorganisme diaplikasikan langsung pada
tanah atau air dengan kerusakan yang minimal. Bioremediasi (in situ bioremidiation) juga terbagi atas:
a. Biostimulasi/Bioventing: dengan penambahan nutrient (N, P) dan aseptor elektron (O2) pada lingkungan pertumbuhan
mikroorganisme untuk menstimulasi pertumbuhannya.
b. Bioaugmentasi: dengan menambahkan organisme dari luar (exogenus microorganism) pada subpermukaan yang dapat
mendegradasi kontaminan spesifik.
c. Biosparging: dengan menambahkan injeksi udara dibawah tekanan ke dalam air sehingga dapat meningkatkan konsentrasi
oksigen dan kecepatan degradasi.
3. Bioremediasi ex situ
Bioremediasi ex situ dikenal sebagai metode dimana mikroorganisme diaplikasikan pada tanah atau air terkontaminasi yang
telah dipindahkan dari tempat asalnya. Teknik ex situ terdiri atas:
a. Landfarming: teknik dimana tanah yang terkontaminasi digali dan dipindahkan pada lahan khusus yang secara periodik diamati
sampai polutan terdegradasi.
b. Composting: teknik yang melakukan kombinasi antara tanah terkontaminasi dengan tanah yang mengandung pupuk atau
senyawa organik yang dapat meningkatkan populasi mikroorganisme.
c. Biopiles: merupakan perpaduan antara landfarming dan composting.
d. Bioreactor: dengan menngunakan aquaeous reaktor pada tanah atau air yang terkontaminasi.
Aplikasi bioremediasi di Indonesia mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 (KepMen
LH no. 128/2003) mengatur tentang tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi
secara biologis. Disini dicantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal. Pada umumnya, di daerah
yang tercemar jumlah mikroba yang ada tidak mencukupi untuk terjadinya bioproses secara alamiah. Dalam teknologi bioremediasi
dikenal dua cara menstimulasi pertumbuhan mikroba, yaitu dengan biostimulai dan bioaugmentasi.
Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di dalam tanah tercemar dengan cara
memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrient (misalnya sumber Nitrogen dan Phospor) dan
oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada sangat sedikit, maka harus ditambahkan mikroba untuk mencapai jumlah mikroba rata-rata
10^3 cfu/gram* tanah sehingga bioproses dapat dimulai. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi
dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium diperbanyak dan kembalikan ke tempat asalnya
untuk memulai bioproses. Penambahan mikroba dengan cara ini disebut sebagai bioaugmentasi.
Kondisi lingkungan yang memadai akan membantu mikroba tumbuh, berkembang dan “memakan” polutan tersebut (atau
memanfaatkan Carbon dari polutans sebagai sumber energi untuk pertumbuhan). Sebaliknya jika kondisi yang dibutuhkan tidak
terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area
yang tercemar. Dengan demikian, perencanaan teknis (engineering design) yang benar memegang peranan penting untuk
mendapatkan proses bioremediasi yang efektif.
Dalam aplikasi teknik bioremediasi dikenal dua teknik yang sangat umum diterapkan yaitu biopile dan landfarming. Pada teknik
biopile, tanah tercemar ditimbun diatas lapisan kedap air dan suplai udara yang diperlukan oleh mikroba dilakukan dengan
memasang perpipaan untuk aerasi (pemberian udara) dibawah tumpukan tanah tercemar. Pompa udara dipasang diujung perpipaan
sehingga semua bagian tanah yang mengandung mikroba dan polutan berkontak dengan udara. Dengan teknik ini, ketinggian tanah
timbunan adalah 1 sampai 1,5 meter. Teknik landfarming dilakukan dengan menghamparkan tanah tercemar diatas lapisan kedap
air. Ketebalan hamparan tanah 30 – 50 cm memungkinkan kontak mikroba dengan udara. Untuk menjamin bahwa semua bagian
dari tanah yang diolah terkontak dengan udara maka secara berkala hamparan tanah tersebut di balikkan. Nama landfarming
digunakan karena proses pembalikan tanah yang dilakukan sama dengan pembalikan tanah pada saat persiapan lahan untuk
pertanian.