Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia
Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam
kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka
Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa
perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-
sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis
mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan
kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip
bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan
bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi,
investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan
dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi
keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan
yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah
menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh
golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan
berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan
hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan
harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan
produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan
bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat
spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan,
yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.
1
BAB II
PEMBAHASAN
11
(Sumber: Syukuri Iska. 2012. Sistem Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media Press)
2
sistem perbankan syariah yang beroperasi sejalan dengan sistem konvensional dan
sistem conventional plus yaitu sistem perbankan yang pada dasarnya
konvensional dengan beberapa institusi banknya yang beroperasi secara syariah.
Pelaksanaan sistem perbankan syariah di Indonesia dipandang dari sisi peraturan
telah diatur dengan peraturan khusus perbankan syariah sebagaimana pernyataan
UU No. 10/1998 tentang perbankan secara rinci mengenai asas, fungsi dan aturan
perbankan di Indonesia.
2
Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan : Kebijakan Moneter dan Perbankan, Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005.
3
2) Bank syariah berkewajiban untuk menjaga barang dan hanya
berfungsi sebagai penjaga amanah.
3) Bank syariah boleh mengenakan biaya kepada nasabah di awal.
b. Al wadiah yad dhamanah, wadiah ini mengenakan konsep Guarantee
Depositoiry dan karakternya sebagai berikut:
1) Harta yang dititipkan boleh dimanfaatkan oleh pihak bank
2) Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan
tabungan.
3) Adanya pemberian bonus dari bank syariah kepada nasabah yang
tidak disebutkan dalam akad dan merupakan pemberian sepihak
sebagai tanda terimakasih dari pihak bank.
4
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan musyarakah
sebagai berikut:
1) Dana yang digunakan adalah penggabungan antara dana proyek
dengan harta pribadi.
2) Pemilik modal berhak menentukan kebijakan usaha
3) Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila
menarik diri dari kerjasama, dan meninggal dunia.
4) Biaya yang timbul dalam pelaksanaan usaha dan jangka masa
usaha harus diketahui bersama dan keuntungan dibagi sesuai
kontribusi modal.
5) Proyek yang dijalankan harus dijelaskan dengan benar pada saat
akad, dan setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan
pembiayaan serta bagi hasil yang telah disepakati.
b. Mudharabah, merupakan akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul
maal) dengan pengelola dana (mudharib) dengan penyertaan modal sebesar
100%, dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan. Bentuk mudharabah
secara umum terdiri dari dua:
1) Mudharabah Muqayyadah, yaitu Shahibul maal memberikan batasan
kepada mudharib dalam penentuan usaha, jenis dan masanya.
2) Mudharabah Muthlaqah, merupakan bentuk mudharabah yang tidak
dibatasi oleh pemilik modal dalam penentuan dan jenis usaha dan
pengelola diberi kebebasan.
Bentuk mudharabah yang lebih marak dilaksanakan bank syariah ialah
mudharabah muthlaqah karena bentuk ini dapat lebih fleksibel dan
memberikan peluang yang luas kepada mudharib.3
Mengenai hal-hal yang terkait dengan pembiayaan mudharabah hal-hal
yang harus diperhatikan sebagai berikut:
1) Pembiayaan badan usaha:
a) Identifikasi proyek yang akan dibiayai
3
Usman, Rachmadi. Aspek – aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama. 2001
5
b) Melakukan studi kelayakan usaha
c) Melakukan persiapan dari segi legalitas
2) Margin pembiayaan
Adanya asas bagi hasil dalam bank syariah menunjukkan bahwa
untung dan rugi, masing-masingnya dibagi kepada pihak nasabah dan
bank, dan ini merupakan konsekuensi logis bagi kedua pihak. Dan
yang perlu diperhatikan dalam penentuan nisbah yaitu:
a) Nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank harus ditetapkan
sebelum penandatanganan pembiayaan.
b) Dalam menentukan besarnya nisbah bank harus menghitung kadar
biaya pengelolaan usaha serta biaya manajemen bank lainnya.
3) Jaminan atau agunan
Secara prinsip, dalam konsep mudharabah tidak ada jaminan yang
diambil, akan tetapi jaminan boleh atau bisa diambil untuk memastikan
agar nasabah melaksanakan usaha dengan baik dan benar. Jaminan bari
bisa dicairkan setelah terbukti nasabah telah menyalahi kesepakatan
yang manjadi penyebab kerugian.
Dalam kerjasama mudharabah ada resiko yang dapat terjadi dalam
penerapan pembiayaan yang sangat tinggi antara lain:
a) Adanya aliran dana lain yang digunakan nasabah bukan seperti
yang dinyatakan dalam kontrak.
b) Kelalaian dan kesalahan nasabah yang disengaja.
c) Nasabah yang tidak jujur dengan menyembunyikan keuntungan.
Prinsip bagi hasil yang merupakan prinsip utama bank syariah memang
muncul sebagai sesuatu yang berbeda jika dibandingkan dengan sistem
konvensional yang menerapkan sistem bunga, namun komposisi dalam
prakteknya pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil ternyata masih jauh
dari yang diharapkan. Saat ini total komposisi pembiayaan mudharabah dan
musyarakah (bagi hasil) di perbankan syariah ternyata tidak mencapai angka
40% sehingga masih kalah jika dibandingkan produk pembiayaan lain.
Permasalahan di atas muncul karena beberapa alasan antara lain:
6
Pembiayaan bagi hasil sulit digunakan karena sebagian besar sumber dana
bank syariah berjangka masa pendek.
Pengusaha besar akan lebih memilih sistem kredit dengan bunga yang
akan lebih menguntungkan dan lebih pasti dan menutup ketertarikan pada
sistem bagi hasil.
Pengusaha yang usahanya beresiko rendah juga tidak akan tertarik dengan
sistem bagi hasil, karena keuntungan yang akan diperoleh akan lebih besar
atau tanpa membagi jumlah keuntungan dengan pihak bank jika tidak
menggunakan sistem ini.
Adanya pengusaha yang melakukan pembukuan ganda dengan tingkat
keuntungan bank yang lebih kecil, padahal pembukuan sebenarnya
pengusaha mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
44
(Sumber: Syukuri Iska. 2012. Sistem Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media Press)
7
a) Pembeli harus tahu jumlah biaya operasional dan jumlah harga
asli barang yang hendak dibeli.
b) Produk yang dijual harus berbentuk barang atau komoditas dan
harus dibayar dengan uang.
c) Barang yang diperjual belikan harus ada dan dimiliki penjual dan
mampu menyerahkan barang kepada pembeli
d) Pembayarannya ditangguhkan.
b. Bay’ al-Salam
Konsep jual beli ini diartikan dengan akad penjualan suatu
barang dengan pemesanan yang disebutkan sifat-sifatnya atau kriteria
tertentu yang masih berada dalam tanggungan. Dalam perbankan
syariah, jual beli as-salam digunakan untuk pembiayaan pertanian
dengan masa yang sangat pendek. Kriteria as-salam yaitu dalam
pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas
dari jenis, kualitas dan kuantitasnya. Apabila hasil produksi tidak
sesuai dengan pesanan maka produsen harus bertanggung jawab
dengan mengembalikan bayaran yang diterima atau mengganti dengan
barang yang sesuai pesanan.
c. Bay’ al-Istishna
Al-istishna merupakan akad kontrak jual beli barang antara dua
pihak berdasarkan pesanan, dan barang pesanan akan diproduksi
sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya
dengan harga dan cara pembayaran yang disetujui terlebih dahulu.
8
Untuk pelaksanaan produk istishna dalam bank syariah juga
digolongkan kepada transaksi jual beli angsuran seperti jual beli
murabahah namun dalam murabahah objek yang dijualbelikan
diserahkan terlebih dahulu dan pembayarannya dilakukan secara
berangsur, sedangkan pada istishna dengan pembayaran yang juga
diangsur penyerahan barang dilakukan kemudian.
5
Wijayanta, Bambang dan Widyaningsih, Aristanti. Ekonomi & Akuntansi : Mengasah
Kemampuan Ekonomi. Jakarta : PT. Grafindo Media Pratama. 2001
9
B. Sumber Permodalan Bank Syariah dan Pengelolaannya
Bank syariah dapat berjalan dengan modal yang bersumber dari dua
komposisi modal yaitu core capital dan kuasi ekuitas. Pada dasarnnya sumber
dana bank syariah terdiri dari:
1. Modal yang diserahkan oleh owner pada akhir periode tahun buku.
Penggunaan modal ditempatkan pada aktivitas yang produktif melalui
penyaluran pada pembiayaan.
2. Penitipan atau pengiriman yang dilakukan bank syariah sebagai salah
satu cara mengalirkan dan menggerakkan dana.
3. Investasi yang digunakan dalam akad mudharabah
66
(Sumber: Syukuri Iska. 2012. Sistem Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media Press)
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Lembaga-lembaga keuangan yang beroperasional dalam syariah Islam
dikatakan sebagai suatu usaha untuk merealisasikan prinsip-prinsip ekonomi
Islam dalam aktivitas masyarakat secara nyata
Pelaksanaan bank syariah berdasarkan dua asas, yaitu asas falsafah dan asas
pengoperasian. Dalam asas falsafah bumi dan segala isinya adalah amanah dari
Allah dengan petunjuk melalui rasul Allah mengenai aqidah akhlak dan syariah.
Prinsip bagi hasil yang merupakan prinsip utama bank syariah memang
muncul sebagai sesuatu yang berbeda jika dibandingkan dengan sistem
konvensional yang menerapkan sistem bunga, namun komposisi dalam
prakteknya pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil ternyata masih jauh dari
yang diharapkan.
Konsep jual beli ini diartikan dengan akad penjualan suatu barang dengan
pemesanan yang disebutkan sifat-sifatnya atau kriteria tertentu yang masih berada
dalam tanggungan.
Bank syariah dapat berjalan dengan modal yang bersumber dari dua
komposisi modal yaitu core capital dan kuasi ekuitas. Pada dasarnnya sumber
dana bank syariah terdiri dari:
Modal yang diserahkan oleh owner pada akhir periode tahun buku
Penitipan atau pengiriman yang dilakukan bank syariah
nvestasi yang digunakan dalam akad mudharabah
11
12