Anda di halaman 1dari 17

”VARIKOKEL”

Pembimbing :

dr. Tri Budiyanto, Sp. U

Disusun oleh :

Febrilia M.S . G4A014022

Keyko L. M. S G4A014024

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU BEDAH
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2015
BAB I

PENDAHULUAN

Varikokel merupakan dilatasi abnormal pleksus pampiniformis, terjadi


kira-kira 15% pria. Beberapa pasien mengalami nyeri skrotal dan pembengkakan,
dan menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pada pria. Pada varikokel
didapatkan kelainan dilatasi vena dalam spermatic cord dan yang diklasifikasi
menjadi klinis dan subklinis. Varikokel klinis didiagnosis melalui pemeriksaan
fisik dan digolongkan berdasarkan temuan fisik. Varikokel subklinis pada
pemeriksaan fisik tidak teraba dan memerlukan pencitraan radiologi untuk
diagnosis. Selain itu, varikokel terbagi atas varikokel ekstratestikuler dan
varikokel intratestikuler (Purnomo, 2000).

Varikokel lebih sering terdeteksi pada populasi pria infertil


dibandingkan dengan pria fertil. Adanya varikokel telah dikaitkan dengan
kegagalan fungsi testis,sering menyebabkan kelainan pada parameter semen.
Varikokel umum dijumpai pada anak remaja dan pria dewasa, terdiagnosis pada
20-40% pasien infertil. Penegakan diagnosis cepat dan tepat dari kelainan ini
sangat penting karena pada sebagian besar kasus, penatalaksanaan tepat waktu,
biasanya dilakukan percutaneous sclerotherapy, bisa menghasilkan peningkatan
kualitas semen (Purnomo, 2000).

Pemeriksaan Utrasonografi merupakan pilihan pertama, non invasif,


relatif mudah dan akurat dalam mendeteksi varikokel. Pemeriksaan ultrasonografi
Color Doppler (CDUS) telah menjadi modalitas yang telah diterima secara luas
dan sering digunakan untuk mengevaluasi varikokel.

Alasan penulisan referat ini adalah karena pentingnya pemahaman


tehnik dan memahami gambaran ultrasonografi varikokel sehingga dapat
menyingkirkan diagnosis bandingnya, dan juga pentingnya modalitas ini dalam
penegakkan diagnosis kelainan pada skrotum, khususnya varikokel dimana
pada saat ini merupakan pemeriksaan baku emas varikokel. Dengan
penulisan referat ini diharapkan kita dapat menambah pengetahuan serta
memahami gambaran ultrasonografi varikokel, sehingga dapat diterapkan dalam
membantu penegakkan diagnosis guna mendapatkan diagnosis dan tatalaksana
yang cepat, tepat untuk pasien.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Varikokel merupakan suatu dilatasi abnormal dan tortuous dari vena pada
pleksus pampiniformis dengan ukuran diameter melebihi 2 mm. Dilatasi
abnormal vena-vena dari spermatic cord biasanya disebabkan oleh
ketidakmampuan katup pada vena spermatik internal (Rajeev dan Rupin,
2005).

B. Anatomi
Pada pria dewasa, masing-masing testis merupakan suatu organ berbentuk
oval yang terletak didalam skrotum. Beratnya masing-masing kira-kira 10-12
gram, dan menunjukkan ukuran panjang rata-rata 4 sentimeter (cm), lebar 2
cm, dan ukuran anteroposterior 2,5 cm. Testis memproduksi sperma dan
androgen (hormon seks pria) (Martini, 2004).

Tiap testis pada bagian anterior dan lateral diliputi oleh membran
serosa, tunika vaginalis. Membran ini berasal dari peritoneum cavum
abdominal. Pada tunika vaginalis terdapat lapisan parietal (bagian luar) dan
lapisan visceral (bagian dalam) yang dipisahkan oleh cairan serosa. Kapsul
fibrosa yang tebal, keputihan disebut dengan tunika albuginea yang
membungkus testis dan terletak pada sebelah dalam lapisan visceral dari
tunika vaginalis. Pada batas posterior testis, tunika albuginea menebal dan
berlanjut ke dalam organ sebagai mediastinum testis (Martini, 2004).

Tunika albuginea berlanjut ke dalam testis dan membentuk


septum jaringan konektif halus, yang membagi kavum internal menjadi 250
lobulus terpisah. Tiap-tiap lobulus mengandung sampai empat tubulus
seminiferus yang sangat rumit, tipis dan elongasi. Tubulus seminiferus
mengandung dua tipe sel: (1) kelompok nondividing support cells disebut
sel-sel sustentacular dan kelompok dividing germ cells yang terus menerus
memproduksi sperma pada awal pubertas (Martini, 2004).

Cavum yang mengelilingi tubulus seminiferus disebut


kavum intersisial. Dalam cavum intersisial ini terdapat sel-sel
intersisial (sel leydig). Luteinizing hormone menstimulasi sel-sel
intersisial untuk memproduksi hormon disebut androgen. Terdapat
beberapa tipe androgen, yang paling umum ialah testosteron. Meskipun
korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil androgen, sebagian besar androgen
dilepaskan melalui sel-sel intersisial di testis, dimulai pada masa pubertas
(Martini, 2004).

Duktus dalam testis; rete testis merupakan suatu jaringan


berkelok-kelok saling terhubung di mediastinum testis yang menerima
sperma dari tubulus seminiferus. Saluran-saluran rete testis bergabung
membentuk ductulus eferen. Kira-kira 12-15 ductulus eferen menghubungkan
rete testis dengan epididimis. Epididimis merupakan suatu struktur
berbentuk koma terdiri dari suatu duktus internal dan duktus
eksternal melingkupi jaringan konektif. Head epididimis terletak pada
permukaan superior testis, dimana body dan tail epididimis pada permukaan
posterior testis. Pada bagian dalam epididimis berisi duktus epididimis
panjang, berkelok yang panjangnya kira-kira 4 sampai 5 meter dan dilapisi
oleh epitel berlapis silindris yang memuat stereocilia (microvilli panjang)
(Martini, 2004).

Duktus deferens juga disebut vas deferens, saluran ini meluas dari
tail epididimis melewati skrotum, kanalis inguinalis dan pelvis bergabung
dengan duktus dari vesica seminalis membentuk duktus ejakulatorius pada
glandula prostat (Martini, 2004).

Testis diperdarahi oleh arteri testicular, arteri yang bercabang


dari aorta setinggi arteri renal. Banyak pembuluh vena dari testis pada
mediastinum dengan suatu kompleks pleksus vena disebut pleksus vena
pampiniformis, yang terletak superior. Epididimis dan skrotum diperdarahi
oleh pleksus vena kremaster. Kedua pleksus beranastomose dan berjalan
superior, berjalan dengan vas deverens pada spermatic cord. Spermatic cord
dan epididimis diperdarahi oleh cabang arteri vesical inferior dan arteri
epigastrik inferior (arteri kremaster). Skrotum diperdarahi cabang dari arteri
pudendal internal (arteri scrotal posterior), arteri pudendal eksternal cabang
dari arteri femoral, dan cabang dari arteri epigastrik inferior (kremaster).
Aliran vena testis melalui pleksus vena pampiniformis, terbentuk pada bagian
atas epididimis dan berlanjut ke vena testikularis melalui cincin
inguinal. Vena testikularis kanan bermuara ke vena kava inferior dengan
suatu acute angle, dimana vena testikularis sinistra mengalir ke vena renalis
sinistra dengan suatu right angle (Martini, 2004).

C. Epidemiologi
Varikokel terdeteksi lebih sering pada populasi pria infertil dibanding pada
pria fertil. Sebagian besar varikokel terdeteksi setelah pubertas dan prevalensi
pada pria dewasa sekitar 10-15%. Pada 80-90% kasus, varikokel hanya
terdapat pada sebelah kiri; varikokel bisa bilateral hingga 20% kasus,
meskipun dilatasi sebelah kanan biasanya lebih kecil. Varikokel unilateral
sebelah kanan sangat jarang terjadi.
Varikokel pada remaja pria pernah dilaporkan sekitar 15% kasus. Varikokel
biasanya terdiagnosis pada 20-40% pria infertil. Insidensi varikokel
yang teraba diperkirakan 15% pada populasi umum pria dan 21-39% pria
subfertil. Meskipun varikokel pernah dilaporkan pada pria sebelum
remaja, varikokel jarang pada kelompok usia ini. Pada suatu penelitian
oleh Oster (1971) pada 1072 anak sekolah laki laki di Denmark, tidak ditemui
adanya varikokel pada 188 anak laki-laki yang berusia antara 6 sampai 9
tahun. Insidensi varikokel pada anak yang lebih tua (usia 10-25 tahun),
bervariasi antara 9% sampai 25,8% dengan suatu rerata 16,3%.
Varikokel ekstratestikular merupakan kelainan yang diketahui umum
terjadi, dimana terdapat pada 15% sampai 20% pria. Varikokel intratestikular
sebaliknya suatu kelainan yang jarang dan sesuatu yang relatif baru dimana
dilaporkan kurang dari 2% pada pria yang menjalani sonografi testis dengan
gejala.
D. Etiologi
Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti refluks
renospermatik, insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks
ileospermatik, neoplastik, atau penyakit retroperitoneal lainnya, sindrom
malposisi visceral, dan pembedahan sebelumnya pada regio inguinal dan
skrotum. Varikokel intratestikular sering dihubungkan dengan atrofi testikular
ipsilateral terkait kelainan parenkhimal, tetapi apakah varikokel intratestikular
merupakan suatu penyebab atau akibat dari atrofi testikular tetap belum jelas.
Varikokel intratestikular biasanya, tetapi tak selalu, terjadi berkaitan dengan
suatu varikokel ekstratestikular ipsilateral (Sharlip et al., 2001).

E. Patofisiologi

Varikokel terjadi akibat peningkatan tekanan vena dan ketidakmampuan


vena spermatika interna. Aliran retrograde vena spermatika interna
merupakan mekanisme pada perkembangan varikokel. Varikokel
ekstratestikular merupakan suatu kelainan yang umum terjadi. Sebagian besar
kasus asimptomatik atau berhubungan dengan riwayat orchitis, infertilitas,
pembengkakan skrotum dengan nyeri. Varikokel intratestikular merupakan
suatu keadaan yang jarang, ditandai oleh dilatasi vena intratestikular (Rajeev
dan Rupin, 2005).

Varikokel lebih sering ditemukan pada sebelah kiri karena beberapa


alasan berikut ini: (a) vena testikular kiri lebih panjang; (b) vena
testikular sinistra memasuki vena renal sinistra pada suatu right angle; (c)
arteri testikular sinistra pada beberapa pria melengkung diatas vena renal
sinistra, dan menekan vena renal sinistra; dan (d) distensi colon descendens
karena feses dapat mengkompresi vena testikular sinistra (Rajeev dan Rupin,
2005).

F. Manifestasi Klinis
Beberapa pasien dengan varikokel dapat mengalami nyeri skrotal
dan pembengkakan, namun yang lebih penting, suatu varikokel
dipertimbangkan menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pria.
Hubungan varikokel dengan fertilitas menjadi kontroversi, namun telah
dilaporkan peningkatan fertilitas dan kualitas
sperma setelah terapi, termasuk terapi oklusif pada varikokel. Varikokel
pada remaja biasanya asimptomatik dan untuk itu diagnosis khususnya
diperoleh saat pemeriksaan fisik rutin. Kadang kadang pasien akan datang
karena adanya massa skrotum atau rasa tak nyaman di skrotum, seperti berat
atau rasa nyeri setelah berdiri sepanjang hari (Werner, 2014).

Varikokel ekstratestikular secara klinis berupa teraba benjolan


asimptomatik, dengan nyeri skrotal atau hanya menyebabkan infertilitas
dengan perjalanan subklinis. Secara klinis varikokel intratestikular kebanyakan
hadir dengan gejala seperti varikokel ekstratestikuler, meskipun sering
varikokel intratestikuler tidak berhubungan dengan varikokel ekstratestikuler
ipsilateral. Manifestasi klinis paling umum pada varikokel intratestikular
adalah nyeri testikular (30%) dan pembengkakan (26%). Nyeri testis
diperkirakan berhubungan dengan peregangan tunika albuginea. Manifestasi
klinis lain yang telah dilaporkan mencakup infertilitas (22%) dan
epididimorchitis (20 %) (Werner, 2014).

G. Diagnosis

Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan


fisik, pemeriksaan radiologi dan analisis semen. Pemeriksaan fisik harus
dilakukan dalam posisi berdiri. Refluks vena dapat dievaluasi dengan
cara manuver valsava. Pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan yaitu
pemeriksaan ultrasonografi, CT scan, MRI dan angiografi. Pemeriksaan
Utrasonografi merupakan pilihan pertama dalam mendeteksi varikokel.
Pemeriksaan ultrasonografi dan terutama Color Doppler menjadi metode
pemeriksaan paling terpecaya dan berguna dalam mendiagnosis
varikokel subklinis. Gambaran varikokel pada ultrasonografi tampak sebagai
stuktur serpiginosa predominan echo free (Struktur tubular anekoik/ lingkaran
cacing yang multiple) dengan ukuran diameter lebih dari 2 mm.

Pada CT scan dapat menunjukkan gambaran vena – vena serpiginosa


berdilatasi menyangat yaitu gambaran struktur yang menyebar dari
mediastinum testis ke parenkim testikular. Pada MRI varikokel tampak sebagai
suatu massa dari dilatasi, serpiginosa pembuluh darah, biasanya berdekatan
dengan caput epididimis. Spermatic canal melebar, dan intrascrotal spermatic
cord atau pleksus pampiniformis prominen. Spermatic cord memiliki
intensitas signal heterogen. Spermatic cord memuat struktur serpiginosa
dengan intensitas signal tinggi. Peranan MRI dalam diagnosis
varikokel belum terbukti karena tidak cukupnya jumlah pasien yang telah
diperiksa dengan MRI. Venografi dapat menunjukkan dilatasi vena
testikular, dapat menunjukkan aliran retrograde bahan kontras ke arah
skrotum (Sharlip, 2001).

Sebagian besar varikokel digambarkan sebagai primer atau


idiopatik dan diperkirakan terjadi karena kelainan perkembangan katup dan /
atau vena. Varikokel primer jauh lebih mungkin pada sebelah kiri,
dimana setidaknya dijumpai 95%. Sebagian kecil terjadi akibat tidak
langsung dari suatu lesi yang mengkompresi atau mengoklusi vena testikular.
Varikokel sekunder akibat dari peningkatan tekanan pada vena spermatik yang
ditimbulkan oleh proses penyakit seperti hidronefrosis, sirosis, atau tumor
abdominal (Sharlip, 2001).

Varikokel klinis didefinisikan sebagai pembesaran pleksus


pampiniformis yang dapat diraba, dimana dapat dibagi menjadi derajat 1, 2, 3
menurut klasifikasi Dubin and Amelar. Varikokel subklinis didefinisikan
sebagai refluks melalui vena spermatika interna, tanpa distensi yang dapat
teraba dari pleksus pampiniformis (Rajeev dan Rupin, 2005).

Dubin and Amelar menemukan suatu sistem penilaian yang berguna


untuk varikokel yang dapat teraba. derajat 1: varikokel dapat diraba hanya pada
waktu manuver valsava; derajat 2: varikokel dapat diraba tanpa manuver
valsava; derajat 3: varikokel tampak pada pemeriksaan sebelum palpasi
(Rajeev dan Rupin, 2005).

Kelainan analisis semen berupa oligozoospermia, asthenozoospermia


dapat disebabkan oleh varikokel. Mac Leod (1965) pertama kali
mengemukakan trias oligospermia, penurunan motilitas sperma, dan
peningkatan persentase sel-sel sperma immatur merupakan karakteristik
semen yang khas pada pria infertil dengan varikokel. Koreksi
varikokel sering menghasilkan peningkatan kualitas semen, beberapa
penelitian menghubungkan ukuran dengan efektivitas tatalaksana
pembedahan varikokel.

H. Diagnosis Banding

Beberapa kelainan yang pada pemeriksaan ultrasonografi


memberikan gambaran mirip dengan gambaran varikokel dan menjadi
diagnosis banding yaitu spermatokel dan ektasia tubular.

Spermatokel merupakan suatu lesi kistik jinak yang berisi


sperma. Spermatokel umunya ditemukan pada kaput epididimis.
Spermatokel banyak ditemukan secara kebetulan pada saat skrining
ultrasonografi pada pasien usia pertengahan sampai usia tua. Ukuran
spermatokel dapat bervariasi dari beberapa millimeter sampai beberapa
sentimeter. Sebagian besar spermatokel tidak menyebabkan gejala, dan
pasien bisa datang dengan teraba massa lunak pada bagian dalam skrotum.
Pada beberapa kasus, dapat juga terdapat rasa tak nyaman karena efek massa.
Etiologi spermatokel masih belum jelas. Sebagian besar penulis mengarahkan
bahwa suatu obstruksi duktus eferen merupakan asal mula dari kelainan ini.

Ektasia tubular juga dikenal sebagai transformasi kistik rete testis


merupakan dilatasi rete testis sebagai suatu akibat obliterasi parsial atau
komplit duktus eferen. Ektasia tubular sering bilateral dan asimetris,
sering berhubungan dengan spermatokel. Rerata usia pada diagnosis ialah
60 tahun dan secara umum pasien berusia lebih dari 45 tahun.

I. Komplikasi

Beberapa komplikasi dari varikokel diantaranya kenaikan temperatur testis,


jumlah sperma rendah dan infertilitas pria. Hambatan aliran darah, suatu
varikokel dapat membuat temperatur lokal terlalu tinggi, mempengaruhi
pembentukan dan motilitas sperma. Terdapat bukti yang baik dimana
lamanya varikokel menyebabkan efek merugikan yang progresif pada testis.

Chehval dan Porcell (1992) melakukan analisis semen pada 13 pria dengan
varikokel dan kemudian mengevaluasi kembali semen pria tersebut 9 sampai
96 bulan kemudian. Hasilnya menunjukkan suatu kemerosotan pada follow up
analisis semen mereka.Potensi komplikasi dari tatalaksana varikokel jarang
terjadi dan komplikasi biasanya ringan. Semua pendekatan pembedahan
varikokel berkaitan dengan suatu resiko kecil seperti infeksi luka, hidrokel,
varikokel berulang dan jarang terjadi yaitu atrofi testis. Potensi komplikasi
dari insisi inguinal karena tatalaksana varikokel mencakup mati rasa
skrotal dan nyeri berkepanjangan.

J. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa pedoman dimana suatu varikokel sebaiknya
dikoreksi karena: 1) pembedahan berpotensi mengubah suatu keadaan
patologis; 2) pembedahan meningkatkan sebagian besar parameter semen; 3)
pembedahan memungkinkan meningkatnya fertilitas; 4) resiko terapi kecil.
Suatu varikokel sebaiknya dikoreksi ketika: 1) Varikokel secara klinis teraba;
2) pasangan dengan infertilitas; 3) istri fertil atau telah dikoreksi
infertilitasnya; 4) paling tidak satu parameter semen abnormal.

Ada 2 pendekatan yang dapat dilakukan dalam perbaikan varikokel: metode


pembedahan dan embolisasi perkutaneus. Pembedahan varikokel dapat
dilaksanaan melalui beberapa cara, termasuk di dalamnya metode pembedahan
terbuka baik melalui retroperitoneal, inguinal maupun subinguinal ataupun
metode laparoskop. Tatalaksana dengan metode embolisasi dilakukan dengan
embolisasi perkutaneus pada vena spermatika interna yang menonjol. Belum
ada penelitian yang menunjukkan terapi yang lebih unggul diantara seluruh
metode yang ada.

Keputusan penatalaksanaan sebaiknya terutama berdasarkan pada apakah


varikokel simptomatik atau berhubungan dengan subfertilitas, dan pilihan yaitu
antara terapi pembedahan dan terapi radiologi. Dimana tersedia seorang ahli
radiologi terlatih, embolisasi perkutaneus harus menjadi penatalaksanaan lini
pertama, dengan pembedahan dilakukan pada sebagian kecil pasien yang gagal
dengan kateterisasi.

Pembedahan

Beberapa metode pembedahan yang dapat dilakukan yaitu: ligasi tinggi


vena spermatika interna secara Palomo melalui operasi terbuka atau bedah
laparoskopi maupun varikokelektomi cara Ivanisevich.

Teknik pembedahan dilakukan dalam anestesi umum. Insisi dibuat


kemudian dicari vena skrotalis interna maupun cabangnya dan diligasi untuk
mengalihkan aliran vena ke pembuluh vena normal lainnya pada area pelvis.
Insisi dapat dilakukan retroperitoneal (ligasi tinggi), inguinal, maupun sub
inguinal. Ligasi laparoskopi tidak sering dilakukan. Seluruh cabang dari vena
spermatika interna harus sepenuhnya terligasi untuk mencegah rekurensi
maupun varikokel yang persisten. Setelah itu dilakukan penutupan kembali
sesuai laposan abdomen (Sharlip et al., 2001).
Terapi embolisasi perkutaneus

Cara ini dilakukan dengan sedasi intra vena dan anestesi lokal. Kateter
angiografi dimasukkan ke dalam sistem vena (bisa melalui vena femoralis
dextra, vena jugularis dextra maupun vena basilika). memasukkan bahan
sklerotik ke dalam vena spermatika interna. Terapi ini dikaitkan dengan rasa
nyeri yang lebih minimal dibandingkan dengan tindak pembedahan terbuka.
Tapi pada metode ini dibutuhkan ketersediaan dokter dengan pengalaman
dalam tekhnik akses radiologi intervensi. Karena dalam beberapa kasus
kurangnya pengalaman dan pengetahuan menyulitkan dalam penemuan vena
spermatika interna (Smith dan White, 2012).
BAB. III

KESIMPULAN

Varikokel merupakan suatu kelainan dilatasi dan


tortuous dari vena pada pleksus pampiniformis. Varikokel dipertimbangkan
menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pria. Varikokel ekstratestikular
merupakan kelainan yang umum terjadi, sebaliknya varikokel intratestikular
merupakan kelainan yang jarang.

Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan klinis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi dan
analisis semen. Ultrasonografi dan terutama sekali Color Doppler tampil
menjadi metode paling terpercaya dan praktis untuk mendiagnosis varikokel.
Diagnosis varikokel secara tepat dan cepat sangat penting, dimana pada sebagian
besar kasus dengan diagnosis dan tatalaksana yang tepat dapat menghasilkan
peningkatan kualitas semen.

Gambaran ultrasonografi varikokel terdiri dari struktur tubular,


anekhoik (‘lingkaran cacing’), multipel, ukuran diameter lebih dari 2
mm yang biasanya paling baik tampak pada superior dan / lateral testis,
manuver valsava positif. Gambaran sonografi varikokel intratestikuler yaitu
struktur yang menyebar dari mediastinum testis ke parenkhim testikuler.
Bila dilakukan pemeriksaan MRI akan tampak gambaran massa dari dilatasi,
serpiginosa pembuluh darah yang biasanya berdekatan dengan caput epididimis.
Namun peran MRI untuk diagnosis belum dapat dibuktikan karena masih belum
cukupnya jumlah pasien yang terdiagnosis dengan MRI.

Terdapat beberapa pedoman dimana suatu varikokel sebaiknya


dikoreksi karena: 1) pembedahan berpotensi mengubah suatu keadaan
patologis; 2) pembedahan meningkatkan sebagian besar parameter semen; 3)
pembedahan memungkinkan meningkatnya fertilitas; 4) resiko terapi kecil.
Suatu varikokel sebaiknya dikoreksi ketika: 1) Varikokel secara klinis teraba; 2)
pasangan dengan infertilitas; 3) istri fertil atau telah dikoreksi infertilitasnya; 4)
paling tidak satu parameter semen abnormal. Ada 2 pendekatan yang dapat
dilakukan dalam perbaikan varikokel: metode pembedahan dan embolisasi
perkutaneus.
DAFTAR PUSTAKA

Martini, Frederick H. 2004. Fundamentals of Anatomy & Phsyology. 6th edition.


San Fransisco: Pearson Education, Inc.

Purnomo, B. B. 2000. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : CV Sagung Seto.

Rajeev, K., Rupin, S. Varicocele and Male Infertility: current status. The Journal
of Obstetrics and Gynecology of India. 2005. Vol. 55: 505-516.

Sharlip, I. D., et al. 2001. Infertility: Report on Varicocele and Infertility.


American Urology Association.

Smith, S. J. Dan White Jr., R. I. 2012. Nonsurgical Treatment of Varicocele.


Interventional Radiology, Adventist La Grange Memorial Hospital.

Werner, M. A. 2014. Varicoceles. Private Practice Limited to Male Infertility and


Sexual Dysfunction.

Anda mungkin juga menyukai