Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah suatu kondisi dimana terjadi diskontinuitas tulang. Fraktur dapat terjadi akibat
cedera, stress berulang, kelemahan abnormal dari tulang (fraktur patologis). Fraktur sendiri dibagi
menjadi dua yaitu fraktur tertutup (simple fracture) dan fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur
tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit dan fraktur terbuka adalah
fraktur yang fragmen tulangnya menembus kulit sehingga berhubungan dengan dunia luar.1

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses regeneratif yang kompleks sebagai hasil dari
berbagai kejadian ontology dari perkembangan skeletal embrionik. Umumnya penyembuhan fraktur
mengembalikan kerusakan pada tulang ke komposisi, struktur, dan fungsi biomekanik sel sebelum
cedera, sekitar 10% fraktur tidak membaik secara normal.2 proses penyembuhan fraktur terbagi
menjadi dua yaitu peyembuhan primer (langsung) dan peyembuhan sekunder (tidak langsung).3
banyak hal yang dapat mempercepat penyembuhan maupun memperlambat penyembuhan pada fratur.
Bab II

PEMBAHASAN

Anatomi Tulang

Tulang, seperti jaringan ikat lainnya, terdiri atas sel, serat, dan substansi dasar, namun
berbeda dari yang lain, komponen ekstraselnya mengapur menjadi substansi keras yang cocok untuk
fungsi penyokong dan pelindung kerangka.4 tulang keras merupakan kumpulan sel-sel tulang
(osteosit). Sel-sel tulang mengeluarkan matriks yang mengandung zat kapur dan fosfor sehingga
tulang menjadi keras dan tidak lentur.

Tulang keras dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan bentuknya yaitu tulang panjang,
tulang pendek, tulang pipih dan tulang dengan bentuk tidak beraturan. Matriks tulang yang rapat dan
padat akan membentuk tulang kompak (tulang keras), misalnya tulang pipa. Matriks tulang yang tidak
padat dan berongga-rongga akan membentuk tulang kosong (tulang spons), misalnya tulang pipih dan
tulang pendek.

Tulang panjang, terdapat pada lengan dan kaki. Tulang panjang bekerja seperti tuas dan bisa
digunakan untuk menggerakan tubuh. Tulang pendek, yang berbentuk seperti kotak. Terletak pada
pergelangan tangan dan kaki dan memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan tulang panjang.
Memungkinkan gerakan-gerakan terbatas. Tulang pipih, berbentuk datar pada tengkorak. Berguna
untuk memberikan wadah perlindungan bagi otak. Tulang belikat merupakan contoh lain dari tulang
pipih.5

Tulang dengan bentuk tidak beraturan, adalah tulang tertentu yang memiliki bentuk khas
untuk membantunya menopang bagian-bagian tubuh tertentu. Contohnya tulang belakang, yang
tersususn berangkai melingkari seluruh urat saraf tulang belakang. Tulang dengan bentuk tidak
beraturan juga terdapat di panggul, pinggul, dan wajah.5

Struktur Mikroskopik Tulang

Tulang sebagian besar terdiri atas matriks tulang, substansi interstisial bermineral, yang
didepositkan dalam lapisan atau lamel. Tersebar agak merata dalam substansi interstitial tulang adalah
berongga lentikuler yang disebut lakuna, masing-masing ditempati sebuah sel tulang, atau osteosit.
Dari lakuna memancar keluar ke segala arah kanalikuli.4 saluran havers adalah saluran memanjang di
pusat osteon. Saluran ini mengandung satu atau dua pembuluh darah kecil terbungkus jaringan ikat.
Sebagian besar pembuluh itu adalah kapiler dan venul pasca-kapiler, namun kadang-kadang
ditemukan arteriol. Saluran havers saling berhubungan dengan permukaan bebas dan rongga sumsum
melalui saluran serong atau melintang yang disebut saluran volkman.4 secara mikroskopik tulang
tersusun atas matriks tulang dan sel-sel tulang yaitu osteosit, osteoblas, osteoklas.

Matriks Tulang

Substansi instertisial tulang terdiri atas dua komponen utama, komponen organik 40% dan
anorganik 60% dari serat keringnya.4,6 matriks organik terdiri atas serat-serat kolagen tipe I,
proteoglikans, protein matriks yang terdiri dari osteokalsin yang dihambat oleh parathyroid hormone
dan di stimulasi oleh 1,25-dihydroxyvitamin D.6 bahan anorganik tulang terdiri atas kalsium
hydroxyapatite dan osteokalsium phosphate (brushite).4,6

Osteoblas

Osteoblast adalah sel pembentuk tulang yang merupakan turunan dari sel mesenkim yang
belum terdiferensiasi. Sel ini memiliki banyak reticulum endoplasma, apparatus golgi, dan
mitokondria dibandingkan sel lain (untuk sintesis dan sekresi matriks). Selama deposisi aktif dari
matriks baru, mereka tersusun sebagai lapis epiteloid sel-sel kuboid atau kolumnar pada permukaan
tulang. Intinya biasanya terletak pada ujung sel paling jauh dari permukaan tulang. Meskipun
osteoblast terpolarisasi terhadap tulang dibawahnya, pembebasan produknya agaknya tidak terbatas
pada kutub basal karena ada sel diantaranya yang berangsur-angsur diselubungi oleh sekretnya sendiri
dan ditransformasi menjadi osteosit, terkurung dalam matriks tulang yang baru dibentuk.5 diferensiasi
osteoblast dipengaruhi oleh interleukins, platelet-derived growth factor (PDGF) dan insulin-derived
growth factor (IDGF). Osteoblast berespon pada parathyroid hormone (PTH), menghasilkan alkalin
phosphatase, kolagen tipe I, dan osteocalsin (distimulasi oleh 1,23 – dihyrdoxyvitamin D). Osteoblast
juga memiliki interaksi reseptor-efektor untuk parathyroid hormone (PTH), 1,25-dihydroxyvitamin D,
glukokortikoid, prostaglandin, dan estrogen.

Osteosit

Osteosit adalah sel pembentuk utama tulang dewasa (90%), berfungsi untuk memelihara
tulang6. Badan selnya gepeng, sesuai bentuk lentikuler rongga yang ditempati, namun terdapat banyak
cabang langsung yang terjulur untuk jarak tertentu ke dalam kanalikuli yang memancar dari lakuna ke
dalam matriks sekitar. Ciri-ciri inti dan sitoplasma osteosit seperti tampak dengan mikroskop cahaya,
mirip dengan yang dari osteoblas, kecuali kompleks golginya yang kurang mencolok dan afinitas
sitoplasma sekitarnya kurang terhadap pewarna basa5. Osteosit mempunyai peran penting dalam
mengontrol konsentrasi kalsium ekstraseluler dan fosfor yang distimulasi langsung oleh calcitonin dan
dihambat oleh parathyroid hormone6.

Osteoklas

Osteoklas berfungsi mereabsorbsi tulang. Sel osteoklas memiliki banyak nukleus, berbentuk
sel besar yang irreguler yang berasal dari jaringan hematopoetic6. Seumur hidup, tulang tetap
mengalami remodeling intern dan pembaruan yang mencakup menghilangkan matriks tulang pada
banyak tempat, diikuti penggantiannya berupa deposisi tulang baru. Dalam proses ini agen resorbsi
tulang adalah osteoklas, sel-sel besar sampai berdiameter 150 mm dan mengandung sampai 50 inti.
Sel-sel ini menempati lekukan yang disebut lakuna howship, terjadi akibat kerja erosif osteoklas pada
tulang dibawahnya4. Osteoklas memiliki reseptor spesifik terhadap calsitonin yang membuatnya
mampu untuk meregulasi resorbsi tulang secara langsung.

Struktur Makroskopis

Dengan mata telanjang atau dengan lup, masing-masing tulang itu sendiri dapat dibedakan
menjadi dua bentuk, tulang kompak dan tulang spons. Yang terakhir terdiri atas kisi-kisi tiga dimensi
trabekel tulang atau spikul, membatasi sistem celah-celah mirip labirin yang diisi sumsum tulang.
Tulang kompak, seperti namanya menunjukan, tampak sebagai masa utuh padat dengan ruang-ruang
kecil yang hanya tampak dengan mikroskop. Kedua bentuk tulang saling berhubungan tanpa batas
jelas.4
Fraktur

Fraktur adalah suatu kondisi dimana terjadi diskontinuitas tulang. Fraktur dapat terjadi akibat
cedera, stress tulang, kelemahan abnormal dari tulang (fraktur patologis). Fraktur dibagi menjadi
fraktur tertutup (simple fracture) yaitu fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit dan
fraktur terbuka (compound fracture) yaitu fraktur yang fragmen tulangnya menembus kulit sehingga
berhubungan dengan dunia luar.1

Proses Penyembuhan Fraktur


Terdapat kepercayaan bahwa, agar menyatu, fraktur harus diimobilisasi. Bukan demikian
halnya dengan beberapa kekecualian, fraktur akan menyatu baik dengan di bidai ataupun tidak. Tidak
benar bila dianggap bahwa penyatuan akan terjadi jika suatu fraktur dibiarkan tetap bergerak bebas.
Kedua ujung tulang harus diistirahatkan dibandingkan yang lain. Secara alami penyatuan fraktur dapat
terjadi dengan kalus. Kalus terbentuk karena bereaksi terhadap gerakan, bukan terhadap pembidaian.

Sebagian fraktur di bidai, tidak untuk memastikan penyatuan, tetapi tujuannya adalah: (1)
untuk meringankan nyeri, (2) untuk memastikan bahwa penyatuan terjadi pada posisi yang baik dan
(3) untuk memungkinkan gerakan lebih awal dan mengembalikan fungsi.

Proses perbaikan fraktur beragam sesuai dengan jenis tulang yang terkena dan jumlah gerakan
di tempat fraktur. Pada penyembuhan fraktur terdapat 2 macam yaitu penyembuhan fraktur primer
(langsung/direct) dan penyembuhan fraktur sekunder (tidak langsung/indirect).3

Penyembuhan Fraktur Primer

Penyembuhan fraktur primer atau penyembuhan fraktur secara langsung, tidak sering terjadi
pada proses alami. Hal ini dikarenakan perlunya reduksi ujung fraktur yang tepat, tanpa adanya gap
formation dan fiksasi yang stabil. Biasanya penyembuhan tipe ini bisa tercapai setelah operasi Open
Reduction and Internal Fixation. Jika hal ini tercapai, maka penyembuhan tulang secara langsung
dapat terjadi dengan remodeling tulang lamellar, kanal Haversian dan pembuluh darah.

a. Contact healing
Penyembuhan fraktur primer dapat terjadi dengan penyembuhan lewat kontak atau
penyembuhan dengan celah (gap). Penyembuhan tulang secara langsung hanya dapat tercapai bila
secara anatomi fragmen fraktur kembali dan fiksasi yang cukup diberikan untuk mengurangi regangan
antara fragmen tersebut. Kedua korteks tulang harus menyatu untuk melanjutkan prosen
penyembuhan tersebut. Jika gap antara ujung tulang kurang dari 0,01 mm dan regangan antara
fragmen kurang dari 2%, maka fraktur tersebut akan menyatu yang disebut contact healing3. Kedua
ujung kerucut yang terpotong tersebut terdiri dari osteoklas yang melintas garis fraktur, menghasilkan
rongga yang memanjang dengan kecepatan 50-100 um/hari. Rongga ini kemudian akan terisi oleh
tulang yang dihasilkan oleh osteoblast yang berada di belakang ujung kerucut. Hal ini menghasilkan
penyatuan tulang secara terus menerus dan pemulihan sistem haversian. Pemulihan sistem haversian
membuat pembuluh darah dapat membawa precursor osteoblast. Terbentuknya jembatan tulang ini
kemudian di matangkan dengan proses remodeling secara langsung pada tulang pipih yang
menghasilkan penyembuhan tulang tanpa terbentuknya kalus periosteal3.

b. Gap healing
Gap healing berbeda dari contact healing dalam penyatuan tulang dan remodeling Haversian
tidak terjadi secara bersamaan. Hal ini terjadi jika kondisi stabil dan reduksi anatomi tercapai,
meskipun kesenjangan harus kurang dari 800µm sampai 1 mm. Dalam proses ini bagian fraktur
terutama diisi oleh tulang lamelar tegak lurus terhadap sumbu panjang, memerlukan rekonstruksi
osteonal sekunder tidak seperti proses contact healing. Struktur tulang primer kemudian secara
bertahap digantikan oleh revascularisasi osteon memanjang membawa sel osteoprogenitor yang
berdiferensiasi menjadi osteoblas dan menghasilkan tulang lamelar pada setiap permukaan gap.
Tulang pipih ini, bagaimanapun, terletak tegak lurus terhadap sumbu panjang dan secara mekanik
lemah. Proses awal ini berlangsung sekitar 3 dan 8 minggu, setelah renovasi sekunder menyerupai
kontak penyembuhan kaskade dengan cutting cone berlangsung. Meskipun tidak segencar renovasi
endokhondral, fase ini diperlukan untuk sepenuhnya mengembalikan sifat anatomi dan biomekanik
tulang.3

Penyembuhan Fraktur Sekunder

Penyembuhan fraktur sekunder (tidak langsung/indirect) merupakan bentuk yang sering


terjadi dalam penyembuhan fraktur, dan melibatkan penyembuhan tulang endokondral dan
intramembran. Penyembuhan ini tidak memerlukan reduksi anatomi ataupun kondisi yang stabil tapi
memerlukan pergerakan kecil dan pemberian beban. Pemberian beban ataupun tidak menyatu sama
sekali. Penyembuhan ini dapat terjadi pada pengobatan fraktur non-operatif dan pengobatan operatif
pada bagian yang fraktur seperti intermedullary nailing, external fixation, atau internal fixation dari
fraktur kominutif komplikata.

Proses penyembuhan ini terdiri dari beberapa tahap yaitu:

a. Kerusakan Jaringan dan Pembentukan Hematoma


Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada
permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah, akan mati sepanjang satu atau dua
millimeter.1

b. Radang dan Proliferasi Seluler


Dalam 8 jam setelah fraktur, terjadi reaksi radang akut disertai proliferasi sel di bawah
periosteum dan di dalam saluran medularry yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan
sel, yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan
kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah itu.1

c. Pembentukan Kalus
Sel yang berkembangbiak memiliki potensi krondrogenik dan osteogenik: bila diberikan
keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan, juga kartilago.
Populasi sel sekarang juga mencakup osteoklas (mungkin dihasilkan dari pembuluh darah baru) yang
mulai membersihkan tulang yang mati. Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan endosteal. Sementara
tulang fibrosa yang imatur (atau anyaman tulang) menjadi lebih padat, gerakan pada tempat faktur
semakin berkurang dan pada empat minggu setelah cedera fraktur menyatu.1

d. Konsolidasi
Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi tulang.
Sistem itu sekarang cukup kaku untuk memungkinkan osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada
garis fraktur, dan dekat di belakangnya osteoblas mengisi celah-celah yang tersisa di antara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum
tulang cukup kuat untuk membawa beban yang normal.1

e. Remodeling
Proses remodeling terjadi dengan proses resorpsi dan pembentukan tulang yang terus-
menerus. Lamela yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya tinggi: dinding-dinding
yang tak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk. Akhirnya, dan terutama pada anak-anak,
tulang akan memperoleh bentuk yang mirip bentuk normalnya.1

Gambar 1. Lima Tahap Penyembuhan Fraktur1

Penelitian klinik dan percobaan (1978) telah membuktikan bahwa kalus itu merupakan reaksi
terhadap gerakan di tempat fraktur. Kalus berfungsi menstabilkan fragmen secepat mungkin – suaru
prasyarat yang diperlukan untuk proses pembentukan jembatan tulang. Kalau tempat fraktur benar-
benar tak dapat bergerak – contohnya fraktur yang terimpaksi pada tulang berespon, atau fraktur yang
diimobilisasi secara kaku dengan plat logam, kalus tak diperlukan. Sebaliknya, pembetukan tulang
baru osteoblastik terjadi secara langsung di antara fragmen-fragmen. Celah-celah di antara permukaan
fraktur diserbu oleh kapiler yang baru dan sel osteoprogenitor yang tumbuh dari tepinya dan tulang
yang baru diletakkan pada permukaan yang terbuka (penyembuhan celah). Bila celah sangat sempit
(kurang dari 200 mikrometer), osteogenesis menghasilkan tulang. Celahnya diisi dulu oleh anyaman
tulang yang kemudian dibentuk ulang menjadi tulang. Setelah 34 minggu fraktur cukup keras untuk
dilakukan penetrasi dan pembuatan jembatan pada daerah itu oleh unit pembentuk tulang misalnya
kerucut pemotong osteoklastik diikuti osteoblast. Bila permukaan fraktur yang terbuka bersentuhan
erat dan dipertahankan kaku sejak permulaan, penjembatanan internal kadang-kadang dapat terjadi
tanpa tahap perantara (penyembuhan kontak).1

Penyembuhan dengan kalus, meskipun tidak begitu langsung mempunyai keuntungan yang
berbeda: cara ini menjamin kekuatan mekanik sementara ujung-ujung tulang menyembuh. Dengan
meningkatnya tekanan, kalus tumbuh semakin kuat (contoh dari mpla Wolff). Di lain pihak, bila
digunakan fiksasi logam yang kaku, tiadanya kalus berarti bahwa dalam suatu periode yang lama
tulang tergantung sama sekali logam untuk penyatuannya. Selain itu, mengalihkan tekanan menjauh
dari tulang itu, yang dapat mengalami osteoporosis dan tidak pulih sepenuhnya sebelum logam
dilepas. Implan yang difleksibel sekarang sedang dicoba dengan harapan dapat mengatasi kelemahan
ini.1
Gambar 2. Perbaikan Fraktur1

Perkiraan penyembuhan tulang memungkinkan dengan menggunakan Perkin’s timetable yang


sederhana. Pada fraktur spiral untuk ektremitas atas menyatu dalam 3 minggu, untuk terjadinya
konsolidasi dikalikan dua, untuk ekstremitas bawah dikalikan dengan dua lagi, untuk fraktur
transverse dikalikan dua lagi. Pada fraktur spiral di ekstremitas atas membutuhkan 6-8 minggu untuk
terjadi konsolidasi, untuk ekstremitas bawah membutuhkan dua kali lebih lama. Ditambah 25% jika
fraktur tersebut bukan spiral atau jika fraktur tersebut di femur. Namun hal ini merupakan panduan
secara garis besar, tetap diperlukan pemeriksaan klinis dan radiologi untuk melihat konsolidasi
sebelum mengijinkan pasien untuk mengangkat beban.

Komplikasi Fraktur

Komplikasi dini

a. Cedera viseral
Fraktur pada badan sering disertai komplikasi cedera pada visera yang dibawahnya, yang
paling penting adalah penetrasi pada paru-paru dengan pneumotoraks yang membahayakan jiwa
setelah fraktur tulang rusuk dan ruptur kandung kemih atau uretra pada fraktur pelvis cedera ini
membutuhkan terapi darurat, sebelum fraktur ditangani.1

b. Cedera pembuluh darah


Fraktur yang paling sering disertai kerusakan pada arteri utama adalah fraktur di sekitar lutut
dan siku, dan fraktur batang humerus dan femur. Arteri dapat terputus, robek, tertekan atau
mengalami kontusi, akibat cedera awal atau sesudahnya akibat fragmen tulang yang lancip. Meskipun
penampilan luarnya normal, intima dapat terlepas dan pembuluh tersumbat oleh trombus, atau segmen
arteri mungkin mengalami spasme. Efek-efeknya bervariasi mulai dari pengurangan aliran darah
sementara sampai iskemia yang jelas, kematian jaringan dan gangren perifer.1

Gambaran klinik: Pasien mungkin mengeluh parestesia atau baal pada jari kaki atau jari
tangan. Tungkai yang mengalami cedera dingin dan pucat, atau sedikit sianotik, dan denyutnya lemah
atau tak ada. Sinar-X mungkin akan memperlihatkan satu dari fraktur berisiko tinggi yang tercantum
di atas. Bila dicurigai terjadi cedera pembuluh darah, angiografi harus segera dilakukan. Bila positif,
terapi darurat harus dimulai tanpa ditunda lagi.
Gambar 3. Cedera Pembuluh Darah1

Terapi: semua perban dan bidai harus dilepas. Fraktur diperiksa dengan sinar-X lagi dan, bila
posisi tulang menunjukan bahwa arteri tertekan atau berkelok-kelok, diperlukan reduksi segera.
Kemudian sirkulasi berkali-kali diperiksa ulang selama setengah jam berikutnya. Bila tidak ada
perbaikan, pembuluh harus dieksplorasi dengan operasi – sebaiknya dengan memanfaatkan angiografi
preoperatif atau saat operasi. Pembuluh yang sobek dapat dijahit atau segmen dapat diganti dengan
cangkokan vena, jika pembuluh itu mengalami trombosis, endarterektomi dapat memulihkan aliran
darah. Bila dapat dilakukan, fraktur harus difiksasi internal.1

c. Cedera saraf
Keadaan ini terutama sering ditemukan pada fraktur humerus atau cedera di sekitar siku atau
lutut. Tanda-tanda yang memberi petunjuk harus dicari selama pemeriksaan awal. Pada cedera
tertutup – saraf jarang terputus, dan penyembuhan spontan harus ditunggu. Jika belum terjadi
penyembuhan dalam waktu yang diharapkan, saraf harus dieksplorasi. Kadang-kadang saraf terjenak
di antara fragmen-fragmen dan kadang-kadang ditemukan terpisah. Pada fraktur terbuka, suatu lesi
lengkap (neurotmesis) kemungkinan besar terjadi. Saraf dieksplorasi selama debridemen luka dan
diperbaiki. Atau sebagai prosedur sekunder 3 minggu kemudian.1

Kompresi saraf akut kadang-kadang terjadi pada fraktur atau dislokasi di sekitar pegelangan
tangan. Keluhan baal atau parestesia dalam distribusi sarafulnaris atau medianus harus ditanggapi
secara serius dan saraf dengan segera dieksplorasi dan dilakukan dekompresi.1

d. Hemartrosis
Fraktur yang melibatkan sendi dapat menyebabkan hemartrosis akut. Sendi bengkak dan
tegang dan pasien terhalang setiap kali mencoba menggerakannya. Darah harus diaspirasi sebelum
menangangi fraktur.1

e. Infeksi
Fraktur terbuka dapat terinfeksi. Fraktur tertutup hampir tidak pernah terinfeksi kecuali bila
dibuka dengan operasi. Infeksi luka pasca trauma sekarang paling sering menyebabkan osteoitis
kronis. Keadaan ini tidak mencegah penyatuan fraktur, tetapi penyatuan akan berjalan lambat dan
kesempatan mengalami fraktur ulang meningkat.1
Gambaran klinik: Terdapat riwayat fraktur terbuka atau operasi pada fraktur tertutup. Luka itu
akan meradang dan mulai mengeluarkan cairan seropurulen. Permeriksaan contoh cairan ini dapat
menghasilkan stafilokokus atau kuman campuran. Sekalipun pemeriksaan bakteriologi negatif, bila
tanda-tanda klinik pasien mendukung, pasien harus tetap diobservasi terus-menerus dan terapi
antibiotika intravena diberikan.

Gambar 4. Infeksi Pasca Penatalaksanaan Fraktur

Terapi: Semua fraktur terbuka harus dianggap berpotensi terkena infeksi dan diterapi dengan
pemberian antibiotika dan secara cermat semua jaringan yang mati dieksisi. Pada infeksi akut,
jaringan di sekitar fraktur harus dibuka dan di drainase. Pilihan antibiotika tergantung pada kepekaan
bakteri.1

Bila disertai osteitis kronis, sinus yang mengeluarkan sekret harus dibalut setiap hari dan
fraktur diimobilisasi agar terjadi penyatuan. Fiksasi luar berguna dalam kasus semacam itu, tetapi
kalau paku intramedula sudah terlanjut dimasukkan, ini tidak boleh dilepas. Hal yang lebih buruk
daripada fraktur yang terinfeksi adalah fraktur yang terinfeksi serta tak stabil.1

f. Gas Gangren
Keadaan yang mengerikan ini ditimbulkan oleh infeksi klostridium (terutama C. welchii).
Organisme anaerob ini dapat hidup dan berkembang biak hanya dalam jaringan dengan tekanan
oksigen yang rendah, karena itu tempat utama infeksinya adalah luka yang kotor dengan otot mati
yang telah ditutup tanpa debridemen yang memadai. Toksin yang dihasilkan oleh organisme ini
menghancurkan dinding sel dan dengan cepat mengakibatkan nekrosis jaringan, sehingga
memudahkan penyebaran penyakit itu.1

Gambaran klinik: timbul dalam 24 jam setelah cedera. Pasien mengeluh nyeri hebat dan
terdapat pembengkakan di sekitar luka dan sekret yang kecoklatan dapat ditemukan. Pembentukan gas
biasanya tidak sangat nyata. Terdapat sedikit atau tidak ada demam tetapi denyut nadi meningkat dan
bau yang khas menjadi jelas. Dengan cepat pasien mengalami toksemia dan dapat terjadi koma dan
kematian.

Gas gangren, yang tidandai dengan mionekrosis, perlu dibedakan dari selulitis anaerob, di
mana banyak pembentukan gas yang dangkal tetapi toksemia biasanya ringan. Kegagalan dalam
mengenali perbedaan itu dapat mengakibatkan amputasi yang tak perlu untuk selulitis yang tak
mematikan.1

Gambar 5. Gas Gangren

Pencegahan: Luka yang menembus dalam-dalam pada jaringan otot adalah berbahaya. Luka
itu harus dieksplorasi, semua jaringan yang mati harus dieksisi dan bila terdapat sedikit keraguan
mengenai kelangsungan hidup jaringan, luka harus dibiarkan terbuka. Sampai saat ini, belum ada
antitoksin yang efektif terhadap C welchii.1

Terapi: Diagnosis dini adalah kunci terapi untuk menyelamatkan jiwa. Upaya umum,
misalnya penggantian cairan dan pemberian antibiotika intravena, dimulai segera. Oksigen hiperbarik
telah digunakan sebagai cara untuk membatasi penyebaran gangren. Tetapi, cara utama terapi adalah
dekompresi luka dengan segera dan pembuangan semua jaringan yang mati. Pada kasus yang parah,
amputasi mungkin diperlukan.1

g. Lepuh fraktur
Keadaan ini akibat naiknya lapisan dangkal kulit karena edema, dan kadang-kadang dapat
dicegah dengan pembalutan yang erat. Lepuh harus ditutupi dengan suatu pembalut steril yang
kering.1

f. Borok akibat gips


Borok akibat gips terjadi bila kulit menekan langsung pada tulang. Keadaan ini harus dicegah
dengan memberikan bantalan pada tonjolan-tonjolan tulang dan dengan mengatur bentuk gips yang
basah sehingga tekanan didistribusikan ke jaringan lunak di sekitar tonjolan-tonjolan tulang. Bila
borok akibat gips timbul, pasien merasakan nyeri membakar lokal. Gips harus segera dipotong untuk
membuat jendela. Bila tidak, nyeri peringatan akan mereda dengan cepat dan tanpa diketahui mulai
timbul nekrosis kulit.1

Komplikasi Jangka Panjang

a. Penyatuan terlambat (delayed union)


Penyebab

1. Pasokan darah tidak cukup


Bila terjadi fraktur pada tulang yang tak memiliki serabut otot, terdapat risiko penyatuan lambat.
Tulang yang mudah terserang antara lain adalah tulang yang cenderung terkena nekrosis avaskular,
dan juga tibia bagian bawah (terutama fraktur ganda).1
2. Infeksi
Fraktur terbuka lambat untuk menyatu, mungkin karena tidak banyak hematoma di sekitar fraktur
tempat kalus penyelubung terbentuk. Infeksi dapat menunda penyatuan lebih jauh.1

3. Pembidaian yang tidak benar


Pembidaian yang tidak mencukupi, karena itu gips standar di bawah lutut tidak cukup menahan
fraktur batang tibia. Traksi yang terlalu banyak, yang menarik tulang hingga terpisah juga dapat
menyebabkan hal ini.1

4. Tulang disampingnya utuh


Jika satu tulang pada lengan bawah atau kaki tidak patah,ujung-ujung fraktur pada tulang lainnya
dapat tetap terpisah, dan kemudian terjadi penundaan.1

Gambaran klinik: Tempat fraktur biasanya nyeri. Tulang dapat tampak bergerak dalam satu
potong. Tetapi, kalau ditekan, nyeri segera terasa dan tulang dapat mengalami angulasi. Fraktur tidak
berkonsolidasi. Sinar-X. fraktur tetap kelihatan dan terdapat pembentukan kalus atau reaksi periosteal
yang sangat sedikit. Tetapi, ujung-ujung tulang itu tidak mengalami sklerosis.1

Terapi: Konservatif. Penyatuan yang terlambat merupakan isyarat agar terapi fraktur
dilanjutkan, dan agar dilanjutkan secara efisien hingga konsolidasi lengkap. Jika gips digunakan, gips
harus cukup mencegah gerakan di tempat fraktur. Jika traksi digunakan, traksi tidak boleh berlebihan,
kadang-kadang lebih baik diganti dengan pembebatan gips dan penahanan beban.1

Bracing fungsional adalah metode yang sangat baik untuk membantu penyatuan tulang.
Pendekatan yang lain, meskipun masih agak kontroversial, adalah penerapan medan elektromagnetik
berdenyut.1

Pembedahan. Jika fraktur tibia dipertahankan terpisah oleh fibula yang tidak mengalami
fraktur atau yang telah menyatu dengan cepat, akan bermanfaat bila dilakukan eksisi fibula 2,5 cm
dan memasang gips lagi.1

Bila penyatuan terlambat selama lebih dari 6 bulan dan tidak ada tanda-tanda pembentukan
kalus, fiksasi internal dan pencangkokan tulang.1

b. Non-union
Penyebab

Bila keterlambatan penyatuan tidak diketahui, meskipun fraktur telah diterapi dengan
memadai, cenderung terjadi non-union. Penyebab lain ialah adanya celah yang terlalu lebar dan
interposisi jaringan.1

1. Celah terlalu lebar.


Jika permukaan fraktur terpisah terlalu jauh, penyatuan sangat lama atau mungkin tak pernah
terjadi. Celah dapat diakibatkan oleh fraktur tembakan yang menghancurkan banyak bagian tulang,
akibat bagian tulang yang lepas dalam kecelakaan yang menyebabkan fraktur, reaksi otot di mana otot
pasien sendiri menarik kedua fragmen hingga terpisah (fraktur patella), atau akibat terapi dengan
traksi yang berlebihan.1
2. Interposisi
Non-union dapat terjadi bila salah satu dari jaringan berikut ini berada di antara ujung-ujung
tulang: periosteum (misalnya selapis periosteum pada fraktur mata kaki), otot (misalnya fraktur femur
dapat menembus otot kuadriseps), kartilago (misalnya fraktur kondilus lateral humerus dapat
demikian terputar sehingga permukaan sendi kartilaginosa menghadap batangnya).1

Gambaran klinik: Gerakan dapat ditemukan di tempat fraktur, dan gerakan ini (kecuali kalau
berlebihan) tidak nyeri; gerakan yang tidak nyeri itu bersifat diagnostik untuk non-union yang
membedakannya dari penyatuan yang terlambat. Sinar-X. Fraktur dapat terlihat dan tulang pada tiap
sisinya mungkin mengalami sklerosis. Dapat dibedakan dua macam non-union: (1) bersifat hipertrofik
dengan ujung-ujung tulang yang membesar, menunjukkan aktivitas osteogenik (seolah-olah akan
membentuk kalus penghubung), dan (2) bersifat atrofik, tidak ada perkapuran di sekitar ujung tulang.1

Terapi: Konsevatif. Non-union kadang-kadang tanpa gejala, tidak perlu terapi atau, paling-
paling, bebat yang dapat dilepas. Sekalipun terdapat gejala, pembedahan bukanlah satu-satunya
jawaban. Pada non-union hipertrofik, bracing fungsional kemungkinan cukup untuk menginduksi
penyatuan, tetapi sering memerlukan terapi yang lama. Rangsangan listrik membantu osteogenesis
dan kadang-kadang juga berhasil. Arus induksi dapat diterapkan melalui cetakan gips, atau dapat
dilakukan implantasi elektroda.1

Pembedahan. Pada non-union hipertrofik dan bila tak ada deformitas, fiksasi yang sangat
kaku saja (internal atau eksternal) dapat menghasilkan penyatuan. Pada non-union atrofik, fiksasi saja
tidak cukup dan cangkokan tulang harus ditambahkan, adalah bijaksana untuk mengeksisi setiap
jaringan yang berserat yang berada di antara ujung-ujung tulang an setiap deformitas juga perlu
dikoreksi.1

Gambar 6. Non-union

c. Malunion
Bila fragmen menyambung pada posisi yang tak memuaskan (angulasi, rotasi atau
pemendekan yang tak dapat diterima) fraktur itu dikatakan mengalami mal-union. Penyebabnya
adalah tidak tereduksinya fraktur secara cukup, kegagalan mempertahankan reduksi ketika terjadi
penyembuhan, atau kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau kominutif1
Gambaran klinik: Deformitas biasanya jelas, tetapi kadang-kadang tingkat malunion yang
sebenarnya hanya tampak pada sinar-X. Deformitas rotasional pada femur, tibia, humerus atau lengan
bawah dapat terlewatkan kecuali kalau tungkai itu dibandingkan dengan anggota di sebelahnya.
Deformitas rotasional pada fraktur metakarpal dideteksi dengan meminta pasien meratakan jemarinya
ke telapak tangan dan melihat apakah penampilan normal yang berbentuk kipas dapat terlihat. Sinar-X
diperlukan untuk memeriksa posisi fraktur ketika sedang terjadi penyatuan. Ini terutama diperlukan
selama 3 minggu pertama ketika keadaan dapat berubah tanpa tanda-tanda sebelumnya. Pada tahap ini
kadang-kadang sulit untuk menentukan apakah ini merupakan malunion. Norma-norma yang dapat
diterima berbeda antara satu dengan yang lainnya dan ini dibahas dalam masing-masing fraktur.1

Terapi: Malunion insipien mungkin memerlukan terapi bahkan sebelum fraktur benar-benar
menyatu; keputusan untuk melakukan remanipulasi atau koreksi itu mungkin sangat sukar.1

Gambar 7. Malunion – Fiksasi Internal

d. Nekrosis avaskular
Daerah tertentu dikenal memiliki kencederungan untuk mengalami iskemia dan nekrosis
tulang setelah cedera. Daerah-daerah itu adalah: (1) kapur femoris (setelah fraktur pada leher femur
atau dislokasi pada pinggul), (2) bagian proksimal dari skafoid (akibat fraktur pada pinggangnya), (3)
lunatum (setelah dislokasi), (4) tubuh talus (setelah fraktur pada lehernya).1

Tepatnya, ini adalah komplikasi dini dari cedera tulang, karena iskemia terjadi selama
beberapa jam pertama setelah fraktur atau dislokasi. Tetapi, efek-efek klinik dan radiologi tidak
terlihat sampai beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan kemudian.1
Gambaran klinik: Tidak ada gejala yang berhubungan dengen nekrosis avaskular, tetapi kalau
fraktur tidak menyatu atau kalau tulang kolaps pasien dapat mengeluh nyeri. Sinar X menunjukkan
peningkatan kepadatan tulang yang khas (akibat pertumbuhan tulang baru dalam segmen yang
nekrotik dan osteoporosis karena tak dipakai di bagian-bagian sekelilingnya).1

Gambar 8. Nekrosis Avaskular

Terapi: biasanya diperlukan bila fungsi sendi terancam. Pada orang tua dengan nekrosis kaput
femoris, jelas bahwa pilihannya adalah atroplasti. Pada orang yang lebih muda, osteotomi penjajaran
(realignment) (atau bahkan artrodesis) mungkin lebih bijaksana. Nekrosis avaskular pada skafoid atau
talus mungkin membutuhkan tak lebih dari terapi simptomatik, tetapi artrodesis pada pergelangan
tangan atau pergelangan kaki kadang-kadang diperlukan.1

e. Gangguan pertumbuhan
Pada anak-anak, kerusakan pada fisis dapat mengakibatkan pertumbuhan yang abnormal atau
terhambat. Fraktur melintang pada lempeng pertumbuhan tidak membawa bencana. Fraktur menjalar
di sepanjang lapisan hipertrofik dan lapisan berkapur dan tidak pada daerah germinal maka, asalkan
fraktur ini direduksi dengan tepat, jarang terdapat gangguan pertumbuhan. Tetapi fraktur yang
memisahkan bagian epifisis pasti akan melintasi bagian fisis yang sedang tumbuh, sehingga
pertumbuhan selanjutnya dapat asimetris dan ujung tulang berangulasi secara khas; kalau seluruh fisis
rusak, mungkin terjadi perlambatan atau penghentian pertumbuhan sama sekali.1

f. Ulkus dekubitus (bed sores)


Ulkus dekubitus terjadi pada manula atau pasien yang lumpuh. Kulit, terutama di atas sakrum
dan tumit, mudah terserang. Perawatan yang cermat dan aktivitas lebih awal biasanya dapat mencegah
ulkus dekubitus. Sekali ulkus ini terjadi, terapi sukar: mungkin diperlukan eksisi jaringan nekrotik dan
pencangkokan kulit.1

g. Miositis osifikans
Osifikasi heterotropik otot kadang-kadang terjadi setelah cedera, terutama dislokasi pada siku
atau pukulan pada brakialis, deltoid atau kuadriseps. Diduga ini akibat kerusakan otot, tetapi keadaan
ini juga terjadi tanpa cedera lokal pada pasien yang tak sadar atau pasien paraplegia.1
Gambaran klinik: Segera setelah cedera, pasien (biasanya pria muda yang sehat) mengeluh
nyeri: terdapat pembengkakan dan nyeri jaringan lunak lokal. Foto sinar-X tampak normal tetapi
dengan scan tulang dapat memperlihatkan peningkatan aktivitas. Dalam 2-3 minggu berikutnya nyeri
itu secara berangsur-angsur mereda, tetapi gerakan sendi terbatas. Sinar-X dapat memperlihatkan
perkapuran yang mirip bulu halus pada jaringan lunak. Setelah 8 minggu massa tulang dapat diraba
dengan mudah dan dengan jelas terlihat pada sinar-X.1

Terapi: Terapi terburuk adalah menyerang siku yang mengalami cedera dan kekakuan dengan
latihan perentangan otot yang giat; ini cenderung mencetuskan atau memperburuk keadaan. Sendi
harus diistirahatkan pada posisi fungsional hingga nyeri mereda, kemudian dimulai gerakan aktif
perlahan-lahan.

h. Kontraktur Volkmann
Setelah cedera arteri atau suatu sindroma kompartemen, pasien dapat mengalami kontraktur
iskemik pada otot yang terkena. Tetapi, saraf yang cedera oleh iskemia kadang-kadang sembuh
kembali, sekurang-kurangnya sebagian. Karena itu pasien memperlihatkan deformitas dan mengalami
kekakuan, tetapi rasa baal tidak selalu ditemukan. Tempat yang sering terkena ialan lengan bawah,
tangan, tungkai bawah dan kaki.1

Dalam kasus yang berat yang melibatkan lengan bawah, akan terdapat pengecilan lengen
bawah dan tangan serta sikap cakar pada kemari. Jika pergelangan tangan difleksikan secara pasif, hal
ini menunjukkan bahwa deformitas itu terutama adalah akibat kontraktur dari otot lengan bawah.
Pelepasan fleksor-fleksor di origonya dan di sepanjang membran interoseosa di lengan bawah dapat
memperbaiki deformitas, tetapi fungsi tidak lebih baik kalau sensasi dan gerakan aktif tidak
dipulihkan. Cangkokan saraf pedikel, dengan menggunakan segmen proksimal saraf medianus dan
saraf ulnaris dapat memulihkan sensasi protektif pada tangan, dan pemindahan tendon (ekstensor
pergelangan tangan ke fleksor jari dan jempol) akan memungkinkan genggaman aktif. Pada kasus
yang tidak berat, daya kepekaan saraf medianus dapat amat baik dan dengan pelepasan dan
pemindahan tendon secara tepat, pasien akan memperoleh kembali sejumlah besar fungsi.1

Iskemia pada tangan dapat terjadi akibat cedera lengan bawah, atau pembengkakan pada jari
yang disebabkan oleh terlalu ketatnya pembalut atau gips pada lengan bawah. Otot tangan intrinsik
akan mengalami fibrosis dan memendek, menarik jari ke dalam fleksi pada sendi-sendi
metakarpofalangeal, tetapi sendi-sendi interfalangeal tetap lurus. Ibu jari teradduksi melintas telapak
tangan (posisi intrinsik plus Bunnell).1

Iskemia otot betis dapat terjadi akibat cedera atau pembedahan yang melibatkan arteri
popliteal atau cabang-cabangnya. Ini lebih sering ditemukan daripada yang biasanya dikira. Gejala,
tanda-tanda dan kontraktur yang terjadi berikutnya mirip dengan gejala setelah iskemia pada lengan
bawah. Kadang-kadang, iskemia dapat menyerang otot intrinsik kaki, menyebabkan jari cakar pada
kaki.1
Gambar 9. Kontraktur Volkmann

i. Ketidakstabilan sendi
Setelah cedera suatu sendi dapat ambruk. Penyebabnya antara lain adalah berikut:

1. Longgarnya ligamentosa: Terutama pada lutut, pergelangan kaki dan sendi


metakarpofalangeal ibu jari.
2. Kelemahan otot: Terutama jika pembebatan berlebihan atau lama, dan latihan tidak cukup
(lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena)
3. Kehilangan tulang: Terutama setelah suatu fraktur tembakan atau cedera terbuka yang berat
4. Cedera juga dapat mengakibatkan dislokasi berulang: Tempat yang paling biasa adalah: (1)
bahu – jika labrum glenoid telah terlepas. (2) patela – jika, setelah dislokasi traumatik, kapsul
sembuh dengan kurang baik.
Bentuk ketidakstabilan yang lebih halus ditemukan setelah fraktur di sekitar pergelangan
tangan. Pasien yang mengeluhkan rasa tak enak atau kelemahan yang berkelanjutan setelah cedera
pergelangan tangan harus diperiksa secara lengkap untuk mencari ada tidaknya ketidakstabilan karpal
kronis.1

j. Kekakuan sendi
Kekakuan sendi yang terjadi setelah suatu fraktur biasanya terjadi di lutut, siku, bahu dan
(yang terburuk) sendi-sendi kecil pada tangan. Kadang-kadang sendi sendiri mengalami cedera, suatu
hemartrosis terbentuk dan mengakibatkan perlekatan sinovial. Biasanya kekakuan terjadi akibat
edema dan fibrosis pada kapsul, ligamen dan otot di sekitar sendi, atau perlekatan dari jaringan lunak
satu sama lain atau ke tulang yang mendasari. Semua keadaan ini akan lebih buruk bila imobilisasi
berlangsung lama. Selain itu, jika sendi telah dipertahankan dalam posisi di mana ligamen terpendek,
tidak ada latihan yang akan berhasil sepenuhnya merentangkan jaringan ini dan memulihkan gerakan
yang hilang.1
Pada sejumlah kecil pasien dengan fraktur lengan bawah atau kaki, pembengkakan dini pasca-
trauma disertai oleh nyeri tekan dan kekakuan progresif dari sendi-sendi distal. Pasien ini sangat
berisiko mengalami distrofi simpatik refleks (algodistrofi); apakah ini suatu hal yang sama sekali
terpisah atau hanya suatu perluasan dari reaksi jaringan lunak pasca-trauma yang normal masih tak
jelas. Yang penting adalah mengenali jenis kekakuan ini bila ini terjadi dan menganjurkan fisioterapi
oleh seorang ahli sampai fungsi normal pulih kembali.1

Terapi: Terapi terbaik adalah pencegahan – dengan latihan yang mempertahankan sendi-sendi
tetap mobil sejak permulaan. Bila sendi harus dibebat, yakinkan bahwa sendi ini dipertahankan dalam
posisi aman. Sendi-sendi, yang sudah kaku perlu waktu untuk memobilisasi, tetapi lama, dan
fisioterapi dapat memberi hasil yang mencengangkan. Kalau situasi itu adalah akibat perlekatan intra-
artikular, manipulasi secara pelan-pelan di bawah anestesi dapat cukup membebaskan sendi untuk
memungkinkan suatu respons yang lebih baik terhadap latihan lebih jauh. Kadang-kadang, jaringan
yang melekat atau berkontraksi perlu dilepaskan dengan pembedahan (misalnya bila fleksi lutut tak
dapat dilakukan karena adanya perlekatan di dalam dan di sekitar kuadriseps).1

k. Algodistrofi (atrofi Sudeck)


Pada tahun 1900, Sudeck menguraikan suatu keadaan yang ditandai oleh osteoporosis yang
nyeri pada tangan. Keadaan yang sama kadang-kadang terjadi setelah fraktur pada tungkai dan
sekarang diketahui bahwa ini adalah stadium akhir dari algodistrofi pasca-trauma. Ini jauh lebih
sering ditemukan daripada semula dipercaya dan dapat terjadi akibat cedera yang relatif sepele.1

Pasien mengeluhkan nyeri yang terus-menerus dan terasa membakar, mula-mula terdapat
pembengkakan lokal, kemerahan dan kehangatan, di samping nyeri tekan dan kekakuan sedang pada
sendi-sendi yang berdekatan. Setelah beberapa minggu berlalu kulit menjadi pucat dan mengalami
atrofi, gerakan semakin terbatas dan pasien dapat mengalami deformitas yang menetap. Sinar-X
secara khas memperlihatkan penipisan tulang di banyak tempat.1

Lebih cepat keadaan ini dikenal dan terapi dimulai, prognosis akan lebih baik. Peninggian dan
latihan aktif penting setelah semua cedera, tetapi pada algodistrofi hal tersebut maha penting. Bila
tidak dihasilkan perbaikan di dalam beberapa minggu, blok simpatik atau obat simpatolitik, misalnya
guanetidin intravena dapat membantu. Sekalipun demikian, fisioterapi jangka panjang akan
diperlukan.1

l. Osteoartritis
Fraktur yang melibatkan sendi dapat sangat merusak rawan sendi dan menyebabkan
osteoartritis pasca-trauma dalam beberapa bulan. Sekalipun tulang rawan sembuh, tidak teraturnya
permukaan sendi dapat menyebabkan tekanan setempat sehingga menyebabkan predisposisi untuk
osteoartritis sekunder beberapa tahun kemudian. Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mencegah
keadaan ini sekali fraktur telah menyatu.1

Malunion pada suatu fraktur batang dapat sama sekali mengubah mekanika sendi yang
berdekatan dan ini juga dapat menyebabkan osteoartritis sekunder. Angulasi sisa yang lebih dari 15
derajat pada tulang tungkai bawah harus dengan hati-hati dinilai efeknya terhadap fungsi sendi dan,
jika perlu, dikoreksi oleh osteotomi.1
Bab III

PENUTUP

Kesimpulan

Penyembuhan sebuah fraktur merupakan salah satu proses yang kompleks yang terjadi dalam
tubuh kita. Proses penyembuhan fraktur terbagi menjadi dua yaitu direk dan indirek dimana setiap
proses tersebut melibatkan proses biomekanik dan bikimia dalam tubuh kita. Proses penyembuhan
tersebut memerlukan waktu yang cukup lama.
DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon L, Warwick D, et.al. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 9th ed. London:
Hodder Arnold, 2010.

2. Einhorn TA, Gerstenfeld LC. Fracture Healing : Mechanisms and Interventions. 2015 jan; 11
(1):45-54

3. Marsell R, Einhorn TA. The biology of fracture healing.2011 Jun;42(6) :551-5.

4. Fawcett DW. Buku Ajar Histologi. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002.h.174-90.

5. Junqueira, Carneiro Jose, Kelley Robert. Histologi Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2001.h136-97.

6. Miller MD. Review of orthopaedic.Philadelphia :Saunders;2004

Anda mungkin juga menyukai