Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekosistem perairan pesisir merupakan daerah yang memiliki potensi sumberdaya

yang sangat besar, sehingga wilayah itu cepat berkembang menjadi pusat

perekonomian. Perairan Delta Berau merupakan salah satu contoh wilayah pesisir

yang telah menjadi daerah pusat perekonomian diantaranya mencakup industri

tambang batu bara, kegiatan hutan (logging), industri pulp(Julianery, 2001). Namun

demikian, di sisi lain berbagai kegiatan yang ada khususnya bidang industri telah

memberikan dampak yang negatif seperti penurunan kualitas air khususnya logam

berat. Berdasarkan hasil penelitian terakhir yang dilakukan di perairan Delta Berau

menunjukkan bahwa kegiatan industri telah membawa dampak terhadap peningkatan

jumlah kadar logam berat di perairan tersebut dimana kandungan logam berat

umumnya lebih tinggi terdapat padasedimen (Arifin et al., 2006).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud seston?

2. Bagaimana kandungan Anorganik dalam seston?

3. Bagaimana Analisis kandungan Anorganik dalam seston


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Seston

Seston adalah partikel-partikel yang melayang di dalam air dan terdiri dari

komponen hidup serta mati. Komponen hidup meliputi fitoplankton, zooplankton,

bakteri, fungi dan sebagainya. Komponen mati terdiri dari detritus organik yang 9

berasal dari jasad hidup dan partikel-partikel inorganik. Sebaran seston di laut

dipengaruhi oleh masukan yang berasal dari daratan melalui sungai dan dari udara.

Perpindahan atau pergerakan seston terjadi karena proses pengendapan, adveksi,

difusi dan resuspensi endapan dasar perairan sebagai akibat pengikisan.

Di Teluk Jakarta, kadar seston sangat dipengaruhi oleh gelombang, arus musim

dan curah hujan. Pada musim barat dan musim timur, hembusan angin yang kuat dan

hampir terus menerus disertai hujan dalam musim barat mengakibatkan kadar seston

cukup tinggi, yakni sekitar 7,0 mg/l. Pada musim barat, sebaran seston yang relatif

padat (lebih dari 5,0 mg/l) terlihat mulai dari Tanjung Pasir sampai ke Tanjung

Gembong sedangkan pada musim timur, pola sebarannya agak meliuk masuk ke arah

barat daya teluk, terus meluas ke arah utara dan memanjang ke luar Teluk Jakarta.

Pada musim peralihan barat-timur dan 2, sebaran padat seston tersebut (lebih dari 5,0

mg/l) umumnya sejajar dengan garis pantai dan hampir selalu berada di dalam Teluk

sesuai dengan pola gerak arus (Arinardi, 1995).


B. Bahan Anorganik dalam Seston

Bahan Anorganik yang terakumulasi dalam seston di perairan biasanya berupa

logam berat. Faktor lingkungan yang mempengaruhi absorbsi logam berat yaitu

konsentrasi logam berat, salinitas, suhu bentuk fisika kimia logam tersebut (Bayne,

1976 dalam Ningtyas, 2002). Sementara faktor yang mempengaruhi laju absorbsi

logam berat pada biota yaitu, konsentrasi logam berat dalam tubuh, ukuran

organisme, pertumbuhan, kondisi fisiologi, dan lain-lain. Logam berat masuk ke

dalam jaringan biota menurut Simkiss dan Mason (1983) secara umum melalui tiga

cara:

1. Endositas

Endositas adalah pengambilan partikel dari permukaan sel dengan membentuk

wahana perpindahan oleh membran plasma. Proses endositas sepertinya berperan

dalam pengambilan logam berat dalam bentuk tidak terlarut.

2. Diserap dari air

Kandungan logam berat dalam jaringan tubuh biota 90% berasal dari

penyerapan oleh sel epitel insang. Insang diduga sebagai organ yang menyerap

logam berat dalam air.

3. Diserap dari makanan dan sedimen

Penyerapan logam dari makanan dan sedimen oleh biota tergantung pada

strategi makanan dan life historiesdari biota yang diamati. Pada jenis filter feeder

penyerapan tersebut bukan dari larutan seperti yang dijelaskandi atas, tetapi

makanan dan partikel yang tersarng.


Menurut Darmono (1995) sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi

organisme air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam

pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota. Akan

tetapi bila jumlah dari logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih,

maka akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh (Palar, 2004). Berikut ini

adalah konsentrasi logam berat pada tubuh biota Anadara granosapada beberapa

Perairan di Indonesia.

Pembagian logam berat logam dalam seston dan sedimen bergantung pada

banyak faktor diantaranya; lingkungan dan konsentrasi ligan di perairan,

konsentrasi padatan subsrat, Eh, pH. Pembagian logam berat dalam air dan

sedimen juga sangat dipengaruhi kondisi redoks selain keberadaan bahan organik

serta faktor lingkungan lainnya. pH merupakan salah satu faktor yang sangat

penting dalam proses spesiasi logam berat, kelarutan dari mineral, transport dan

kemampuan logam berat dapat diserap oleh organisme. pH berpengaruh terhadap


kemampuan daya larut logam berat dan proses adsorpsi-desorpsi. Kebanyakan

logam berat (mineral hydroxide) memiliki kelarutan yang sangat rendah di bawah

kondisi pH perairan alami, karena aktivitas ion hydroxide secara langsung

berhubungan dengan pH, kelarutan mineral logam hydroxide akan bertambah

seiring dengan penurunan pH, dan kemudian logam berat yang terlarut sangat

potensial dapat dimanfaatkan dalam proses biologi saat kondisi pH turun

(Salomon, 1995 in John dan Leventhal, 1995). Faktor lain yang mempengaruhi

proses spesiasi logam berat adalah temperatur. Pada lingkungan perairan, reaksi

kimia sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Temperatur juga dapat

mempengaruhi kuantitas logam berat yang diserap organisme, karena rata-rata

proses biologiakan meningkat dua kali pada tiap kenaikan temperatur 100ᵒC.

Kenaikan temperatur mempengaruhi tingkat pemasukan dan pengeluaran logam

berat, bioakumulasi mungkinmeningkat atau tidak (Luoma, 1983 inJohn dan

Leventhal, 1995).

C. Analisis Bahan Anorganik dalam Seston

Analisa bahan anorganik dalam seston di perairan telah dilakukan oleh banyak

peneliti. Salah satu skripsi yang kami temukan adalah skripsi dari Andi Afriyansyah

dengan judul: Konsentrasi Kadmium (Cd) Dan Tembaga (Cu) Dalam Air, Seston,

Kerang Dan Fraksinasinya Dalam Sedimen Di Perairan Delta Berau, Kalimantan

Timur.

 Tujuan Penelitian:
1. Mengukur konsentrasi Cd dan Cu pada air, sedimen dan kerang di

perairan Delta Berau, Kalimantan Timur.

2. Mengkaji karakteristik geokimia Cd dan Cu dalam sedimen perairan Delta

Berau, Kalimantan Timur.

 Bahan dan Metode

 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini merupakan kegiatan program penelitian tentang fate

kontaminan logam di Delta Berau yang dilakukan oleh bagian

Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI). Penelitian meliputi pengambilan

contoh dan pengukuran data di lapangan dan analisis di Laboratorium.

Pengambilan contoh air, sedimen dan biota dilakukan di Perairan

Delta Berau, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur pada tanggal 25-30

April 2008 oleh tim peneliti P2O-LIPI. Analisis laboratorium yang

meliputi pengukuran konsentrasi logam dalam air, kerang, sedimen

dan seston dilakukanpada bulan Mei 2008 hingga Januari 2009 di

Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI, Jakarta Utara.

 Penentuan stasiun pengamatan

Stasiun pengambilan contoh ditentukan berdasarkan sumber polutan,

yaitu daerah hulu dan mulut-mulut muaranya dan mewakili seluruh

perairan delta. Penentuan geografis stasiun pengambilan contoh

menggunakan Global Positioning System (GPS) yang kemudian


diplotkan ke dalam peta (Gambar 1). Contoh sedimen yang diambil

sebanyak 21 stasiun meliputi daerah yang mewakili sungai, muara dan

laut. Contoh air unutk analisis logam hanya diambil 6 stasiun.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan penentuan stasiun perairan Delta Berau,

Kalimantan Timur April 2008.

 Pengambilan data di lapangan

Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran secara

langsung di Perairan Delta Berau. Pengukuran data di lapangan

meliputi suhu air laut, salinitas, ksigen terlarut (DO, mg/L), dan

derajat keasaman perairan(pH) dengan menggunakan DO meter digital

darefraktometer. Pengambilan sampel air dilakukan pada kedalaman 1

meter sebanyak 3 kali ulangan.


 Pengambilan contoh air

Pengambilan contoh air laut untuk pengukuran Total

Suspended Solid (TSS) dan logam berat dilakukan dengan

menggunakan Van Dorn Water Sampler yang terbuat dari bahan

organik PolyVinyl Clorida(PVC) dan memiliki kapasitas 2 liter

sebanyak 1 liter yang diambil dari kedalaman 1 meter dari permukaan

air. Contoh air untuk analisa logam berat disaring dengan nucleopore

dengan ukuranpori 0,45 µm yang sebelumnya telah direndam dalam

HCl 6 N selama seminggu, dibilas dengan akuades dan ditimbang

berat kosongnya. Contoh seston diambil dari kertas saring

nucleoporeyang dipakai untuk menyaring contoh air laut sebanyak 1

liter. Kertas saring nucleoporeyang telah digunakan dimasukkan dalam

plastik bersegel dan diberi label. Air yang telah disaring kemudian

dimasukkan ke dalam botol cubitainer1 liter dan diawetkan dengan

menambahkan HNO365% (pH < 2) sebanyak 1 ml . Contoh air dan

seston kemudian dimasukkan ke dalam ice box dengan suhu < 4ºC

untuk dianalisis lebih lanjut di laboratorium, kemudian disimpan

dalam ice box untuk dianalisis kandungan logam berat lebih lanjut di

laboratorium.

 Pengukuran logam dalam seston

Analisis logam berat dalam seston menggunakan prosedur

APHA, 1992 in Hutagalung et al., 1997. Kertas saring yang telah


digunakan untuk menyaring 1L air laut dikeringkan dalam oven

selama 24 jam, kemudian digunakan untuk menghitung zat padat

tersuspensi/TSS dan logam berat dalam seston. Destruksi contoh TSS

dengan menggunakan aquaregia (campuran HCl dan HNO3pekat 3 : 1)

dan penambahan 1 ml HF pekat dan kemudian dipanaskan pada suhu

90– 100ᵒ C selama 4 jam. Setelah larutan contoh dingin pada suhu

kamar, larutan contoh dimasukkan ke dalam labu ukur

polyethyleneyang telah berisi campuran 5 ml asam borat dan dibilas

dengan aquades teflon bombnya hingga volume penepatan 25 ml.

Larutan contoh dikocok-kocok dan dibiarkan selama 24 jam,

kemudian larutan contoh didekantasi menggunakan kertas saring

nucleopore ukuran ukuran pori 0,45 µm. Larutan contoh yang telah

didekantasi kemudian diukur dengan AAS menggunakan nyala udara

asetilen.

 Hasil dan Pembahasan

Konsentrasi Cu dan Pb dalam seston menunjukkan besarnya kandungan

logam dalam padatan tersuspensi dalam kolom perairan. Gambar di bawah ini

menunjukkan konsentrasi Cd dan Cu dalam seston di wilayah Delta Berau,

Kalimantan Timur pada bulan April 2008. Konsentrasi Cu dalam seston

berkisar antara 18,667 µg/g– 104,388 µg/g dengan konsentrasi terbesar pada

Stasiun 4 dan konsentrasi terendah pada Stasiun 12. Konsentrasi Cd dalam

seston di perairan Delta Berau berkisar antara <0,001 µg/g – 23,048 µg/g

dengan konsentrasi terbesar pada Stasiun 18 dan konsentrasi terendah pada


Stasiun 2, 5 dan 15. Konsentrasi Cu dalam seston jauh lebih besar dari pada

Cd, bahkan pada beberapa stasiun tidak ditemukan kandungan logam berat Cd

dalam seston.

Tabel 2. Konsentrasi Cd Cu dalam seston di Perairan Delta Berau, April 2008

Keterangan : ttd = tidak terdeteksi. Instrument Detection Limit (IDL) pada Atomic

Absorption Spectrophotometric
Gambar 2. Konsentrasi Cd dan Cu (µg/g) dalam seston pada stasiun pengamatan

menurut zonasi di perairan Delta Berau, April 2008.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Seston adalah partikel-partikel yang melayang di dalam air dan terdiri dari

komponen hidup serta mati. Komponen hidup meliputi fitoplankton,

zooplankton, bakteri, fungi dan sebagainya. Komponen mati terdiri dari

detritus organik yang 9 berasal dari jasad hidup dan partikel-partikel

inorganic.

2. Analisis logam berat dalam seston menggunakan prosedur APHA.

B. Saran

Makalah ini dibuat dengan me-review skripsi yang diperoleh dari internet oleh

karena itu sebaiknya dalam mempelajari makalah ini dipadukan dengan sumber lain

yang mendukung.
DAFTAR PUSTAKA

Anindita, A.D. 2002. Kandungan Logam Berat Cd, Cu, Ni Pb dan Zn Terlarut dalam

Badan Air dan Sedimen pada Perairan Sekitar PelabuhanPerikanan

Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Arifin, Z., D. Hindarti, T. Agustini, P. Widianwari, E. Matondang, dan T.

Purbonegoro. 2006. Nasib Kontaminan Logam dan Implikasinya pada

Komunitas Bentik. Penelitian Kompatitif-LIPI. Laporan Akhir 2006.P2OLIPI.

Jakarta.

Bendell-young, I, M. Dutton dan F. R. Pick, 1992. Contrasting two methods for

determining trace metal partitioning in oxidized lake sediments.

Biogeochemistry 17: 205-219. Netherlands.

Bryan, G.W. 1976. Heavy Metal Contamination in The Sea. In R. Johnston (Ed.),

Marine Pollution. Academic Press. London.

Campbell, P.G.C., A.G. Lewis, P.M. Chapman, A.A. Crowder, W.K. Fletcher, B.

Imber, S.N. Luoma, P.M. Stokes, dan M.Winfrey. 1988. Biologically

Available Metals in Sediments. NRCC/CNRC. Ottawa, Canada.

Canadian Environmental Quality Guidelines. 2002. Summary of Existing Canadian

Environmental Quality Guidelines. CEQGs. Canada.


Chester, R. 1990. Marine geochemistry. London: Unwin Hyman. 698h

Clark, R. B. 1986. Marine Pollution. Clarendon Press. Oxford. 215h.

Connel, D.W dan J.G. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.

Diterjemahkan oleh Yanti Koestoer. Penerbit UI Press Press. Jakarta.

Damaiyanti, Y. 1999. Kandungan Logam Berat dalam Daging Ikan Demersal di

Perairan Estuary Kuala Tungkal Daerah Tingkat I provinsi Jambi. Skripsi.

Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Bogor.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit UI Press.

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai