Anda di halaman 1dari 10

L A PO R A N P E N D A H U L U AN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. PENGERTIAN
a. Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalammemenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehiedupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengankondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatann dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri (Depkes, 2000)
b. Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan
diri(mandi,berhias,makan,toilrting (Nurjannah, 2004)
c. Defisit perawatan diri adalah gangguan untuk melakukan atau menyelesaikan aktifitas
perawatan diri untuk diri sendiri dan aktifitas eliminasi sendiri (Herdman, 2012).
d. Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Poter & Perry, 2005).
e. Defisit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang yang mengalami
gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri, seperti mandi, berganti
pakaian, makan dan toileting (Wiikinson, 2007).
f. Menurut Herdman (2012) Defisit perawatan diri terbagi atas 4 kegiatan yaitu : Mandi
/Hygiene, berpakaian/berhias, makan dan toileting.

B. KOMPONEN PERAWATN DIRI.


Pada konsep Manajemen Keperawatan pasien yang dirawat inap akan dikatagorikan
berdasarkan tingkat ketergantungan yang dialaminya, Swansburg (1999) mengelomp[okkan
ketergantunganj pasien menjadi 5 katagori yaitu :
1. Katagori 1: Perawatan Mandiri, meliputi; a. Aktifitas sehari-hari, Pada katagori ini
seperti makan dan minum dapat dilakukan secara mandiri atau dengan sedikit bantuan.
Merapikan diri, kebutuhan eliminasi dan kenyamanan posiosi tubuh dapat dilakukan
secara mandiri. b. Keadaan umum: baik, seperti klin yang masuk rumah sakit untuk
keperluan pemeriksaan/ check up atau bedah minor. c. Kebutuhan pendidikan kesehatan
dan dukungan emosi, membutuhkan penjelasan untuk tiap prosedur tindakan,
membutuihkan penjelasan untuk persiapan pulang dan emosi stabil. d. Pengobatan dan
tindakan tidak ada atau hanya pengobatan dan tindakan sederhana.

2. Katagori 2: Perawatan Minimal, yang meliputi: a.Aktifitas sehari-hari, Pada katagori ini,
seperti makan dan minum perlu bantuan dalam persiapannya dan masih dapat makan
sendiri. Merapikan diri, perlu sedikit bantuan. Kebutuhan eliminasi perlu dibantu ke
kamar mandi atau menggunakan urinal. Kenyamanan posisi tubuh dapat melakukan
sendiri dengan sedikit bantuan. b.Keadaan umum tampak sakit ringan, perlu pemantauan
tanda vital. c.Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi, membutuhkan waktu
10 – 15 menit per shift, sedikit bingung/agitasi, tapi tergendali dengan obat. d.Pengobatan

1
dan tindakan, membutuhkan waktu 20-30 menit/ shift, perlu sering dievaluasi keefektifan
pengobatan dan tindakan, perlu observasi status mental setiap 2 jam.

3. Katagori 3: Perawatan moderat, meliputi : a.Aktifitas sehari-hari, Pada katagori ini,


seperti makan dan minum harus disuapi, masih dapat mengunyah dan menelan.
Merapihkan diri, tidak dapat melakukan semdiri. Kebutuhan eliminasi, disediakan
pispot/urinal, sering ngompol. Kenyamanan posisi tubuh, bergantung pada bantuan
perawat. b.Keadaan umum, kegala akut bias hilang timbul, perlu pemantauan fisik dan
emosi tiap 2-4 jam. Klin dengan infus perlu dipantau setiap 1 jam. c.Kebutuhan
pendidikan kesehatan dan dukungan emosi membutuhkan waktu 10-30 menit/shift,
gelisah, menolak bantuan, cukup dikendalikan dengan obat. d.Pengobatan dan tindakan
membutuhkan waktu 30-60 menit/shift, perlu sering diawasi terhadap efek samping
pengobatan dan tindakan, perlu observasi status mental setiap 1 jam.

4. Katagori 4:Perawatan ekstensif (semi total) meliputi; a.Aktifitas sehari-hari. Pada


katagori ini, seperti makan dan minum, tidak bias mengunyah dan menelan, perlu makan
lewat sonde. Merapikan diri, perlu diurus semua, dimandikan, penataan rambut dan
kebersihan mulut. Kebutuhan eliminasi, sering ngompol lebih dari 2 kali/shift.
Kenyamanan posisi tubuh, perlu dibantu oleh 2 orang. b.Keadaan umum, tanpak sakit
berat, dapat kehilangan cairan atau darah,gangguan system pernafasan akut dan perlu
sering dipantau. c.Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi membutuhkan
waktu lebih dari 30 menit/shift, gelisah, agitasi dan tidak dapat dikendalikan dengan obat.
d.Pengobatan dan tindakan membutuhkan waktu lebih dari 60 menit/shift, perlu observasi
status mental setiap kurang dari 1 jam.

5. Katagori 5.Perawatan intensif (total). Pada katagori ini, pemenuhan kebutuhan dasar
seluruhnya bergantung pada perawat. Keadaan umum harus diobservasi secara terus
menerus. Perlu frekuensi pengobatan dan tindakan yang lebih sering, maka klien harus
dirawat oleh seorang perawat/shift.

RENTANG RESPON PERAWATAN DIRI

ADAPTIF MALADAPTIF

Pola perawatan Kadang Tidak


diri seimbang perawatan diri melakukan
kadang tidak perawatan diri

2
 Pola perawatan diri seimbang, saat klien mendapatkan stresor dan mampu untuk
berperilaku adaptif,maka polaperawatan yang dilakukan klien seimbang, klien
masihmelakukan perawatan diri.
 Kadang perawatan diri kadang tidak, swaat klien mendapatkan stressor kadang-
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
 Tidakmelakukan perawatan diri, klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stressor.
C. PROSES TERJADINYA DEFISIT PERAWATAN DIRI.
Stuart (2009) mendefenisikan stressor predisposisi sebagai factor resiko yang menjdai sumber
terjadinya stres yang mempengaruhi type dan sumber dari individu untukmenghadapi stress
baik yang biologis, fsikososial dan sosial cultural. Stuart membedakan stressor predisposisi
menjadi 3 meliputi: biologis, psikologis dan sosial budaya. Penjelasan secara rinci tentang ke
tiga stressor predisposisi tersebut sebagai berikut :
1. Faktor predisposisi.
a. Biologis, adanya neuropatologi dan ketidakseimbangan dari neurotrasmiternya.
Dampak yang dapat dinilai sebagai manifestasi adanya gangguan adalah pada perilaku
mal adaptif klien (Ttownsend, 2005). Secara biologi riset neurobiological
memfokuskan pada 3 area otak yang dipercaya dapat melibatkan deficit perawatan diri
yaitu system limbic, lobus frontalis dan hypothalamus.

Sistem limbic merupakan cincin kortek yang berlokasi di permukaan medial masing-
masing hemisfer dan mengelilingi pusat kutub serebrum,fungsinya adalah mengatur
persyarafan otonom dan emosi (Suliswati,et al,2005: Stuart; 2009). Fungsi system
limbic berikutnya adalah menyimpan dan menyatukan informasi berhubungan dengan
emosi, tempat penyimpanan memory dan pengolahan informasi. Gejala kliniknya
seperti hambatan emosi dan perubahan keperibadian, isyarat antara rangsangan dan
pengalaman masa lalu, emosi, perilaku saling mempengaruhi, adanya periode
peristiwa ketakutan, amukan, kemarahan, dan ketegangan. Berdasarkan penjelasan
tersebut disimpulkan bahwa klien dengan deficit perawatan diri mengalami gangguan
pada system limbic, sehingga tidak bisa mengontrol perilaku untuk merawat diri.

Lobus frontal, berperan penting menjasdi media yang sangat berarti dalam perilaku
dan berfikir rasional, yang saling berhubungan dengan system limbic (Suliswati,et
al,2005: Stuart; 2009). Menurut Townsend 2005, lobus frontal terlibat dalam 2 fungsi
serebral utama yaitu control motorik gerakan voluntir termasuk fungsi bicara, fungsi
fikir dan control berbagai ekspresi emosi. Kerusakanpadalobus ini dapat
menyebabkan gangguan berfikir dan gangguan dalam bicara / disorganisasi
pembicaraan serta tidakmampu mengontrol emosi sehingga berperilaku mal adaptife,
yaitu tidak mampu berperilaku untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Hypotalamus, adalah bagian dari diensafalon (bagian dalam dari selebrum yang
menghubungkan otak temngah dengan hemisfer serebrum.Fungsi utamanya adalah
sebagai responb tingkah laku terhadap emosi dan juga mengatur mood dan motivasi

3
(Suliswati,et al,2005: Stuart; 2009) .Kerusakan hypothalamus membuat seseorang
kehilangan mood dan motivasi sehingga kurang aktifitas dan malas melakukan
sesuatu, sehingga mengakibatkan klientidak dapat melakukan aktivitas perawatan diri.
Selain gangguan pada struktur otak, proses terjadinya gangguan deficit perawatan diri
berdasarkan factor biologis disebabkan juga juga oleh adanya kondisi patologis dan
ketidakseimbangan dari beberapa neurotransmitter yaitu
dopamine,serotonin,norepineprin dan asetilkolin.

Dopamin fungsinya mencakup regulasi dan koordinasi, emosi, kemampuan


pemecahan masalah secara volunteer (Boyd & Nihart, 1998; Suliswati, et al,2005).
Gangguan fungsi dopamin akan menyebabkan terjadinya gangguan fungsi regulasi
gerak dan koordinasi, emosi, serta kemampuan pemecahan masalah sehingga klien
tidak dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Serotonin adalah berperan sebagai pengontrol nafsu makan, tidur, alam perasaan,
halusinasi, persepsi nyeri, muntah. Serotonin dapat mempengaruhi fungsi kognitif
yaitu alam piker, afektif yaitu alam perasaan dan psikomotor yaitu perilaku (Hawari,
2001)

Norepineprin (Boyd & Nihart, 1998; Suliswati, et al,2005) berfungsi sebagai untuk
kesiagaan,pusat perhatian dan orientasi, proses pembelajaran dan memori. Jika terjadi
penurunan kadar norepineprin akan mengakibatkan kelemahan yang menunjukkajn
kecenderungan klien menampilkan perilaku negative yang berakibat klien mengalami
deficit perawatan diri,bherperilaku negatif seperti tidakmelakukan aktifitas mandi,
tidak berhias, tidak memperhatikan makan dan minum serta tidak melakukan aktifitas
toileting dengan benar.

Acetylcholine (Ach) (Boyd & Nihart, 1998) berperan penting untuk belajar dan
memory. Jika terjadi peningkatan kadar Acetylcholine akan menurunkan atensi dan
mood yang menyebabkan perubahan fungsi otak sebagai pusat pengatur perilaku
manusia. Salah satu dampaknya adalah deficit perawatan diri, dengan gejala kurang
perhatian untuk dirinya dan malas dalam beraktifitas.

b. Psikologis, meliputi konsep diri, intelektualitas, keperibadian, moralitas, pengalaman


masa lalu, kooping dan keterampilan komunikasi secara verbal (Stuard, 2009).
Konsep diri dimulai dari gambaran diri secara keseluruhan yang diterima secara
positif atau negative oleh seseorang. Penerimaan gambaran diri yang negative
menyebabkan perilaku persepsi seseorang dalam memandang aspek positif lain yang
dimiliki.

Identitas diri terkait kemampuan seseorang dalkam mengenal siapa dirinya, dengan
segala keunikannya. Harga diri merupakan kemampuan seseorang untuk menghargai
diri sendiri serta memberikan penghargaan terhadap kemampuan orang lain.

4
Intelektualitas ditentukan oleh tingkat pendidikan seseorang, pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan. Menurut Potter dan fery klien dengan deficit perawatan
diri cenderung memiliki tingkat pengetahuan dan pendidikan yang rendah.
Keperibadian, biasanya ditemukan klien memiliki keperibadian yang tertutup. Klien
tidak mudah menerima masukan dan informasi yang berkaitan dengan kebersihan diri.
Klien jarang bergaul dan cenderung menutup diri.
Moralitas, klien menganggap dirinya tidakberguna, negative terhadap diri sendiri yang
menyebabkan klien mengalami penurunan motivasi untuk melakukan aktifitas
perawatan diri.

c. Sosial Budaya, meliputi status social,umur, pendidikan, agama, dan kondisi politik.
Potter dan Fery (2005) mengemukakan factor-faktor yang mempengaruhi praktek
hygieni seseorang adalah citra tubuh, praktek social, status social ekonomi,
pendidikan yang rendah, pengetahuan, kultur budaya, motivasi kurang dan kondisi
fisik yang lemah.
Citra tubuh, merupakan konsep subyektif seseorang tentang penampilan fisiknya.
Citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan perawatan diri. Menurut Stuard
(2009) citra tubuh adalah kumpulan sikap individu yang disadari atau tidak disadari
terhadap tubuhnya, termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang
ukuran, fungsi,penampilan dan potensi. Citra tubuh yang negative menyebabkan
penurunan motivasi melakukan aktifitas perawatan diri.
Pengetahuan, pengetahuan tentang pentingnya kebersihan diri dan implikasinya bagi
kesehatan mempengaruhi praktik kebersihan diri. Semakin rendah tingkat
pengetahuan seseorang menyebabkan ketidakmampuan dalammemenuhi kebutuhan
perawatan diri.
Kultur atau budaya, kepercayaan kebudayaan klien dan nilai peribadi mempengaruhi
perawatan diri. Beberapa negara di Eropa, mandi biasa dilakukan hanya sekali dalam
seminggu.
Motivasi, setiap orang memiliki keinginan dan kebutuhan serta pilihan tentang waktu
untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatan rambut sesuai dengan kebutuhan
dalam perawatan dirinya. Jika seseorang tidak memiliki motivasi perawatan diri maka
dia tidak mampu menentukan pilihan, hal ini akan mempengaruhi terpenuhinya
kebutuhan perawatan diri.
Kondisi fisik, orang yang memiliki penyakit tertentu, seringkali kekurangan energi
fisik atau ketangkasan untuk melakukan kebersihan perawatan diri.

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa status social


ekonomi, pendidikan yang rendah, kurangnya pengetahuan, motivasi yang kurang dan
kondisi fisik yang lemah dapat mempengaruhi klien dalam mempertahankan aktifitas
pemenuhan perawatan diri, sehingga mengakibatkan klien mengalami deficit
perawatan diri.

5
2. Faktor Presipitasi
Stuart (2009) mendefenisikan stressor presipitasi sebagai suatu stimulus yang
dipersepsikan oleh individu apakah dipersepsikan sebagai suatu kesempatan, tantangan,
ancaman/tuntutan.Stresor presipitasi bisa berupa stimulus internal maupun eksternal yang
mengancam individu. Komponen stressor presipitasi terdiri atas sifat, asal, waktu dan
jumlah stressor.
Stresor internal atau yang berasal dari diri sendiri seperti persepsi individu yang tidak baik
tentang dirinya, orang lain dan lingkungannya, merasa tidak mampu, ketidakberdayaan.
Stresor eksternal atau berasal dari luar diri seperti kurangnya dukungan keluarga,
masyarakat, kelompok, teman sebaya, dan lain-lain.
Berbagai penyebab/stressor diatas, yang meliputi stressor predisposisi dan stressor
presipitasi yang dialami oleh klien deficit perawatan diri akan memunculkan beberapa
respon. Respon-respon tersebut merupakan pikiran, sikap, tanggapan, perasaan dan
perilaku yang ditunjukkan klien terhadap kejadian yang dialami.

3. Penilaian Terhadap Stress


Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam
berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan yang penuh
permasalahan, ketegangan, kecemasan, dimana tidakmungkin mengembangkan
kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan
rasa aman. Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha
mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan
sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini yang menyebabkan ia mengembangkan
rasionalisasi dan mengaburkan realitas dari pada mencari penyebab kesulitan serta
menyesuaikan diri dengan kenyataan

4. Mekanisme Koping
Medkanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (Stuart, GW, 2007)
yaitu :
1. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan
mencapai tujuan. Katagorinya adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri
secara mandiri.

2. Mekanisme Koping Maladaptif.


Mekanisme Koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan,menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Katagorinya adalah tidak mau merawat diri.

5. Sumber Koping.
Menurut Herdman (2012) kemampuan individu yang harus di miliki oleh klien deficit
perawatan diri adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri dalam hal
pemenuhan kebutuhan mandi, berhias, makan dan minum serta toileting. Sedangkan

6
pada klien defisit perawatan diri biasanya didapatkan data rendahnya motivasi klien
dalam merawat diri, keterbatasan intelektual klien yang sangat mempengaruhi dalam
kemampuan perawatan diri dan keterbatasan fisik serta kemampuan memanfaatkan
dukungan sosial.

D. POHON MASALAH

Kerusakan integritas kulit

Defisit Perawatan Diri

Intoleransi Aktivitas

1. Masalah keperawatanyang sering muncul


a. Defisit perawatan diri
b. Harga diri rendah
c. Isolasi social

2. Data Yang Perlu Dikaji

Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji


Defisit Perawatari Diri Pasien mengatakan tentang:
1. Malas mandi
2. Tidak mau menyisir rambut
3. Tidak man menggosok gigi
4. Tidak mau memotong kuku
5. Tidak mau berhias/Berdandan
6. Tidak bisa/tidak mau menggunakan alat mandi/kebersihan diri
7. Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan dan
minum
8. BAB dan BAK sembarangan
9. Tidak nembersihkan diri da tempat BAB dan BAK setelah
BA8 dan BAK
10. Tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar

Objektif:
1. Badan bau, kotor, berdaki, rambut kotor, gigi kotor, kuku
panjang, tidak menggunakan alat-alat mandi, tidak mandi
dengan benar
2. Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi,
pakaian tidak rapi, tidak mampu berdandan, memilih,
mengambil, dan memakai pakaian, memakai sandal, sepatu,
memakai resleting, memakai barang-barang yang perlu dalam
berrpakaian, melepas barang- barang yang perlu dalam
berpakaian.
3. Makan dan minum sembarangan, berceceran tidak
menggunakan alat makan, tidak mampu (menyiapkan
makanan, memindahkan makanan ke alat makan, memegang
alat makan, membawa makanan dan piring ke mulut,
mengunyah, menelan makanan secara aman menyelesaikan
makan).
4. BAB dan BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan
diri setelah BAB dan BAK. tidak mampu (menjaga kebersihan
toilet, menyiram toilet.) (Kemen,kes, 2012)

7
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN : Defisit Perawatan Diri
Diagnosis Medis : Skizofrenia, Depresi

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Pasien Setelah 3x pertemuan Sp 1


mampu: pasien dapat - identifikasi kebersihan diri, berdanda,
- melakukan kebersihan menjelaskan makan, dan BAB atau BAK
diri sendiri secara pentingnya: - jelaskan pentingnya kebersihan diri
mandiri - kebersihan diri - jelaskan alat dan cara kerbersihan diri
- melakukan behias atau - berdandan atau - masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
berdandan secara baik berhias
- melakukan makan - makan
dengan baik - BAB atau BAK
- melakukan BAB atau - dan mampu
BAK secara mandiri melakukan cara
merawat diri
Sp2
- Evaluasi kegiatan yang Ialu (sp 1)
- Jelaskan pentingnya berdandan
- latih cara berdandan

Untuk pasien laki—laki meliputi cara


- berpakaian
- menyisir rambut
- bercukur

Untuk pasien perempuan


- berpakaian
- menyisir rambut
- berhias
- masukkan jadwal kegiatan pasien
Sp3
- Evaluasi kegiatan yang lalu(Sp1 dan Sp
2)
- jelaskan cara dan alat . makan yang benar
- jelaskan cara menyiapkan makanan
- jelaskan cara merapikan peralatan makan
setelah makan
- praktek makan sesuai dengan tahapan
makan yang baik
- Latih kegiatan niakan
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Sp4
- evaluasi kemampuan pasien yang lalu
(Sp1, Sp2 dan Sp3)
- latih cara BAB dab BAK yang baik
- menjelaskan tempat BAB atau BAK yang
sesuai
- menjelaskan cara membersihkan berdiri
setelah BAB atau BAK
Keluarga mampu merawat setelah 4x pertemuan. Sp 1
anggota keluarga yang keluarga mampu - Identifikasi masalah keluarga dalam
mengalami masalah meneruskan melatih merawat pasien dengan masalah
kurang perawatan diri pasien dan mendukung kebersihan diri.
agar kemampuan - Berdandan, makan. BAB atau BAK.
dalam perawatan - Jelaskan defisit perawatan diri
pasien dirinya - Jelaskan cara merawat kebersihan diri.
meningkat berdandan, makan, BAB atau BAK
- bermain peran cara merawat
- rencana tindak lanjut keluarga atau jadwal
keluarga untuk merawat pasien
Sp2
- evaluasi Sp1
- latih keiu.arga merawat langsung
kepasien, kebersihan diri, dan berdandan,
- RTL keluarga atau jadwal keluarga untuk
merawat pasien
Sp3
- Evaluasi kemampuan Sp2
- Latih keluarga merawat langsung
kepasien eara makan
- RTL keluarga atau jadwal keluarga untuk

8
merawat pasien
Sp4
- Evaluasi kemampuan keluarga
- evaluasi kemampuan keluarga
- Rencana tindak lanjut keluarga
- Follow Up
- Rujukan

F. Intervensi Spesialis
a. Terapi Individu: Terapi Perilaku : Token Ekonomi
b. Terapi Kelompok: Supportif Group Therapy
c. Terapi Keluarga: Terapi Triangle
d. Terapi Komunitas : ACT (SAK FIK-UI, 2014)

9
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2001).Standar Pedoman Perawatan Jiwa.

Hawari,D. (2001). Pendekatan Holistikpada gangguan jiwa Skizoprenia,


Jakarta : FKUI

Nurjanah, Intansari. 2001. Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa.


Yogyakarta : Momedia

Herdman,T. (2012). Nursing Diagnosis : Definition & Classification 2012-2014 Indianapolis:


Willey – Balkwell

FIK-UI, (2014) Standar Asuhan Keperawatan: Spesialis Keperawatan Jiwa,


Workshops Ke-7, Fakultas Ilmu Keperawatan,Universitas Indonesia,
Jakarta

Kemenkes RI, (2012) Modul: PelatihanKeperawatan Jiwa Masyarakat, Pusat


Pendidikan Tenaga Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Stuart,GW., andLaraia (2005), Principles and Practice of Psychiatric Nursing, (9th edition). St
Louis : Mosby

Suliswati,dkk (2005).Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa,Jakarta:EGC

Wilkinson, (2007), Diagnosa Keperawatan, Jakarta. EGC

10

Anda mungkin juga menyukai