Anda di halaman 1dari 21

CASE REPORT SESSION

GANGGUAN KECEMASAN

Oleh:
NEIDYA KARLA 1301.1207.0047
ARIN SRI MURNINGSIH 1301.1207.0055

Preceptor:
HM Zainie Hassan AR, dr., SpKJ (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
2008
Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku bangsa : Sunda
Pekerjaan : pegawai pabrik
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Status marital : Menikah (2 bulan yang lalu)
Tgl pemeriksaan : 12 Juni 2008

I. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Cemas karena tidak bisa penetrasi

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesa :
Sejak 2 bulan SMRS pasien mengeluh tidak bisa melakukan penetrasi, tapi
masih bisa ereksi. Keluhan mulai dirasakan sejak menikah dan berhubungan intim
dengan istri untuk pertama kalinya. Sejak kejadian tersebut pasien mulai merasa
cemas setiap kali akan melakukan hubungan intim karena takut hal tersebut akan
terjadi lagi, dan ternyata pasien memang gagal melakukan penetrasi. Hal ini
membuat pasien merasa sedih karena mengecewakan istrinya dan mearasa rendah
diri diantara teman-temannya. Pasien juga sempat berfikir kalau keluhannya ini
karena hukum karma (mengingat hubungannya dengan mantan pacarnya).
Sejak 10 hari yang lalu pasien mencoba minum obat kuat (urat madu) dan
makan empedu kambing. Pasien mengaku ada perbaikan (bisa penetrasi tapi hanya
sebentar). 7 hari yang lalu pasien berobat ke poli psikiatri RSHS dan diberi obat
Alprazolam 1 x 0,5 mg namun pasien tidak merasa ada perbaikan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi tidak diketahui. Riwayat Diabetes Mellitus, kolesterol,
penyakit ginjal, penyakit jantung, cedera tulang belakang, minum alkohol, dan
merokok tidak ada.
d. Riwayat Keluarga
 Pasien adalah anak 1 dari 5 bersaudara dari keluarga yang harmonis
 Ibu meninggal tahun 2007 karena penyakit ginjal
 Tidak ada riwayat gangguan jiwa pada keluarga.

e. Riwayat Hidup Penderita


a. Masa kandungan dan persalinan
 Tidak ditanyakan
b. Masa bayi
 Tidak ditanyakan
c. Prasekolah
 Tidak ditanyakan
d. Sekolah dan pubertas
 Pasien punya sedikit teman
e. Pubertas
 Sejak usia 15 tahun pasien sering melakukan onani sendiri (2-3
x/minggu)
f. Masa dewasa
 Pasien pernah berpacaran dengan seorang wanita selama 1 tahun.
Setelah 4 bulan berpacaran, pasien mulai melakukan hubungan intim
dan tidak ada keluhan (bisa penetrasi) dengan frekuensi hubungan
1x/hari. Pasien putus karena masalah komunikasi.
 6 bulan sebelum menikah pasien berpacaran dengan wanita yang
sekarang menjadi istrinya. Pasien mengetahui bahwa pacarnya
memiliki hubungan dengan banyak lelaki sebelum berpacaran dengan
pasien. Selama berpacaran pasien sering melakukan onani dibantu oleh
pacarnya
 Pasien pernah bertengkar dengan pacarnya karena pasien melarang
pacarnya merokok
 4 hari setelah menikah pasien mengetahui istrinya menyimpan foto
lelaki lain sehingga pasien marah dan akhirnya bertengkar tapi tidak
sampai memukul
g. Masa tua
 Pasien belum melewati.

f. Kepribadian Sebelum Sakit


Pasien adalah orang pendiam, tertutup, pencemburu, mudah sedih dan mudah
cemas.

II. STATUS FISIK


 Tanda Vital
TD : 140/110 mmHg
N : 76x/mnt
R : 20x/mnt
S : 36,2 ºC
 Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
 Leher : KGB submandibula teraba, NT (-)
kelenjar tiroid tidak teraba, JVP 5+1 cm H2O
 Thorax : bentuk dan gerak simetris, VBS kiri = kanan
S1, S2 murni regular, murmur (-)
 Abdomen : datar dan lembut, BU (+) normal
 Ekstremitas : edem (-), deformitas (-), tremor (+/+)

III. STATUS PSIKIATRIKUS


 Roman muka : biasa
 Kesadaran : compos mentis
 Kontak : ada
 Rapport : adekuat
 Orientasi : Tempat : baik
Orang : baik
Waktu : baik
 Memori : Immediate : baik
Recent : baik
Remote : baik
 Perhatian : baik
 Persepsi : halusinasi (-)
 Pikiran : bentuk : realistik
jalan : relevan
isi pikiran : waham (-)
 Emosi : mood : eutimik
afek : appropiate affect
 Insight of illness: baik
 Tingkah laku : normoaktif
 Bicara : relevan
 Dekorum : Sopan santun : baik
Kebersihan : baik
Cara berpakaian : baik

IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN


- Free T3 dan TSH

V. PSIKODINAMIKA
Penderita adalah seorang laki-laki, berumur 29 tahun, Islam, suku Sunda,
pendidikan SD, sudah menikah dan bekerja sebagai karyawan pabrik. Lingkungan
sosiokultural keluarga adalah Sunda, keadaan sosioekonomi kurang (F. Predisposisi).
Lingkungan kehidupan agama Islam biasa saja.
Penderita adalah anak pertama dari 5 bersaudara dari keluarga yang harmonis.
Ibunya meninggal tahun 2007 karena penyakit ginjal. Tidak ada riwayat gangguan
jiwa pada keluarga.
Pasien punya sedikit teman karena pasien adalah orang yang pendiam, jarang
bergaul dan tertutup (F. Predisposisi). Sejak usia 15 tahun pasien sering melakukan
onani sendiri (2-3 x/minggu) (F. Predisposisi).
Pasien pernah berpacaran dengan seorang wanita selama 1 tahun. Setelah 4
bulan berpacaran, pasien mulai melakukan hubungan intim dan tidak ada keluhan
(bisa penetrasi) dengan frekuensi hubungan 1x/hari. Pasien putus karena masalah
komunikasi. 6 bulan sebelum menikah pasien berpacaran dengan wanita yang
sekarang menjadi istrinya. Pasien mengetahui bahwa pacarnya memiliki hubungan
dengan banyak lelaki sebelum berpacaran dengan pasien(F. Predisposisi). Selama
berpacaran pasien sering melakukan onani dibantu oleh pacarnya. Pasien pernah
bertengkar dengan pacarnya karena pasien melarang pacarnya merokok (F.
Predisposisi). 4 hari setelah menikah pasien mengetahui istrinya menyimpan foto
lelaki lain sehingga pasien marah dan akhirnya bertengkar tapi tidak sampai memukul
(F. Presipitasi).

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis I : DD/ Gg. Campuran anxietas dan depresi (F41.2)
Kegagalan dari respon genital (F52.2)
Aksis II : Gangguan kepribadian cemas (F60.6)
Aksis III :
Aksis IV :
Aksis V : GAF 90-81

VII. PENATALAKSANAAN
 Umum
 Jelaskan pada pasien bahwa penyakitnya terkait erat dengan
pikiran, jadi pasien harus mengubah pola fikirnya terlebih
dahulu
 Hendaknya pasien melibatkan peran istri dalam menghadapi
masalah tersebut
 Hendaknya pasien dan istri sabar dalam menjalani terapi dan
tidak mudah putus asa
 Khusus
Alprazolam 1x1 mg/hr

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

IX. PATOFISIOLOGI
Tubuh manusia akan berusaha memelihara homeostasis sepanjang
waktu. Kejadian apapun di lingkungan yang mengganggu homeostasis tersebut
disebut sebagai stresor. Respon stress pada manusia melibatkan aktivasi
hypothalamic-pituitary-adrenal axis.
Amigdala merupakan modulator primer dalam respon terhadap
stimulus takut ataupun cemas yang menerima input dari neuron-neuron di
korteks. Takut berbeda dengan cemas. Takut menunjukkan ancaman yang
sudah pasti atau bisa kita perkirakan hasilnya (bersifat nyata). Sedangkan
cemas menunjukkan ancaman yang tidak pasti, entah kita bisa mengatasinya
atau tidak. Stimulus ini kebanyakan disadari, namun ada juga yang tidak
disadari. Ketika teraktivasi, amigdala akan merangsang daerah di midbrain dan
batang otak, menyebabkan hiperaktivitas otonom sehingga menimbulkan
gejala-gejala fisik dari kecemasan.
CRF (Corticotropin Releasing Factor) merupakan neurotransmitter
dalam SSP (Sistem Saraf Pusat) yang bekerja sebagai mediator kunci dari
respon stres otonom, behavioral, immune, dan endokrin. CRF akan
menstimulus pelepasan corticotropin yang pada akhirnya akan merangsang
pelepasan hormone stress (glukokortikoid dan epinefrin) dari korteks adrenal.
Glukokortikoid akan merangsang feedback negative di hypothalamus,
sehingga menurunkan pelepasan CRF. Glukokortikoid juga mengaktifkan
locus caeruleus sehingga menyebabkan proyeksi balik ke amigdala dengan
memakai neurotransmitter norepinefrin (NE). Selanjutnya amigdala akan
merangsang pelepasan CRF lebih banyak, menyebabkan sekresi
glukokortikoid lebih banyak dan terjadilah lingkaran setan dari umpan balik
antara respon fikiran dan tubuh.
Paparan jangka panjang SSP terhadap glukokortikoid menyebabkan
penurunan NE di locus caeruleus. NE merupakan neurotransmitter penting
yang terlibat dalam perhatian, kewaspadaan, motivasi, dan aktifitas sehingga
pada akhirnya mulailah terjadi depresi.
Serotonin sepertinya juga terlibat dalam pathogenesis kecemasan.
Gama amini butyric acid (GABA) merupakan neurotransmitter inhibisi utama
di SSP. Jumlah GABA sepertinya menurun pada korteks pasien dengan
serangan panic bila dibandingkan dengan pasien pada kelompok kontrol.
Selain itu, GABA juga menghambat pelepasan CRF.
X. FARMAKOTERAPI
Pengobatan untuk gangguan cemas melibatkan pendekatan psikofarmakologi
dan psikoterapi. Berikut beberapa jenis obat yang sering digunakan untuk gangguan
cemas :

1. Benzodiazepines
Pada serangan panik, obat ini mengurangi jumlah dan intensitas serangan.
Panggunaannya dibatasi untuk menghindari ketergantungan. Aman digunakan
untuk jangka panjang dengan catatan monitoring obat harus ketat. Penghentian
obat pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan withdrawal syndrome
namun hal ini mudah diatasi.
Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini meliputi Alprazolam (Xanax),
Clonazepam (Klonopin), Diazepam (Valium), dan Lorazepam (Ativan).
Alprazolam efektif untuk gangguan panik dan kecemasan yang berhubungan
dengan depresi. Alprazolam dapat menimbulkan withdrawal syndrome setelah
penggunaan 6-8 minggu.

2. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)


Di USA ada 5 obat yang efektif untuk gangguan cemas, yaitu : Citalopram
(Celexa), Escitalopram (Lexapro), Paroxetine (Paxil), Sertraline (Zoloft), dan
Venlafaxine (Effexor). Paroxetine sangat bagus untuk pengobatan serangan panik.
SSRI lebih aman daripada golongan tricyclics karena efek antikolinergik dan
lethalnya lebih rendah. Efek samping tersering adalah mual, sakit kepala, dan
disfungsi seksual.

3. Tricyclics
Obat golongan ini menurunkan intensitas kecemasan terutama pada keadaan
obsesif kompulsif. Karena efek sampingnya yang berupa antikolinergik,
kardiotoksik dan lethal (10x dosis normal), maka obat golongan ini tidak
digunakan sebagai lini-pertama. Obat golongan ini meliputi : Imipramine
(Tofranil), Nortryptalina (Aventyl, Pamelor), dan Clomipramine (Anafranil).
4. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)
Efektif untuk gangguan panik dan kecemasan namun tidak digunakan sebagai
lini-pertama karena efek sampingnya yang berupa krisis hipertensi sekunder
karena memakan makanan yang mengandung tyramine. Penggunaan obat-obatan
simpatomimetik dan opioid {terutama meperidine (demerol)} harus dihindari
karena interaksinya dengan MAOIs dapat menyebabkan kematian. Obat golongan
ini meliputi Phenelzine (Nardil), dan Tranylcypromine (Parnate).

5. Obat lain :
 Adrenergic receptor antagonists (Beta-blocker)
Obat golongan ini meliputi Propanolol (Inderal), dan Atenolol (Tenormin).
Bekerja menekan tanda-tanda somatis dari kecemasan khususnya serangan
panik. Obat ini dilaporkan efektif untuk mengatasi fobia sosial (bicara
didepan umum) jika diminum dosis tunggal 1 jam sebelumnya. Efek
samping meliputi bradikardi, hipotensi, dan mengantuk. Obat ini tidak
efektif untuk gangguan kecemasan kronis kecuali disebabkan oleh keadaan
adrenergik hipersensitif. Karena memiliki efek antidepresan obat ini sering
digunakan untuk mengobati keadaan campuran dengan indikasi utama untuk
mengobati depresi.

 Buspirone (Buspar)
Obat ini memiliki efek serotonergik ringan dan sangat efektif pada gangguan
cemas menyeluruh dibandingkan pada keadaan akut. Obat ini mempunyai
onset lambat dan menimbulkan efek samping pusing, sakit kepala pada
beberapa pasien.

 Anticonvulsant Anxiolytics
Obat tipikal dari golongan ini adalah Gabapentin (Neurontin), Tiagabine
(Gabitril), dan Valproate (Depakene, dan Depakote). Penggunaan obat ini
hanya diterima pada serangan panik.
GANGGUAN KECEMASAN

I . PENDAHULUAN

Hampir satu abad yang lalu, Sigmund Freud memperkenalkan istilah "neurosis
kecemasan" (anxiety neurosis). Ia mengidentifikasi dua bentuk kecemasan yaitu :
1. kecemasan dihasilkan oleh libido yang terbendung.
2. rasa kekawatiran atau ketakutan yang berasal dari pikiran atau harapan yang
ter-represi

II . DEFINISI

Kecemasan adalah suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, dari


perubahan, dari pengalaman sesuatu yang baru dan belum dicoba, dan dari penemuan
identitasnya sendiri dan arti hidup. Kecemasan patologis adalah respon yang tidak
sesuai terhadap stimulus yang diberikan berdasarkan pada intensitas atau durasinya.
Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan
tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, dan samar-
samar, seringkali disertai oleh gejala :
• Diare
• Pusing, melayang
• Hiperhidrosis
• Hiperrefleksia
• Hipertensi
• Palpitasi
• Midriasis pupil
• Gelisah (misalnya, mondar-mandir) Sinkop
• Takikardia
• Rasa gatal di auggota gerak
• Tremor
• Gangguan Lambung
• Frekuensi urin, hesitansi, urgensi
Rasa takut adalah respon dari suatu ancaman yang asalnya diketahui,
eksternal, jelas, atau bukan bersifat konflik. Kecemasan adalah respon terhadap suatu
ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual.
Kecemasan segera mengarahkan seseorang untuk mengambil langkah yang
diperlukan untuk mencegah ancaman atau meringankan akibatnya.
Suatu peristiwa dirasakan sebagai penyebab stres tergantung pada sifat
peristiwa dan kekuatan seseorang, pertahanan psikologis, dan mekanisme
mengatasinya. Seseorang yang egonya berfungsi dengan baik terdapat keseimbangan
adaptif dengan dunia eksternal maupun internal. Jika ego tidak berfungsi dengan tepat
dan ketidakseimbangan yang dihasilkannya berlangsung cukup lama, orang
mengalami kecemasan kronis.
Kecemasan mempengaruhi berpikir, persepsi, dan belajar. Kecemasan
cenderung menghasilkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya pada ruang
dan waktu tetapi pada orang dan arti peristiwa.
Kecemasan juga bisa bersifat patologis, dan dapat dijelaskan dalam 2 teori,
yaitu :
1. Teori Psikologis
 Psikoanalitik
Freud menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego
bahwa suatu dorongan yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan
perwakilan dan pelepasan sadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan
menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari
dalam.

 Perilaku
Teori perilaku menvatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang
dibiasakan terhadap stimuli lingkungan spesifik.

 Eksistansial
Konsep inti dari teori eksistansional adalah bahwa seseorang menjadi
menyadari adanya kehampaan yang menonjol didalam dirinya, perasaan yang
mungkin lebih mengganggu daripada penerimaan kematian mereka yang tidak
dapat dihindari. Kecemasan adalah respon seseorang terhadap kehampaan
eksistansi dan arti yang berat tersebut.

2. Teori Biologis
 Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu
kardiovaskular (sebagai contohnya, takikardia), muskular (sebagai contohnya,
nyeri kepala). Diperkirakan bahwa kecemasan sistem saraf pusat mendahului
manifestasi perifer dari kecemasan.

 Neurotransmiter
Di otak, terdapat beberapa neurotransmitter yang berperan dalam
kecemasan yaitu :
- Norepinefrin
Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa, pada pasien dengan
gangguan panik, agonis adrenergik-beta sebagai contohnya,
isoproterenol dan antagonis adrenergik-alfa2 sebagai contohnya,dapat
mencetuskan serangan panik parah dan sering. Sebaliknya, clonidine,
suatu agonis adrenergik-alfa2, menurunkan gejala kecemasan pada be-
berapa situasi percobaan dan terapetik. Temuan yang kurang konsisten
adalah bahwa pasien dengan gangguan kecemasan, khususnya
gangguan panik:, memiliki kadar metabolit noradrenergik yaitu 3-
methoxy-4-hydroxyphenylgiycol (MHPG) dalam CSF dan urin yang
meninggi.
- Serotonin
Pengamatan bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek
terapetik pada beberapa gangguan kecemasan. Beberapa laporan
menyatakan bahwa m-chlorophenylpiperazine (mCPP), suatu obat
dengan efek serotonergik dan nonserotonergik yang multipel, dan
fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin,
memang menyebabkan peningkatan kecemasan.
- Gamma-aminobutyric acid (GABA)
Pengamatan bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek
terapetik pada beberapa gangguan kecemasan. Beberapa laporan
menyatakan bahwa m-chlorophenylpiperazine (mCPP), suatu obat
dengan efek serotonergik dan nonserotonergik yang multipel, dan
fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin,
memang menyebabkan peningkatan kecemasan

 Penelitian pencitraan otak


Penelitian struktural sebagai contohnya, pemeriksaan tomografi
komputer (CT) dan pencitraan resoiiansi magnetik (MRI) kadang-kadang
menemukan suatu peningkatan ukuran ventrikel serebral. Tomografi komputer
emisi foton tunggal (SPECT (EEG) pada pasien dengan gangguan kecemasan
telah secara beragam melaporkan adanya kelainan di korteks frontalis.

 Penelitian genetika
Penelitian genetika telah menghasilkan data yang kuat bahwa
sekurangnya suatu komponen genetika berperan terhadap perkembangan
gangguan kecemasan. Hampir separuh dari semua pasien dengan gangguan
panik memiliki sekurangnya satu sanak saudara yang menderita gangguan
cemas.

III . KLASIFIKASI KECEMASAN MENURUT DSM IV-TR

1. Gangguan panik dengan/tanpa agorafobia


2. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik
3. Gangguan kecemasan menyeluruh
4. Fobia spesifik
5. Fobia sosial
6. Gangguan obsesif kompulsif
7. Gangguan stres pascatrauma dan stres akut
8. Gangguan kecemasan karena kondisi medis umum
9. Gangguan kecemasan karena zat
10. Gangguan campuran kecemasan-depresif
11. Gangguan kecemasan yang tidak ditentukan

IV. PATOFISIOLOGI DAN MANAGEMENT

1. Gangguan Panik dengan/tanpa agorafobia.


Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relatif
singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik tertentu
seperti palpitasi dan takipnea. Gangguan panik adalah ditandai dengan terjadinya
serangan panik yang spontan dan tidak diperkirakan. Gangguan panik seringkali
disertai dengan agorafobia, yaitu ketakutan berada sendirian di tempat-tempat publik
(sebagai contohnya, supermarket). Agorafobia hampir selalu berkembang sebagai
suatu komplikasi pada pasien yang memiliki gangguan panik.
Penelitian epidemiologis telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk
gangguan panik adalah 1,5 - 3 %, serangan panik 3 - 4 %, dan agorafobia 0,6 - 6 %.
Wanita dua sampai tiga kali lebih sering terkena daripada laki-laki. Paling sering ber-
kembang pada dewasa muda ± 25 tahun.

ETIOLOGI
 Faktor Biologis
Sistem neurotransmiter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan
gamma-amino-butyric acid (GABA) di batang otak, sistem limbik, korteks
prefrontalis. Zat penyebab panik respirasi menyebabkan stimulasi respirasi dan
pergeseran keseimbangan asain basa yaitu karbon dioksida, Natrium laktat, dan
bikarbonat. Pencitraan otak : MRI patologi di lobus temporalis, khususnya
hipokampus, PET disregulasi aliran darah serebral (vasokonstriksi serebral)

 Faktor Genetika
Peningkatan resiko gangguan panik sebesar empat sampai delapan kali lipat
pada sanak saudara derajat pertama pasien dengan gangguan panik dibandingkan
dengan sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan gangguan psikiatrik
lainnya. Kembar monozigotik lebih berkemungkinan sesuai untuk gangguan panik
dibandingkan dengan kembar dizigotik.
 Faktor Psikososial
 Teori kognitif perilaku àTeori perilaku menyatakan bahwa kecemasan
adalah suatu respon yang dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau
melalui proses pembiasaan klasik
 Teori psikoanalitik à Teori psikoanalitik memandang serangan panik
sebagai akibat dari pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls
yang menyebabkan kecemasan

KRITERIA DIAGNOSIS
 Serangan Panik
Suatu periode tertentu adanya rasa takut atau tidak nyaman, di mana empat (atau
lebih) gejala berikut ini terjadi secara tiba- tiba dan mencapai puncaknya dalam 10
menit:
1. palpitasi,jantung berdebar kuat, ataukecepatan jantung bertambah cepat
2. Berkeringat
3. gemetar atau bergoncang
4. rasa nafas sesak atau tertahan
5. perasaan tercekik
6. nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
7. mual atau gangguan perut
8. perasaan pusing, bergoyang, melayang, atau pingsan
9. derealisasi (perasaan tidak realitas) atau depersonalisasi (bukan merasa diri
sendiri)
10. ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
11. rasa takut mati
12. parestesia (mati rasa atau sensasi geli) menggigil atau perasaan panas

 Agorafobia
Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dari mana kemungkinan
sulit meloloskan diri (atau merasa malu) atau di mana mungkin tidak terdapat
pertolongan jika mendapatkan serangan panik atau gejala mirip panik yang tidak
diharapkan atau disebabkan oleh situasi. Rasa takut agorafobik biasanya mengenai
kumpulan situasi karakteristik seperti di luar rumah sendirian; berada di tempat
ramai atau berdiri di sebuah barisan; berada di atas jembatan; atau bepergian
dengan bis, kereta, atau mobil. Catatan: Pertimbangkan diagnosis fobia spesifik
jika penghindaran adalah terbatas pada satu atau hanya beberapa situasi spesifik,
atau fobia sosial jika penghindaran terbatas pada situasi sosial.
Situasi dihindari (misalnya, jarang bepergian) atau jika dilakukan adalah
dilakukan dengan penderitaan yang jelas, atau dengan kecemasan akan
mendapatkan serangan panik atu gejala mirip panik, atau perlu didampingi teman.
Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan oleh
gangguan mental lain, seperti fobia sosial (misalnya, penghindaran terbatas pada
situasi sosial karena rasa takut terhadap situasi tertentu seperti di elevator),
gangguan obsesif-kompulsif (misalnya, menghindari kotoran pada seseorang
dengan obsesi tentang kontaminasi), gangguan stres pascatraumatik (misalnya,
menghindari stimuli yang berhubungan dengan stresor yang berat), atau gangguan
cemas perpisahan (misalnya, menghindari meninggalkan rumah atau sanak
saudara).

 Gangguan Panik tanpa Agorafobia


A. Baik (1) dan (2)
1. serangan panik rekuren yang tidak diharapkan
2. sekurangnya satu serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1 bulan (atau
lebih) berikut ini:
a. kekawatiran yang menetap akan mengalamii serangan tambahan
b. ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya (misalnya, kehilangan
kendali, menderita serangan jantung, "menjadi gila")
c. perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan
B. Tidak terdapat agorafobia
C. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum (misalnya,
hipertiroidisme).
D. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti
fobia sosial (misalnya, terjadi saat mengalami situasi sosial yang ditakuti),
fobia spesifik (misalnya, mengalami situasi fobik tertentu), gangguan obsesi
kompulsif (misalnya, terpapar kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang
kontaminasi), gangguan stres pascatraumatik (misalnya, sebagai respon
terhadap stimuli yang berhubungan dengan stresor parah, atau gangguan
cemas perpisahan (misalnya, sebagai respon jaufi dad rumah atau sanak
saudara dekat).

 Gangguan Panik dengan Agorafobia


A. Baik (1) dan (2)
1. serangan panik rekuren yang tidak diharapkan
2. sekurangnya satu serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1 bulan (atau
lebih) berikut ini:
a. kekawatiran yang menetap akan mengalamii serangan tambahan
b. ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya (misalnya, kehilangan
kendali, menderita serangan jantung, "menjadi gila")
c. perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan
B. terdapat agorafobia
C. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum (misalnya,
hipertiroidisme).
D. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti
fobia sosial (misalnya, terjadi saat mengalami situasi sosial yang ditakuti),
fobia spesifik (misalnya, mengalami situasi fobik tertentu), gangguan obsesi
kompulsif (misalnya, terpapar kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang
kontaminasi), gangguan stres pascatraumatik (misalnya, sebagai respon
terhadap stimuli yang berhubungan dengan stresor parah, atau gangguan
cemas perpisahan (misalnya, sebagai respon jauh dari rumah atau sanak
saudara dekat).

 Agorafobia tanpa Riwayat Gangguan Panik


A. Adanya agorafobia berhubungan dengan rasa takut mengalami gejala mirip
panik (misalnya, pusing atau diare).
B. Tidak pernah memenuhi kriteria untuk gangguan panik.
C. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
D. Jika ditemukan suatu kondisi medis umum yang berhubungan, rasa takut yang
dijelaskan dalam kriteria A jelas melebihi dari apa yang biasanya berhubungan
dengan kondisi.

GAMBARAN KLINIS
• Gangguan Panik
• Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat
selama 10 menit.
• Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan quatu perasaan ancaman
kematian clan kiamat.
• Pasien biasanya tidak mampu untuk menyebutkan sumber ketakutannya.
• Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam
memusatkan perhatian.
• Tanda fisik adalah takikardia, pulpitasi, sesak nafas, dan berkeringat.
• Pasien seringkali mencoba untuk meninggalkan situasi di mana la berada
untuk mlencari bantuan.
• Serangan biasanya berlangsung selama 20 - 30 menit dan jarang lebih lama
dari satu jam

• Agorafobia
• Menghindari situasi di mana akan sulit untuk mendapatkan bantuan.
• Lebih suka disertai oleh seorang teman atau anggota keluarga di tempat-
tempat tertentu seperti jalanan yang sibuk, toko yang padat, ruang yang
tertutup,dan kendaraan tertutup (kereta, bus, dan pesawat udara).
• Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani tiap kali mereka
keluar rumah.
• Pasien yang menderita secara parah mungkin semata-mata menolak keluar dari
rumah

• Gejala Penyerta
• Gejala depresif seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, dan
pada beberapa pasien suatu gangguan depresif ditemukan bersama-sama
dengan gangguan panik.
• risiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan gangguan panik adalah
lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.
• Di samping agorafobia, fobia lain dan gangguan obsesif-kompulsif dapat
terjadi bersamasama dengan gangguan panik.

DIAGNOSIS BANDING
• Gangguan Panik
1. Gangguan medis
• Penyakit kardiovaskular (Anemia, Angina, Gagal jantung kongestif)
• Penyakit neurologist (Penyakit serebrovaskular, Epilepsi)
• Penyakit endokrin (Penyakit Addison, Sindroma karsinoid, Sindroma
Cushing)
• Kondisi lain (Anafilaksis, Defisiensi B12 Gangguan elektrolit)
2. Gangguan mental
Pura-pura, gangguan buatan, hipokondriasis, gangguan depersonalisasi, fobia
sosial dan spesifik, gangguan stres pascatraumatik, gangguan depresif, dan
skizofrenia.
3. Fobia spesifik dan fobia spesial
Menggunakan pertimbangan klinisnya

• Agorafobia tanpa Gangguan Panik


1. Semua gangguan medis yang bisa menyebabkan kecemasan atau depresi
2. Gangguan depresif berat, SR, gangguan kepribadian paranoid

PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS


• Gangguan Panik
• Onset biasanya selama masa remaja akhir atau dewasa awal
• Biasanya kronis : 30-40 % bebas dari gejala
50% gejala ringan
10-20% memiliki gejala bermakna
• Prognosa baik à pasien dengan fungsi premorbid yang baik dan lama gejala
yang singkat
• Agorafobia
Karena sebagian besar agorafobia disebabkan oleh gangguan panik à gangguan
panik diobati à agorafobia sembuh.

TERAPI
• Farmako terapi
Obat-obat yang biasa digunakan adalah TCA, MAOI, SSRI, Benzodiazepin.
Kegagalan pengobatan : Jika obat dari satu kelas (sebagai contohnya, trisiklik)
tidak efektif, suatu obat dari kelas yang berbeda (sebagai contohnya, MAOI) harus
dicoba. Jika pengobatan dengan satu obat tidak efektif, kombinasi dapat dicoba
(benzodiazepin dan trisiklik; SSRI dan trisiklik).

• Terapi Kognitif dan Perilaku


a. Terapi kognitif
• Dua pusat utama terapi kognitif untuk gangguan panik adalah insttuksi
tentang kepercayaan salah dari pasien dan informasi tentang serangan
panik.
• Informasi tentang serangan panik adalah termasuk penjelasan bahwa
serangan panik, jika terjadi adalah terbatas, dan tidak mengancam
kehidupan.
• Penerapan relaksasi ,tujuan penerapan relaksasi adalah untuk memasukkan
suatu rasa pengendalian pada pasien tentang tingkat kecemasan dan
relaksasinya.

b. Latihan pernafasan
• melatih pasien bagaimana mengendalikan dorongannya untuk melakukan
hiperventilasi.
• Setelah latihan tersebut, pasien dapat menggunakan teknik untuk
membantu mengendalikan hiperventilasi selama suatu serangan panik.

c. Pemaparan in vivo.
• Pemaparan in vivo digunakan sebagai terapi perilaku primer untuk
gangguan panik.
• Teknik melibatkan pemaparan yang semakin besar terhadap stimulus yang
ditakuti; dengan berjalannya waktu, pasien mengalami desensitisasi
terhadap pengalaman.

• Terapi Psikososial Lain


a. Terapi keluarga
• Terapi keluarga yang diarahkan untuk mendidik dan mendukung seringkali
bermanfaat

b. Psikoterapi berorientasi-tilikan
• Pengobatan memusatkan pada membantu pasien mengerti arti bawah sadar
dari kecemasan, simbolisme situasi yang dihindari, kebutuhan untuk
merepresi impuls, dan tujuan sekunder dari gejala.
• Suatu pemecahan konflik infantil away dan oedipal dihipotesiskan
berhubungan dengan resolusi stres sekarang.

• Kombinasi Psikoterapi dan farmakoterapi


• Pasien yang telah diberikan farmakoterapi seringkali enggan untuk kembali ke
dunia dan mungkin memerlukan intervensi psikoterapi
• Untuk suatu rencana pengobatan yang menyeluruh dan efektif pasien
membutuhkan Kombinasi Psikoterapi dan farmakoterapi
• Pemeriksaan psikodinamika yang cermat akan membantu menahan peranan
faktor biologis dan dinamika

Anda mungkin juga menyukai