Anda di halaman 1dari 15

PEMODELAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM JARINGAN REVERSE

LOGISTICS UNTUK INDUSTRI PEMBONGKARAN KAPAL BEKAS

Widha K Ningdyah, Ahmad Rusdiansyah, Maria Anityasari


Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Email: widha.kusuma@gmail.com ; arusdianz@gmail.com; maria@ie.its.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membuat model jaringan logistik untuk aktivitas pembongkaran
kapal bekas (ship dismantling), dimulai dari proses pengadaan kapal hingga proses re-distribusi
ke perusahaan manufaktur baja sebagai konsumen akhir dari bisnis ini. Model reverse logistics
untuk kapal pada penelitian ini dibuat dengan berdasarkan pengamatan pada aktivitas bisnis di
Indonesia dan diperkuat dengan literatur review mengenai aktivitas yang sama di beberapa
negara lain. Model yang dikembangkan bertujuan untuk mengoptimalkan profit yang didapatkan
oleh pengusaha besi tua mengingat fluktuasi dan sensitifitas harga yang sangat berpengaruh
terhadap keuntungan pengusaha. Variabel keputusan yang digunakan pada penelitian ini adalah
pemilihan lokasi pembongkaran kapal, keputusan untuk tunda atau lanjutkan proses
pembongkaran kapal dan pengambilan keputusan untuk simpan atau jual langsung hasil reverse
logistics. Uji numerik dilakukan untuk mengukur performansi model. Uji numerik dilakukan
dengan menggunakan 2 set data harga berdistribusi normal dan uniform dimana masing-masing
data set diturunkan menjadi dua data set baru yang dibedakan berdasarkan interval perubahan
harga. Skenario dirancang dengan melakukan perubahan pada beberapa variabel untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap optimasi profit. Hasil uji numerik menunjukkan bahwa
secara umum model dan algoritma optimasi nilai profit dapat menghasilkan kebijakan yang
menguntungkan untuk mencapai profit yang optimal. Model yang dikembangkan pada penelitian
ini dapat digunakan sebagai alat untuk membantu proses pengambilan keputusan bagi
pengusaha industri pembongkaran kapal bekas.

Kata kunci : reverse logistics, industri pembongkaran kapal, fluktuasi harga, optimasi profit,
alat pengambilan keputusan.

ABSTRACT

This research is aimed to model reverse logistics network for shipbreaking industry, initiate with
obsolete ship procurement process trough redistribution of output to steel manufacturer as the
end costumer from this business. In this research, reverse logistics model for shipbreaking
industri wss developed based on observation to the real business activity in Indonesia supported
by literature review about the same business in other countries.The objective of the developed
model is to optimize the profit gained by the shipbreaking industry considering cost for
shipbreaking and price fluctuation.The decision variables include location selection for
shipbreaking process and decision making to hold or sell the output of reverse logistics process.
Numerical test was done to measure the model performance. It was done by using two set of price
data distributed in normal and uniform. Form each of data set then was generated two data sets
which differed by price interval changes. Scenarios were designed by changing several parameter
to observe the impact to profit gained. Result from numerical test shows that generally model and
algorithm to optimize profit provides advantages to increase the optimal profit. Model developed
in this research then is used as basis to design a decision support system for the shipbreaking
industry.

Keywords : reverse logistics, shipbreaking indsutry, price fluctuation, profit optimation,


decision support systems.
Walaupun telah banyak beberapa penelitian
1. Pendahuluan
di bidang jaringan logistik untuk reverse
Penelitian ini bertujuan untuk membuat model
logistics, namun demikian belum ada yang
jaringan logistik untuk aktivitas pembongkaran
membahas secara spesifik untuk industri
kapal tua (ship dismantling) yang berada pada
pembongkaran kapal. Penelitian ini berupakan
akhir siklus hidupnya, dimulai dari proses
upaya untuk mengisi research gap terebut. Pada
pengadaan kapal hingga proses re-distribusi ke
penelitian ini, peneliti memfokuskan pada
perusahaan manufaktur baja sebagai konsumen
perancangan model jaringan logistik untuk
akhir dari bisnis ini. Model reverse logistics
industri pembongkaran kapal. Model jaringan
untuk kapal pada penelitian ini dibuat dengan
logistik dikembangkan dengan
berdasarkan pengamatan pada aktivitas bisnis di
mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu :
Indonesia dan diperkuat dengan literatur review
mengenai aktivitas yang sama di beberapa (1) Pemilihan lokasi pembongkaran kapal,
negara lain, seperti India (Hess, dkk., 2001 ; terkait dengan fasilitas dan biaya yang
Reddy, dkk., 2003) dan Turki (Nesser, dkk., muncul untuk tiap lokasi yang potensial;
2008). Ship Dismantling merupakan suatu (2) Keputusan penundaan proses
proses awal penting dari suatu reverse logistics pembongkaran kapal beserta waktunya
untuk industri baja. terkait dengan fluktuasi harga dan
Reverse logistics saat ini menjadi salah satu keuntungan yang akan diperoleh; dan
alternatif terbaik yang dapat dipertimbangkan
(3) Keputusan jual atau simpan besi tua yang
untuk mengurangi keterbatasan sumber daya
dihasilkan pada saat terjadi perubahan
bahan baku. Selain itu, reverse logistics terbukti
harga jual besi tua pada manufaktur.
dapat memberikan nilai ekonomi bagi para
pelakunya (Rivera dan Ertel, 2008). Dilain Lebih jauh lagi, model yang dibuat akan
pihak, isu lingkungan menjadi salah satu digunakan sebagai alat pengambil keputusan
motivasi terkuat untuk melakukan reverse dalam proses bisnis untuk mendapatkan profit
logistic (misalnya : Francas dan Minner, 2009; yang optimal dan meminimalkan resiko kerugian
Schultzmann, dkk., 2006). Aktivitas utama dari yang harus ditanggung ketika harga jual besi tua
reverse logistics adalah mengumpulkan produk menurun. Beberapa parameter biaya yang
yang akan diperbaharui dan melakukan menjadi pertimbangan antara lain adalah biaya
redistribusi material baru yang dihasilkan (de transportasi, biaya operasional, biaya
Britto, dkk., 2002). penyimpanan, serta biaya dampak lingkungan
yang disebabkan oleh aktivitas pembongkaran
Pada literatur, beberapa penelitian sebelumnya
kapal itu sendiri.
telah banyak membahas tentang desain jaringan
logistik untuk reverse logistics. Desain jaringan Dalam industri pembongkaran kapal
logistik dikembangkan untuk mengatasi keputusan penyimpanan material didahului oleh
permasalahan yang timbul dalam prosesnya. adanya keputusan pembongkaran atau
Hingga saat ini, berbagai penelitian tentang penundaan. Keputusan tersebut dipengaruhi oleh
desain jaringan logistik telah dibuat untuk harga jual besi tua yang berlaku pada saat itu
mengatasi permasalahan untuk produk tertentu dan lead time pembongkaran agar dapat
(Barros, dkk., 1998; Biehl, dkk., 2007; Rivera diperoleh profit yang optimal. Harga jual besi
dan Ertel, 2008; Nunes, dkk., 2009), dengan tua selama ini ditetapkan oleh pihak manufaktur.
mengambil kondisi pada negara tertentu (Rivera Penetapan harga dibuat berdasarkan kebutuhan
dan Ertel, 2008; Nunes, dkk., 2009) dan dengan manufaktur terhadap supply besi tua. Dilain
sistem operasional dan kondisi tertentu (Min dan pihak penyedia besi tua, dalam hal ini pelaku
Ko, 2008; Sayed, dkk., 2008; Lee dan Dong, aktivitas pembongkaran kapal, diharapkan
2009). Setiap jaringan logistik didesain secara memiliki persediaan yang selalu mencukupi
spesifik untuk mengatasi masalah yang timbul ketika ada permintaan. Hal ini menjadi
bergantung pada karakteristik dan asumsi yang permasalahan ketika harga yang ditetapkan oleh
ditetapkan. pihak manufaktur tidak sesuai dengan biaya
yang telah dikeluarkan untuk menyediakan besi

2
tua itu sendiri. Pada dasarnya pelaku bisnis besi dalam dua bentuk, yaitu sebagai kapal bekas,
tua memiliki hak untuk menunda penjualan besi sebelum dilakukan proses pembongkaran dan
tuanya. Oleh karena itu, beberapa pelaku bisnis besi tua. Penyimpanan dalam bentuk kapal bekas
ini cenderung untuk menyimpan barangnya dilakukan di pantai, dimana hal ini tentunya akan
hingga mendapatkan harga yang sesuai. Namun membutuhkan biaya dampak lingkungan, selain
dilain pihak, kebanyakan pelaku bisnis dengan biaya inventory. Dilain pihak, penyimpanan
modal kecil menjual produknya sesegera dalam bentuk besi tua dapat dilakukan di gudang
mungkin ke manufaktur dan mengalami persediaan, dan hanya akan timbul biaya
kerugian. Pilihan tersebut diambil karena inventory. Namun demikian, terdapat trade-off
kebutuhan terhadap modal kembali sangat besar antar kedua alternatif lokasi tersebut, terkait
dengan anggapan untuk menghindari resiko dengan jarak angkut dari lokasi pengumpulan
kerugian yang lebih besar. Penelitian ini akan produk ke lokasi pembongkaran atau ke lokasi
membuat model keputusan yang dapat warehouse. Oleh karena itu, perlu dilakukan
membantu para pelaku bisnis untuk perhitungan yang cermat agar dapat diambil
mengoptimalkan keuntungan yang diperoleh dan keputusan yang tepat.
atau meminimalkan resiko terkait dengan Pada prakteknya, jaringan logistik ini ditandai
permintaan dan harga beli oleh manufaktur. dengan tersebarnya lokasi supply di berbagai
Selain pengembangan model, penelitian ini juga wilayah dengan fasilitas pembongkaran di
akan melakukan berbagai percobaan untuk beberapa lokasi yang berbeda pula. Perbedaan
mengkaji berbagai skenario pengambilan antar fasilitas pembongkaran kapal ditandai
keputusan. Berbagai skenario tersebut dikaji dengan perbedaan peralatan/fasilitas yang
menggunakan alat bantu keputusan yang dipengaruhi oleh type fasilitas (permanen dan
dikembangkan berdasarkan model diatas. Hasil temporary) dan sumber daya manusia. Kedua hal
penelitian ini diharapkan dapat memberikan tersebut akan berpengaruh pada besarnya biaya
kontribusi sebagai tambahan literatur akademik operasional yang dibutuhkan. Selain itu
dalam bidang reverse logistics sekaligus kebijakan pemerintah yang terdesentralisasi juga
memberikan wacana baru bagi praktisi, berpengaruh pada besarnya biaya dampak
khususnya yang bergerak dalam industri terhadap lingkungan.
pembongkaran kapal ini. Hasil pengamatan awal penelitian ini di lapangan
2. Jaringan Logistik Industri Pembongkaran menunjukkan bahwa pengambilan keputusan
Kapal dilakukan tanpa memperhatikan secara detail
aliran material , dalam hal ini kapal, dimana
Jaringan Logistik untuk industri Pembongkaran dalam hal ini akan berpengaruh pada total biaya
Kapal dapat digolongkan sebagai Jaringan yang harus dikeluarkan. Selain itu, pelaku bisnis
Logistik Manufakturing. Hal ini sesuai dengan kurang detail dalam memperhitungan komponen
pendapat de Britto, dkk (2002) bahwa jaringan biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan
logistik untuk remanufacturing biasanya proses ini dari awal hingga akhir. Sehingga
diaplikasikan untuk produk atau mesin dengan seringkali dinyatakan oleh pengusaha kapal
tingkat kompleksitas tinggi, dimana didalamnya bahwa banyak sekali terjadi biaya tidak terduga
banyak mengandung komponen dan modul. Pada dalam bisnis ini. Kedua hal diatas menunjukkan
proses pengerjaannya, biasanya membutuhkan bahwa aktivitas pembongkaran kapal, khususnya
tenaga kerja dalam jumlah besar (labor jaringan logistiknya, belum terstruktur dengan
intensive). Hal ini diperkuat bahwa kapal baik sehingga tidak dapat diukur tingkat
sebagai produk yang akan di-remanufacturing efisiensinya. Bisnis yang dinilai menguntungkan
memiliki karakteristik produk dengan banyak bisa jadi malah merugikan, ketika dilakukan
komponen dan modul pada desainnya serta pengukuran terhadap prosesnya. Ditambah lagi
membutuhkan jumlah tenaga kerja yang tidak dengan kondisi harga besi tua yang saat ini terus
sedikit dalam pengerjaannya. mengalami fluktuasi, dimana hal ini akan
Faktor lain yang menjadi karakteristik jaringan berpengaruh pada profit yang seharusnya
logistik ini adalah bentuk dan lokasi didapatkan oleh pengusaha. Belum lagi biaya
penyimpanan material. Material dapat disimpan atas dampak lingkungan yang diakibatkan oleh

3
aktivitas itu sendiri yang selama ini belum terlalu 3.2.2 Supply Kapal Bekas dan Besi Tua
diperhatikan, khususnya di Indonesia. Kapal bekas untuk dibongkar selalu tersedia.
Sebagaimana disebutkan pada bagian
3. Pengembangan Model dan Algoritma
sebelumnya bahwa pengusaha kapal bekas
Model ini ditujukan untuk menetapkan
secara teratur mengerahkan stafnya untuk
strategi yang tepat untuk mengoptimalkan profit
mencari kapal bekas yang tersebar tidak hanya
yang diperoleh. Dalam situasi yang berbeda,
di wilayah perairan Indonesia, namun juga di
model yang dibuat juga dapat digunakan untuk
berbagai penjuru dunia. Dengan demikian, dapat
meminimalkan resiko kerugian pengusaha besi
dinyatakan bahwa pasokan kapal bekas yang
tua ketika menggunakan kapal bekas sebagai
tidak terbatas akan berpengaruh pada
komoditinya. Bagian ini akan membahas
ketersediaan pasokan besi tua.
rancangan desain model beserta asumsi yang
menyertainya. Beberapa asumsi dibuat sebagai 3.2.3 Penetapan Harga Kapal Bekas
dasar untuk melakukan what-if analysis. Namun, Harga kapal bekas, sebagaimana telah dijelaskan
asumsi tersebut dapat dimodifikasi untuk pada bagian sebelumnya dipengaruhi oleh
menyesuaikan dengan data pada kondisi yang berbagai factor, meliputi berat kapal bekas
berbeda. (LDT), komposisi logam yang dimiliki oleh
kapal tersebut, dan kondisi kapal itu sendiri.
3.1 Asumsi Model
Sebuah model simulasi didesain untuk 3.2.4 Penetapan harga besi tua
menggambarkan kondisi industri ship Harga besi tua pada model ini ditetapkan oleh
dismantling bekas beserta permasalahannya. manufaktur sebagai konsumen. Pada saat krisis
Dalam model simulasi ini dibuat beberapa global, banyaknya persediaan yang dimiliki oleh
asumsi sebagai simplifikasi dari kondisi manufaktur mempengaruhi harga jual besi tua.
sebenarnya. Dilain pihak, asumsi juga digunakan Semakin banyak persediaan yang dimiliki oleh
untuk menggambarkan kondisi ideal dari suatu menufaktur pada suatu periode, semakin rendah
system.Asumsi yang berlaku untuk model yang harga yang ditetapkan (Jamil, 2009). Namun
diajukan adalah sebagai berikut : pada saat ini, tingginya harga besi tua yang
1. Manufaktur sebagai konsumen besi tua, ditetapkan dipengaruhi oleh impor besi dari
tersebar pada lokasi pasar yang sama, Negara Asia lain seperti Cina dan Korea (Farid,
sehingga biaya transportasi untuk 2010).
mengirimkan besi tua dari fasilitas ke tiap Perubahan harga sering terjadi pada periode
manufaktur diasumsikan sama. random. Selain itu besarnya perubahan harga
2. Profit yang diperhitungkan hanya berasal yang terjadi tidak dapat diketahui secara pasti.
dari penjualan besi tua. Faktor harga jual besi tua memiliki tingkat
3. Perubahan harga besi tua dan intervalnya ketidak pastian yang tinggi. Farid (2010),
ditetapkan secara random sesuai dengan seorang pengusaha besi tua, menyatakan bahwa
informasi pengusaha besi tua. sejak terjadinya krisis global, harga besi tertinggi
4. Kapasitas fasilitas ditetapkan berdasarkan pernah mencapai Rp 6700/kg dengan harga
ketersediaan sumber daya manusia. terendah mencapai Rp 2900/kg. Hal ini
menunjukkan interval harga yang cukup tinggi
3.2 Penetapan Parameter dan Variabel yang yaitu Rp 3800. Perubahan harga terjadi pada
digunakan dalam Model interval waktu yang tidak menentu, sehingga
3.2.1 Permintaan (Demand) terhadap besi tua tidak dapat ditetapkan waktu dimana harga akan
Permintaan terhadap besi tua selalu ada setiap berubah. Pada penelitian ini, interval waktu
periodenya. Dengan demikian, besi tua yang perubahan harga ditetapkan secara random dan
dihasilkan oleh pengusaha ship dismantling atau berdasarkan aturan tertentu.
selalu terserap oleh pasar. Namun besarnya 3.2.5 Komponen Biaya Untuk Proses Ship
jumlah besi tua yang terserap bergantung pada dismantling Bekas
keputusan dari pengusaha kapal bekas, dimana Komponen biaya yang digunakan untuk industri
keputusan tersebut dipengaruhi oleh harga jual ship dismantling bekas pada dasarnya sama
besi tua yang sedang berlaku pada saat itu. untuk tiap alternatif fasilitas. Perbedaan

4
komponen biaya terletak pada biaya Rn : Estimasi revenue yang akan diperoleh oleh
pengapungan kapal yang hanya berlaku untuk kapal ke n
kapal karam dan akan dibongkar di fixed facility rnt : Estimasi total berat kapal yang akan
atau dynamic facility. Selain itu, ship dibongkar (Death Weight Tonnage)
dismantling pada on the spot facility tidak
membutuhkan biaya pengiriman kapal bekas, : Koefisien yang menyatakan komposisi
karena prosesnya dilakukan langsung pada lokasi besi yang dikandung oleh kapal tua
ditemukannya. Hanya saja biaya operasional π : Koefisien profit
menjadi jauh lebih mahal jika dilakukan pada µ : Koefisien produktifitas pada tiap
lokasi karamnya. tahap
Komponen biaya yang digunakan pada proses LTn : Lead time proses untuk kapal n
ship dismantling meliputi :
LTp : Lead time kapal n untuk tahap
1. Biaya Pembelian Kapal Bekas persiapan
2. Biaya Operasional Proses Ship dismantling LTd : Lead time kapal n untuk tahap
Bekas dismantling
3. Biaya tetap untuk fixed facility atau Biaya LTs : Lead time kapal n untuk tahap
sewa untuk dynamic facility. scrapping
4. Biaya Pengiriman Kapal Bekas LTmaks : Lead time maksimum yang diijinkan
5. Biaya Transportasi untuk Mengirimkan Besi untuk membongkar kapal n
Tua P0 : Harga jual besi pada periode awal
6. Biaya Inventori Pt : Harga jual besi pada periode t
7. Biaya Pengapungan Kapal Pmaks(0) : Profit yang dihasilkan dengan harga
8. Biaya Dampak Lingkungan jual besi P0
P’makst : Profit yang dihasilkan oleh inventori
3.2.6 Notasi pada periode t dengan harga jual Pt
Notasi-notasi yang digunakan pada penelitian ini
TPmaks : Target profit yang ditetapkan untuk
adalah sebagai berikut :
seluruh besi tua yang dihasilkan
Indeks:
TP’maks: Target profit turunan yang dihasilkan
I = {1,.., i} menyatakan lokasi kapal berasal dari penjualan inventori pada t
sekaligus menyatakan lokasi bongkar kapal
Dt : Jumlah hari penundaan (delay) yang
dengan metode on the spot shipbreaking
diijinkan
J = {1,.., j} menyatakan set dari lokasi fasilitas
d’t : Jumlah hari penundaan (delay) yang
permanen (fixed facility)
telah terjadi
K ={1.., k} menyatakan set dari lokasi fasilitas
dt : Jumlah hari penundaan (delay) yang
temporari (dynamic facility)
belum terjadi
M={1,..,m}menyatakan set dari lokasi
Mn : Biaya pembelian kapal tua ke -n
manufaktur
Mtot : Total biaya pembelian kapal tua
N={1,...,n} menyatakan jumlah kapal yang
masuk ke dalam sistem, baik yang akan TBn : Total biaya untuk memproses kapal n
dibongkar maupun yang sedang dibongkar pada fasilitas terpilih
Parameter : TBit : Total biaya hingga menghasilkan
sejumlah besi tua pada periode t
dmt : Permintaan besi tua oleh manufaktur m
pada periode t It : Level persediaan pada periode t
Sn : Estimasi berat total besi tua yang Wt : Jumlah orang yang dipekerjakan
dihasilkan oleh kapal ke n W : Jumlah maksimum pekerja yang
tersedia

5
Ws : Waktu standar untuk menghasilkan 1 Kriteria performansi yang akan dijadikan acuan
ton besi tua adalah maksimasi profit pengusaha besi tua dari
Wh : Jumlah jam kerja dalam sehari industri ship dismantling bekas. Variabel
keputusan yang akan dikalkulasi pada model ini
Tf : Biaya fixed untuk mengirimkan besi adalah pemilihan lokasi fasilitas ship
tua setiap kali pengiriman dismantling, kapan (t) proses pembongkaran
Sn(t) : Jumlah besi tua yang dihasilkan atau penundaan kapal dilakukan serta kapan
hingga periode t sebaiknya dilakukan penjualan dan berapa (dt)
: Jumlah besi tua yang akan diproduksi jumlah besi tua yang sebaiknya dijual pada
pada periode t periode (t) sehingga dapat diperoleh profit
optimal. Besarnya profit dipengaruhi oleh
Lc : Loading Capacity, yaitu batasan informasi harga jual besi tua (Pt) pada tiap
minimum jumlah besi tua dapat dijual periode dan besarnya loading capacity (Lc) yang
Tcnijt : Biaya transportasi untuk mengirimkan menentukan jumlah pengiriman besi tua ke
kapal dari lokasi asal i ke fixed facility j pada manufaktur.
periode t
Tcnikt : Biaya transportasi untuk mengirimkan 3.2.7 Pengembangan Model dan Algoritma
kapal dari lokasi asal i ke dynamic facility k Model dan Algoritma yang dikembangkan terdiri
pada periode t dari lima tahapan. Secara detail langkah pada
tiap tahapan dapat dijelaskan pada gambar 4, 5
Fcnt : Biaya untuk mengapungkan kapal n
dan 6.
pada periode t
Tahap 1. Pemilihan Lokasi Fasilitas Bongkar
Ftj : Biaya tetap untuk fixed facility j
Kapal
Ftk : Biaya sewa untuk dynamic facility k
Gambar 4.4 menjelaskan mengenai proses yang
Vcnjt : Biaya operasional untuk melakukan terjadi pada tahap satu dan tahap dua. Secara
proses ship dismantling n pada fixed facility j detail proses yang terjadi dapat dijelaskan pada
diperiode t bagian berikut ini. Tahap ini ditujukan untuk
Vcnkt : Biaya operasional untuk melakukan memilih lokasi fasilitas bongkar kapal. Pemilihan
proses ship dismantling n pada dynamic k lokasi didasarkan pada optimal profit yang dapat
diperiode t diperoleh dari tiap alternatif lokasi pada periode
awal, dimana t = 0. Input yang dibutuhkan pada
Vcnit : Biaya operasional untuk melakukan
dasarnya adalah data-data terkait dengan kapal
proses ship dismantling n pada on the spot
sebagai inisialisasi biaya yang dibutuhkan. Data
facilities i diperiode t
mengenai kapal bekas meliputi :
TScjm : Biaya transportasi untuk mengirimkan
a. Tipe Kapal
besi tua dari fixed facility j ke manufaktur m
b. Berat Kapal
TSckm :Biaya transportasi untuk mengirimkan Tipe kapal pada penelitian ini dibedakan menjadi
besi tua dari dynamic facility k ke manufaktur m dua, yaitu obsolete ship (kapal bekas) dan
TScim :Biaya transportasi untuk mengirimkan sunken ship (kapal karam). Perbedaan jenis
besi tua dari on the spot facility i ke manufaktur kapal akan berpengaruh pada banyaknya
m alternatif lokasi fasilitas ship dismantling.
EScnj : Biaya dampak lingkungan untuk kapal Sedangkan berat kapal akan berpengaruh pada
ke-n, pada fixed facility j estimasi besarnya biaya yang dibutuhkan dan
besarnya output besi tua yang dapat dihasilkan.
EScnk : Biaya dampak lingkungan untuk kapal Secara detail, langkah-langkah para tahap ini
ke-n, pada dynamic facility k dijelaskan sebagai berikut.
EScni : Biaya dampak lingkungan untuk kapal 1. Inputkan tipe dan berat kapal pada sistem.
ke-n, pada on the spot facility j Kemudian lakukan inisialisasi biaya untuk 3
CI : Fraksi biaya inventori atau 2 alternatif proses, bergantung pada
tipe kapal. Terdapat 2 alternatif lokasi untuk

6
obsolete ship, yaitu fixed facility dan facility. Perlu dicatat bahwa terdapat
dynamic facility. Sedangkan untuk sunken perbedaan event yang terjadi pada fixed
ship terdapat 3 alternatif lokasi yaitu fixed facility dan dynamic facility pada obsolete
facility, dynamic facility dan on the spot ship dan sunken ship.

Gambar 1. Flowchart tahap 1 dan tahap 2 dari algoritma model

2. Selanjutnya adalah melakukan perhitungan (3) Biaya bongkar fasilitas fixed untuk sunken
biaya bongkar kapal tanpa penundaan ship :
(postponement). Secara detail, perhitungan
biaya bongkar untuk tiap fasilitas dilakukan
dengan persamaan yang akan ditunjukkan
pada persamaan berikut ini.
a. Alternatif biaya bongkar untuk obsolete
ship
(4) Biaya bongkar fasilitas dynamic untuk
(1) Biaya bongkar fasilitas fixed untuk obsolete
sunken ship :
ship :

(5) Biaya bongkar on the spot facility untuk


(2) Biaya bongkar fasilitas dynamic untuk sunken ship :
obsolete ship :

3. Sedangkan revenue yang diperoleh pada


periode awal dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut.
b. Alternatif biaya bongkar untuk
sunken ship

7
4. Selanjutnya pemilihan lokasi dilakukan (Pmaks(0)) yang dapat dicapai tanpa adanya
dengan mencari profit yang paling optimal postponement. Disebut nilai maksimum, karena
dari alternatif lokasi yang ada. Pemilihan profit yang diperoleh hanya berdasarkan biaya
lokasi untuk ship dismantling ke –n ship dismantling tanpa dipengaruhi oleh biaya
dilakukan dengan menggunakan persamaan penundaan. Keluaran dari tahap ini akan
berikut ini. digunakan pada perhitungan tahap 2. Dan untuk
a. Untuk obsolete ship selanjutnya, total biaya yang dibutuhkan untuk
Maks : alternatif lokasi terpilih akan dinyatakan dengan
TBn.
Tahap 2. Perhitungan Target Profit
Maksimum (TPmaks)
Pada tahap ini ditetapkan target profit yang ingin
dicapai dan tidak dipengaruhi oleh biaya
penundaan. Besarnya profit yang dicapai
biasanya ditetapkan berdasarkan Harga Beli
kapal bekas dan koefisien nilai profit. Koefisien
profit dinyatakan dalam prosentase. Target profit
maksimum untuk sebuah kapal – n dihitung
dengan persamaan berikut.

Dengan batasan :
Gambar 5 menjelaskan secara ringkas mengenai
proses yang terjadi pada tahap tiga dan tahap
empat. Secara detail, proses yang terjadi pada
tiap tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Tahap 3. Pengambilan Keputusan Untuk
b. Untuk sunken ship ”Tunda” Atau ”Lanjutkan” Proses Ship
Maks : Dismantling
Keluaran dari tahapan sebelumnya digunakan
sebagai input pada tahapan ini. Pmaks(0)
(keluaran dari tahap 1) dibandingkan dengan
TPmaks (keluaran tahap 2). Persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut.
TPmaks - Pmaks(0) ≤ 0
Jika hasil yang didapatkan memenuhi persamaan
diatas, maka keputusan yang diambil ada
”lanjutkan”, artinya lanjutkan proses ke tahap
ship dismantling, dimana keputusan langkah ini
akan menjadi state awal untuk proses ship
dismantling tersebut. Dan sebaliknya, jika
persamaan diatas tidak dapat dipenuhi, maka
Dengan batasan : keputusan yang diambil adalah ”tunda”, artinya
tunda proses ship dismantling. Keputusan ini
akan terus dievaluasi seiring dengan
bertambahnya nilai t.
Tahap 4. Perhitungan Lead Time Pada
Fasilitas Terpilih
Pada tahap ini, selain didapatkan fasilitas
terpilih, diperoleh pula nilai profit maksimum

8
Tahapan ini bertujuan untuk menghitung lead proses pengapungan kapal (LT a) tidak termasuk
time untuk menyelesaikan proses ship dalam perhitungan lead time proses perhitungan
dismantling pada suatu fasilitas terpilih. Perlu kapal (LTn). Lamanya proses ship dismantling
dicatat sebelumnya bahwa lead time pengiriman ditentukan oleh banyaknya jumlah tenaga kerja
kapal bekas ke fasilitas (LTk) dan lead time yang tersedia di fasilitas tersebut.

Gambar 2. Flowchart tahap 3 dan tahap 4 dari algoritma model

Proses ship dismantling, sebagaimana dijelaskan


dengan
pada bab II, terdiri dari 3 tahap yaitu:
1. Tahap Persiapan dimana
2. Tahap Dismantling
dengan komposisi tiap tahap terhadap total lead
3. Tahap Scrapping
time proses berturut-turut dinyatakan dengan :
Tiap tahapan diatas memiliki komposisi lead
time-nya masing-masing terhadap total lead time - Lead time tahap persiapan
proses dengan koefisien produktifitas yang
berbeda pula. Koefisien produktifitas - Lead time tahap dismantling
menyatakan tingkat produktifitas pekerja untuk
menghasilkan besi tua pada tiap tahap terkait - Lead time tahap scrapping
dengan proses yang sedang berjalan. Komposisi
lead time tiap tahap dan koefisien Dengan mensubstitusikan LT n dengan persamaan
produktifitasnya secara berturut-turut dinyatakan diatas, maka diperoleh persamaan sebagai
dengan [(LTp, ) ;(LTd, ) ;(LTs, )]. berikut.
Dengan demikian, input yang dibutuhkan untuk
tahapan ini terdiri dari :
a. Jumlah tenaga kerja tersedia pada Kemudian masukkan nilai komposisi lead time
fasilitas (Wt) dan koefisien produktifitas, sehingga didapatkan
b. Waktu standar pekerja untuk persamaan
menghasilkan besi tua (WS)
c. Jumlah jam kerja/hari (Wh)
Waktu standar dihitung dengan menggunakan
informasi yang didapat dari lapangan.
Sedangkan total lead time untuk kapal n dihitung Jika nilai LT n telah didapat, maka nilai LTp,
dengan menggunakan persamaan berikut. LTd, LT s dapat dihitung. Persamaan tersebut

9
diatas berlaku dengan batasan kapasitas Wt ≤ W, - ts untuk
menyatakan bahwa jumlah pekerja yang Pembedaan tersebut ditujukan untuk
digunakan tidak lebih dari jumlah total pekerja mempermudah proses evaluasi, terkait dengan
yang tersedia di suatu lokasi fasilitas. produktifitas yang berbeda untuk tiap tahap.
Dengan demikian, maka lead time proses untuk Untuk setiap perubahan t, disertai dengan
tiap tahap dan untuk seluruh proses dapat informasi mengenai harga jual besi tua yang
diketahui. Selain itu, pada tahap ini ditetapkan berlaku saat itu sebagai salah satu dasar
pula LTmaks yang menyatakan lead time pengambilan keputusan.
maksimum suatu proyek. Horison waktu untuk 2. Langkah selanjutnya adalah melakukan
LTmaks ditetapkan berdasarkan target waktu perhitungan variabel tiap entitas sebagai
pengembalian modal yang ditetapkan oleh dasar evaluasi untuk pengambilan keputusan.
pengusaha. Maka waktu penundaan proses yang Keputusan pertama adalah untuk menentukan
diijinkan dihitung dengan persamaan keputusan untuk melanjutkan proses atau
Dtn = LTmaks - LTn menunda, dengan harga jual besi tua pada t.
Waktu delay menyatakan penundaan yang Tahapan yang dilakukan adalah sebagai
diijinkan, baik penundaan proses maupun berikut.
penundaan penjualan. - Lakukan perhitungan Profit untuk periode t
Gambar 3 menjelaskan secara ringkas proses dengan persamaan
yang terjadi pada tahap 5. Dimana tahapan
tersebut secara detail dapat dilihat pada
penjelasan berikut ini. - Kemudian gunakan persamaan TPmaks –
Tahap 5 : Update ”t” Dan Evaluasi Entitas Pmaks [t,Pt] ≤ 0 untuk mengambil
Untuk Tiap “t” keputusan. Putuskan untuk ‘lanjutkan’
Tahap 5 dilakukan untuk mengevaluasi entitas proses jika persamaan terpenuhi, dan ‘tunda’
ketika terjadi penambahan waktu sejumlah t. proses jika sebaliknya. Jika keputusan
Perubahan variabel pada entitas dihitung untuk adalah ‘tunda’ proses, maka periksa kondisi
setiap penambahan t sebelum akhirnya dilakukan apakah jumlah hari penundaan yang belum
pengambilan keputusan untuk mengoptimalkan terpakai memenuhi syarat Δdt ≤ Dt - d’t
profit yang diperoleh. Terdapat 2 (dua) jenis
keputusan yang diambil pada setiap t, yaitu : - Jika syarat terpenuhi, maka putuskan
‘tunda’ yang akan dieksekusi setelah satu
a. Keputusan untuk “lanjutkan” atau “tunda” tahap selesai, jika tidak maka putuskan
proses ship dismantling pada periode t. untuk ‘lanjutkan’ proses.
b. Keputusan untuk “jual” atau “simpan” 3. Tahap selanjutnya adalah pengambilan
penjualan besi tua pada periode t. keputusan penjualan besi tua yang
Proses evaluasi entitas untuk setiap transisi t dinyatakan dengan keputusan ‘jual’ dan
dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah ‘simpan’ penjualan. Pengambilan keputusan
berikut. dilakukan dengan mengikuti tahapan sebagai
1. Perubahan setiap waktu dinyatakan berikut.
dengan t = t +1. Evaluasi dilakukan untuk - Hitung output produksi yang telah dihasilkan
setiap t, dimana t menyatakan jumlah hari hingga periode t dengan menggunakan
kerja berlangsungnya proses ship dismantling persamaan , dan
ditambahkan dengan proses awal sebelum dihitung dengan persamaan berikut :
dilakukan ship dismantling. Terkait dengan
adanya tahapan dalam proses ship
o Jika maka berlaku :
dismantling, maka dalam penelitian ini, t
dibedakan menjadi tiga berdasarkan proses
yang sedang terjadi pada t tersebut, yaitu : o Jika maka berlaku :
- tp untuk
- td untuk

10
o Jika maka berlaku : Periksa apakah . Jika kondisi
tersebut tidak terpenuhi, maka keputusan
yang diambil adalah ‘simpan’ yang artinya
- Kemudian update jumlah inventori It tunda penjualan. Pada keputusan ini maka
dengan menggunakan persamaan besarnya It tidak perlu di update karena tidak
ada penjualan. Dan sebaliknya, jika kondisi
Dimana pada langkah ini, dmt yang tersebut terpenuhi, maka keputusan yang
menyatakan jumlah besi tua yang terjual diambil adalah ‘jual’, yang artinya lakukan
pada periode t belum diputuskan, sehingga penjualan.
dmt = 0.

Gambar 3. Flowchart tahap 5 dari algoritma model

11
- Namun demikian, perlu kembali dilakukan a. Jendela Opt-Shipbreak!!, bertujuan untuk
pemeriksaan terhadap profit yang dapat memilih fasilitas yang memberikan profit
diraih pada t dengan harga jual Pt. Langkah yang paling optimal.
yang dilakukan pertama kali adalah b. Jendela kedua yaitu Simulation *Opt-
menghitung biaya produksi untuk Ship!!*, bertujuan untuk melakukan simulasi
menghasilkan besi tua sejumlah It yang sekaligus melakukan perhitungan dari tiap
dinyatakan dengan entitas untuk setiap perubahan setiap waktu.

Sedangkan revenue dengan menjual sejumlah a. Jendela Opt-Shipbreak!!


I, dihitung dengan persamaan : Gambar 4 menunjukkan tampilan awal dari
jendela Opt-Shipbreak!!. Jendela ini terdiri dari
Dengan asumsi awal bahwa akan dilakukan empat panel, dimana tiap panel terdiri dari input
penjualan pada periode t, maka profit pada dan atau output yang dikelompokkan
periode t dapat dihitung dengan berdasarkan fungsinya.
menggunakan persamaan

Target profit maksimal untuk penjualan


periode t dihitung dengan menggunakan
persamaan
- Langkah selanjutnya yaitu melakukan
evaluasi terhadap kelayakan penjualan hasil
besi tua dengan menggunakan persamaan
. Jika kondisi Gambar 4. Jendela Opt-Shipbreak!!
tersebut terpenuhi, maka putuskan untuk
Panel pertama terdiri dari label dan button yang
‘jual’, dan kirim besi tua ke manufaktur.
berfungsi sebagai input yang berlaku secara
Namun jika tidak, maka putuskan ‘simpan’
umum untuk proses. Panel pertama pulalah
dengan syarat t ≤ LTmaks. Jika tidak
yang pertama kali diidentifikasikan inputnya
memenuhi syarat tersebut, maka putuskan
pada saat memulai proses. Tampilan jendela
untuk ‘jual’.
Opt-Shipbreak!! yang telah diisi lengkap dapat
- Jika keputusan ‘jual’ dilakukan, maka dilihat pada gambar 5 berikut ini.
update It dengan persamaan
, dengan dt sejumlah
It yang terjual.
4. Ulangi langkah 3 dan 4 hingga proses ship
dismantling selesai dimana LTs < t ≤ LTmaks
5. Jika LT (s) < t ≤ LTmaks, maka evaluasi
dilakukan langsung pada langkah 4, dan
ulangi hingga It = 0 dan t > LTmaks.
Demikian algoritma dijalankan hingga iterasi
selesai dilakukan.

5. Desain Antarmuka Gambar 5. Tampilan jendela setelah pengambilan


Bagian ini menjelaskan tentang desain antarmuka keputusan
dari DSS yang telah dibuat. DSS ini untuk c. Jendela Simulation *Opt-Ship!!
selanjutnya disebut Opt-Ship!!ware. Opt- Bagian ini digunakan untuk melakukan evaluasi
Ship!!ware terdiri dari dari jendela utama, yaitu: dan update entitas pada setiap perubahan
waktu. Jendela ini digambarkan pada gambar 5
diatas.

12
Hasil dari simulasi dapat dilihat pada gambar 6 Tren harga yang digunakan untuk uji numerik
dimana gantt chart, job status dan grafik ini dapat dilihat pada gambar 7, 8, dan 9.
akumulasi profit telah ter-update.

Gambar 7. Fluktuasi Harga Untuk Interval


Gambar 6. Tampilan jendela setelah pengambilan Perubahan 1 Hari
keputusan

6. Analisis Hasil Uji Numerik


Percobaan numerik dilakukan dengan
menggunakan data lapangan dan disintesa
dengan data hipotesis. Data hipotesis digunakan
karena kurangnya ketersediaan data aktual di
lapangan mengingat belum berjalannya prosedur
dokumentasi yang baik di industri pembongkaran
kapal. Beberapa kondisi diasumsikan
berdasarkan kondisi yang terjadi di Indonesia. Gambar 8. Fluktuasi Harga Untuk Interval
Perubahan 5 Hari
Percobaan ini menggunakan 2 type kapal
sebagai input, yaitu kapal bekas dan kapal
karam, dimana masing-masing memiliki
parameter biaya yang berbeda. Kedua kapal
tersebut akan dianalisa secara terpisah.
Informasi mengenai kapal dan harga beli kapal
diperoleh dari data aktual, namun parameter
biaya lainnya diasumsikan.Uji numerik
menunjukkan bahwa secara parsial, profit yang
dihasilkan dipengaruhi waktu, yaitu lead time
maksimum dan interval perubahan harga, Gambar 9. Interval Harga Untuk Interval Perubahan
namun tidak dipengaruhi oleh LC. Pengaruh 10 Hari
yang diakibatkan oleh variabel-variabel tersebut
ternyata berbeda untuk tiap data set harga. Tren harga antara data set harga berdistribusi
Selain itu, pengaruhnya juga tidak dapat normal dan uniform beserta turunannya memiliki
dipolakan. Sehinggadalam hal ini dapat pola yang hampir sama. Namun demikian
disimpulkan, bahwa secara bersama-sama lead terdapat beberapa perbedaan yang cukup
time maksimum dan interval perubahan harga signifikan pada tren harga untuk interval
tidak berpengaruh terhadap profit yang perubahan 5 hari.
dihasilkan. Dari uji numerik yang telah dilakukan
Namun perlu diketahui bahwa faktor waktu sebelumnya, dapat diihat bahwa untuk tren harga
sangat terkait dengan harga besi tua pada suatu yang cenderung naik selama proses
periode. Panjangnya lead time dan interval pembongkaran kapal dan periode penjualan besi
waktu perubahan harga akan berpengaruh tua berlangsung, akan menghasilkan profit yang
terhadap tren harga yang terjadi selama proses tinggi dan bahkan cenderung melampaui target.
pembongkaran kapal dan periode penjualannya. Dan sebaliknya, jika tren harga menurun pada

13
saat proses pembongkaran dan khususnya pada c. Tidak ditemukan adanya pengaruh interval
saat fase penjualan, maka profit yang dihasilkan waktu perubahan harga secara langsung
akan rendah. terhadap profit yang diperoleh
Pada suatu ketika dimana fluktuasi harga d.Lead time maksimum dan interval perubahan
memiliki pola yang tidak teratur, maka tren harga berpengaruh dalam menentukan tren
harga pada saat fase penjualan seringkali harga selama proses ship dismantling dan fase
berpengaruh pada profit, apalagi jika pada tren penjualan besi tua.
harga selama proses produksi cenderung rendah e. Tren harga yang terjadi selama proses ship
dan tidak mencapai target profit. dismantling dan fase penjualan besi tua
Gambar 10 dan 11 menunjukkan bahwa nilai berpengaruh pada pencapaian profit optimal.
profit tertinggi untuk semua skenario dicapai
oleh data set berdistribusi uniform pada interval
perubahan harga 1 hari. Panjang lead time
maksimum tidak memberikan pengaruh yang
signifikan pada perbedaan profit yang dicapai.
Hal yang sama berlaku untuk data set harga
berdistribusi normal. Dapat dilihat untuk kedua
kapal bahwa profit tertinggi dapat dicapai untuk
interval perubahan 1 hari. Perbedaan interval
mengacu pada tren harga yang berlaku selama
proses pembongkaran kapal dan periode Gambar 10. Perbandingan Profit Antar Distribusi
penjualan berlangsung. Harga untuk Kapal Karam
Melalui uji numerik ini terbukti bahwa untuk dua
data set harga beserta turunannya, penggunaan
algoritma dapat memberikan profit yang lebih
tinggi dibandingkan tanpa menggunakan
algoritma. Pada beberapa kasus profit yang
dihasilkan tanpa menggunakan algoritma lebih
tinggi daripada menggunakan algoritma. Namun
demikian, terbukti bahwa besarnya peningkatan
profit yang dengan algoritma dapat dicapai 26%,
sedangkan penurunan profit yang diakibatkan Gambar 11. Perbandingan Profit Antar Distribusi
implementasi algoritma mencapai maksimal 4%. Harga Untuk Kapal Bekas
Oleh karena itu, sementara ini dapat disimpulkan
bahwa penggunaan algoritma ini terbukti dapat Dari hasil uji numerik dengan menggunakan
mengoptimalkan profit pengusaha besi tua dari enam set data harga yang berbeda, membuktikan
kapal dengan resiko perolehan profit minimum bahwa model dan algoritma yang dibuat dapat
yang kecil. meningkatkan nilai profit hingga 26%
dibandingkan tanpa algoritma, bergantung pada
6. Kesimpulan
trend harga yang terjadi pada suatu periode
Analisa numerik berbasis data hipothesis tertentu. Dilain pihak, model dan algoritma ini
dengan single ship entry telah dilakukan untuk dapat menurunkan nilai profit hingga 4%, namun
validasi model, sekaligus untuk mengetahui dengan tanpa merubah pencapaian terhadap
pengaruh beberapa variabel terhadap profit target profit.Model dan algoritma optimasi nilai
optimal yang dapat dicapai dengan hasil sebagai profit dapat menghasilkan kebijakan yang
berikut : menguntungkan untuk mencapai profit yang
a. Tidak ditemukan adanya pengaruh lead time optimal.
maksimum secara langsung terhadap profit Dari penelitian ini terdapat beberapa saran
yang diperoleh sebagai arahan untuk penelitian lanjutan guna
b.Tidak ditemukan adanya pengaruh LC mengembangkan penelitian yang telah dilakukan,
terhadap profit yang diperoleh yaitu :

14
1. Penelitian ini menggunakan single ship entry Liecken dan Vandaele (2007) Reverse logistics
sebagai bahan analisa dan evaluasi. Pada network design with stochastic lead times.
penelitian selanjutnya dapat digunakan multi Computers & Operations Research 34 : 395–
ship entry untuk menganalisa profit jika 416
terjadi multi entry pada sistem. Lu and Bostel (2007) A facility location model
2. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan for logistics systems including reverse flows:
mempertimbangkan hasil penjualan komponen The case of remanufacturing activities.
yang reusable dari kapal selain dari besi tua Computers & Operations Research 34 : 299–
yang dihasilkan. 323.
Neser, G., Unsalan, D., Tekogul, N., Lauridsen,
7. Daftar Pustaka F. (2006). The shipbreaking industri in Turkey:
______________, H Mustofa, Pengusaha environmental, safety and health issues.
Sukses yang Buta Huruf. http:// Journal of Cleaner Production 16
www.sinarharapan.co.id/ekonomi/usaha/2005/ Nunes, K.R.A., Mahler, C.F., Valle, R.A.
0312/ukm2.html (diunduh tanggal 18.02.09 - (2009). Reverse logistics in the Brazilian
12:45) construction industry. Journal of
______________, Shipbreaking. http://www. Environmental Management : 1–4
globalsecurity.org/military/systems Reddy, M.S., Basha, S. Joshi, H.V.,
/ship/shipbreaking.htm (diunduh tanggal : 08-08- Ramachandraiah G.(2005) Seasonal
2009) distribution and contamination levels of total
Biehl,M. Prater, E. , Realff, MJ. (2007) PHCs, PAHs and heavy metals in coastal
Assessing performance and uncertainty in waters of the Alang–Sosiya ship scrapping
developing carpet reverse logistics systems. yard, Gulf of Cambay, India. Chemosphere 61
Computers & Operations Research 34 : 443– : 1587–1593.
463 Rivera, Reynaldo., Ertel, Jurgen. (2008) Reverse
De Brito, Maria.,”Reverse Logistics: a review of logistics network design for the collection of
case studies,” Econometric Institute Report EI End-of-Life Vehicles in Mexico. European
2002-21, 2002. Journal of Operational Research 196 : 930–
Fleischmann, Moritz. (2000). Quantitative 939
Models for Reverse Logistics, Thesis, Schultmann, F., Zumkeller,M.,Rentz, O. (2006)
Rotterdam: Erasmus University Modeling reverse logistic tasks within closed-
Francas dan Minner, 2009. Manufacturing loop supply chains: An example from the
network configuration in supply chains with automotive industry. European Journal of
product recovery. Omega 37, 757 -769 Operational Research 171: 1033–1050
Hess, R.W., Hynes, M.V., Peters, J.E., Shih, Li-Hsing., 2001. Reverse Logistics system
Rushworth, D. (2001) Disposal Option for planning for recycling electrical appliance and
Ship, Santa Monica : Rand computer in Taiwan. Journal of Resources,
Kara, S., Rugrungruang, F., Kaebernick,H., Conservation and Recycling 32, 55-72
(2007) Simulation modelling of reverse Sundelin, Oskar. (2008). The Scrapping of
logistics networks. International Journal of Vessels – An examination of the waste
Production Economics 10 : 61–69 movement regime’s applicability to vessels
Lauridsen, et al., “Shipbreaking in OECD,” destined for scrapping and potential
Working Report No. 18, 2003. improvements made in the IMO Draft
Lee dan Dong (2009). Dynamic network design Convention on Ship Recycling, Thesis,
for reverse logistics operations under Gothenburg : Department of Law School of
uncertainty. Transportation Research Part E Business, Economics and Law University of
45: 61–71 Gothenburg.

15

Anda mungkin juga menyukai