Dewan Pers menilai kebebasan pers di Indonesia cukup baik jika dibandingkan negara-
negara tetangga di Asia Tenggara.
"Menurut saya kondisi di negara kita lebih baik dibandingkan negara lain, tetangga kita
misalnya Singapura dan Malaysia tidak ada kebebasan pers, jangan tanya Myanmar dan
Timor Leste yang medianya masih sederhana," ujar Ketua Dewan Pers Yosep Stanley
Adi Prasetyo dalam acara World Press Freedom Day 2017 di Jakarta, Selasa.
Kebebasan pers di Indonesia menurut laporan organisasi demokrasi Freesom House dan
Commitee to Protect Journalist (CPJ) Indonesia masih setengah bebas.
Namun pada pelaksanaannya, kata Stenley, pers di Indonesia sudah relatif bebas.
Salah satunya dilihat dari tumbuhnya kuantitas media karena kemudahan untuk
mendirikannya.
"Kita punya 47 ribu media. Media tumbuh bebas orang bisa membuat media dengan
mudah," ucap dia.
Menurut catatan Dewan Pers, dari total 47 ribu media di Tanah Air, sebanyak 2.000
merupakan media cetak, 1.500 radio dan TV serta 43.500 media online.
Terkait mudahnya mendirikan media, Stanley mengatakan meski itu dijamin dalam
demokrasi, tetapi dibutuhkan ketertiban agar dapat berjalan dengan baik.
Untuk itu, pihaknya mendorong pelaksanaan uji kompetensi dan verifikasi media untuk
mengembalikan marwah jurnalisme pada profesi wartawan.
"Menurut saya, media yang tidak berniat baik dan hanya mengambil berita dari media
arus utama diakhiri saja, lapangan kerja masih banyak," ujar dia.
2. PERS, MASYARAKAT & PEMERINTAH
A. Aspek Hubungan pers dengan Masyarakat (di tinjau dari Pers Indonesi)
Aspek ini juga harus di landaskan pada kebebasan yang memiliki tanggung jawab sosial
terhadap masyarakat, dengan salah satunya adalah memberikan informasi yang jujur,
netral dan sebagai fungsi kontrol terhadap pemerintah, norma-norma dalam
masyarakat.
B Aspek-aspek Hubungan Pers dengan Negara (di tinjau dari Pers Indonesi)
Negara merupakan wadah bagi masyarakat untuk, pemerintahan dalam negara menjadi
fondasi penting dalam kehidupamn bermasyarakat. Negara berhak mengatur tentang
undang-undang dalam bermasyarakat.
Peran besar ini memang membutuhkan sejumlah prasyarat. Di antaranya adalah ruang
kebebasan yang memadai sehingga pers bisa menjalankan fungsinya secara maksimal
–tentu saja selain kode etik yang membuatnya harus tetap profesional. Sangatlah tepat
jika wartawan senior yang juga mantan Pemimpin Redaksi Indonesia Raya, Mokhtar
Lubis, menyatakan, “Kemerdekaan pers merupakan satu unsur di dalam peradaban
manusia yang maju dan bermanfaat tinggi dan yang menghormati nilai-nilai
kemanusiaan, dan jika kemerdekaan pers itu tidak ada, maka martabat manusia jadi
hilang.”
Kaerna jasa pers dalam kenyataan sering terjadi seseorang dapat meningkat citra
positifnya. Dapat juga terjadi reputasi seseorang hancur karena jasa pers. Jadi, nama
baik seseorang dapat dirugikan apabila terjadi penyalahgunaan kebebasan
berpendapat dan penyampaian informasi. Kemungkinan opini public terpengaruh
oleh tulisan media massa. Pihak yang benar tampak salah, dan sebaliknya. Kesan
berita pertama lebih mewarnai kesan pembaca sehingga walaupun terjadi semacam
ralat, hal itu tidak berpengaruh untuk mengubah nama baik seseorang byang telah
tercemar.
Tulisan dalam media massa yang kurang seimbang sumber informasinya dapat
mengakibatkan kesan yang berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya. Dengan
bantuan media massa, fakta dapat ditutup- tutupi dengan tulisan lain yang berkesan
membenarkan. Masyarakat dalam hal itu dapat tertipu karena mendapat informasi
yang tidak benar.
Misalnya, suatu kebijakan seorang tokoh dalam masyarakat sebenarnya tidak tepat
secara ilmiah. Namun, karena informasi itu diberitakan secara berlebih dan
berulang- ulang serta diekspos secara besar- besaran, masyarakat menjadi
terpengaruh. Masyarakat tidak mengetahui apa- apa dan kurang mendapatkan
informasi yang seimbang.
Misalnya, tulisan- tulisan yang termuat dalam media masssa yang kurang
mempertimbangkan kepentingan nasional. Terlebih lagi, jika yang disampaikan
merupakan tulisan yang tidak berdasarkan fakta yang benar.
Jika keadaan seperti itu benar- benar terjadi, dampak terburuknya adalah tingkat
kepercayaan Luar Negeri terhadap Indonesia berkurang. Akibatnya, minat kerja
sama terutama kerjasama ekonomi, penanaman investasi, pemberian bantuan,
pemberian pinjaman dsb juga akan menurun. Kepercayaan Negara lain terhadap
Negara kita merupakan sesuatu yang tidak ternilai harganya, sama dengan harga
diri kita sebagai bangsa. Jika tidak ada lagi kepercayaan Negara lain terhadap kita,
jatuhlah harga diri kita sebagai bangsa.
Penyiaran berita dan penyampaian informasi yang tidak memenuhi kode etik
jurnalistik dan kewartawanan dapat terjadi. Hal itu, terutama sering dilakukan oleh
wartawan atau pengelola media massa yang belum professional sehingga
merugikan pihak tertentu. Misalnya, penyebutan nama tersangka dan gambar
lengkap tersangka yang melengkapi berita criminal. Penyampaian itu dapat
melanggar HAM karena dimungkinkan yerjadinya pelanggaran HAM.
b) Peradilan oleh Pers (Trial by Press)
Berita yang kurang berimbang dan tidak menggunakan pihak kedua (side both)
kadang- kadang terlalu jauh mengadili person tertentu. Tentu saja hal itu secara
tidak langsung melanggar atas praduga tidak bersalah (presumption of innocence).
Dalam masyarakat tidak tertutp kemungkinan terjadi suatu berita media massa yang
dipahami tidak tepat, baik karena tingkat pemahaman pembaca maupun karena isi
berita dan informasi media tersebut bertendensi membentuk opini public demi
kepentingan tertentu.
Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden RI diatur dalam Pasal 137
KUHP.
Selain itu, masih ada lagi pasal- pasal yang intinya mengenai penghinaan terhadap
pejabat atau aparat pemerintahan, misalnya Pasal 144 tentang Penghinaan
terhadap Raja atau Kepala Negara dari Negara Sahabat, Pasal 207 dan 208 tentang
Penghinaan terhadap aparat pemerintah.
Delik Penyebar kebencian pada pemerintah dinyatakan dalam pasal 154 KUHP.
Pada pasal 155 KUHP
Penodaan atau penyebaran kebencian atau rasa permusuhan juga diatur dalam
KUHP. Masalah penodaan terhadap agama diatur dalam Pasal 156 KUHP.
Dari ketentuan Pasal 282 KUHP dapat diketahui adanya 3 macam perbuatan yang
diancam hukuman pidana, yaitu:
Apabila cara penyampaian pada suatu media massa tidak sesuai dengan kode etik
periklanan, kemungkinan besar iklan itu merugikan masyarakat.
Iklan yang dimuat pers Indonesia haruslah bersifat membangun yang bermanfaat
bagi perkembangan dan kemajuan masyarakat Indonesia, bebas dari cara- cara
yang bersifat amoral atau bersifat asocial, serta sesuai dengan kepribadian dan
sopan santun yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, perlu
ditolak atau dibatalkan pemasangan iklan :
(1) Yang bersifat tidak jujur, menipu, menyesatkan dan merugikan suatu pihak,
baik moral maupun material atau kepentingan umum.
(2) Yang dapat melanggar hokum, mengganggu ketentraman umum, atau yang
dapat menyinggung rasa susila, yang bersifat pornografi atau vulgar.
(3) Yang dapat merusak pergaulan masyarakat, yang dapat menimbulkan efek
psikologis yang merusak kepribadian Bangsa, serta yang dapat merusak nama
baik dan martabat seseorang.
(4) Yang dapat merusak kepentingan nasional secara moral, material dan
spiritual atau kepentingan lain yang berlawanan dengan asa Pancasila.
(5) Yang bertentangan dengan kode profesi golongan lain (dokter, penasihat
hokum, dan sebagainya) demi menghormati kode etik profesi tersebut.
Fungsi media massa sebagai alat pendidikan masyarakat tidak lagi menjadi ciri yang
kuat dan melekat. Kebebasan pers Indonesia, sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, mencakup jaminan dan
perlindungan hukum serta tidak adanya campur tangan atau paksaan dari pihak
manapun terhadap pekerjaan pers.