Anda di halaman 1dari 5

Gerhana Bulan

Sebagaimana maklumat Lembaga Falakiyah NU Nomor: 042/Lf-PBNU/I/2018 bahwa


diprediksikan terjadinya gerhana bulan total pada Rabu, 31 Januari 2018. Dalam peristiwa itu
kita dianjurkan memperbanyak zikir dan ibadah serta melakukan amalan-amalan sunah seperti
shalat gerhana bulan.

Anjuran shalat sunah gerhana tercantum dalam Shahih Muslim:

ْ ‫ن آيتانَّ و ْالقمرَّ الش‬


َّ‫مسَّ إن‬ َّْ ‫رأ ْي ُت‬
َّْ ‫لحياتهَّ ولَّ أحدَّ لم ْوتَّ ي ْنكسفانَّ لَّ ّللاَّ آياتَّ م‬، ‫م فإذا‬
ُّ
َّ‫م ما ي ْنكشفَّ حتى وا ْد ُعوا فصلوا ذلك‬ َّْ ‫ب ُك‬
Artinya, “Sungguh matahari dan bulan adalah tanda kekuasaan Allah SWT, tidak terjadi gerhana
keduanya (matahari dan bulan) karena kematian seseorang atau pun kehidupannya. Apabila
kalian melihat gerhana, maka shalat dan doalah hingga gerhana tersebut selesai.”

Di samping shalat gerhana bulan, banyak amalan-amalan lain yang dianjurkan ketika terjadinya
peristiwa ini. Hal ini disebutkan oleh Imam An-Nawawi (676 H) berikut ini:

‫هللا رحمه المصنف قال‬: (‫ت لما الصالة بعد لها يخطب أن والسنة‬ َُّ ‫ّللا رضيَّ عائش‬
َّْ ‫ة رو‬ َُّ
‫ن فرغَّ وسلم عليه هللا صلى النبيَّ أنَّ" ع ْنها‬ َّْ ‫فحمدَّ الناسَّ فخطبَّ فقامَّ صالتهَّ م‬
ْ
َّ‫وقالَّ عل ْيهَّ وأثنى هللا‬: ‫مس‬ْ ‫ن آيتانَّ والقم َُّر الش‬
َّْ ‫خسفانَّ لَّ وجلَّ عزَّ هللاَّ آياتَّ م‬ ْ َّ‫لم ْوتَّ ي‬
َّ‫"وتصدقوا فصلوا ذلك رأيتم فإذا لحياتهَّ ولَّ أحد‬
Artinya, “(Abu Ishaq As-Syairazi berkata, disunahkan khutbah setelah shalat gerhana
sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah RA, ‘Sungguh setelah selesai shalat gerhana, Nabi SAW
berdiri dan khutbah di hadapan manusia, kemudian ia memanjatkan puji kepada Allah,
dilanjutkan dengan bersabda, ‘Matahari dan bulan adalah ayat (tanda kebesaran Allah) dari
sekian ayat-ayat Allah Azza wa Jalla. Keduanya tidak akan gerhana karena kematian atau
kelahiran seseorang. Apabila kalian menyaksikannya, maka shalat dan sedekahlah,’” (Lihat
Imam An-Nawawi, Majmu’ Syarh Muhadzzab, Beirut, Darul Fikr, juz IV, halaman 53).
Dari keterangan hadits yang Imam As-Syairazi sebutkan di atas, terdapat dua amalan yang
dianjurkan bagi kita, yaitu shalat sunah gerhana dan bersedekah.

Selain salat sunah gerhana, sedekah pada peristiwa ini juga disunahkan sebagaimana yang
disebutkan Syekh Nawawi Al-Bantani dalam Nihayatuz Zain berikut ini:

ُ ‫شرهَّ في سيما لَّ رمضانَّ في الصدقةَّ منَّ اإل ْكثا َُّر و ُيس‬
َّ‫ن‬ ْ ‫وع ْندَّ الحاجاتَّ وأمامَّ األواخرَّ ع‬
َّ‫سوف‬ ُ
ُ ‫شرَّ فاضلةَّ وأ ْمكنةَّ أ ْزمنةَّ وفي وجهادَّ وحجَّ ومرضَّ ك‬ْ ‫الع ْيدَّ وأيامَّ ْالحجةَّ ذي كع‬
َّ‫معة‬ ُ ‫محتاج ْينَّ و ْال‬
ْ ‫ج‬ ُ ‫وال‬
Artinya, “Disunahkan memperbanyak sedekah pada bulan Ramadhan, terutama pada sepuluh
hari terakhir di bulan itu, dan ketika mempunyai kebutuhan, ketika terjadi gerhana, sakit, haji,
jihad dan pada beberapa waktu dan tempat yang memiliki keutamaan seperti tanggal 10
Dzulhijjah, hari raya, hari Jumat. Disunahkan juga sedekah kepada orang-orang yang
membutuhkan,” (Lihat Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zain Syarah Qurratu ‘Ain, Beirut, Darul
Fikr, juz I, halaman 183).

Selain dua amalan di atas, ada juga amalan lain yang dapat kita lakukan di saat gerhana. Hal ini
disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Muhadzzab sebagai berikut:

َّ‫ح‬ َُّ ‫ي روا َُّه عائشةَّ حد‬


ُ ‫يث )الش ْر‬ َُّّ ‫سلمَّ ْال ُبخار‬ ْ ‫ت و ُم‬ َّْ ‫وص واتفق‬ َُّ ‫ص‬ ُ ُ‫صحابَّ الشافعيَّ ن‬ ْ ‫و ْاأل‬
‫حبابَّ على‬ ْ ‫است‬
ْ َّ‫طبت ْين‬ ْ ‫خ‬ ُ َّ‫سوفَّ صالةَّ ب ْعد‬ ُ ‫هما ْال ُك‬ ُ ‫سنةَّ و‬ ُ ‫الصالةَّ لصحةَّ شرْطًا ل ْيسا‬
َّ‫صحا ُبنا قال‬ ْ ‫ي وصف ُت ُهما أ‬ َّْ ‫طبت‬ ْ ‫خ‬ ُ ‫معةَّ ك‬ُ ‫ج‬ ُ ‫الش ُروطَّ ْاألرْكانَّ في ْال‬ ُّ ‫صالها سواءَّ وغ ْيرهما و‬
َّ‫صرَّ في جماعة‬ ْ ‫مساف ُرونَّ صالها أ َّْو قرْيةَّ أ َّْو م‬ ُ ‫حراءَّ في ْال‬ ْ ‫ل الص‬ َُّ ‫ه‬ َُّ ُ‫خط‬
ْ ‫ب ولَّ ْالباديةَّ وأ‬ ْ ‫ي‬
َّْ ‫م ْنفر ًدا صالها م‬
‫ن‬ َُّ ‫م‬َّْ ‫حث ُه‬ُّ ُ ‫طبةَّ هذهَّ في وي‬ ْ ‫خ‬ ُ ‫ن الت ْوبةَّ على ْال‬ َّْ ‫ف ْعلَّ وعلى ْالمعاصي م‬
َّ‫م و ْالعتاقةَّ والصدقةَّ ْالخ ْير‬ َّْ ‫ه‬ُ ‫م وال ْغترارَّ ْالغ ْفلةَّ و ُيحذ ُر‬ ْ
ُ ‫الدعاءَّ بإ ْكثارَّ ويأ ُم ُر‬
َّْ ‫ه‬ ُّ َّ‫ست ْغفار‬ ْ ‫وال‬
َّ‫والذ ْكر‬
Artinya, “(Penjelasan) hadits Aisyah RA yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim,
dan nash Imam Syafi’i serta pengikutnya sepakat pada kesunahan dua khutbah setelah shalat
gerhana, dan dua khutbah sunah itu bukanlah syarat sahnya shalat. Ashab kami berkata, ‘Dua
khutbah ini sama dengan khutbah Jumat dalam rukun, syarat dan selainnya, sama saja entah
dilaksanakan berjamaah di kota besar maupun di desa, atau musafir di padang pasir maupun di
perkampungan. Sedangkan orang yang shalat sendiri tidak perlu melakukan khutbah. Khatib
dalam khutbah ini menganjurkan jamaah untuk bertobat dari maksiat, mengerjakan kebaikan,
bersedekah, membebaskan budak, mengingatkan mereka dari kelalaian dan tipu daya, serta
memerintahkan mereka untuk memperbanyak doa, meminta ampunan dan zikir,’” (Lihat Imam
An-Nawawi, Syarah Muhadzzab, Beirut, Darul Fikr, juz V, halaman 53).

Dari keterangan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa ada beberapa amalan yang dapat
dilakukan saat gerhana sebagai berikut:
1. Shalat gerhana.
2. Bersedekah.
3. Tobat dari maksiat.
4. Mengerjakan kebaikan.
5. Bersedekah.
6. Membebaskan budak (zaman sekarang tidak ada budak).
7. Kehati-hatian jangan sampai lalai.
8. Memperbanyak doa.
9. Memperbanyak istighfar.
10.Memperbanyak zikir.
Sumber : https://www.nu.or.id/post/read/85712/ini-10-amalan-saat-terjadi-gerhana

 Tata Cara Shalat Gerhana secara Berjamaah:

Secara umum pelaksanaan shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan diawali dengan
shalat sunah dua rakaat dan setelah itu disusul dengan dua khutbah seperti shalat Idul Fitri atau
shalat Idul Adha di masjid jami. Hanya saja bedanya, setiap rakaat shalat gerhana bulan
dilakukan dua kali rukuk. Sedangkan dua khutbah setelah shalat gerhana matahari atau bulan
tidak dianjurkan takbir sebagaimana khutbah dua shalat Id.

Jamaah shalat gerhana bulan adalah semua umat Islam secara umum sebagai jamaah shalat Id.
Sedangkan imamnya dianjurkan adalah pemerintah atau naib dari pemerintah setempat.

Sebelum shalat ada baiknya imam atau jamaah melafalkan niat terlebih dahulu sebagai berikut:

ُ ُ َّ‫سوف‬ ُ َّ‫م ر ْكعت ْين‬


ُ ‫الخ‬
‫سنةَّ أصلي‬ ًَّ ‫إما‬/‫تعالى هلل مأ ُمو ًما‬
Ushallî sunnatal khusûf rak‘ataini imâman/makmûman lillâhi ta‘âlâ

Artinya, “Saya shalat sunah gerhana bulan dua rakaat sebagai imam/makmum karena Allah
SWT.”

Adapun secara teknis, shalat sunah gerhana bulan adalah sebagai berikut:

1. Niat di dalam hati ketika takbiratul ihram.


2. Mengucap takbir ketika takbiratul ihram sambil niat di dalam hati.
3. Baca taawudz dan Surat Al-Fatihah. Setelah itu baca Surat Al-Baqarah atau selama surat
itu dibaca dengan jahar (lantang).
4. Rukuk dengan membaca tasbih selama membaca 100 ayat Surat Al-Baqarah.
5. Itidal, bukan baca doa i’tidal, tetapi baca Surat Al-Fatihah. Setelah itu baca Surat Ali Imran
atau selama surat itu.
6. Rukuk dengan membaca tasbih selama membaca 80 ayat Surat Al-Baqarah.
7. Itidal. Baca doa i’tidal.
8. Sujud dengan membaca tasbih selama rukuk pertama.
9. Duduk di antara dua sujud
10.Sujud kedua dengan membaca tasbih selama rukuk kedua.
11.Duduk istirahat atau duduk sejenak sebelum bangkit untuk mengerjakan rakaat kedua.
12.Bangkit dari duduk, lalu mengerjakan rakaat kedua dengan gerakan yang sama dengan
rakaat pertama. Hanya saja bedanya, pada rakaat kedua pada diri pertama dianjurkan
membaca surat An-Nisa. Sedangkan pada diri kedua dianjurkan membaca Surat Al-Maidah.
13.Salam.
14.Imam atau orang yang diberi wewnang menyampaikan dua khutbah shalat gerhana
dengan taushiyah agar jamaah beristighfar, semakin takwa kepada Allah, tobat, sedekah,
memerdedakan budak (pembelaan terhadap kelompok masyarakat marjinal), dan lain
sebagainya.

Apakah boleh dibuat dalam versi ringkas? Dalam artian seseorang membaca Surat Al-
Fatihah saja sebanyak empat kali pada dua rakaat tersebut tanpa surat panjang seperti yang
dianjurkan? Atau bolehkah mengganti surat panjang itu dengan surat pendek setiap kali
selesai membaca Surat Al-Fatihah? Boleh saja. Ini lebih ringkas seperti keterangan Syekh
Ibnu Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam I’anatut Thalibin berikut ini.

‫أجزأه قيام كل في الفاتحة على اقتصر ولو‬، ‫بأس فال قصار سور على اقتصر ولو‬.
‫النجالء إلى الصالة دوام التطويل ومقصود‬
Artinya, “Kalau seseorang membatasi diri pada bacaan Surat Al-Fatihah saja, maka itu sudah
memadai. Tetapi kalau seseorang membatasi diri pada bacaan surat-surat pendek setelah baca
Surat Al-Fatihah, maka itu tidak masalah. Tujuan mencari bacaan panjang adalah
mempertahankan shalat dalam kondisi gerhana hingga durasi gerhana bulan selesai,” (Lihat
Syekh Ibnu Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, Beirut, Darul Fikr, 2005
M/1425-1426 H, juz I, halaman 303).

Selagi gerhana bulan berlangsung, maka kesunahan shalat dua rakaat gerhana tetap berlaku.
Sedangkan dua khutbah shalat gerhana bulan boleh tetap berlangsung atau boleh dimulai meski
gerhana bulan sudah usai. Demikian tata cara shalat gerhana bulan berdasarkan keterangan
para ulama

Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/85621/tata-cara-shalat-gerhana-bulan

 Tata Cara Shalat Gerhana secara Munfarid (Sendirian):

Shalat sunah gerhana bulan cukup dikerjakan sendiri di rumah masing-masing. Pendapat ini
dipegang oleh Madzhab Hanafi dan Madzhab Maliki. Syekh Hasan Sulaiman Nuri dan Sayyid
Alwi bin Abbas Al-Maliki menyebutkan tata cara shalat gerhana bulan menurut Madzhab Hanafi
dan Madzhab Maliki dalam Ibanatul Ahkam, Syarah Bulughul Maram sebagai berikut:

‫فرادى وتصلى النوافل كبقية واحد بركوع ركعتان الخسوف صالة الحنفية وقالت‬، ‫ألنه‬
‫وحده كل فيتضرع لها الناس جمع أنه ينقل ولم الرسول عهد في مرارا القمر خسف‬،
‫المالكية وقالت‬: ‫فرادى كالنوافل واحد وركوع بقيام جهرا ركعتان القمر لخسوف ندب‬
‫في إيقاعها وكره الفجر يطلع أو يغيب أو القمر ينجلي حتى الصالة وتكرر المنازل في‬
‫وفرادى جماعة المساجد‬
Artinya, “Kalangan Hanafi mengatakan, shalat gerhana bulan itu berjumlah dua rakaat dengan
satu rukuk pada setiap rakaatnya sebagai shalat sunah lain pada lazimnya, dan dikerjakan
secara sendiri-sendiri. Pasalnya, gerhana bulan terjadi berkali-kali di masa Rasulullah SAW
tetapi tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasul mengumpulkan orang banyak, tetapi
beribadah sendiri. Kalangan Maliki menganjurkan shalat sunah dua rakaat karena fenomena
gerhana bulan dengan bacaan jahar (lantang) dengan sekali rukuk pada setiap kali rakaat
seperti shalat sunah pada lazimnya, dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Shalat itu dilakukan
secara berulang-ulang sampai gerhana bulan selesai, lenyap, atau terbit fajar. Kalangan Maliki
menyatakan makruh shalat gerhana bulan di masjid baik berjamaah maupun secara sendiri-
sendiri,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman Nuri dan Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam
Syarah Bulughul Maram, Beirut, Darul Fikr, cetakan pertama, 1996 M/1416 H, juz I, halaman
114).

Sebelum shalat ada baiknya seseorang melafalkan niat terlebih dahulu sebagai berikut:

ُ ُ َّ‫سوف‬ ُ َّ‫تعالى هلل ر ْكعت ْين‬


ُ ‫الخ‬
‫سنةَّ أصلي‬
Ushallî sunnatal khusûf rak‘ataini lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Saya shalat sunah gerhana bulan dua rakaat karena Allah SWT.”

Adapun secara teknis, shalat sunah gerhana bulan sendirian adalah sebagai berikut:

1. Niat di dalam hati ketika takbiratul ihram.


2. Mengucap takbir ketika takbiratul ihram sambil niat di dalam hati.
3. Baca ta‘awudz dan Surat Al-Fatihah. Setelah itu baca salah satu surat pendek Al-Quran
dengan jahar (lantang).
4. Rukuk.
5. Itidal.
6. Sujud pertama.
7. Duduk di antara dua sujud.
10.Sujud kedua.
11.Duduk istirahat atau duduk sejenak sebelum bangkit untuk mengerjakan rakaat kedua.
12.Bangkit dari duduk, lalu mengerjakan rakaat kedua dengan gerakan yang sama dengan
rakaat pertama. Durasi pengerjaan rakaat kedua lebih pendek daripada pengerjaan rakaat
pertama.
13.Salam.
14.Istighfar dan doa.

Shalat sunah gerhana bulan juga dapat dikerjakan dengan ringkas. Seseorang membaca Surat
Al-Fatihah saja pada setiap rakaat tanpa surat pendek atau dengan surat pendek. Ini lebih
ringkas seperti keterangan Syekh Ibnu Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam I’anatut
Thalibin berikut ini:

‫أجزأه قيام كل في الفاتحة على اقتصر ولو‬، ‫بأس فال قصار سور على اقتصر ولو‬
Artinya, “Kalau seseorang membatasi diri pada bacaan Surat Al-Fatihah saja, maka itu sudah
memadai. Tetapi kalau seseorang membatasi diri pada bacaan surat-surat pendek setelah baca
Surat Al-Fatihah, maka itu tidak masalah,” (Lihat Syekh Ibnu Sayyid Muhammad Syatha Ad-
Dimyathi, I’anatut Thalibin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz I, halaman 303).

Selagi gerhana bulan berlangsung, maka kesunahan shalat sunah gerhana bulan tetap berlaku.
Tidak ada batasan jumlah rakaat shalat gerhana bulan menurut Madzhab Maliki. Hanya saja
shalat sunah gerhana bulan ini dikerjakan per dua rakaat. Demikian tata cara shalat gerhana
bulan berdasarkan Madzhab Hanafi dan Madzhab Maliki.

Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/85686/tata-cara-shalat-gerhana-bulan-sendirian

Anda mungkin juga menyukai