Anda di halaman 1dari 10

Perbandingan Hukum Islam di Beberapa Negara - Permasalahan proses kolaborasi dan akulturasi

muatan hukum dalam suatu Negara dengan Negara lain tidaklah bisa dihindari lagi. Faktor
penyebabkanya bukan semata-mata karena arus informasi dan globalisasi teknologi, tetapi juga
sain.

Proses kolaborasi dan akulturasi antara hukum Islam di beberapa Negara


Islam dengan hukum yang berkembang di Barat, disadari atau tidak
merupakan kenyataan empirik yang telah terjadi. Indikasi ini dapat dilihat
dari beberapa produk perundang-undangan yang teraktualisasi di Negara-
negara Islam itu sendiri. Dengan kata lain Negara Islam yang benar-benar
telah mengaktualisasikan hukum Islam secara murni dalam praktiknya akan
mengalami kesulitan.

Beberapa negara tertentu saja yang menurut banyak pihak masih


menjalankan praktik hukum Islam secara murni, sebut saja misalnya Negara
Arab Saudi dan Yaman Utara, inipun perlu ditanyakan kembali kebenarannya,
sebab masalah qishas di Negara Saudi Arabia masih timpang, artinya tidak
diberlakukan secara komperhensif. Adapun yang masih berada dalam masa
transisi menuju hukum Islam yaitu Negara Pakistan.

Pertanyaan mendasar adalah faktor apa yang mendorong mereka menyerap


hukum Eropa? Apakah hukum Islam itu kaku? Sehingga akan menciptakan
ekstremitas dan kejumudan? Bukankah Al-qur'an sebagai sumber dari hukum
Islam yang sangat dinamis dan bukan statis?

Kalau kita mengkritisi salah sistem hukum Islam, maka akan ditemui satu
peristiwa yang sangat unik, yaitu hukuman mati yang di tawarkan oleh Islam.
Model hukuman itu kini terkesan tidak berprikemanusiaan menurut kacamata
Barat, namun dalam praktiknya sekarang mereka tanpa malu-malu
mentransformasi sistem itu kedalam tatanan hukum mereka. Sebaliknya
dalam banyak hal, umat Islam di beberapa negara tertentu cenderung
menggunakan sistem hukum Barat. Saling meminjam dan menerapkan sistem
hukum lintas negara dan ideologi akhir-akhir ini nampaknya menjadi tradisi
yang biasa. Mengapa demikian?
Secara ideal, kita sebagai negara muslim seharusnya dan seyogyanya
mentranformasi nilai-nilai hukum Islam ke dalam tatanan hukum nasional,
meskipun tanpa memasukkan label-label Islam. Survei telah menunjukkan
bahwa hukum Islam terbukti bisa meminimalisasi kejahatan yang akan
terjadi. Selain itu, hukum Islam juga bisa eksis dalam masyarakat pluralitas.
Sejarah telah mencatatnya bahwa sebutan piagama madinah adalah satu di
antara sistem hukum yang telah dibangun oleh Islam. Atas dasar itulah orang-
orang Barat memberikan sebutan Negara Modern Madinah.

Oleh sebab itu dengan melihat maraknya kriminalitas yang terjadi pada akhir-
akhir ini, tranformasi nilai-nilai hukum Islam ketatanan nasional nampaknya
sudah tidak bisa ditunda lagi.

Sebagai bukti otentik bahwa penyerapan hukum Eropa kedalam Negara –


negara muslim adalah sesuai dengan faktanya. Di sini akan dimuat beberapa
catatan yang akan menunjukkan bahwa itu memeng benar adanya. Poin-poin
globalnya akan dikaji dalam rumusan masalah dalam pembahasan berikut. Di
antara rumusan masalah yang akan diajukan adalah :

 Bagaimana penyerapan hukum Eropa di dunia Islam ?


 Bagaimanakah pembagian hukum di dunia Islam ?
 Negara-negara Islam manakah yang pernah atau masih menggunakan
hukum Eropa dalam pemberlakuan hukumnya ?
 Apa saja yang menjadi penghambat penerapan hukum Eropa di Negara-
negara Islam ?

Penyerapan Hukum Eropa di Negara-negara Islam

Semenjak Abad ke-19, hubungan akrab antara peradaban Islam dan


peradaban Barat terjalin sedemikian kuatnya. Pengaruh Barat mulai
menjamur di dunia Islam. Sebenarnya ketika masa pertengahan, Islam masih
sanggup menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan internal. Namun
semenjak abad ke-19, Islam mulai mengahadapi tekanan dan mengalami
situasi yang berbeda dengan abad pertengahan. Situasi ini diperparah lagi
dengan kekakuan tradisi Islam dan dominannya teori taqlid (kesetiaan yang
mapan pada doktrin yang sudah mapan), yang melahirkan pertentangan yang
jelas-jelas tak dapat diakurkan antara hukum tradisional Islam dan kebutuhan
umat Islam. Tidak lama kemudian pengaruh Barat itu membuat
masyarakatnya menghendaki mengatur diri dengan patokan-patokan Barat.
ang paling mencolok dalam hubungan Negara-negara Islam dan Barat adalah
pada bidang hukum publik serta transaksi sipil dan transaksi komersial.
Dalam kondisinya seperti inilah sistem Islam tradisional nampak mengalami
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahannya. Hal demikian
dikarenakan hukum–hukum sipil Islam tradisional belum sanggup melayani
sistem perdagangan dan pembangunan ekonomi modern.

Sebenarnya perbedaan yang mendasar antara hukum Islam dan hukum Barat
adalah bahwa hukum Barat pada dasarnya bersifat sekuler, sedangkan hukum
Islam pada dasarnya bersifat normatif-religious. Hukum Barat atau hukum
yang berlaku di Eropa continental bersumber pada hukum Romawi. Tentu
saja hukum Romawi diberlakukan oleh kaisar Justisianus saat dia telah
memeluk agama Kristen. Hukum Romawi ini bersumber pada pandangan-
pandangan para hakim ternama dimasa pemerintahan kaisar Antonius, yang
di tulis pada agama asli mereka.

Mereka telah kehilangan pengaruh terhadap orang-orang pelajar pada masa


itu, sebelum mereka terpengaruh agama Kristen. Jadi pada dasarnya hukum
Romawi itu merupakan hukum buatan manusia untuk kepentingan manusia
yang merupakan hukum pertama yang dianggap matang oleh manusia.
Karena itu hukum Eropa atau Romawi itu menjadi hukum yang sewaktu-
waktu bisa diubah apabila keadaan menghendaki demikian. Sedangkan
hukum Islam, secara fundamental dianggap sebagai hukum Tuhan, sehingga
pada pokoknya secara teks tidak dapat di rubah.

Pada awalnya, hukum pidana dan dagang, mempunyai tempat pijakan di


kerajaan Usmania melalaui sistem kapitulasi. Dengan sistem inilah penguasa
Barat menjamin bahwa warga negara mereka di Timur Tengah akan di atur
oleh hukum mereka sendiri. Hal ini menyebabkan tumbuh dan meningkatnya
keakraban dengan hukum Eropa. Khususnya ketika, misalnya dalam bidang
transaksi dagang, hukum Eropa diterapkan pada kasus-kasus yang melibatkan
pedagang muslim dan pedagang yang berkebangsaan Eropa.

Karenanya wajarlah bila para penguasa di Timur Tengah, ketika


mempertimbangkan evisiensi dan kemajuan, mengharuskan digantikannya
hukum tradisional mengarah pada hukum-hukum yang di terapkan dibawah
sistem kapitulasi. pada waktu yang sama, pengambilan hukum Barat ini,
sebagai sistem teritorial, berarti bahwa kekuatan-kekuatan dari luar
menyetujui di hapuskannya sistem kapitulasi. Sebab sistem ini kian
menjengkelkan, begitu di berikan penekanan yang semakin meningkat
terhadap kedaulatan nasional.
Sebagai hasil dari pemikiran-pemikiran ini, terjadilah penerimaan besar-
besaran terhadap hukum (undang-undang) Eropa di kerajaan Usmania,
melalui reformasi Tanjimat yang berlangsung antara tahun 1839-1876. Di
bawah undang-undang hukum pidana tahun 1858 yang merupakan
terjemahan dari kode penal (hukum pidana) Perancis–hadd yang tradisioanal
diharuskan semua, kecuali hukuman mati bagi orang murtad. Ini kemudian
diikuti oleh undang-undang hukum acara dagang di tahun 1861 dan undang-
undang hukum niaga laut di tahun 1863. Kedua undang-undang ini pada
hakikatnya adalah undang-undang hukum Perancis. Untuk menerapkan
semua undang-undang di atas, maka dibangunlah sistem baru tentang
peradilan sekuler (nidhamiyyah).

Pembagian Pemberlakuan Hukum di Dunia Islam

Di dalam Negara Islam atau Negara-negara berpenduduk muslim, dapat di


kelompokkan menjadi tiga kelompok besar, sebagaimana yang di petakan
Tahir Mahmud dalam memandang pemberlakuan hukum Islam khususnya
dalam hukum keluarga :

1. kelompok Negara-negara yang mengikuti (memberlakukan) hukum kelurga


Islam secara tradisioanal, di mana hukum keluarga Islam klasik /tradisioanal
diberlakukan menurut madhab yang bervariasi sebagai warisan yang bersifat
turun-temurun, tidak pernah berubah dan tidak pernah dikodifikasi hingga
masa-masa sekarang. Di antara Negara-negara yang tergolong kelompok ini
ialah Saudi Arabia, Yaman, Bahrai dan Kuwait

2. kelompok Negara-negara yang telah melakukan pembaharuan hukum


keluarga Islam. Kelompok kelompok Negara ini adalah Negara yang telah
melakukan pembaharuan hukum keluarga. Misalnya Negara Mesir tahun
1920-1946 yang mulai mengadakan reformasi dengan memadukan madhab
Hanafi, Syafi’i. Negara lain yang melakukan hal serupa adalah Sudan, Jordan ,
Siria, Tunisia, Maroco, Algeria, Irak, Iran dan Pakistan.

3. kelompok Negara-negara sekuler di mana hukum keluarga Islam telah


ditinggalkan dan digantikan dengan undang-undang hukum modern yang
berlaku untuk seluruh penduduk dan dapat dikatakan terlepas dari agama
mereka. Di antara contohnya adalah Negara Turki yang oleh Edward
Mortimer dijuluki sebagai bangsa muslim dengan Negara sekuler yang
memberlakukan kode sipil yang didasarkan pada hukum-hukum Barat.
Negara-Negara Yang Menyerap Hukum Eropa Dalam Pemberlakuan
Hukumnya Negara-negara islam yang yang menyerap atau menggunakan
hukum Eropa antara lain:

1. MESIR.

Republic Arab Mesir terletak dilaut Afrika. Jumlah penduduknya 40 juta jiwa,
dan hamper 91 % penduduknya beragama islam. Negara ini sejak tahun 1875
mengambil hukum Perancis. Disamping mengundangkan Undang-Undang
hokum pidana, Dagang dan Maritim, Mesir juga membentuk system peradilan
sekuler guna menerapkan semua Undang-undang tersebut juga
mengundangkan kode civil (Hukum Perdata) yang pada dasarnya disusun
menurut Undang-undang Perancis dan hanya beberapa saja yang diambilkan
dari syari'ah.

Pada masa pemerintahan Raja Taufiq, di Mesir ada lima peradilan yang
hukumnya dari berbagai sumber yang berbeda, peradilan –peradilan tersebut
antara lain:

 peradilan Syar'i yang merupakan peradilan tertua dan bersumber pada


fiqih islami
 peradilan campuran, didirkan pada tahun 1875 yang bersumber pada
Undang-undang Asing
 peradilan ahli (adat) yang didirikan pada tahu 1883 bersumber pada
undang-undang Perancis
 peradilan milliy (peradilan agama-agama diluar islam) sumber
hukumya adalah agama-agama lain diluar islam
 peradilan qunsuliy (peradilan Negara-negara asing sumber) sumber
hukumnya menurut Negara masing-masing.

Pada tahun 1948 Mesir menggunakan KUHP baru yang ternyata isinya tidak
jauh berbeda dengan KUHP peninggalan Eropa. Meskipun menurut konstitusi
Mesir tahun 1977 dinyatakan bahwa Syari'at Islam menjadi sumber utama
perundang-undangan Mesir, nyatanya KUHP Mesir 1948 berlaku tanpa
perubahan yang urgen.

2. LIBYA
Republik Jamariah Libiya terletak di Afrika Utara pada pantai laut tengah.
Jumlah penduduknya mencapai 2,1 juta jiwa dan presentase kaum muslimin
mencapai kurang lebih 99%. pada saat kemerdekaanya, Libya mengadopsi
Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) tahun 1953 yang didasarkan pada
hukum barat sebagaimana terefleksi dalam KUHP Mesir tahun 1948.

Namun demikian pada tahun 1971 dibentuklah sebuah komisi untuk merevisi
undang-undang Negara agar sesuai dengan prinsip-prisip syari'at islam. Dan
pada tahun 1973, di negara ini telah berlaku undang-undang baru tentang
kejahatan terhadap harta kekayaan dan undang-undang lainnya tentang zina,
yang keduanya berdasarkan hukum islam, Negara inilah yang diakui sebagai
Negara pertama yang melakukan kodifikasi hukum pidana islam dengan
teknik perundang-undangan modern.

3. IRAN

Republik Islam Iran terletak di barat daya asing. Penduduknya kurang lebih
berjumlah 38 juta jiwa, 98% penduduknya memeluk agama islam. Dimana
Shah Iran, Negara ini menggunakan kitab undang-undang yang menggunakan
doktrin-doktrin hukum civil (kontinental).

Kitab undang-undang hukum pidana dan acara pidana disusun oleh sebuah
komisi yang terdiri dari ahli-ahli pidana Perancis. Meskipun konstitusi Iran
1906 memberi kekuasaan pada dewan islam Iran untuk menolak setiap
undang- undang yang tidak sesuai dengan islam, pemerintah Shah Iran
melahirkan hukum-hukum yang bersumber dari hukum barat.

Situasi berubah dengan terjadinya revolusi Islam Iran yang kemudian


mendeklarasikan bahwa dimasa depan, Syari'at Islam menjadi satu-satunya
sumber dari semua perundang-undangan dinegara itu.

4. SUDAN

Republik Demokrasi Sudan, terletak di benua Afrika. Penduduknya 18 juta


jiwa 82% diantaranya beragama islam. setelah Sudan berada dibawah
pemerintahan Inggris, menjelang akhir abad 19, sejumlah Undang-undang
Inggris dan India diberlakukan dinegara ini, diantaranya:

1. kitab undang-undang hukum pidana 1860


2. kitab undang-undang hukum acara pidana 1898 Undang-undang pidana
Sudan ini berdasarkan undang-undang pidana India. Setelah merdeka, di
bawah ketentuan-ketentuan komisi hukum konstitusi, dilakukanlah revisi
undang-undang sehingga sesuai dengan tradisi Negara. Konstitusi tetap
berlaku diadopsi tahun 1973 telah mendeklarasikan syari'at sebagai sumber
utama perundang –undangan.

5. IRAQ

Republik Iraq, penduduknya mencapai kurang lebih 12 juta jiwa dan 94


diantaranya memeluk agana islam. Negara ini pada awalnya menggunaklan
Bagdhad Perul Code 1918 dan I Bagda Criminal Procedure Code 1919 yang
bersumber pada KUHP India 1860 dan KUHP India 1898. Di tahun 1970, Iraq
melegitimasi KUHP dan KUHAP sendiri yang berasal dari sumber barat dan
juga merefleksikan pandangan sosialis tentang kejahatan dan hukuman.

6. YORDANIA

Di Yordania, berlaku hukum pidana yang diatur dalam KUHP baru Yordania
yang bersumber dari KUHP Mesir 1948 dan KHU. Suriah 1949. dimana di
Yordania tidak ada ruang bagi hudud dan qhishash.

7. TURKY

Republik Turky adalah suatu Negara Islam merdeka yang pernah diisolasikan
oleh Musthafa Kemal atau yang dikenal dengan Kemal Attatrurk. Jumlah
pendudukya 42 juta jiwa, 98% diantaranya memeluk agama Islam. Pada
tahun 1926 Turky mengundangkan hukum pidana yang didasarkan pada
hukum Italy, sedangkan Undang-undang Hukum Acara Pidana yang
menyusul dua tahun kemudian, banyak diilhami Undang-undang Jerman.
Dalam bidang perdata memberlakukan Code Civil yang diadopsi oleh Negara-
negara ini setelah runtuhnya kekuasaan Ottoman (Ottoman Empire), code
civil Turki bersumber pada code civil Switzerland 1912, yang mengangkat
materi-materi hukum islam prinsipil.

8. MALAYSIA
Malaysia memilki system campuaran. Di negara ini system peradilan pidana
berlaku berdasarkan pada hukum pidana model India. KHUP India 1860 dan
KUHP 1898 diadaptasi dengan kondisi local dengan berbagai perubahan,
tetapi secara umum masih tetap menjadi sumber hukum pidana dan acara
pidana di Malaysia. Meski demikian, ketentuan –ketentaun pidana yang
bersumber dari ajaran islam diterapkan dan menjadi kompetensi pengadilan
Syari'ah ( Syari'ah Court) dengan menggunakan hukum acara dan pembuktian
Syari'at.

9. INDONESIA

Indonesia adalah Negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Pada saat
ini Indonesia masih menggunakan KUHP peninggalan belanda yang telah
dirubah beberapa kali sebgai sumber hukum pidana utama, disamping
berbagai undang-undang pidana (misalnya UU tindak pidana Korupsi) dan
undang-undang yang bermuatan pidana (misalnya UU perbankan, UU
kesehatan). KUHP yang saat ini berlaku di Indonesia berasal dari KUHP
penjajah belanda (Wet boek van strafrech 1915) yang berdasarkan UU No 1
tahun 1945 dinyatakan berlaku tanpa perubahan.

Untuk hukum keluarga di Indonesia masih memberlakukan kitab undang-


undang hukum perdata barat( BW) selain pula memberlakukan undang-
undang No 1 1974 tentang perkawinan dan juga kompilasi hukum islam yang
diberlakukan atas asas personalitas keislaman.

Hambatan Penerapan Hukum Eropa di Negara-negara Islam

Pengenalan hukum barat di Negara-negara islam bukannya tanpa di awali


banyak kesulitan. Permasalahan timbul dari adanya dua macam hukum yang
sama-sama berlaku dan berinteraksi, yaitu hukum barat dan hukum islam. Di
dalam tradisi hukum islam, mengakui hak pemerintah, lewat yurisdiksi
mazhalim,memberi tambahan atas doktrin syari’ah dalam bidang hukum
publik dan hukum perdata pada umumnya, sedangkan pengambilan hukum
barat dalam bidang-bidang ini tidak lebih merupakan perluasan kekuasaan
pemerintah yang diakui.

Walaupun demikian permasalahan seperti itu tidaklah merubah dan


mengurangi kenyataan bahwa hukum barat telah berhasil dicernakan
(diasimilasi) diberbagai daerah islam dan bahwa kalau pada mulanya boleh
jadi terusik dan diganggu saat ini harmonis sekali dengan temperamen
penduduk muslim.

Di dalam Negara islam atau Negara-negara berpenduduk muslim, dapat di


kelompokkan menjadi tiga kelompok besar, sebagaimana yang di petakkan
Tahir mahmuud dalam memandang pemberlakuan hukum islam khususnya
dalam hukum keluarga :

1. kelompok Negara-negara yang mengikuti (memberlakukan) hukum kelurga


islam secara tradisioanal.

Dimana hukum keluarga islam klasik /tradisioanal diberlakukan menurut


madhab yang bervariasi sebagai warisan yang bersifat turun-menurun, tidak
pernah berubah dan tidak pernah dikodifikasi hingga masa-masa sekarang.
Diantara Negara-negara yang tergolong kelompok ini ialah Saudi Arabia,
Yaman, Bahrain dan Kuwait

2. kelompok Negara-negara yang telah melakukan pembaharuan hukum


keluarga islam.

Kelompok kelompok Negara ini adalah Negara yang telah melakukan


pembaharuan hukum keluarga. Misalnya Negara Mesir tahun 1920-1946 yang
mulai mengadakan reformasi dengan memadukan madhab Hanafi, Syafii.
Negara lain yang melakukan hal serupa adalah Sudan, Jordan , Siria, Tunisia,
Maroco, Algeria, Irak, Iran dan Pakistan.

3. kelompok Negara-negara sekuler

Dimana hukum keluarga Islam telah ditinggalkan dan digantikan dengan


undang-undang hukum modern yang berlaku untuk seluruh penduduk dan
dapat dikatakan terlepas dari agama mereka. Diantara contohnya adalah
Negara Turki yang oleh Edward Mortimer dijuluki sebagai bangsa muslim
dengan Negara sekuler yang memberlakukan kode sipil yang didasarkan pada
hukum-hukum barat

DAFTAR PUSTAKA

Anderson,JNJ. 1991. Hukum Islam DiDunia Modern, Edisi terjemah,


Muhammad Nun Husain, Surabaya: Amar Press
Coulson, Noel J. 1987. Hukum Islam Dalam Perspektif Sejarah,Edisi terjemah
Hamid Ahmad, Jakarta: P3M
Madkur, Muhamad Salam. 1993. Peradilan Dalam Islam, Edisi terjemah
Imron AM, Surabaya : Bina IImu
Santoso, Topo. 2003. Membumukan Hukum Pidana Islam (Penegakan
Syari'at Dalam Wacana dab Agenda), Jakarta : Gema Insani Press
Suma, Muahammad Amin. 2004. Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam,
Jakarta : Raja Grafindo Persada
Yakan, Fathi. 1995. Islam Ditengah Persekongkolan Musuh Abad 20, Jakarta:
Gema Insani Press

Anda mungkin juga menyukai