Anda di halaman 1dari 9

Duet Blue Bird - GoCar Versus Express -

Uber, Siapa Unggul?


Pengemudi Taksi Blue Bird menunggu penumpang di Jakarta, Senin (21/3). Antara foto/puspa
perwitasari/aww/16.
91 Shares
Reporter: Yan Chandra
09 Maret, 2017dibaca normal 4:30 menit

 Harga saham Blue Bird terus naik setelah menjalin aliansi dengan GoCar
 Kerja sama dengan Uber belum memberikan imbas positif pada Express

Pengelola taksi konvensional akhirnya memilih beraliansi dengan transportasi


online. Blue Bird memilih kerja sama dengan Gocar, sementara Express dengan Uber. Siapa
lebih jagoan?
tirto.id - Perkembangan teknologi digital termasuk salah satu penemuan yang banyak mengubah
perilaku baik konsumen maupun produsen. Perkembangan digital termasuk dalam distruptive
innovation, yang didefinisikan oleh dosen Harvard Bussiness School Amerika Serikat Clayton
Christensen sebagai proses produk atau jasa yang sebenarnya berakar di sebuah pasar lalu
kemudian muncul di pasar, sehingga mengganggu pesaing yang sudah ada. Distrupsi terjadi
karena ada persaingan baru dalam sebuah pasar melalui perusahaan baru yang memasuki pasar
yang sudah mapan. Christensen juga mencermati, pada awal 2000-an, ada dampak sosial yang
signifikan akibat perubahan ini.

Banyak industri yang terpapar oleh perkembangan teknologi digital ini. Misalnya saja industri
transportasi. Penyedia transportasi seperti perusahaan taksi tidak luput dari gangguan itu.
Kehadiran perusahaan taksi online di Indonesia dalam dua tahun belakangan ini memberikan
layanan gaya baru untuk para konsumen taksi.

Konsumen tinggal memesan taksi melalui aplikasi, lalu dijemput dan diantar ke tempat tujuan.
Taksi online pun lebih nyaman dibandingkan dengan taksi konvensional. Konsumen seperti
memiliki banyak mobil pribadi, berganti-ganti mobil.

Kualitas layanan terjaga karena ada “tuhan” yang bernama peringkat. Jika layanan yang
diberikan pengemudi taksi online buruk, konsumen tidak segan memberikan peringkat rendah.
Dampaknya, kemungkinan perhitungan bonus pengemudi dapat dipangkas, gara-gara peringkat
rendah dari pelanggan. Paling parah, pengemudi dapat diputus hubungan kerja samanya dengan
perusahaan penyedia jasa taksi online. Sebaliknya, jika konsumen mengeluhkan layanan dari
taksi konvensional kepada service center, belum tentu aduan tersebut ditindaklanjuti.

Selain layanan, biaya yang dibebankan oleh taksi online lebih murah dibandingkan dengan taksi
konvensional. Skema kemitraan di antara perusahaan penyedia jasa taksi online dan
pengemudinya memangkas banyak sekali biaya operasional yang harus dibayar oleh perusahaan
taksi konvensional.

Secara alami, sebagian pelanggan taksi konvensional beralih ke taksi online. Konsumen memilih
layanan yang dianggap lebih memberikan nilai tambah ketimbang taksi konvensional. Apalagi,
pemerintah terkesan tidak tegas menegakkan aturan transportasi online ini. Padahal, perselisihan
antarpengemudi sudah sering terjadi. Kondisi yang berlarut-larut ini menyebabkan pendapatan
perusahaan taksi konvensional semakin menyusut. Imbasnya, harga sahamnya pun terus merosot
karena ketidakpastian masa depan.

Merangkul Pesaing
Persaingan dengan taksi online, terbukti sudah mengerogoti keuntungan emiten taksi, PT Blue
Bird Tbk operator taksi biru Blue Bird dan PT Express Transindo Utama (TAXI) operator taksi
putih Express.

Laba kedua emiten tergerus dalam hingga September 2016. Express membukukan pendapatan
sebanyak Rp 512,57 miliar, turun 28,95% dari tahun lalu. Operator taksi putih itu juga
menderita kerugian sebesar Rp 81,8 miliar. Padahal pada periode sama tahun sebelumnya,
pendapatan mencapai Rp 721,4 miliar dengan laba bersih sebesar Rp 11,07 miliar. Laba usaha
tercatat turun dari Rp 161,637 miliar menjadi Rp 46,293 miliar pada September 2016.

Seperti juga Express, kinerja Blue Bird juga mengalami pelemahan. Hingga September 2016
lalu, laba bersihnya merosot 42,32%, dari Rp 629 miliar menjadi Rp 362 miliar. Beban usaha
meningkat dari Rp 350 miliar menjadi Rp 435 miliar. Pendapatan bersih terkikis 10,66% dari Rp
4,03 triliun menjadi Rp 3,6 triliun. Laporan kinerja ini pun memengaruhi pergerakan kedua
saham emiten tersebut.

Mau tidak mau, perubahan ini harus disikapi. Seperti kata Sunzi, filsuf dan ahli perang Cina
salah satu caranya adalah dengan strategi memahami dan mendekati musuh. Langkah ini pula
yang jalani oleh Blue Bird dan Express. Menurut analis Bahana Sekuritas Gregorius Gary,
kolaborasi antara kedua operator taksi dengan taksi online akan membuat permintaan taksi
konvensional akan kembali bertambah.

Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan Bahana Sekuritas, kerja sama antara Go-car dengan
taksi Blue Bird lebih rasional dibandingkan kolaborasi antara Uber dengan taksi Express. Ini
dengan melihat tarif promonya. Dalam kondisi normal, Uber memberlakukan tarif Rp 4.032/km,
tetapi mereka memberi diskon 70%. Sedangkan Grab memberikan tarif Rp 3.441/km, dengan
harga promo mendapat potongan 30%.

Berdasarkan hitungan yg dilakukan Bahana kerja sama antara Go-car dengan Blue Bird, gojek
memberikan subsidi antara 20% - 50% dari tarif normalnya Rp 4.459/km, jadi sebenarnya
subsidi yang diberikan Gojek lebih rendah dari subsidi yang diberikan oleh Uber yang
menawarkan potongan antara 25% - 70%, dan Grab memberikan potongan sekitar 25% - 75%.

Perhitungan tim riset Tirto juga menemukan adanya perbedaan tarif antara tarif konvensional
dengan tarif sesuai transportasi online. Misalnya asumsi perjalanan dari Kemang village menuju
Grand Indonesia yang berjarak 10,6 KM, maka GoCar akan mensubsidi Blue Bird sebesar Rp
7.592 atau sekitar 21,08% dari tarif Gocar. Tarif GoCar sendiri untuk rute perjalanan yang sama
sebesar Rp 36.000. (Lihat Infografik)

Sedangkan, untuk kerja sama antara Uber dengan Express, taksi Express akan menanggung
kerugian sebesar 12,8% dari tarif mereka. Persentase ini didapatkan dari hasil perhitungan rute
Kemang Village menuju Grand Indonesia yang berjarak 10,6 KM, di mana tarif uber sebesar Rp
43.500 dan tarif Express sekitar Rp 49.900. Lain halnya dengan GoCar dan Bluebird, dalam
kerja samanya, uber tidak memberikan subsidi atas kekurangan tarif kepada Express sehingga
kekurangan tarif penumpang menjadi beban taksi Express.

Sekilas, tampak Gojek merugi karena memberikan subsidi kepada Blue Bird karena tarif yang
dibayarkan oleh konsumen adalah tarif yang ada pada aplikasi Gojek, lebih murah ketimbang
tarif taksi Blue Bird. “Tetapi ternyata angkanya tidak sebesar yang kami perkirakan
sebelumnya,” kata Gregorius lagi. ''Dengan skema kolaborasi ini, pihak Blue Bird tentunya
diuntungkan karena jumlah penumpang diperkirakan akan naik, plus mereka masih bisa
mendapat tarif normal, sedangkan pihak Gojek juga diuntungkan karena armada GoCar menjadi
bertambah.
share infografik

Proyeksi Saham
Aliansi yang menguntungkan itu terbukti mampu meningkatkan kepercayaan investor, yang
imbasnya pada kenaikan harga saham. Pada Selasa (28/2), saham Blue Bird tercatat sebagai
salah satu saham yang masuk ke peringkat 8 pada daftar saham yang ditransaksikan berdasarkan
kenaikan secara persentase di bursa. Harganya ditutup naik 14% pada penutupan perdagangan
hari itu, menjadi Rp 3.990.

Menurut riset dari Trimegah Sekuritas indonesia, saham si Burung Biru itu diuntungkan dengan
peningkatan popularitas pemesanan kendaraan secara online karena kerja sama dengan Gojek.
Kerja sama ini menurut Trimegah, akan berdampak positif baik pada utilisasi kendaraan yang
dimiliki Blue Bird juga menuntaskan konflik antarkaryawan pada kedua belah pihak.

Faktor lain, para analis Trimegah melihat bahwa ada perbaikan kinerja Blue Bird. Anggota
manajemen baru pun diharapkan dapat membawa pengaruh besar terhadap strategi jangka
panjang operator taksi tersebut. Trimegah pun menargetkan harga saham Blue Bird pada level
Rp 5.350 atau berpotensi menguat 53 persen dari posisi akhir Februari lalu. Trimegah
merekomendasikan beli pada saham Blue Bird.

Kerja sama dengan Gojek, akan membuat kinerja Blue Bird kembali membaik. Bahana
memperkirakanvpendapatan Blue Bird akan naik ke kisaran Rp5,3 triliun pada akhir 2017 dari
Rp4,85 trilun yang diperkirakan akan diraup hingga akhir 2016. Hingga (8/3), laporan keuangan
Blue Bird untuk tahun 2016 belum dipublikasikan. Pada akhir 2015, Blue Bird berhasil meraup
pendapatan sebesar Rp 5,47 triliun. Laba bersih diperkirakan akan naik menjadi Rp 565 miliar
pada akhir 2017, dari perkiraan semula yang sebesar Rp 494 miliar pada akhir tahun lalu.
Kembali ke tahun 2015, Blue Bird sempat mengantongi laba sebesar Rp 824 miliar. Berdasarkan
perkiraan ini, Bahanan merevisi rekomendasinya atas saham berkode BIRD ini menjadi buy
dengan target harga Rp 4.750 dari kisaran saat ini yang sebesar Rp 4.000-an.

Bagaimana dengan pesaingnya Express ? Rupanya emiten ini belum dapat bernafas lega
walaupun mereka sudah menjalin kerjasama dengan operator taksi online Uber. Ini dikarenakan
tarif yang dibayarkan oleh penumpang yang memesan lewat aplikasi Uber, adalah harga yang
berlaku di Uber. Tidak ada subsidi yang dibayarkan Uber kepada Express. Kerja sama ini lebih
menguntungkan Uber ketimbang Express.

Selain itu, masih banyak permasalahan internal yang belum diselesaikan. Setoran harian yang
diterapkan kepada para pengemudi diturunkan menjadi Rp 150.000 dari Rp 240.000 akibat
persaingan sengit dengan taksi online. Sayangnya, meskipun setoran harian sudah diturunkan,
beberapa pengemudi masih saja tidak mampu menutupi setoran itu karena tidak ada penumpang
dan akhirnya memilih keluar dari Express.

Manajemen Express sudah melakukan perbaikan dengan menutup beberapa pool taksi Express
yang kinerjanya kurang baik, mengurangi jumlah karyawan, menjual aset serta akan melakukan
restrukturisasi pinjaman.

Bahana memperkirakan kinerja Express masih suram, pendapatan pada akhir tahun ini hanya
akan naik sedikit menjadi Rp 688 miliar, dibandingkan dengan pendapatan tahun lalu yang
diperkirakan mencapai Rp 644 miliar. Express diperkirakan masih dapat mengantongi
pendapatan sebesar Rp 970 miliar. Berbagai upaya yang dilakukan pada tahun ini, sehingga laba
bersih diperkirakan akan membaik menjadi Rp 8,8 miliar dari perkiraan rugi pada tahun 2016
yang mungkin akan mencapai Rp 120 miliar. Pada tahun 2015, Express masih dapat
mengantongi laba bersih sebesar Rp 32 miliar.

Faktor-faktor tersebut membuat Bahana merekomendasikan para investor mengurangi bobot


saham TAXI pada portofolionya. Diperkirakan harga saham akan turun dari kisaran saat ini Rp
156 menjadi Rp 135 per saham.

Pertarungan masih belum usai. Upaya merangkul musuh masih belum benar-benar usai dan
memberikan jawaban atas tantangan-tantangan dan distrupsi yang terjadi. Masih banyak
penyesuaian dan langkah kerja sama lainnya yang perlu dijalani.

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan menarik lainnya Yan Chandra
(tirto.id - cha/nqm)

Anda mungkin juga menyukai