PENDAHULUAN
1
4. Bagaimana hubungan determinan sosial kesehatan dengan penyakit TBC ?
5. Contoh kasus tentang determinan sosial kesehatan pada penyakit TBC
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1.2 Determinan Sosial
4
1. Faktor sosial ekonomi
Di sini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan tempat hunian,
lingkungan perumahan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat
memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga degan
penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat
hidup laying dengan memenuhi syarat – syarat kesehatan. Tingkat sosial
ekonomi meliputi :
a. Pendidikan
Dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau
kea rah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri
inidividu, keluarga atau masyarakat.
b. Pekerjaan
pekerjaan seseorang dapat mengukur status sosial ekonomi serta masalah
kesehatan dan kondisi tempat seseorang bekerja. Pekerjaan juga
menentukan besarnya penghasilan yang diterima oleh seseorang.
Masyarakat dengan penghasilan yang rendah sering mengalami kesulitan
mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, sehingga penyakit menular
seperti TB Paru merupakan ancaman bagi mereka.
c. Pendapatan
Pendapatan adalah posisi yang ditentukan langsung dari komponen
sumber daya material yang didapatkan langsung dari jenis pekerjaan.
Mekanisme yang dapat menjelaskan hubungan antara pendapatan yang
dapat mempengaruhi kesehatan adalah :
1) Daya beli untuk membeli sumber daya yang baik seperti makanan
dan tempat tinggal.
2) Memudahkan akses kesemua layanan, yang dapat meningkatkan
kesehatan secara langsung.
3) Membina harga diri dan status sosial dalam bermasyarakat.
5
Tingkat sosial ekonomi yang rendah menunjukkan rendahnya tingkat
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan yang dapat mempengaruhi kesehatan
seseorang. Dengan rendahnya pendidikan maka pengetahuan akan penyakit,
terutama tentang penyakit TB Paru juga kurang. Begitu juga dengan
pekerjaan dan penghasilan yang rendah menyebabkan orang tersebut lebih
memfokurskan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari
dana pabila sakit kebanyakan dari orang dengan tingkat social rendah
tidakakan segera memeriksakan penyakitnya kepetugas kesehatan, baru saat
sakit dirasa tidaksembuh – sembuh mereka memeriksakan penyakitnya
kepetugas pelayanan kesehatan.
2. Kepadatan Hunian
Kepadatan penghuni rumah juga dapat mempegaruhi kesehatan, karena jika
suatu rumah yang penghuninya jika suatu rumah yang penghuninya padat
dapat memungkinkan terjadinya penularan penyakit dari satu manusia
kemanusia lainnya. Kepadatan penghuni di dalam ruangan yang berlebihan
akan berpengaruh, hal ini dapat berpengaruh terhadap perkembangan bibit
penyakit dalam ruangan. Kepadatan penghuni dalam rumah merupakan salah
satu faktor yang dapat meningkatkan insiden penyakit TB Paru dan penyakit –
penyakit lainnya yang dapat menular.
Suatu rumah dikatakan padat bila anggota keluarga yang tinggal dalam
ruangan dengan ukuran luas minimal 9m2 digunakan lebih dari 2 orang. Oleh
sebab itu jumlah penghuni di dalam rumah harus disesuaikan dengan luas
rumah agar tidak terjadi kepadatan yang berlebihan.
Rumah sehat yaitu bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan, yaitu rumah yang memiliki :
• Jamban yang sehat,
• Sarana air bersih,
• Tempat pembuangan sampah,
• Sarana pembuangan air limbah,
6
• Ventilasi rumah yang baik,
• Kepadatan hunian rumah yang sesuai
• Lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah
3. Status Gizi
Keadaan kekurangan gizi akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan
faktor penting yang berpengaruh di Negara miskin baik pada orang dewasa
maupun anak – anak.
4. Jenis Kelamin
Jenis kelamin termasuk kedalam karakteristik yang ditentukan secara biologis.
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki – laki
dibandingkan perempuan. Pada jenis kelamin laki – laki penyakit ini lebih
tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat
menurunkan system pertahanan tubuh sehingga lebih mudah terpapar dengan
agent penyebab TB-Paru.
Menurut WHO, sedikitnya dalam jangka waktu setahun ada sekitar 1
juta perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa
pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kemaitan yang disebabkan oleh
TB-paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan.
7
2.3 Hubungan Determinan Sosial Kesehatan dengan Penyakit TBC
8
kepatuhan minum obat TB. Terbentuknya value masyarakat terhadap upaya
pencegahan penyakit yang berpengaruh secara langsung terhadap angka
kesakitan TB paru dan faktor ini dapat berpengaruh pada struktur sosial atau
sebaliknya secara timbal balik bersamasama memengaruhi penularan penyakit
TB paru. Apabila masyarakat telah memperoleh manfaat akan kegunaan dari
adanya suatu norma, value dan dampak negatifnya maka akan timbul suatu
kepercayaan terhadap pencegahan penularan penyakit TB paru yang pada
akhirnya menjadi suatu budaya.
2.4 Akibat yang Ditimbulkan dari Determinan Sosial Kesehatan pada Penyakit
TBC
Penyakit TB adalah salah satu yang mendapat perhatian serius dari pemerintah,
karena masuk dalam golongan penyakit menular langsung.Sebenarnya tidak
hanya pemerintah Indonesia, bahkan badam kesehatan dunia, WHO juga
memberika perhatian khusus pada penyakit yang banyak menyerang masyarakat
negara berkembang ini.Hal ini disebabkan pada dampak sosial dan psikologis
kompleks yang ditimbulkan oleh penyakit TB.Beban yang harus ditanggung oleh
lingkungan yang di dalamnya ada penderita TB sangat berat meski biaya
pengobatan gratis.Karena tidak hanya pasien yang terkena imbasnya tapi juga
orang-orang di sekitarnya. Seseorang yang terinveksi TB, produktifitasnya
otomatis akan terganggu. Dengan mudah mendapat diskriminasi dari
lingkungannya. Seperti akan langsung dikeluarkan dari tempat kerja karena bos
tidak mau karyawan lain tertular.
9
2.5 Contoh Kasus tentang Determinan Sosial Kesehatan pada Penyakit TBC
Contoh nyata adalah seorang karyawan yang langsung dipulangkan oleh sang
bos dari Malaysia, padahal baru dua bulan berada di sana. Mandor tempatnya
bekerja di Malaysia tidak mau mengambil resiko karyawan lain tertular dan
karena baru dua bulan bekerja, tempatnya bekerja juga menganggap tidak
berkewajiban untuk membiayai pengobatannya hingga tuntas. Dan lebih memilih
memulangkannya ke Indonesia. Akibatnya, biaya berangkat ke sana belum
terbayar lunas karena baru kerja dua bulan, hasil yang didapat bahkan hanya
cukup untuk menutup biaya makan dan pengobatan singkat yang dijalaninya
selama di Malaysia. Sampai Indonesia, anaknya yang masih kecil terpaksa
mengungsi ke rumah orang tua agar tidak tertular.Istrinya yang merawat, biaya
kehidupan sehari-hari akhirnya menjadi beban orang tua dan keluarga besar.
Hal yang sama juga dialamai oleh sahabat Shian Hwa yang pernah menjadi BMI
beberapa tahun di luar negeri. Shian menceritakan salah satu sahabatnya juga
harus menerima nasib dipulangkan langsung oleh majikannya karena terkena
TB. Saat saya masih duduk di bangku sekolah dan menjalani pengobatan TB,
saya juga merasakan hal yang sama. Saya tahu bagaimana capeknya Ibu saya
setiap saat mengantar saya periksa, bahkan saya ingat saat masih duduk di kelas
2 SD pernah mengalami selama 2 minggu berturut-turut saya setiap hari ke
rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan dan rawat jalan.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Dotulong Jendra. Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis Kelamin dan Kepadatan
hunian Dengan Kejadian Penyakit TB Paru di Desa Wori Kecamatan
Wori. 2014. Tersedia di:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JKKT/article/view/7773/7336,
diakses pada 31 Agustus 2017
Satri Ristyo, Ali, dkk. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Dengan Angka Kejadian
Tb Paru Bta Positif Di Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan Jombang.
2012. Tersedia di http://stikespemkabjombang.ac.id/ejurnal/index.php/Juli-
2013/article/view/11/14.
Kompasiana. (2015, 12 April). Dampak Sosial dan Psikologis Penyakit TB. Diperoleh
pada 2 September 2017, dari:
http://www.kompasiana.com/sumarti_saelan/dampak-sosial-dan-psikologis-
penyakit-tb_5535ab006ea834451bda4321.
12