Anda di halaman 1dari 36

TUGAS HARIAN

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI

Oleh:

Fauziah Paramita Bustam, S.Ked


1518012243

Preseptor:

dr. Karyanto, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


RSUD. Dr. H ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
PERTANYAAN

1. Bagaimana cara pengukuran


a. Foto Simetris
b. Elongasi Aorta
c. Hilus
d. CTR
2. Sebutkan klasifikasi TB
3. Bagaimana patofisiologi dan gambaran radiologi TB pada anak
4. Apa diagnosis banding bayangan opaque-semiopaque pada lapangan paru
dan bagaimanakah gambaran radiologisnya?
5. Apa diagnosis banding bayangan lusen pada lapangan paru dan
bagaimanakah gambaran radiologisnya?
6. Sebutkan organ-organ retroperitoneal dan intraperitoneal?
7. Bagaimanakah persiapan, indikasi, kontraindikasi, dan pelaksanaan
pemeriksaan
a. IVP
b. Colon In Loop
8. Sebutkan macam-macam lesi metastase pada thoraks (paru dan tulang)
JAWABAN

1. Cara pengukuran hilus, elongasi, CTR


a) Foto thorax
1.Identitas / tanda-tanda harus lengkap, contoh :
- ada marker R atau L.
- Nomer film.
- Nama penderita, umur, jenis kelamin.
- Tanggal pemotretan.
- RS / klinik tempat foto itu dibuat.

2. Foto thorax simetris, dapat dilihat dari garis median dan yang dipakai
sebagai parameter adalah ujung medial clavicula.

3.Foto thorax ketajamannya cukup, yang dipakai sebagai parameter


adalah vertebrae yang terlihat sampai vertebrae thoracalis 4-5.

4.Semua bagian thorax masuk dalam film dan ukuran film harus sesuai
dengan besarnya thorax.

5.Tidak adanya artefact, yaitu bayangan tambahan yang disebabkan


kesalahan waktu pembuatan foto.

6. Gambaran tidak goyang biasanya dikarenakan penderita tidak tahan


nafas, sehingga bayangan film menjadi kabur.

7. Inspirasi maksimal, dimana terlihat diafragma kanan setinggi costae 6


depan atau costae 9 belakang. Inspirasi maksimal Supaya udara bisa
masuk maksimal sampai alveoli sehingga paru dapat berkembang
sempurna. Akibatnya corakan paru dan vaskuler tidak saling tumpang
tindih dan terlihat dengan jelas, diafragma terlihat dengan sinusnya
dan jantung bisa dinilai dengan benar

b) Elongasio Aorta
Lihat ARCUS AORTA
bandingkan dengan bagian bawah clavicula
N jarak 1-2 cm, <1 cm dikatakn elongation arcus aorta
Untuk orang tua, > 50 tahun, ukur dari garis tengah ke lengkung aorta
yang paling jauho Ambil garis tengah. Kalau > 4 cm  elongatio
arcus aorta
c) Hilus
Merupakan tempat keluar A & V pulmonalis
Cara ukur:
Tarik 2 garis sejajar hilus, kemudian tarik garis tegak lurus dengan garis
sejajar tadi Dewasa : tidak lebih 16mm.

d) Cara pengukuran Cardio Thoracic Ratio (CTR)


- Ditarik garis M yang berjalan di tengah-tengah kolumna vertebralis
torakalis.
- Garis A adalah jarak antara M dengan batas jantung sisi kanan yang
terjatuh.
- Garis B adalah jarak antara M dengan batas kiri jantung yang terjatuh.
- Garis transversal C ditarik dari dinding toraks sisi kanan ke dinding
toraks sisi kiri. Garis ini melalui sinus kardiofrenikus kanan. Bila sinus-
sinus kardiofrenikus ini tidak sama tingginya, maka garis C ditarik melalui
pertengahan antara kedua sinus itu. Ada pula yang menarik garis C ini dari
sinus kostofrenikus kanan ke sinus kostofrenikus kiri. Perbedaan kedua
cara ini tidak begitu besar, sehingga dapat dipakai semuanya.

Rumus :

Cara pengukuran CTR

CTR = (𝐴 + 𝐵 / C) × 100%

Pada radiografi toraks PA dewasa dengan bentuk tubuh yang normal, CTR
kurang dari 50%.
Pada umumnya jantung mempunyai batas radio-anatomis sebagai berikut :
- Batas kanan jantung letaknya para-sternal, Bila kita memakai garis A,
maka garis A ini panjangnya tidak lebih dari 1/3 garis dari M ke dinding
toraks kanan.
- Batas jantung sisi kiri terletak di garis pertengahan klavikula (mid-
clavicular line).
- Batas dari arkus aorta, yaitu batas teratas dari jantung, letaknya 1-2 cm di
bawah tepi manubrium
2. Sebutkan klasifikasi TB

a. Indonesia
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif.
 Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkolosis aktif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif.
2. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah:
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M. tuberculosis.

Berdasarkan tipe pasien


a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
c. Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahah BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan
negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan
terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :

 Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur,


keganasan dll)
 TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus tuberkulosis
d. Kasus drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
e. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.
f. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
g. Kasus bekas
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau
foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran
radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan
serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

Pembagian Tuberkulosis menurut WHO didasarkan pada terapi yang


terbagi menjadi 4 katergori:
a. Kategori I, ditujukan terhadap:
 Kasus baru dengan dahak positif
 Kasus baru dengan bentuk TB berat
b. Kategori II, ditujukan terhadap:
 Kasus kambuh
 Kasus gagal dengan dahak BTA positif
c. Kategori II, ditujukan terhadap:
 Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
 Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
d. Kategori IV, ditujukan terhadap: TB kronik
Berdasarkan Depkes: klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena
a. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak
termasuk pleura dan kelenjar hilus.
b. Tuberculosis ekstra paru
Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, sperikardium, kelenjar limfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kemih, dan lain-lain

b. Internasional

Tuberkulosis paru dibagi menjadi Tuberkulosis anak (infeksi primer) dan


tuberkulosis orang dewasa (re-infeksi).
A. Tuberkulosis primer : dapat berlokasi dimana saja dalam paru, namun
sarang dalam parenkim paru sering disertai oleh pembesaran kelenjar
limfe regional (kompleks primer)
B. Tuberkulosis sekunder : sarang biasanya di lapangana atas dan segmen
apikal lobus bawah, walaupun kadang dapat terjadi juga di lapangan
bawah, biasanya disertai pleuritis.
Klasifikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis
Association :
1. Tuberkulosis minimal : yaitu luas sarang-sarang yang terlihat tidak
melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2
depan; sarang soliter dapat berada di mana saja tidak harus berada
di kavitas atas. Tidak ditemukan adanya lubang.
2. Tuberkulosis lanjut sedang : luas sarang-sarang yang bersifat
bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru, sedangkan bila ada
lubang, diameternya tidak melebihi 4 cm. Jika sifat bayangan
sarang-sarang berupa awan yang menjelma menjadi daerah
konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi luas satu
lobus.
3. Tuberkulosis sangat lanjut : luas daerah yang dihinggapi oleh
sarang-sarang lebih daripada klasifikasi kedua diatas, atau bila ada
lubang-lubang, maka diameter keseluruhan semua lubang melebihi
4 cm.

Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto
Roentgen. Salah satu pembagian adalah menurut bentuk kelainan,
yaitu :
1. Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang batasnya
tidak tegas dengan densitas rendah
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya
tegas dan densitasnya sedang
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis,
atau pita tebal, berbatas tegas dengan densitas tinggi.
4. Kavitas (lubang)
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)

3. Bagaimana patofisiologi dan gambaran radiologi TB pada anak


Patofisiologi
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB
dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 µm),
akan terhirup dan dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB
dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik,
sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian
kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak
dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil
kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam
makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB
membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfelimfadenitis) yang terkena.
Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan
terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer (primary omplex). Waktu yang diperlukan sejak masuknya
kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut
sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada
proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2-12 minggu,
biasanya berlangsung selama 4-8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut,
kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah 103 – 104, yaitu jumlah yang
cukup untuk merangsang respons imunitas selular.

Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi.


Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk,
yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji
tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun
yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular
spesifik (cellular mediated immunity, CMI).

Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga
akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya
tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup
dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak
menimbulkan gejala sakit TB.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau
di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).

Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga
bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan
eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme
ventil (ball-valve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis.
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak
dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan
obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental
kolaps-konsolidasi.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi


penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau
berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran
hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk


penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui
cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit
sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan
mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang
mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan
kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain
seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di
sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan
proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang
di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat
dewasa.

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik


generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul
dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung
pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya
penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun
pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun
(balita) terutama di bawah dua tahun.

Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread.


Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding vaskuler pecah
dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk
dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini
tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread

Gambaran radiologi
1. Komplek Primer dengan atau tanpa perkapuran

2. Bayangan berawan di segmen apikal dan posterior lobus atas paru


dan segmen superior lobus bawah.
3. Kavitas, terutama lebih dari satu, di kelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular.

4. Bayangan bercak milier.


5. Kalsifikasi serta fibrosis

6. Pleuritis dengan Efusi

7. Destroyed lobe sampai destroyed lung

8. Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal

9. Atelektasis/kolaps konsolidasi

Gambaran röntgen TBC paru pada anak tidak khas dan interpretasi
foto biasanya sulit, harus hati-hati kemungkinan bisa overdiagnosis
atau underdiagnosis. Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat
dengan pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal.
4. Apa diagnosis banding bayangan opaque-semiopaque pada lapangan paru
dan bagaimanakah gambaran radiologisnya?

NO. DIAGNOSA GAMBARAN RADIOLOGIS


BANDING
1. Atelektasis Bayangan lebih suram (densitas tinggi) pada bagian paru,
baik lobaris, segmental, atau seluruh paru, dengan
penarikan mediastinum kearah atelektasis, sedangkan
diafragma tertarik keatas dan sela iga menyempit.

2. Pneumonia alveolar Bayangan perselubungan homogen berdensitas tinggi pada


non segmental atau segmental, lobus paru, atau pada
sekumpulan segmen lobus yang berdekatan, berbatas
tegas. Air bronchogram biasanya ditemukan diantara
daerah konsolidasi.

3. Pneumonia Gambaran bronchial cuffing, yaitu penebalan dan edema


interstitial pada dinding bronkiolus. Corakan bronkovaskular
meningkat, hiperaerasi, bercak-bercak infiltrat dan efusi
pleura juga dapat ditemukan.

4. Schwarte Garis-garis densitas tinggi yang tidak teratur (fibrosis)


atau kalsifikasi, selain itu sinus kostofrenikus menjadi
tumpul, biasanya terjadi di lapangan paru bagian bawah,
tetapi juga dapat terjadi dipuncak paru, tidak segmental.

5. Abses paru Satu atau multi kavitas berdinding tebal, dapat pula
ditemukan permukaan udara dan cairan di
dalamnya.Bayangan dengan batas tidak tegas (irreguler),
dinding granulomatous/radang/jaringan atelektasis, bila
berhubungan dengan bronkus air fluid level (+), sering
dekat dengan permukaan pleura (fistula bronchopleura).

6. Sindrom Loffler Bayangan kurang opak, dapat satu atau ganda, unilateral
atau bilateral. Tipe bayangan tersebut menempel (patchy
in type) biasanya kurang berbatas tegas. Densitas
homogen biasanya perifer dan cepat berubah.

7. Pneumonia Densitas berkabut, biasanya di daerah parahiler dan di


rheumatik lapangan tengah paru. Bayangan ini dapat menyatu atau
bercak yang tidak rata dan acap kali berhubungan dengan
perubahan basal menunjukkan kongesti paru.
8. Bronkitis kronik Bronkitis kronis golongan ringan: corakan peribronkial
yang ramai/bertambah di bagian basal paru oleh penebalan
dinding bronkus dan peribronkus. Bronkitis kronis
golongan sedang juga disertai emfisema, sedangkan
bronkitis kronis golongan berat ditemukan hal-hal tersebut
diatas dan disertai cor pulmonale (komplikasi bronkitis
kronis).

9. Efusi pleura Perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah


yang biasanya relative radioopak dengan permukaan atas
cekung ,berjalan dari lateral atas kearah medial bawah.
Jaringan paru akan terdorong kearah sentral/hilus dan
kadang mendorong mediastinum kearah kontralateral.

10. Mesotelioma Bayangan padat pada lapangan paru, dengan permukaan


(tumor pleura) yang bergelombang (globulated) dan pembesaran kelenjar
hilus.

11. Mediastinitis Pelebaran mediastinum dengan densitas bertambah.


12. Tuberkulosis paru Bercak berawan disertai kavitas pada kedua lapangan
aktif paru.

13. Tuberkulosis paru Bercak berawan pada kedua lapangan paru atas yang
lama aktif disertai kavitas, bintik-bintik kalsifikasi, garis fibrosis
yang menyebabkan retraksi hilus ke atas.

14. Tuberkulosis paru Bintik-bintik kalsifikasi serta garis fibrosis pada kedua
lama tenang lapangan paru atas.
15. Tuberkulosis miliar Bercak-bercak granuler pada seluruh lapangan kedua paru

16. Hamartoma Nodul berbentuk bulat atau bergelombang (globulated)


dengan batas yang tegas. Biasanya <4 cm dan sering
mengandung kalsifikasi berbentuk bercak-bercak garis
atau gambaran pop corn.

17. Tumor paru Perselubungan homogen yang berbatas tegas pada daerah
paru.

18. Metastasis paru Gambaran bayangan bulat berukuran beberapa milimeter


sampai beberapa centimeter, tunggal (soliter) atau ganda
(multiple), batas tegas yang sering disebut coin lesion
pada kedua lapangan paru. Bayangan tersebut dapat
mengandung bercak kalsifikasi. Dapat juga terdapat
pembesaran kelenjar mediastinum, penekanan trakea,
bronkovaskular kasar unilateral atau bilateral atau
gambaran garis-garis berdensitas tinggi halus seperti
rambut.
19. Bronkopneumonia Bercak infiltrat pada lapangan bawah/tengah paru.

20. Edema paru Perselubungan atau perbercakan di 2/3 medial (perihilar)


kedua paru (bilateral) yang memberikan gambaran “bat
wings appearance”.

21. Hidropneumotoraks Perselubungan homogen pada bagian basal paru yang


menutupi sinus, diafragma, serta batas jantung disertai
hiperlusen avaskuler pada bagian atasnya yang meberikan
gambaran air fluid level (+). Jantung sulit dinilai.

22. Asbestosis plak Bayangan berdensitas tinggi bentuk dapat berupa garis-
garis tipis, bercak noduler dengan ukuran beberapa
milimeter (1-2mm), sampai beberapa centimeter atau
perselubungan paru menyerupai radang paru, kadang
disertai pembesaran hilus. Biasanya terjadi di lapangan
paru bawah, terutama paru kiri sekitar parakardial yang
menutupi jantung kiri.
23. Hyalin membran Lesi granuler yang merata di seluruh paru, ukuran paru
disease (HMD) mengecil, batas pembuluh darah tidak jelas, dan toraks
berbentuk bel. Pada kasus lebih berat didapatkan
bayangan paru lebih radioopak, adanya air bronkogram,
dan batas jantung dan mediastinum yang tidak jelas,
kadang-kadang diperoleh gambaran ground glass
appearance. Pada keadaan paling berat ditemukan
gambaran white lung.

24. Sindrom aspirasi Bercak-bercak tersebar di kedua paru, kadang disertai


mekonium atelektasis.

25. Post Tampak bayangan radioopak komplit yang mengisi


Pneumonectomy sebagian lapang paru (unilateral).
26. Empiema Tampak pemisahan pelura parietal dan viseral (pleura
split) dan kompresi paru.

27. Siderosis Bayangan noduler dengan densitas yang lebih tinggi


daripada jaringan fibrotik dan mempunyai batas tegas;
tidak ada pembesaran kelenjar hilus.

5. Apa diagnosis banding bayangan lusen pada lapangan paru dan bagaimanakah
gambaran radiologisnya?

NO. DIAGNOSA GAMBARAN RADIOLOGIS


BANDING
1. Emfisema Toraks berbentuk silindrik. Bayangan paru lebih
radiolusen pada seluruh paru atau lobaris ataupun
segmental, corakan jaringan paru tampak lebih jelas,
vascular paru yang relative jarang. Diafragma letak
rendah dengan bentuk yang datar dan peranjakan yang
berkurang. Jantung ramping, sela iga melebar.
2. Bronkiektasis Bronkovaskular yang kasar yang umumnya terdapat di
lapangan bawah paru, atau gambaran garis-garis
translusen yang panjang menuju ke hilus dengan
bayangan konsolidasi sekitarnya akibat peradangan
sekunder, kadang-kadang juga bisa berupa bulatan-
bulat antranslusen yang sering dikenal sebagai
gambaran sarang tawon (honey comb appearance).
Bulatan-bulatan ini dapat berukuran besar (diameter 1-
10cm) yang berupa kista-kista translusen dan kadang-
kadang berisi cairan (air fluid level) akibat peradangan
sekunder.

3. Pneumotoraks Bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru


(avascular pattern) dengan batas paru berupa garis
radioopak tipis berasal dari pleura viseral. Jika
pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru
kearah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di
daerah hilus dan mendorong mediastinum kearah
kontralateral. Sela iga menjadi lebih lebar.

4. Flail chest Bayangan udara yang terlihat akibat kontusio paru.


Gambaran fraktur kosta yang multipel.
5. Kista Paru Tampak hilus normal, corakan paru bertambah,
rongaluscen/opak berdinding tipis reguler,
soliter/multipel di kedua lapang paru

6. Caverne Tampak bayangan rongga luscent, berdinding agak


tebal, irreguler, avaskuler

7. COPD

Thoraks
berbentuk
silindrik,
diafragma letak rendah dengan bentuk datar, bayangan
lebih radiolusen, sela iga melebar, gambaran fibrosis
dan vaskular paru relatif jarang; corakan jaringan paru
tampak lebih jelas.
8. Bula emfisematus

CXR –
terdapat
area fokal
dengan
gambaran
radioluscent yang dapat dilihat dengan jelas karena
dilapisi oleh sebuah dinding tipis. Fluid level
memungkinkan adanya infeksi di dalam bula.
Karakteristik dalam foto thoraks lain ialah paru yang
hiperekspansi dengan pendataran kedua
hemidiafragma.
9. Idiopatik hiperluscent

Emfisema dengan hipoplasi arteri pulmonalis dan


gambaran bronkiektasis; tanpa penambahan ukuran
paru.
10. Stenosis pulmonary Bayangan radiolusen pada bagian aorta karena
terjadinya ppengecilan aorta serta arteri pulmonalis
menonjol. Pembuluh darah paru-paru berkurang dan
tampak kecil-kecil.

6. Sebutkan organ-organ retroperitoneal dan intraperitoneal?

Organ Retroperitoneal : Glandula suprarenal, aorta, vena cava inferior, 2/3


duodenum, pankreas, ureter, ginjal, kolon ascenden dan descenden, esofagus,
rektum distal, vesika urinaria,
Organ Intraperitoneal : Gaster, appendix, hepar, kolon transversus, 1/3 duodenum,
jejenum, ileum, kauda pankreas, rektum proximal, kolon sigmoid, lien.

7. Bagaimanakah persiapan, indikasi, kontraindikasi, dan pelaksanaan


pemeriksaan a. Colon In Loop; b. IVP

Colon in loop
Indikasi :
 Gangguan pola buang air besar
 Nyeri daerah kolon
 Kecurigaan massa daerah kolon
 Melena
 Kecurigaan obstruksi kolon
Kontra indikasi :
 Absolute
 Toxic megakolon
 Pseudo membranous colitis
 Post biopsy kolon (sebaiknya menunggu setelah 7 hari)
 Relatif
 Persiapan kolon kurang baik
 Baru saja mengalami pemeriksaan GI tract bagian atas dengan
kontras
Persiapan Pemeriksaan:
 48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak rendah
serat
 18 jam sebelum pemeriksaan ( jam 3 sore ) minum tablet dulcolax
 4 jam sebelum pemeriksaan ( jam 5 pagi ) pasien diberi dulkolak
kapsul per anus selanjutnya dilavement
 Seterusnya puasa sampai pemeriksaan
 30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25 – 1
mg / oral untuk mengurangi pembentukan lendir
 15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi suntikan buscopan
untuk mengurangi peristaltic usus.
Prosedur :
 Catattanda-tanda vital pasien, tekanan darah, denyut nadi dan hasil
laboratorium bila ada.
 Dilakukan plain foto Abdomen polos/ BNO Pendahuluan,
menggunakan kaset ukuran 30 x 40 cm, bila pasien berukuran
besar menggunakan kaset ukuran 43 x 35 cm. Teknik Foto Plain
Abdomen polos/ BNO Pendahuluan
 Posisi Pasien Supine diatas meja pemeriksaan, kedua lengan
disamping tubuh, kaki lurus dengan lutul sedikit fleksi untuk
mobilisasi.
 Posisi objek Mid Sagital Plane pada pertengahan meja, batas atas
processus xyphoideus dan batas bawah sympisis pubis. 6.2.3.
Central Ray: Vertical, Center point : umbilikus, FFD : 90 cm Kv :
70 , MAS. 6.2.4. Eksposi: sekspirasi dan tahan nafas supaya
abdomen lebih tipis, diafragma keatas sehingga abdomen terlihat
jelas.
 Siapkan media kontras barium sulfat yang dicampur dengan air
dengan perbandingan 1:8.
 Masukkan ke tabung irigator yang telah tersambung dengan selang
irigator. Letakkan pada ketinggian 1 meter dari tempat tidur pasien.
 Masukkan kanula yang telah diolesi vaselin ke anus pasien, diklem
dengan gunting klem. 6.6. Buka gunting klem sehingga barium
masuk ke kolon sigmoid (±5 menit). Tutup gunting klem pada
selang irigator. Lakukan pemotretan dengan kaset 24 x 30 cm.
 Buka kembali klem alirkan barium kira-kira sampai mengisi
rectum (± 10 menit). Lakukan pemotretan AP dengan
menggunakan kaset 30 x 40 cm. Kemudian dilanjutkan dengan
pemotretan posisi obliq kanan dan kiri dengan menggunakan kaset
30 x 40 cm.
 Pasien dipersilahkan BAB.
 Setelah itu dimasukkan media kontras negatif melalui anus pasien
dengan spuit (double kontras). Kemudian dilakukan pemotretan
dengan posisi AP.
 Pemeriksaan Kolon in loop selesai. Pasien diantar keluar ruang
pemeriksaan.
Kelebihan dalam menegakan diagnosa pemeriksaan usus besar / kolon
in loop bahwa radiolog dapat memonitor secara real time. Pergerakan
peristaltic pada saat dilakukan pemeriksaan kolon in loop, dengan
catatan bahwa dalam pemeriksaan ini menggunakan flouroscopi.
Teknik Pemasukan Media Kontras:
 Metode Kontras Tunggal
 Pemeriksaan hanya menggunakan BaSO4 sebagai media
kontras.
 Kontras dimasukkan ke kolon sigmoid, desenden, transversum,
ascenden sampai daerah sekum.
 Dilakukan pemotretan full fillng
 Evakuasi, dibuat foto post evakuasi
 Metode Kontras GandaSatu Tingkat
 Kolon diisi BaSO4 sebagian selanjutnya ditiupkan udara untuk
mendorong barium melapisi kolon
 Selanjutnya dibuat foto full filling
 Kontras Ganda Dua Tingkat
 Kolon diisi BaSO4 sampai kira 2 fleksura lienalis atau
pertengahan kolon transversum
 Pasien disuruh merubah posisi agar barium masuk ke seluruh
kolon
 Menunggu 1 – 2 menit supaya barium melapisi mukosa kolon
 Pasien disuruh BAB
 Dipompakan udara ke dalam kolon = 1800 – 2000 ml, tidak
boleh berlebihan karena akan timbul komplikasi : reflex fagal
(wajah pucat, bradikardi, keringat dingin dan pusing )
 Tahap pemotretan
 Pemotretan dilakukan apabila yakin seluruh kolon
mengembang semua
 Posisi pemotretan tergantung dari bentuk dan kelainan serta
lokasinya.
o Proyeksi PA, PA oblig & lateral ( rectum )
o Proyeksi AP, AP oblig ( kolon transversum termasuk
fleksura)
o Proyeksi PA, PA oblig pasien berdiri ( fleksura lienalis dan
hepatica)
Setelah Pemeriksaan :
 Jika X-ray lebih lanjut tidak dimintakan , maka penderita dapat
kembali makan secara normal.
 Minum banyak cairan karena pemeriksaan dapat menyebabkan
dehydrasi.
 Kotoran penderita akan berwarna keputihan hingga 24 – 72 jam ( 1
– 3 hari ).
Keuntungan:
 Sensitivitasnya untuk mendiagnosis karsinoma kolon-rektum: 65 –
95 %
 Aman
 Tingkat keberhasilan prosedur sangat tinggi
 Tidak memerlukan sedasi
 Telah tersedia di hampir seluruh rumah sakit.
Kelemahan:
 Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi di rekto-sigmoid
dengan divertikulosis dan di sekum
 Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi tipe datar
 Rendahnya sensitivitas (70–95 %) di dalam mendiagnosis polip
<1cm
 Mendapat paparan radiasi.

IVP

Indikasi pemeriksaan IVP :


- batu ginjal
- batu saluran kemih
- radang ginjal
- radang pada saluran kemih
- batu ureter
- tumor
- hipertrofi prostat

Kontraindikasi pemeriksaan IVP:


- Alergi terhadap media kontras
- Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung
- Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung
- Multi myeloma
- Neonatus
- Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
- Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
- Hasil laboratorium ureum <60mg% dan creatinin <2mg%

Persiapan IVP :
- Pemeriksaan ureum kreatinin (Kreatinin maksimum 2)
- Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laksansia untuk
membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal
- Pasien tidak diberi minum mulai jam 22.00 malam sebelum pemeriksaan
untuk mendapatkan keadaan dehidrasi ringan
- Keesokan harinya pasien harus puasa, mengurangi bicara dan merokok
untuk menghindari gangguan udara usus saat pemeriksaan
- Pada bayi dan anak diberi minum yang mengandung karbonat untuk
mendistensikan lambung dan gas
- Pada pasien rawat inap dapat dilakukan lavement (klisma)
- Skin test subkutan untuk memastikan bahwa penderita tidak alergi terhadap
penggunaan kontras

Pelaksanaan IVP :
- Pasien diminta mengosongkan buli-buli
- Dilakukan foto BNO
- Injeksi kontras IV (setelah cek tensi dan cek alergi), beberapa saat dapat
terjadi kemerahan, rasa asin di lidah, sakit kepala ringan, gatal, mual dan
muntah.
- Diambil foto pada menit ke-5, 15, 30 dan 45
- Menit ke-5 : menilai nefrogram dan mungkin sistem pelviokalises (SPC)
- Menit ke-15 : menilai sistem pelviokalises sampai dengan kedua ureter
- Menit ke-30 : Menilai ureter dengan buli-buli
- Menit ke-45 : menilai buli-buli

Setiap pemeriksaan saluran kemih sebaiknya dibuat terlebih dahulu foto


polos abdomen.Yang harus diperhatikan pada foto polos abdomen ini adalah
bayangan, besar (ukuran), dan posisi kedua ginjal.Dapat pula dilihat
kalsifikasi dalam kista dan tumor, batu radioopak dan perkapuran dalam
ginjal.Harus diperhatikan batas otot Psoas kanan dan kiri.

Gambar 3. Foto BNO-IVP polos


Sumber : Radiologi Diagnostik FK UI

Menurut Meschan, digunakan film bucky antero-posterior abdomen setelah


penyuntikan, ulangi pemotretan film antero-posterior abdomen dengan jarak
waktu setelah disuntik kontras intravena,masing-masing adalah :
1. Empat sampai 5 menit :
Dilakukan foto pada 5 menit pertama dengan area jangkauan pada
pertengahan proccecus xyphoideus dan pusat.Foto ini untuk melihat
perjalanan kontras mengisi sistem kalises pada ginjal. Memakai ukuran
kaset 24 x 30 cm dengan posisi antero-posterior sama seperti foto abdomen.
Penekanan ureter dilakukan dengan tujuan untuk menahan kontras media
tetap berada pada sistem pelvikalises dan bagian ureter
proksimal.Penekanan ureter diketatkan setelah dilakukan pengambilan foto
menit kelima.

Gambar 4. Foto menit ke-5


Sumber : Radiologi Diagnostik FK UI

2. Delapan sampai 15 menit


Bila pengambilan gambar pada pelvikalises di menit ke lima kurang baik,
maka foto diambil kembali pada menit ke 10 dengan tomografiuntuk
memperjelas bayangan. Menggunakan kaset 24 x 30 cm mencakup
gambaran pelviokaliseal, ureter dan buli-buli mulai terisi media kontras
dengan posisi antero-posterior sama seperti foto abdomen, pertengahan di
antara proccesus xyphoideus dengan umbilicus.

Gambar 5. Foto menit ke-15


Sumber : radiologi Diagnostik FK UI
3. Duapuluh lima sampai 30 menit
Setelah menit ke- 30 kompresi dibuka dan diambil gambar dengan
menggunakkan kaset ukuran 30 x 40 cm. Di beberapa Rumah Sakit setelah
menit ke -30 diharuskan meminum air yang banyak. Foto ini digunakan
untuk mengevaluasi kemampuan ginjal mensekresikan bahan kontras, tapi
di beberapa Rumah Sakit tidak dengan posisi antero-posterior sama seperti
foto abdomen.

Gambar 6. Foto menit ke-30


Sumber : Radiologi Diagnostik FK UI

4. Foto terlambat, jika konsentrasi dan ekskresi sangat kurang pada 1-8 jam
Setelah masuk ke menit 60 dibuat foto BNO lagi dengan kaset 30 x 40 cm.
Setelah hasil rontgen dikonsultasikan pada dokter ahli radiologi dan
dinyatakan normal maka pasien diharuskkan berkemih kemudian di foto
kembali. Jika dokter ahli radiologi menyatakan ada gangguan biasanya
dilakukan foto 2 jam. Dengan posisi antero-posterior sama seperti foto
abdomen.
Gambar 7. Foto menit ke 60 atau lebih
Sumber : Radiologi Diagnostik FK UI

Pada pemotretan menit ke 30 atau 45 IVP telah memasuki fase


sistogram.Pada saat ini kontras telah mengisi Vesica Urinaria sehingga VU
Nampak putih. VU kita nilai dindingnya apakah permukaannya rata
(Normal) atau bergelombang (Sistitis/ Radang VU), adakah filling defect
yang Nampak sebagai area radioluscent saat VU terisi kontras
(menunjukkan adanya batu radioluscent jika filling defect permukaan nya
licin dan ikut bergerak saat berpindah posisi, atau adanya tumor atau massa
pada dinding VU jika filling defect permukaannya tidak rata dan tidak ikut
bergerak jika berpindah posisi), indentasi, additional shadow (menunjukkan
adanya batu/ massa), dan ekstravasasi kontras yang menunjukkan adanya
ruptur VU (ruptur VU intraperitoneal : kontras masuk ke cavum peritoneum
dan mengalir mengikuti kontur usus, menyebar ke sulcus paracolica,
mengumpul di daerah subfrenik dextra, subhepatika, inframesokolika
dextra-sinistra. Karena urin mengikuti kontur usus maka akan nampak
gambaran berbentuk seperti lengkung2 usus halus, sedangkan pada ruptur
VU ekstraperitoneal akan terjadi ekstravasasi kontras ke jaringan lunak
sekitar shg nampak seperti bulu di daerah retropubicum kemudian menyebar
ke dinding anterior abdomen dan mengalir ke arah paha, dapat juga
mengumpul di jaringan lemak anterior m.psoas dan naik secara retrograd ke
sampai setinggi ginjal.

5. Foto terakhir biasanya film berdiri atau foto setelah berkemih / Post Void
Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect
untuk melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah buli-buli.
Dengan posisi erect dapat menunjukan adanya ren mobile (perpindahan
posisi ginjal yang tidak normal) pada kasus posthematuri.

Gambar 8. Foto Post Void


Sumber : Radiologi Diagnostik FK UI
Fase Post miksi yakni pemotretan yang dilakukan setelah pasien disuruh berkemih
(kencing).Hal ini dilakukan untuk menilai fungsi pengosongan VU.Apakah
terdapat kelainan dalam fungsi pengosongan VU yang menunjukkan adanya batu,
BPH dll. Pada kasus injury diaphragma UG kontras akan masuk ke scrotum.

8. Sebutkan macam-macam lesi metastase pada thoraks (paru dan tulang)

Lesi Metastase pada Paru

Gambaran bayangan bulat berukuran beberapa milimeter sampai beberapa


centimeter, tunggal (soliter) atau ganda (multiple), batas tegas yang sering disebut
coin lesion pada kedua lapangan paru. Bayangan tersebut dapat mengandung
bercak kalsifikasi. Dapat juga terdapat pembesaran kelenjar mediastinum,
penekanan trakea, bronkovaskular kasar unilateral atau bilateral atau gambaran
garis-garis berdensitas tinggi halus seperti rambut.

Lesi Metastase pada Tulang

Gambaran radiologik dari metastase tulang ada tiga yaitu

1. Osteolitik

Dimana terjadi penghancuran yang tak terkendali, dan osteoblast tidak mampu
mengimbangi dengan pembentukan jaringan baru, sehingga menyebabkan tulang
tidak padat dan rapuh.

Metastase litik memberikan gambaran destruksi tulang dengan radiolusensi yang


berbatas tegas tanpa pinggir yang sklerotik, bentuk bervariasi, ukuran beberapa
mm sampai beberapa cm, jumlah bervariasi. Pada tulang panjang, metastase
biasanya timbul pada medula dan pada saat membesar adan menghancurkan
korteks.
Gambaran litik ini memberikan bayangan radiolusen pada tulang.

2. Osteoblastik ( sklerotik )

Pembentukan sel - sel tulang tak terkendali dan tidak diimbangi dengan proses
penghancuran oleh osteoklast. Sehingga tulang menjadi rapuh. Metastase sklerotik
gambarannya radioopak berbatas tidak tegas (irreguler) yang mengalami
peningkatan densitas dengan ukuran yang berbeda – beda, jumlahnya multipel.
Biasanya ditemukan pada metastase dari tumor primer prostat, payudara dan
jarang pada Ca kolon, paru dan pankreas.

3. Osteolitik – Osteoblastik

Pada tipe ini tampak gambaran kedua – duanya

Anda mungkin juga menyukai