Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

HIDROSEFALUS

Disusun Oleh:

Trifonia Astri Fergaus Benitaryani

1261050245

Pembimbing :

dr. Izati Rahmi, Sp. S.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

PERIODE 22 JANUARI 2018 – 24 FEBRUARI 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

Hidrosefalus telah dikenal sejak zaman Hippocrates. Saat itu hidrosefalus dianggap

sebagai penyebab epilepsi. Pengobatan semula dilakukan dengan mengiris kulit kepala. Pada

tahun 1879 dilakukan operasi oleh Hilton. Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air

dan chepalon yang berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal

(CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi

CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarakhnoid.

Prevalensi hidrosefalus di dunia cukup tinggi, di Amerika sekitar 2 permil pertahun,

sedangkan di Indonesia mencapai 10 permil pertahun, sumber lain menyebutkan insiden

hidrosefalus di Indonesia berkisar antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insiden hidrosefalus

kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11% - 43% disebabkan oleh stenosis

aquaductus serebri. Insiden hidrosefalus sama pada wanita dan laki-laki, kecuali pada Bickers-

Adams syndrome, X-linked hydrocephalus yang bermanifestasi pada laki-laki. Insiden

hidrosefalus pada kelompok usia membentuk suatu kurva bimodal dengan dua puncak. Satu

puncak terjadi pada anak-anak yang berhubungan dengan malformasi congenital. Puncak yang

lain terjadi pada dewasa yang berhubungan dengan normal pressure hydrocephalus (NPH).

NPH timbul akibat perdarahan subarakhnoid, meningitis, trauma kepala dan idiopatik. Terdapat

trias gejala NPH yaitu gangguan mental atau dementia, gangguan koordinasi (ataksia),

inkontinensia urin.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Cairan Serebro Spinal (CSS)

Ruangan cairan serebrospinal (CSS) mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio,

terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruangan subaraknoid yang

meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang dibentuk di dalam sistem ventrikel oleh pleksus

koroidalis kembali ke peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang

meliputi seluruh sususan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang subarakhnoid

adalah melalui foramen Magendie di median dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel

IV.

Sebagian besar cairan serebrospinalis yang dihasilkan oleh pleksus koroidalis di dalam

ventrikel otak akan mengalir ke foramen Monro ke ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus

Sylvius ke ventrikel IV. Dari ventrikel IV, likuor mengalir melalui foramen Magendi dan

Luschka ke sisterna magna dan rongga subarakhnoid di bagian kranial maupun spinal.

Penyerapan terjadi melalui vili arakhnoid yang berhubungan dengan sistem vena seperti sinus

venosus serebral.

Gambar 1. Anatomi Aliran Cerebrospinal Fluid


Pleksus khoroideus menghasilkan sekitar 70% cairan serebrospinal, dan sisanya di

hasilkan oleh pergerakan dari cairan transepidermal dari otak menuju sistem ventrikel. Rata-

rata volume cairan liquor adalah 90 ml pada anak-anak 4-13 tahun dan 150 ml pada orang

dewasa. Tingkat pembentukan adalah sekitar 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari. Oleh karena

itu sekitar 14% dari total volume mengalami absorbsi setiap satu jam. Tingkat di mana cairan

serebrospinal dibentuk tetap relatif konstan dan menurun hanya sedikit saat tekanan cairan

serebrospinal meningkat. Sebaliknya, tingkat penyerapan meningkat secara signifikan saat

tekanan cairan serebrospinal melebihi 7 mm Hg. Pada tekanan 20 mm Hg, tingkat penyerapan

adalah tiga kali.

Meskipun mekanisme absorbsi cairan liquor terganggu, tingkat penyerapan tidak akan

mengalami peningkatan, ini merupakan mekanisme hidrosefalus progresif. Papilloma pleksus

khoroideus yang merupakan kondisi patologis dimana terjadi gangguan pada proses absorbsi

sehingga terjadi akumulasi cairan liquor. Ketika penyerapan terganggu, upaya untuk

mengurangi pembentukan cairan serebrospinal tidak cenderung memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap volume.

2.2 Definisi Hidrosefalus

Hidrosefalus adalah suatu kondisi patologis dimana terjadi peningkatan tekanan

intrakranial akibat pengumpulan cairan serebro spinal pada sistem ventrikel (ruangan cairan

otak) yang normal. Implikasi dari istilah hidrosefalus adalah gangguan hidrodinamik cairan

serebro spinal sehingga menimbulkan peningkatan volume intraventrikel (ventrikulomegali).

Pelebaran ventrikel ini berpotensi menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. Hidrosefalus

dapat disebabkan gangguan dari formasi, aliran, penyerapan serebrospinal (CSS).


2.3 Klasifikasi

 Menurut gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan

hidrosefalus yang tersembunyi (occult hidrosefalus). Hidrosefalus yang tampak jelas

tanda-tanda klinis yang khas disebut hidrosefalus yang manifes. Sementara itu,

hidrosefalus dengan ukuran kepala yang normal disebut sebagai hidrosefalus yang

tersembunyi.

 Menurut waktu pembentukannya, dikenal hidrosefalus kongenital dan

hidrosefalus akuisita. Hidrosefalus yang terjadi pada neonatus atau berkembang

selama intra-uterin disebut hidrosefalus kongenital. Hidrosefalus yang terjadi karena

cedera kepala selama proses kelahiran disebut hidrosefalus infantil. Hidrosefalus

akuisita adalah hidrosefalus yang terjadi setelah masa neonatus atau disebabkan oleh

faktor-faktor lain setelah masa neonatus.

 Menurut proses terbentuknya hidrosefalus, dikenal hidrosefalus akut dan

hidrosefalus kronik. Hidrosefalus akut adalah hidrosefalus yang terjadi secara

mendadak sebagai akibat obstruksi atau gangguan absorbsi CSS. Disebut

hidrosefalus kronik apabila perkembangan hidrosefalus terjadi setelah aliran CSS

mengalami obstruksi beberapa minggu.

 Menurut sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non-

komunikans. Hidrosefalus non-komunikans berarti terjadi peningkatan tekanan

cairan serebrospinal yang disebabkan obstruksi pada salah satu tempat pembentukan

likuor, antara pleksus koroidalis sampai tempat keluarnya dari ventrikel IV melalui

foramen Magendi dan Luschka. Hidrosefalus komunikans berarti terjadi peningkatan

tekanan cairan serebrospinal tanpa disertai penyumbatan system ventrikel.


2.4 Etiologi

Hidrosefalus terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam system ventrikel atau

oleh produksi likuor yang berlebihan. Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran

likuor pada salah satu tempat, antara tempat pembentukan likuor dalam sistem ventrikel dan

tempat absorpsi dalam ruang subarakhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS

di bagian proksimal sumbatan. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinis adalah

foramen Monro, foramen Luschka dan Magendi, sisterna magna dan sisterna basalis.

Secara teoritis, pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang

normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi,

misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis.

A. Tipe Obstruksi

a. Kongenital

1. Stenosis Akuaduktus Serebri

Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90% ).

Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu atau abnormal lebih sempit dari biasa.

Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada

bulan-bulan pertama setelah lahir. Kebanyakan disebabkan oleh infeksi atau perdarahan

selama kehidupan fetal. Diantaranya adalah Toxoplasma, Rubella, X-linked

hydrosephalus.

2. Sindrom Dandy-Walker

Merupakan atresia kongenital foramen Luschka dan Magendi dengan akibat

hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel, terutama ventrikel IV yang

dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fossa

posterior. Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus.

Etiologinya tidak diketahui. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan


antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarakhnoid yang tidak adekuat dan hal ini

dapat timbul pada saat lahir. Namun 80% kasus biasanya tampak dalam 3 bulan

pertama.

3. Malformasi Arnold-Chiari

Anomali kongenital yang jarang yaitu terjadi di 2 bagian otak yaitu batang

otak dan cerebellum mengalami perpanjangan dari ukuran normal dan menonjol keluar

melalui canalis spinalis. Kelainan ini menyebabkan obliterasi sisterna-sisterna fosa

posterior dan mengganggu saluran ventrikel VI.

4. Aneurisma Vena Galeni

Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran tetapi secara normal

tidak dapat dideteksi sampai anak berusia beberapa bulan. Hal ini terjadi karena vena

Galen mengalir di atas akuaduktus Sylvii mengembung dan membentuk kantong

aneurisma.

5. Hidrancephaly

Suatu kondisi hemisfer otak tidak ada dan diganti dengan kantong CSS.

b. Didapat (Acquired)

1. Stenosis Akuaduktus Serebri (setelah infeksi atau perdarahan)

Infeksi oleh bakteri Meningitis, menyebabkan radang pada selaput

(meningen) di sekitar otak dan medulla spinalis. Hidrosefalus berkembang ketika

jaringan parut dari infeksi meningen menghambat aliran CSS dalam ruang

subarakhnoid, yang melalui akuaduktus pada sistem ventrikel atau mempengaruhi

penyerapan CSS dalam vili arachnoid. Jika tidak mendapat pengobatan bakteri

meningitis dapat menyebabkan kematian. Tanda-tanda dan gejala meningitis

meliputi demam, sakit kepala, panas tinggi, kehilangan nafsu makan, kaku kuduk.

Pada kasus yang ekstrim, gejala meningitis ditunjukan dengan muntah dan kejang.
Dapat diobati dengan antibiotik dosis tinggi.

2. Herniasi Tentorial Akibat Tumor Supratentorial

3. Hematoma Intraventrikuler

Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan darah

mengalir dalam jaringan otak sekitar dan mengakibatkan perubahan neurologis.

Kemudian hidrosefalus berkembang disebabkan oleh penyumbatan atau penurunan

kemampuan otak untuk menyerap CSS.

4. Tumor (ventrikel, regio vinalis, fosa posterior)

Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10 tahun.

Pada tumor ini 70% terjadi dibagian belakang otak yang disebut fossa posterior. Jenis

lain dari tumor otak yang dapat menyebabkan hidrosefalus adalah tumor

intraventrikuler dan kasus yang sering terjadi adalah tumor plexus choroideus. Tumor

yang berada di bagian belakang otak sebagian besar akan menyumbat aliran CSS yang

keluar dari ventrikel IV.

5. Abses/Granuloma

6. Kista Arakhnoid

2.5 Patofisiologi

Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu: produksi

liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor, peningkatan tekanan sinus venosa.

Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intrakranial

sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya

dilatasi ventrikel masih belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang

sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbs.

Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda beda tiap saat

tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.


Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari:

1. Kompensasi sistem serebrovascular

2. Redistribusi dari liquor serebrospinal atau cairan ekstraseluler atau keduanya dalam

susunan sistem saraf pusat.

3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan viskoelastisitas

otak, kelainan turgor otak)

4. Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan)

5. Hilangnya jaringan otak

6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan

abnormal pada sutura kranial.

Produksi liquor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus khoroid

(papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan menyebabkan tekanan

intrakranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan absorbs

liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan mengenai

produksi liquor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga

akibat hipervitaminosis A. Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus

hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan

tekanan liquor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.

Derajat peningkatan resistensi aliran cairan liquor adan kecepatan perkembangan gangguan

hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis.

2.6 Gejala Klinis

a. Pada Bayi (< 1 tahun)

 Kepala membesar

 Sutura membesar

 Fontanela kepala prominen


 Mata kearah bawah (sunset phenomena)

 Nistagmus horizontal

 Perkusi kepala : “cracked pot sign” atau seperti semangka.

 Ukuran rata-rata lingkar kepala

Lahir 35 cm
Umur 3 bulan 41 cm
Umur 6 bulan 44 cm
Umur 9 bulan 46 cm
Umur 12 bulan 47 cm
Umur 18 bulan 48,5 cm

b. Pada Anak-Anak dan Dewasa

 Sakit kepala

 Kesadaran menurun

 Gelisah

 Mual, muntah

 Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak

 Gangguan perkembangan fisik dan mental

 Papil edema, ketejaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat

mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi pada papila NII.3

2.7 Diagnosis

Foto Rontgen didapatkan:

 Tulang tipis

 Disproporsi kraniofasial

 Sutura melebar

Dengan prosedur ini dapat diketahui :


a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantil

b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult: oleh karena sutura telah menutup maka dari foto

rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

c. Transiluminasi : penyebaran cahaya diluar sumber sinar lebih dari batas, frontal 2,5

cm, oksipital 1 cm.

d. Pemeriksaan CSS. Dengan cara aseptik melalui punksi ventrikel/punksi fontanela

mayor. Menentukan :

 Tekanan

 Jumlah sel meningkat, menunjukan adanya peradangan/infeksi

 Adanya eritrosit menunjukan perdarahan

 Bila terdapat infeksi, dperiksa dengan pembiakan kuman dan kepekaan antibiotik.

e. Ventrikulografi : memasukan kontras berupa O2 murni atau kontras dengan alat

tertentu menembus melalui fontanella anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah

kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang

melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukan kontras

dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal dan oksipital. Ventrikulografi

sangat sulit dan mempunyai resiko yang tinggi.

f. CT Scan Kepala

 Pada hidrosefalus obstruktif CT scan sering menunjukan adanya pelebaran dari

ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari

occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan

adanya penurunan oleh karena terjadi reabsorbsi transependimal dari CSS.

 Pada hidrosefalus komunikan gambaran CT scan menunjukan dilatasi ringan dari

semua sistem ventrikel termasuk ruang subaraknoid di proksimal dari daerah

sumbatan.
2.8 Pengobatan

2.8.1 Terapi Medikamentosa

Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi

sekresi cairan dari plexus khoroid atau upaya meningkatkan reabsorbsinya. Obat yang

sering digunakan adalah :

 Azetasolamid

Cara pemberian dan dosis per oral 2-3 x 125 mg/hari. Dosis ini dapat ditingkatkan

sampai maksimal 1.200 mg/hari.

 Furosemid

Cara pemberian dan dosis per oral 1,2 mg/kgBB/hari atau injeksi iv 0,6

mg/kgBB/hari.

Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien diprogramkan untuk operasi.

2.8.2 Lumbal Punksi Berulang

Mekanisme punksi lumbal berulang dalam hal menghentikam progresivitas

hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada punksi lumbal berulang akan terjadi

penurunan terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang memungkinkan

absorbsi CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah. Indikasi: umumnya dikerjakan

pada hidrosefalus komunikan terutama pada hidrosefalus yang terjadi setelah

perdarahan subaraknoid, periventrikular-intraventrikular dan meningitis TB.

Diindikasikan juga pada hidrosefalus komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan.

2.8.3 Terapi Operasi

Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Terdapat 2

metode operasi populer yang biasa dilakukan sebagai terapi definitif pada kasus

hidrosefalus yaitu operasi pintas (shunting) dan endoscopic third ventriculostomy

(ETV).
A. Operasi Pintas ”Shunting”

a. Eksternal

CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara. Misalnya:

pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.

b. Internal

CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.

⁻ Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna.

⁻ Ventrikulo-Artrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.

⁻ Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior

⁻ Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke bronkus

⁻ Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum

⁻ Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum

Terapi definitif hidrosefalus gold standart adalah Ventrikulo-Peritoneal

(VP) shunting. Kateter ditempatkan ke ventrikel lateral dan dihubungkan katup

subkutan yang dilekatkan ke kateter secara subkutan menuju perut dan

dimasukkan ke dalam rongga peritoneum. Tempat drainase alternatif seperti

atrium, rongga pleura dan saluran kencing sekarang telah sebagian besar

ditinggalkan, kecuali dalam keadaan tertentu. Insisi kecil lengkung dibuat di

daerah parieto-oksipital dan penutup kulit diangkat. Rongga peritoneum

dibuka, baik melintang melalui rektus membelah insisi di hipokondrium kanan

atau melalui sayatan garis tengah. Sebuah burrhole dilakukan, ventrikel lateral

dikanulasi dan kateter ventrikular dimasukkan ke ventrikel lateral sehingga

terletak di ujung tanduk frontal dari ventrikel lateral, anterior ke pleksus

choroid. Penyisipan kateter dengan cara ini meminimalkan komplikasi utama

lain, obstruksi shunt. Sebagai salah satu penyebab utama terhalangnya kateter
ventrikular adalah sumbatan oleh pleksus choroid oleh karena itu, sebaiknya

menempatkan tempat masuk dari kateter ke tanduk frontal. Peritoneum kateter

dapat dijahit secara subcutan diantara perut dan tengkorak menggunakan satu

dari sekian banyak perangkat. Setiap kateter digabungkan ke katup, yang

kemudian dijahit pada tempatnya. Setelah memeriksa bahwa sistem berfungsi

dengan baik, kateter peritoneal ditempatkan dalam rongga peritoneal.

Komplikasi Ventriculoperitoneal Shunt:

Komplikasi pada bulan pertama mencapai 25-50%, setelah itu, pertahun 4-5% dan

setiap komplikasi berarti harus dilakukan perbaikan. Komplikasi yang utama adalah:

• Infeksi pada shunt

Infeksi pada shunt adalah komplikasi yang mengakibatkan konsekuensi yang

buruk, khususnya pada pasien yang dependent terhadap shunt. Pencegahan

komplikasi ini dilakukan dengan cara:

a. Teknik steril, termasuk menggunakan teknik 'tidak sentuh' dari shunt dan

menghindari kontak kulit dengan shunt secara total.

b. Profilaksis antibiotik intraoperative. Penggunaan antibiotik profilaksis

intraoperatif terbukti bermanfaat. Meskipun kelanjutan dari antibiotik selama 24-36

jam pascaoperasi belum terbukti efektif. Shunt yang terinfeksi hampir selalu perlu

dilepas dan diganti dengan shunt yang baru, lebih disukai di posisi yang berbeda dari

sebelumnya dan diberikan antibiotik yang sesuai.

 Obstruksi

Shunt mungkin gagal untuk bekerja memuaskan disebabkan antara lain oleh

sumbatan dari kateter ventrikel, kerusakan atau penyumbatan katup atau

terhalangnya kateter peritoneum.


 Perdarahan Intrakranial

Hematom intraserebral terjadi karena lewatnya kateter ventrikel. Haematoma

subdural sangat mungkin terjadi pada pasien dengan hidrosefalus berat yang lama.

B. Endoscopic Third Ventriculostomy (ETV)

Prinsipnya adalah pengaliran CSS dari dasar ventrikel III ke sisterna basalis

yaitu ruang subarakhnoid di belakang sela tursika. Prosedur dari operasi ini antara lain

adalah ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum melalui kraniotomi,

dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS dari ventrikel III

dapat mengalir keluar. Teknik ETV hanya dilakukan pada hidrosefalus obstruktif (HO)

dimana pasien memiliki kapasitas penyerapan CSS yang normal atau mendekati

normal. Para peneliti mendapatkan angka keberhasilan yang berbeda-beda dari 40 –

100%. Pada penderita HO yang berumur di bawah 2 tahun dengan ETV didapatkan

perbaikan klinis 70% dan perbaikan radiologis 63%, sedangkan yang berumur di atas 2

tahun didapatkan perbaikan klinis 100 % dan perbaikan radiologis 73%. Pada infantil

hidrosefalus keberhasilan mencapai 46%, sedangkan untuk penderita dengan usia di

atas 2 tahun keberhasilannya mencapai 64 – 74%. Jika terjadi kegagalan pada ETV

biasanya terjadi 6 bulan setelah operasi. Jika dilakukan dengan benar, ETV merupakan

metode yang aman, simple, dan pilihan terapi yang efektif dengan komplikasi yang

masih dapat diterima.


BAB III

KESIMPULAN

Hidrosefalus merupakan kelainan patologis otak. Hidrosefalus tidak ada perbedaan

insidens untuk kedua jenis kelamin dan juga dalam perbedaan ras. Oleh karena itu hidrosefalus

beresiko terjadi kepada semua golongan umur. Hidrosefalus merupakan sebagai suatu

gangguan pembentukan aliran atau penyerapan cairan cerebrospinal yang mengarah ke

peningkatan volume ditempati oleh cairan dalam SSP, dengan atau pernah disertai tekanan

intrakranial yang meninggi sehigga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan

serebrospinalis. Penyebabnya karena kelainan bawaan, infeksi, perdarahan, dan neoplasma.

Oleh karena itu, diperlukan adanya diagnosis yang tepat, ketepatan waktu serta pengobatan

yang tepat untuk memperbaiki kondisi. Pengobatan dan perawatan dini sebaiknya dilakukan

pada pasien yang terdekteksi hidrosefalus. Pencegahan komplikasi hendaknya dilakukan

dengan cara pencegahan awal dan tatalaksana yang tepat.


DAFTAR PUSTAKA

1. Czosnyka M, Pickard JD. Monitoring and interpretation of intrakranial pressure. J Neurol


Neurosurg Psychiatry. Jun 2004;75(6):813-21.
2. Espay AJ, Murro AM, Talavera F, Caselli RJ, Benbadis SR, Crysta HA. Hydrocephalus.
Medscape reference. April 2010. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1135286-overview#showall diunduh tanggal 19
Juni 2016.
3. Hamilton MG. Treatment of hydrocephalus in adults. Semin Peditr Neurol. Mar
2009;16(1):34-41.
4. Hattingen E, Jurcoane A, Melber J, Blasel S, Zanella FE, Neumann-Haefelin T. Diffusion
tensor imaging in patiens with adult chronic idiopathic hydrocephalus. Neurosurgery. May
2010;66(5):917-24.
5. Lacy M, Oliveira M, Austria M, Frim MD. Neurocognitive outcome after edoscopic third
ventriculocisterostomy in patiens with obstructive hydrocephalus. J Int Neuuropsychol Soc.
May 2009;15(3):394-8.
6. Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, Maulana AJ, Sufarnap E, Benhadi I, dkk. Ilmu Bedah
Saraf Satyanegara, Ed.IV: Hidrosefalus. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2010: 347-
57.
7. Partington MD. Congenital hydrocephalus. Neurosurg Clin N Am. Oct 2011:12(4):737-42.
8. Rekate HL. A contemporary definition and classification of hydrocephalus. Semin Pediatr
Neurol. Mar 2009;16(1):9-15.
9. Woodworth GF, McGirth MJ, Williams MA, Rigamonti D. Cerebrospinal fluid drainage
and dynamics in the diagmosis of normal pressure hydrocephalus. Neurosurgery. May
2009;64(5):919-25;discussion 925-6.

Anda mungkin juga menyukai