Anda di halaman 1dari 4

BIOEDUKASI ISSN: 1693-2654

Volume 7, Nomor 2 Agustus 2014


Halaman 23-26

Indigofera: “Kini dan Nanti”

MUZAYYINAH
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta

*email: yayin_pbio@fkip.uns.ac.id

Manuscript received: 2 Mei 2013 Revision accepted: 15 Juli 2014

ABSTRACT

Indigofera tinctoria as one of natural blue dyes that has been since the 4th century inIndonesia. The use of natural dyes
in decline with synthetic dyes. An effort to prevents carcity of I.tinctoria as natural dyes among others cultivation, use of
marginal lands as Indigofera cultivation location, and genetic engineering to get a superior species.

Keywords: Indigofera tinctoria, natural dye, synthetic dye, superior spesies

LATAR BELAKANG warna (gugus kromofor). Zat warna tersebut bila tereduksi
akan menghasilkan senyawa amina aromatik bersifat
Sejak tahun 2500 sebelum masehi kebudayaan Hindu di karsinogenik. Dilain pihak keberadaan zat warna dalam
India telah mengetahui dan memanfaatkan salah satu perairan dapat menghambat masuknya sinar matahari ke
tumbuhan dari marga Indigofera sebagai pewarna. dalam air, sehingga mengganggu aktivitas fotosintesis
Indigofera menghasilkan warna biru, dan berdasarkan mikroalga. Dampak lanjutannya adalah pasokan oksigen
sejarah bahwa warna biru merupakan warna yang paling dalam air menjadi berkurang dan memicu aktivitas
terdahulu ditemukan. Indigofera dikenal oleh masyarakat mikroorganisme anaerob yang menghasilkan produk
jawa sebagai tom, masyarakat sunda menyebutnyatarum, berbau tak sedap. Selain itu, perombakan zat warna azo
sementara di bali disebuttaum. Jika merunut ke belakang, secara anaerob pada dasar perairan menghasilkan senyawa
pada tahun 352-395 M berdiri kerajaan di tanah Pasundan amina aromatik yang lebih toksik dibandingkan dengan
dengan nama Tarumanegara yang konon katanya nama zat warna azo (Susanto 1980).
kerajaan diambil dari nama tanaman tarum. Bagaimana
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koperasi
kaitannya antara nama tanaman dan nama kerajaan?
dan UKM yang telah mengeluarkan instruksi agar setiap
Diyakini bahwa pada saat itu banyak dihasilkan tanaman
tarum sebagai pewarna tekstil. Kemasyhuran gubernur mensosialisasikan penggunaan zat pewarna
Indigoferatinctoria di Indonesia tercatat antara tahun alami untuk proses pembuatan kain batik dan tenun
1918-1925. Nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 1921 (Cristina 2012). Hal ini memicu masyarakat untuk
mencapai 69.777 kg berat kering (Heyne 1987). kembali menggunakanwarna alam. Kembalinya kesadaran
Perkembangan penggunaan pewarna alami mengalami masyarakat untuk menggunakan pewarna alami yang
pasang surut dan berjalan lambat. Secara tidak sengaja bersumber dari tumbuhan menjadi tantangan untuk segera
pada tahun 1956 Perkin menemukan pewarna sintetis dari melakukan budidaya. Beberapa pengrajin seperti di desa
bahan batubara dan pada perkembangannya secara cepat Banaran, Giriloyo (Yogyakarta); Kerek (Tuban);
mampu bersaing dalam pasar dunia. Munculnya pewarna Tunbaun, Soba dan Niukbaun (NTT), Nita, Watublapi
sintetis ini menggeser bahkan menggantikan pewarna (Flores); dan desa gapura timur (Sumenep) masih
alami. Demikian jugawarna indigo dari tumbuhan I. mempertahankan penggunaan warna alami yang
tinctoria mulai berkurang bahkan telah digantikan dengan bersumber pada tumbuhan.
pewarna indigosol. Setelah itu berangsur-angsur hilang Tulisan ini adalah gagasanuntuk mengembalikan
dan justru tergantikan oleh import zat warna indigo kemashuran Indigofera sebagai pewarna biru dari
sintetis yang mencapai ratusan ton setiap tahun. Sejak saat Indonesia. Konsep yang diajukan meliputi bagaimana
itu tanaman Indigofera menjadi tidak termanfaatkan. menangkap peluang dan menghadapi tantangan untuk
Sampai pada suatu saat adanya gerakan global back to membudidayakan dalam jumlah yang memadai guna
nature pada tahun 1995 dan pelarangan eksport tekstil dan menyediakan bahan mentah; bagaimana mengejar
produk tekstil yang menggunakan warna azo oleh CBI teknologi rekayasa untuk diterapkan pada Indigofera guna
(Center for Promotion of Imports from Developing mendapatkan kualitas daun paling unggul dalam
Countries) oleh Negara Jerman dan Belanda pada tanggal menghasilkan indigotin; dan rekayasa genetik apa yang
13 Juni 1996 (Siva 2007).Zat warna azo merupakan zat paling tepat yang harus diterapkan agar pertumbuhan
warna yang mengandung gugus N=N pada struktur vegetatif berhenti pada usia tertentu ketika kandungan
molekulnya, yang berfungsi sebagai gugus pembawa indigotin mencapai massa tertinggi.
24 BIOEDUKASI 7(2): 223-26, Agustus 2014

KEANEKARAGAMAN INDIGOFERA Lemmens & Soetjipto 1992, Soeliantoro 2008, Bismark et


al. 2010, Abdullah et al. 2010, Motamarri et al. 2010,
Jumlah dan variasi jenis marga Indiofera yang ada di Uddin et al. 2011dan Rosy et al. 2010).
dunia sangat tinggi, mencapai sekitar 700 jenisyang Penggolongan secara ilmiah dilakukan terhadap
tersebar diseluruh wilayah tropik dan subtropik (Schrire et kandungan alkaloid: glikosida indican, asam amino
al.2009).Sampai tahun 1985 di Indonesia nonprotein, ester asam nitropropionic, glikosida
teridentifikasisebanyak 17 jenis, 2 varietas dan 1 cianogenik, guanidin alkaloid, asam fenolik, fenolik
anakjenis.Jenis-jenis tersebut adalah: I. arrecta, I. colutea, glikosida flavonoids, isoflavonoids. Jenis-jenis Indigofera
I. cordifolia, I. dosua,I. galegoides, I. glandulosa, I. yang mengandung senyawa alkaloid seperti di atas
hirsuta, I. linifolia, I. linnaei, I. nigrescens, I. diindikasikan sebagai pewarna. Jenis Indigofera yang
oblongifolia, I.spicata var. spicata, I. spicata var diduga mengandung pewarna alam dan mempunyai
siamensis, I. suffruticosa var suffruticosa, I. suffruticosa habitat di Afrika adalah I. arrecta, I amorphoides, I.
var. guatemalensis, I. tinctoria, I. trifoliata subs.
tinctoria, I. longiracemosa, I. cavallii, I. arculata, I.
trifoliata, I. trifoliata subs. unifoliata, I. trita subs. trita,
coreulea, I. conzatii, I. caroliniana, I. byobiensis, I.
dan I. zollingeriana (De Kort & Thijsse 1984 & Adema
2011). truxilensis, I suffruticosa, I. blanchetiana, I. thibaudiana,
Keseluruhan jenis Indigofera yang teridentifikasi di I. caumevacana, I. platycarpa (Schrireetal.2009).
Indonesia dapat ditemukan di pulau Jawa kecuali jenis Sementara menurut Georgievics (1892) jenis I.tinctoria,
I.dosua. Persebaran jenis-jenis Indigofera di kepulauan I.anil,I.disperma, I.argentea, I.pseudotinctoria,
Indonesia dibawa oleh bangsa Belanda(De Kort & Thijsse I.augustifolia, I.arcuata, I.carolimaria, I.cinerea,
1984). Sehingga sebagian besar Indigofera yang terdapat I.coerulea,I.endecaphylla,
di Indonesia merupakan tanaman introduksi, seperti I.arrecta,I.glabra,I.hirsuta,I.indica,I.mexicana,
I.arrecta introduksi dari Natal India, I. suffruticosa subsp. I.emarginata juga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna
guatemalensis dari Meksiko, I. spicata dari India.I. pada masa itu.
galegoides dari India. Jenis-jenis yang terdapat di Jenis-jenis yang diduga bermanfaat sebagai pakan
Indonesia ini tidak seluruhnya dikenal oleh masyarakat. ternak adalah: I dosua, I. hirsuta, I. linnaei, I. oblongata, I.
spicata, dan I. zollingeriana.Sementara jenis-jenis yang
KLASIFIKASI SECARA TRADISIONAL diduga mengandung senyawa toksik: I. galagoides, I.
Ciri setiap jenis Indigofera memiliki kespesifikan dan hirsuta, I linifolia, I. linnaei,dan I. spicata.
keunikan lainnya. Ciri-ciri unik ini bisa diamati secara Penamaan jenis Indigofera oleh masyarakat Jawa
morfologi, atau melalui teknologi kimiawi, biologi menggunakan nama tom atau medelberhubungan dengan
maupun rekayasa lainnya. Ciri spesifik dapat terekspresi kegunaannya. Medel dalam bahasa jawa berarti membuat
maupun tersembunyi. Ciri yang terekspresi ini digunakan pasta biru, sementara tom berarti nila. Secara umum
oleh masyarakat umum untuk menggolongkan sehingga penamaan tomdan medeltidak terlepas dari manfaat yang
memiliki kelompok tersendiri. Pembentukan kelompok terkandung dalam tanaman tersebut. Semua tanaman yang
secara tradisional oleh masyarakat diwarnai oleh latar mengandung zat warna nila (biru) dan digunakan sebagai
belakang seperti suku, profesi dan ilmu pengetahuan yang pewarna dengan dibuat pasta terlebih dahulu. Sehingga
dimiliki oleh masyarakat tersebut. semua Indigofera yang telah dibuktikan sebagai bahan
Pada zaman yang masih primitif manusia niraksara pewarna batik disebut tom. Sebagai contoh tomatal atau
telah memiliki kemampuan untuk memilah-milah tanaman tom katemas diberikan untuk nama dari jenis I. arrecta;
yang bernilai ekonomis, bermanfaat bagi kesehatan dan tom wanang atau tomtoman untuk nama jenis I.
tanaman yang dianggap membahayakan atau beracun. galegoides; tom presi untuk nama jenis I. guatemala; tom
Merekamengenalitanamantertentuditinjaudarimanfaatatau janti, tom genjah, tom cantik, tom cantuk merupakan nama
sifattertentuhanyadenganindikasiwarna, rasa ataubau. yang diberikan untuk jenis I. suffruticosa; tom jawa untuk
Asal mula pemanfaatan tumbuhan itu diawali oleh jenis I. tinctoria.
rangsangan untuk mencicipi bagian-bagian tumbuhan
yang mempunyai daya tarik baik dari segi bentuk maupun INDIGOFERA UNGGUL
warna baik oleh hewan maupun manusia. Berbeda dengan Kandungan zat warna indigotin dan turunannya yang
hewan, pada manusia jika tumbuhan tersebut ternyata terkandung dalam daun sangat labil, bergantung pada jenis
memenuhi selera dan kebutuhannya, maka biasanya tanaman,media tanah, intensitas cahaya dan umur
dilakukan upaya untuk mengumpulkan, menanam dan tanaman. Jenis tanaman yang sama dapat menghasilkan
akhirnya akan membudidayakan. Citarasa tersebut tidak kandungan indigotin berbeda jika ditanam pada lokasi
hanya berpengaruh pada penamaan tumbuhan juga pada dengan kondisi tanah yang berbeda (Laitonjam et
jenis pemanfaatannya. al.2011). Langkah awal yang dapat dilakukan adalah uji
Berdasar kegunaan dari Indigofera yang telah kandungan seluruh alkaloid yang berhubungan dengan
dirasakan oleh masyarakat dapat dikatagorikan sebagai: penghasil warna seperti indigotin, indirubin, isoindigotin,
pewarna alam untuk tekstil, pakan ternak rusa, kambing isoindirubin, isoindigo, dan indigo kuning(Aobchey et
dan sapi, sitotoksis, insektisida, tanaman obat, dan al.2007) atau salah satu dari prekursor indigo yaitu
indigotin. Proses uji kandungan dapat dilakukan degan
terdapat beberapa jenis beracun(Chanayath et al. 2002,
metode purifikasi dan ekstraksi menggunakan TLC dan
Muzayyinah, Indigofera: “Kini dan Nanti” 25

RP-HPLC. Metode purifikasi dan ekstraksi ini yang sudah tua berumur sekitar 12 bulan dan belum
memerlukan waktu dan ketelitian yang tinggi. pernah dipanen sama sekali. Buah dijemur hingga kering
Upaya pelestarian dimulai dengan menggali secara dan diremas untuk dipisahkan dengan bijinya, setelah itu
mendalam pada fungsi Indigofera sebagai pewarna yang biji yang diambil dijemur selama 2 hari. Untuk
unggul dalam hal proses maupun produknya. Unggul menghindari kelembaban maka biji, dikering anginkan
dalam proses dimaksudkan untuk dua hal yaitu:pertama, selama 24 jam, selanjutnya siap disimpan dalam bentuk
kandungan rendemen daun tinggi sehingga pasta indigo kemasan yang rapat dan dapat dibuka kembali saat hendak
yang dihasilkan lebih banyak;kedua, adanya efisiensi disemai (Deptan. 1999).
dalam serapan dan celupan kain pada pewarna indigo Langkah yang dilakukan dalam persemaian: 1)
sehingga tidak memerlukan pengulangan celupan yang Disiapkan media dalam polibag, dengan pupuk organik
berkali-kali. sebagai pupuk dasarnya;2) Biji direndam untuk
Bagaimana menerapkan teknologi rekayasa guna memisahkan biji yang mengapung dan yang
mendapatkan kualitas daun paling unggul dalam mengendap,biji yang digunakan adalah biji
menghasilkan indigotin? Organ yang dimanfaatkan dari yangmengendap,selanjutnya dijemur selama 1hari; 3)
Indigofera adalah daun, yaitu daun dengan kandungan Langkah ke dua diulangi sekali lagi,kemudian dilakukan
maksimum dari indigotin. Kandungan maksimum dapat penjemuran selama 2 hari; 4). Biji yang sudah dijemur 2
dicapai pada usia tanaman mencapai 120 hari dari hari diangin-anginkan semalamdan paginya siap untuk
penanaman pertama. Rekayasa yang dapat diterapkan disemai; 5) Benih yang digunakan sebanyak dua butir
untuk mendapatkan kuantitas daun adalah dengan gene untuk satu media tanam; 6) Pemupukan selama dalam
silencing(peredaman gen) pada organ generatif,yaitu pesemaian tidak lebih dari 1,5 gram pupuk makro; 7)
mengatur proses regulasi gen untuk mencegah ekspresi Penyiraman dilakukan sebelum jam enam pagi dan
gen. Dalam proses ini, gen yang mengendalikan setengah lima pada sore harinya; 8) Bibit siap dipindah
perkembangan generatif dihalangi sehingga tidak dapat tanam setelah berumur 30 hss (hari setelah semai);
ditranskripsi, atau dapat ditranskripsi tetapi kemudian 9)Persiapanlahan dengan menggemburkan tanah,
tidak dapat diproses menuju tahap ekspresi memupuk dengan perbandingan 3:4:1:3:3
berikutnyayaitutranslasi. Mekanisme peredaman supaya pupukorganik10kg/ha, media tanah250kg/Ha, pupuk
tidak terjadinya peristiwa transkipsi yang dikenal dengan makro200kg/Ha dan dolomit dan mengatur jarak tanam75
peredaman gen transkripsional. Sedangkan mekanisme cm, jarak antar baris dan 50 cm dalam tanah;
untuk langkah kedua yaitu mencegah translasi disebut 10)Indigofera siap dipanen saat berumur kurang lebih 120
dengan peredaman gen pascatranskripsional atau dikenal hst (hari setelah tanam) untuk satu kali pemanenan,
pula sebagai peredaman RNA. selanjutnya dapat dipanen kembali dengan selisih waktu
Mekanisme peredaman gen transkripsional dapat 90 hari dari saat pemanenan pertama.Pemanenan
dilakukan dengan menutupi wilayah pada urutan basa sebaiknya pada jam 04:00 WIB–06:00 WIB (Deptan.
tertentu di dekat bagian hulu gen (upstream). 1999).
Penutupan/pemblokiran dapat dilakukan dengan PROSPEK MASA DEPAN
menempelkan suatu protein tertentu yang dihasilkan oleh
suatu gen regulator, protein itu dapat berupa histon yaitu Berbeda dengan komoditas tanaman lain maka peranan
protein yang membungkus DNA, atau dapat pula dengan tanaman Indigofera khususnya dan tanaman pewarna lain
metilasi DNA. Fungsi peredaman RNA (RNAi) ini adalah pada umumnya sudah tersisih oleh pemakaian pewarna
memblok perkembangan generatif sehingga yang terjadi sintetis sebagai penggantinya. Kebutuhan bahan pewarna
untuk tekstil di Indonesia sangat tinggi seiring bangkitnya
hanya perkembangan vegetatif.
kesadaran masyarakat Indonesia dan dunia terhadap
Jika penelitian terhadap Indigofera sudah sampai pada
penghargaan karya budaya bangsa. Untuk memenuhi
taraf pemetaan dan dapat meredam gen pembungaan kebutuhan pewarna,bahan pewarna alam tidak bisa
sehingga dapat memacu pertumbuhan vegetatif dalam hal disandarkan pada pewarna alam semata, sehingga
ini adalah jumlah daun, maka kekhawatiran kelangkaan masuknya pewarna sintetis untuk menggantikan pewarna
bahan mentah untuk pewarna indigo tidak dikhawatirkan alam tidak bisa dibendung.
lagi. Sasaran lain juga tertuju pada standarisasi kandungan Upaya untuk memenuhi permintaan pasar terhadap
indigotin pada jenis-jenis tertentu dan umur tertentu akan bahan pewarna yang sangat tinggi adalah pengembangan
menjawab kekhawatiran pada fluktuatifnya kandungan riset yang berkelanjutan dan terpadu antar instansi untuk
indigotin. Teknologi rekayasa tingkat gen dapat mengatasi mendukung budidaya, khususnya melalui perakitan
kesulitan yang sedang dihadapi pengrajin tenun dan batik. varietas unggul yang adaptif pada berbagai macam
Sementara harapan para ahli pembuat tepung indigo yang cekaman maupun untuk mendukung kegiatan pasca panen.
menginginkan dengan sedikit tepung dapat memberi Dengan demikian, riset dan teknologi untuk produksi
warna biru seperti yang diinginkan. berkelanjutan, diharapkan tidak saja untuk meningkatkan
produktivitas komoditas, akan tetapi juga untuk
BUDIDAYA INDIGOFERA meningkatkan nilai tambah produk yang terstandar dan
Budidaya Indigofera meliputi 4 langkah: pembenihan, daya saing. Varietas unggul yang diharapkan untuk
pesemaian, persiapan lahan, pemeliharaan dan Indigofera sebagai pewarna adalah benih tersertifikasi,
pemanenan. Dalam pembenihan dipilih biji dari tanaman
26 BIOEDUKASI 7(2): 223-26, Agustus 2014

mudah ditanam pada berbagai cekaman, produksi tinggi. and Baphicacanthus cusia Brem. and Chemical Structure
Selain itu adanya teknologi tepat guna untuk mengolah Analysis.Chiang Mai University of Journal 1(2): 159–160.
bahan mentah (daun) menjadi pasta yang terjangkau oleh Christina. 2012. Pewarna Alami Digalakkan di Batik. Bisnis
pengrajin sehingga keberlanjutan ekonomi masyarakat Indonesia 6 Agustus 2012.
tetap terjamin. Hal penting yang tidak bisa dihindari
De Kort I. & Thijsse G. 1984. A Revision of The Genus
adalah memenuhi keinginan pasar terhadap harapan
Indigofera (Leguminosae-Papilionoideae) in Southeast
kualitas pewarna nila adalah didapatkannya warna yang Asia 1984. Blumea 30: 89–151
menempel pada kain dengan kuat sehingga tidak luntur
baik oleh asam maupun oleh intensitas sinar matahari, Deptan. 1999. TanamanNila (Indigofera L.)
memberi warna biru yang cemerlang, tidak kusam, dan DirektoratBudidayaTanamanSemusimDirektoratJenderal
Perkebunan – DepartemenPertanian.
selain itu warna tidak pudar selama kain masih ada.
Teknologi tepung yang sudah dikembangkan dapat Georgievics GV.1892. Der Indigo vom Praktischen und
ditingkatkan baik terhadap produksi maupun kualitas. Theoretischen Standpunkt. Leipzig und Wien. Franz
Diakui adanya keterbatasan dalam produksi maupun Deuticke.
volume pemakaian. Dengan pengembangan teknologi Heyne K. 1987. TumbuhanBerguna
kualitas tepung, harapan dan keinginan penggunaan Indonesia.BalitbangKehutanan. Jakarta
tepung sedikit mungkin menjadi kenyataan,
Laitonjam WS. and Wangkheirakpam SD. 2011. Comparative
Rahayuningsih (2012, komunikasi pribadi).
study of the major components of the indigo dye obtained
from Strobilanthes flaccidifolius Nees. and Indigofera
PENUTUP tinctoria Linn. International Journal of Plant Physiology
and Biochemistry3 (7):108-116
Konservasi menjadi tanggung jawab bersama masyarakat
di Indonesia. Masyarakat penggunan I. tinctoria yaitu Lemmens RHMJ. and Suetjipto NW, Van der Zwan RP, Parren
M. 1992. History and Role of Vegetables Dyes. In
pembetik dan penenun wajib melakukan budidaya
Lemmens RHMJ. and Suetjipto NW (eds) Plant Resources
berkelanjutan untuk menjaga kelangkaan tumbuhan of South East Asia 3: Dye and Tannin Producing Plants.
tersebut. Upaya yang harus dilakukan oleh peneliti dan Prosea Foundation, Bogor: 26-34.
akademisi terhadap kualitas dan produksi pewarna indigo
yang bersumber pada I. tinctoria meliputi: meningkatkan Motamarri SN, Karthikeyan M, Rajasekar S and Gopal. 2012.
kandungan rendemen daun sehingga pasta indigo yang Indigofera tinctoria - A Phytopharmacological Review.
dihasilkan lebih banyak, meningkatkan kualitas International Journal of Research in Pharmaceutical and
kandungan indigo dalam pasta indigo sehingga tercipta Biomedical Sciences 3 (1):164-169
efisiensi dalam serapan dan celupan kain pada pewarna Rosy BA, Joseph H and Rosalie.2010. Phytochemical,
indigo sehingga tidak memerlukan pengulangan celupan Pharmacognostical, Antimicrobial activity of Indigofera
yang berkali-kali. Rekayasa genetik yang dapat diterapkan aspalathoids vahl. (Fabaceae). International Journal of
untuk mendapatkan kuantitas daun adalah dengan gene Biological Technology 1(1):12-15.
silencing (peredaman gen) pada organ generatif, yaitu
Susanto SK. 1980. Seni kerajinan batik Indonesia. Balai
mengatur proses regulasi gen untuk mencegah ekspresi Penelitian Batik dan Kerajinan. Departemen Perindustrian
gen. Republik Indonesia.
Suliantoro E L.2008. “Citra: Batik Indigofera Telah 100 Tahun
DAFTAR PUSTAKA Terpuruk”. Kedaulatan Rakyat. 5 Mei 2008.

Abdullah L. 2010. Herbage Production and Quality of Shrub Siva R. 2007. Status of natural dyes and dye-yielding plants n
Indigofera Treated by Different Concentration of Foliar India. Current Science 92(7):916-925.
Fertilizer. Media Peternakan.169-175 Uddin G, Rehman TU, Arfan M. Liaqad W, Kaisar M, Rauf A,
Adema F. 2011. Notes on Malesian Fabaceae (Leguminosae- Mohammed G, Afriadi MS and Qoudhari MQ.2011.
Papilionoideae) 15. notes on Indigofera. Blumea 56: 270- Phytochemical and Biology Screening of the Seed of
272 Indigofera herantha. Middle East Journal of Scientific
Research 8(1):186-190.
Aobchey P, Supachok S, Suree P and Shui-Tein C. 2007. Simple
Purification of Indirubin from Indigofera tinctoria Linn.
and Inhibitory Effect on MCF-7 Human Breast Cancer
Cells. Chiang Mai Journal Science. 34(3): 329-337
Bismark Ris M, Abdullah S M, Mariana T. 2010. Produktivitas
tumbuhan pakan di kawasan hutan. Sintesis Hasil-Hasil
Litbang: Pengembangan Penangkaran Rusa Timor. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Gedung
Manggala Wanabakti Blok I Lantai XI
Chanayath N, Sorasak L and Suree P. 2002. Pigment Extraction
Techniques from the Leaves of Indigofera tinctoria Linn.

Anda mungkin juga menyukai