Anda di halaman 1dari 3

EKONOMI

NAMA : DESAK MADE SRINATA PRADNYANI


KELAS : XI IPS 2
NO : 34
APBD PROVINSI BALI
DPRD Provinsi Bali akhirnya menetapkan APBD Provinsi Bali Tahun 2016 pada hari Rabu, 4
November 2015 dalam Sidang Paripurna DPRD melalui pembacaan Keputusan DPRD Provinsi Bali
Nomor 29 Tahun 2015 tentang Persetujuan Penerapan Raperda APBD Provinsi Bali Tahun 2016
menjadi Perda. Dalam APBD Provinsi Bali 2016 ditetapkan anggaran, dengan rincian sebagai
berikut :
Pendapatan Daerah sebesar Rp 5.149.091.925.940
Belanja langsung sebesar Rp 1.517.803.018.772
Belanja tidak langsung sebesar Rp 3.988.806.347.725
Rasio kesenjangan antara belanja langsung dan belanja tidak langsung tersebut memang cukup
besar. Hal ini menjadi sorotan Anggota DPRD Kariyasa Adnyana yang menyampaikan bahwa
kesenjangan antara belanja langsung dan tidak langsung seharusnya tidak timpang. Adnyana
berpendapat bahwa belanja tidak langsung yang justru meningkat alokasinya, mengindikasikan
bahwa APBD untuk pembangunan dan kemasyarakatan masih kurang. Dia menyatakan bahwa
pihak eksekutif harus mendorong pertumbuhan belanja langsung sebagai prioritas seperti
belanja modal dan pembangunan, sebelum merancang belanja lainnya.
Namun, Gubernur Bali, Made Mangku Pastika menyampaikan bahwa proporsi belanja langsung
yang kecil serta belanja tidak langsung yang besar tidak mencerminkan anggaran Provinsi Bali
tidak baik. Namun harus dilihat dari segi pemanfaatannya. Belanja tidak langsung sebagian besar
dialokasikan untuk belanja hibah, Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Desa Pakraman dan Subak,
serta Transfer ke Kabupaten. Untuk tahun 2016, bantuan untuk desa pakraman dialokasikan Rp.
200 juta untuk 1.488 desa pakraman. Sedangkan untuk subak sebesar Rp. 50 juta untuk 2.500
subak.
Pada dasarnya anggaran tersebut dipergunakan untuk pembangunan. BKK dan hibah
dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur di desa, seperti pembangunan jalan, balai
banjar, dan pura. Kalau dilihat dari pemanfaatannya, alokasi belanja tidak langsung lebih
condong untuk kepentingan pembangunan di desa-desa di Bali. Hanya saja anggaran ini tidak
langsung dikerjakan oleh Pemerintah Provinsi, melainkan oleh masyarakat.
Gubernur Bali juga menyampaikan bahwa defisit anggaran antara belanja dan pendapatan APBD
Tahun 2016 akan ditutupi oleh SILPA APBD 2015. Diperkirakan sampai akhir tahun anggaran
2015 akan terdapat SILPA sekitar Rp. 357 miliar. Terjadinya SILPA bukan berarti implementasi
program tidak berjalan sesuai rencana, tetapi dalam perjalanan terkendala hal teknis.
Dalam penyampaikan dalam rapat paripurna tersebut, Gubernur Bali mengharapkan agar APBD
2016 dapat dijabarkan dan dilaksanakan secara efektif, demi pelaksanaan program-program Bali
Mandara guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat Bali
APBD TERBESAR DAN TERKECIL DI BALI

"Anggaran terbesar dimiliki oleh Kabupaten Badung dengan nilai sebesar Rp 3,83 triliun
atau 23,97 persen terhadap total anggaran pendapatan APBD di sembilan
kabupaten/kota 2016," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Dewi
Setyowati di Denpasar, Jumat.

Ia dalam laporan hasil kajian ekonomi dan keuangan Regional Bali Mei 2016
menyebutkan, anggaran pendapatan yang terkecil adalah Kabupaten Bangli dengan nilai
sebesar Rp908 miliar atau 5,68 persen terhadap total anggaran pendapatan APBD di
sembilan kabupaten/kota di daerah ini.

SOLUSI APBD DI BALI

1. perlu dilakukan inovasi-inovasi dalam proses perencanaan partisipatif sedemikian


rupa sehingga aspirasi-aspirasi politik diyakini benar-benar terserap dalam dokumen
perencanaan. Dengan demikian, pembahasan rancangan APBD dapat lebih terfokus pada
besaran dana yang seharusnya dialokasikan dan tidak lagi terlalu terbebani dengan
transaksi-transaksi politik.

2. perlu dikembangkan strategi berupa dialog ataupun sosialisasi mengenai


perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja. Tujuan utama dilakukannya langkah ini
adalah untuk mengubah paradigma tradisional yang berfokus pada penganggaran uang
menjadi paradigma yang berbasis kinerja yang menitikberatkan pada perencanaan
kegiatan yang menjawab akar permasalahan di masyarakat.

3. perlu penguatan kapasitas dan komitmen, baik bagi kalangan Pemda maupun
DPRD. Pada umumnya Pemda yang mengalami keterlambatan APBD adalah daerah
tertinggal, sehingga perlu fasilitasi dan pengawasan lebih intensif dari Pemprov maupun
Pemerintah Pusat. Namun sebenarnya yang utama adalah komitmen, dan justru inilah
yang paling sulit. Proses politik berbiaya tinggi barangkali menjadi akar masalah kenapa
seringkali anggota dewan (begitu pula Kepala Daerah) bernafsu besar ingin menguasai
anggaran.

Anda mungkin juga menyukai