Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai mahluk pencari kebenaran dalam perenungannya akan menemukan tiga
bentuk eksistensi, yaitu agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat. Agama mengantarkan manusia
kepada kebahagiaan abadi. Ilmu pengetahuan mengantarkan pada kebenaran, dan filsafat
membuka jalan untuk mencari kebenaran.

Filsafat merupakan suatu analisa secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai


suatu masalah, dan penyusunan secara sengaja serta sistematis atas suatu sudut pandangan yang
menjadi dasar suatu tindakan. Sesungguhnya kegiatan kefilsafatan merupakan perenungan atau
pemikiran.

Sebagai "Mater-Scientiarium" atau induk dari ilmu pengetahuan tentunya filsafat tidak
lepas dari sejarahnya yang panjang. Mulai dari filsafat purba sampai modern. Filsafat modern
merupakan sebuah titik baru bagi perkembangan filsafat dimana sering diidentikan dengan zaman
empirisisme dan rasionalisme. Berdarasarkan hal tersebut maka materi dalam makalah ini adalah
tentang "Sejarah dan Pembentukan Filsatat Modern".
B. Sejarah dan pembentukan Filsafat Modern

Dalam dunia sejarah pastilah dikenal suatu periode atau masa. Suatu periode atau masa
dibuat untuk mempermudah analisis sejarah. Suatu masa atau periode biasanya digolongkan
berdasarkan ciri-ciri atau tanda-tanda yang menjadi identitas utama pada kurun waktu tertentu.
Begitupun juga dengan filsafat, dimana dalam sejarah filsafat digolongkan menjadi beberapa
periode.

Dalam hal ini, sentral utama studi penulis adalah "Filsafat Modern". Dari beberapa sumber
literatur yang ada, terjadi perbedaan dalam penetapan waktu dimulainya filsafat modern. Ada yang
mengatakan bahwa filsafat modern dimulai dari abad 17 Masehi sampai abad 19 Masehi dan ada
juga yang mengatakan bahwa filsafat modern dimulai pada abad ke 15 sampai abad 19 Masehi.
Namun dalam hal ini pemikiran penulis lebih condong pada sumber yang mengatakan bahwa
filsafat modern dimulai pada abad ke 15 Masehi.

Periode Filsafat Modern dibagi ke dalam beberapa sub periode, yaitu:

1. Filsafat abad 15 M (Renaissance).

Filsafat modern dimulai dengan adanya renaissance yang muncul pada sekitar abad ke-15
Masehi. Kata “renaissance” sendiri berasal dari bahasa Prancis yang berarti "kelahiran kembali".
Maksud dari kelahiran kembali ini adalah karena adanya kerinduan akan pemikiran filsafat zaman
Yunani klasik yang bebas tanpa adanya dogma-dogma yang mengikat sehingga para filsuf abad
ini mencoba untuk membangkitkan kembali pemikiran pemikiran filsafat yang radikal.
Renaissance ditandai oleh kelahiran kembali di berbagai ilmu, seperti ilmu sastra, kesenian,
filsafat, dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan alam berkembang pesat berdasarkan metode
eksperimental.

Pada zaman renaissance manusia disebut sebagai animal rationale, karena pada masa ini
pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Manusia ingin mencapai kemajuan (progress)
atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan ilahi.

Imu pengetahuan yang mengalami perkembangan yang pesat pada masa ini adalah astronomi.
Beberapa tokoh yang terkemuka pada masa adalah:

a. Copernicus (1473 - 1543)

Copernicus memberikan pendapat yang luar biasa di masa itu. Ia mengatakan bahwa
bumi dan semua planet mengelilingi matahari dimana matahari merupakan pusatnya.
Kemudian pendapat ini dikenal dengan teori heliosentrisme. Pendapat ini berlawanan
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hipparchus dan Ptolomeus yang menyatakan
bahwa bumilah yang menjadi pusatnya (geosentrisme).

Prinsip heliosentris kemudian diteruskan oleh George Joachim (Rheticus) yang


menyusun buku berjudul “De Revolutionibus Orbium Coelestium” (Perputaran Alam
Semerta). Ketentuan dasar dalam buku ini adalah:

a. Seluruh alam semesta merupakan bola (Spherical)

b. Semua benda angkasa dan bumi juga merupakan bola

c. Semua benda angkasa bergerak secara teratur dalam lintasan yang bundar

(circular uniform motion).


b. Tycho Brahe (1546 - 1601)

Tycho Brahe tertarik pada sistem astronomi yang diperkenalkan oleh Copernicus. Ia
memubuat alat-alat berukuran besar untuk mengamati benda-benda angkasa secara lebih
teliti. Pada tahun 1572 Brahe mengamati munculnya bintang baru di gugusan Cassiopeia,
yaitu bintang yang cemerlang selama 16 bulan sebelum tidak terlihat lagi. Bintang itu
dinamakan Supernova, yang sangat tergantung dari besarnya dan massanya. Penemuan ini
mematahkan pandangan yang dianut pada masa itu yang mengatakan bahwa angkasa itu
tidak akan berubah sepanjang masa.

c. Johannes Keppeler (1571 - 1630)

Johannes Keppeler merupakan seorang ahli matematika yang menjadi asisten Tycho
Brahe. Ia melanjukan penelitian Tycho Brahe tentang gerang benda-benda angkasa. Ia
mengemukakan tiga buah hukum dalam astronomi, yaitu:

 Gerak benda angkasa tidak mengikuti lintasan circle, namun gerak itu mengikuti
lintasan elips. Orbit semua planet berbentuk elips.
 Garis penghubung antara planet dan matahari selalu melintasi bidang yang luasnya
sama.
 Dalam perhitungan matematik, terbukti bahwa jarak rata-rata dua planet A dan B
dengan matahari adalah X dan Y, sedangkan waktu untuk melintasi orbit masing-
masing adalah P2: Q2 = X3 : Y3.

d. Galileo Galilei (1546 - 1642)

Galileo Galilei membuat sebuah teropong bintang yang terbesar pada masa itu dan
mengamati beberapa peristiwa angkasa secara langsung. Ia melihat bahwa planet Venus
dan Merkurius menunjukan perubahan-perubahan seperti halnya bulan, sehingga ia
menyimpulkan bahwa planet-planet tidaklah memancarkan cahaya sendiri, melainkan
hanya memantulkan cahaya dari matahari.
2. Filsafat Abad 17 M

Pada sekitar abad ke-17 M, muncul tiga aliran besar filsafat, yaitu: rasionalisme,
empirisme, dan idealisme.

a. Rasionalisme
Usaha kritis dalam filsafat adalah untuk memeriksa kembali nilai pengetahuan manusia.
Hal ini di pandang sebagai usaha manusia untuk membedakan apa yang mantap dengan apa
yang rapuh di dalam keyakinan-keyakinan umum. Namun kesulitannya adalah menemukan
norma untuk melaksanakan pembedaan ini. Apakah ciri hkas dari pengetahuan yang kokoh
yang membedakannya dari pengetahuan yang palsu? Salah satu usaha radikal dan cerdik
untuk menjawab persoalan ini ialah dengan metode yang dikenal nama metode rasional.
Rasionalisme. Mazhab ini dipelopori oleh Rene descartes (1596-1650), seorang filosof
Prancis yang digelar sebagai bapak filsafat modern. Setelah lama merenung ia munculkan
untuk menghidupkan kembali pemikiran filsafat idealitas yang berakar pada idealisme Plato.
Ia melahirkan prinsip yang terkenal cagito ergo sum (aku berpikir maka aku ada). Dalam
pencarian pondasi yang kuat bagi pengetahuan, ia memutuskan untuk tidak menerima
kebetulan-kebetulan dan menolak semua yang tidak pasti.
Dalam hal, Kennet T Gallagher menyebutnya sebagai skeptisme moderat, lawan dari
skeptisme absolut dimana Descartes mengistilahkan metodenya sebagi keraguan metodis
Universal. Ia menggunakan keraguan untuk mengatasi keraguan. Salah satu cara untuk
mengetahui sesuatu yang pasti dan tidak dapat diragukan adalah dengan melihat seberapa
jauh sesuatu itu dapat diragukan.
Menurut Decartes observasi melalui penginderaan, kadang-kadang menipu manusia,
konsekwensinya manusiapun kadang melakukan kesalahan dalam penalaran. Namun jika
manusia “membuang” semua dimensi inderawinya, maka kalaupun ada, apalagi yang tersisa?
Dia mengatakan;
Kita harus mengakui benda-benda jasmani ada. Namun, mungkin benda-benda
tersebut tidak persis sama seperti yang saya tangkap dengan indera, sebab pemahaman
dengan indera ini dalam banyak hal sangat kabur dan kacau; tetapi kita sekurang-kurangnya
harus mengakui bahwa semua benda yang saya pahami di dalamnya dengan jelas dan
disting...haruslah sungguh-sungguh dipahami sebagai obyek luar.
Bagi Descartes dunia yang nampak oleh indera tidak akan mampu memberikan
keyakinan benar, seperti oase di tengan pada pasir. Oleh karena apa yang nampak bahkan
tubuh kita sendiri, nampaknya sangat meragukan, sehingga tidak ada satupun yang nyata
kecuali keraguan itu sendiri.
Ketika segalanya nampak meragukan, tentu saja saat itu ada sesuatu yang melakukan
tindakan meragu, yaitu “aku” yang sedang ragu, berpikir dan sadar. Inilah pengetahuan yang
terang dan jelas (clara et distincta) kebenaran yang tidak lagi terbagi. Ide seperti ini ini, clara
et distincta, adalah cita-cita kesempurnaan bagi suatu pengetahuan dan hanya yang tak
terbatas yang menyebabkan ide itu ada dalam diri manusia. Dan yang sempurna itulah tuhan.
Oleh karena itu
Tuhan adalah aksistensi yang jelas dengan sendirinya. Dia-lah yang menjamin
keberadaan akal manusia, sehingga kerja akal turut dalam dalam jaminan Tuhan. Maka
konsepsi akal mengenai jumlah, letak dan ukuran, semua obyek yang bersifat materi pastilah
benar. Pada posisi ini manusia mampu memahami kebenaran secara obyektif. Oleh karena itu
rasionalisme Descartes memandang ilmu pengetahuan bersifat obyektif.
Descartes mengajukan tiga jenis subtansi dasar yaitu; Tuhan, pikiran dan materi.
Tuhan adalah subtansi utama yang menciptakan dua subtansi yang lain. Pikiran
sesungguhnya adalah kesadaran ia tidak mengambil tempat dalam ruang, karena tidak dapat
dibagi. Sedangkan dunia luar atau badan adalah materi yang cenderung mengalami perluasan
(ekstensa) dan mengambil tempat dalam ruang, karenanya dapat dipecah menjadi bagianbagian

kecil. Alam atau materi adalah kumpulan dari bagian-bagian kecil yang bekerja
menurut hukum mekanik. Dengan demikian tubuh manusia, sebagai alam materi, seperti
mesin otomatis atau arloji yang dapat bekerja sendiri meskipun lepas dari pembuatnya.
Secara demikian Descartes, sebagai tokoh sentral rasionalisme modern, memandang
bahwa alam materi hanya dapat dipahami dengan metode analisis, yaitu mereduksi realitas
material menjadi bagian-bagian kecil dan matematika adalah bahasannya. Tuhan berlaku
sebagai penjamin keberadaan akal dan materi, tuhan menciptakan alam seperti seorang
menciptakan jam yang sekali jadi tidak ada lagi hubungan dengan penciptanya. Hubungan
pencipta dengan yang diciptakan hanyalah berlaku sebagai hubungan pertama.

Epistemologi rasionalitas-Cartesian jelas memisahkan antara pengetahuan alam


materi dengan pengetahuan alam metafisik. Alam materi hanya dapat diperoleh melalui
analisis, eksprimentasi, sedangkan kebenaran tentang Tuhan atau kebenaran yang bersifat
metafisik berhenti secara sederhana. Tuhan tetap aman pada tempatnya sebagai pencipta,
selain itu tidak ada “tempat” untuk Tuhan.
Mengenai hal ini Kennet T Gallagher menyebut pandangan Descartes sebagai
pandangan dikotomis yang dilain sisi menegaskan pandangan mekanis mengenai alam
semesta yang memungkinkan kemajuan pesat di dalam sains, tetapi memperlakukan manusia
seperti “hantu yang merasuki sebuah mesin” yang bekerja dengan hukum mekanika mesin.
Pada realitas ini, Descartes menimbulkan masalah lain yaitu tentang akal budi manusia yang
sangat rumit, terkait dengan segala dimensi idealitasnya.
Selain Descartes, rasionalisme abad 17 memiliki beberapa tokoh sentral seperti Spinoza
(1632-1677), Lebnis (1648-1716). Kebanyakan para filosof rasionalis tertap mempertahankan
eksistensi Tuhan, walaupun tetap terjadi pemisahan radikal antara alam dengan Tuhan.

Empirisme
Empirisme pertama kali diperkenalkan oleh filsuf dan negarawan Inggris Francis
Bacon pada awal-awal abad ke-17. Ia bermaksud meninggalkan ilmu pengetahuan yang lama
karena dipandang tidak memberi kemajuan tidak mem- beri hasil yang bermanfaat, dan tidak
memberikan hal-hal yang baru bagi kehidupan.Akan tetapi perkembangan pemikiran
empirisme ini di desain secara lebih sistemik oleh John Locke yang kemudian dituangkan
dalam buku- nya “Essay Concerning Human Understanding (1690)”.John Locke memandang
bahwa nalar seseorang pada waktu lahirnya adalah ibarat sebuah tabula rasa, sebuah batu tulis
kosong tanpa isi, tanpa pengetahuan apapun.
Lingkungan dan pengalamanlah yang menjadikannya berisi. Pengalaman indrawi
menjadi sumber pengetahuan bagi manusia dan cara mendapatkannya tentu saja lewat
observasi serta pemanfaatan seluruh indra manusia. John Locke adalah orang yang tidak
percaya terhadap konsepsi intuisi dan batin.
Menurut John Locke ide dalam benak manusia didapatkan melalui pengalaman atau
aposteriori. Ide manusia lalu terbagi dua yaitu ide sederhana dan ide kompleks. Ide sederhana
didapatkan melalui penginderaan yang disebut sensasi, sedangkan ide kompleks ialah refleksi
terhadap ide sederhana yang kemudian membentuk persepsi. Pengetahuan yang rumit harus
dapat dilacak kembali pada penginderaan yang sederhana, jika tidak akan beresiko menjadi
pengetahuan yang keliru, karenanya harus ditolak.
Bagi Locke persepsi manusia dapat membedakan dua kualitas pada benda, yaitu
kualitas primer dan kualitas sekunder. Kawalitas primer bersifat riil yang terdapat pada benda
itu sendiri, seperti; kepadatan, keluasan, bentuk, gerak, berat, jumlah dan lain-lain. ide yang
timbul dari kualitas primer merepresentasikan benda secara akurat, kualitas inilah yang
merupakan bagian esensial dalam kerakteristik kebenaran pengetahuan. Karena itu ilmu
bersifat obyektif yang dikarenakan berdasarnya nilai pada indera yang merefleksikan kualitas
primer pada benda. Selain kualitas primer ide juga merupakan kualitas lain ketika
mempersepsi kualitas sekunder seperti, warna, bau, rasa, suara, yang bergantung pada
kemampuan persepsi manusia, karena tidak menggambarkan realitas sejati dan mungkin saja
meleset sehingga tidak terjamin kebenarannya.
Oleh karena itu ide yang muncul dari kualitas sekunder bersifat subyektif.
Berdasarkan pemahaman ini maka pengetahuan manusia tentang Tuhan dengan sendirinya
bersifat subyektif. Karena berdasarkan teori ini, ide tentang Tuhan dapat dirasakan melalui
eksistensi diri, bahwa diri manusia adalah sesuatu yang ada. Sesuatu yang ada hanya tercipta
dari keabadian dan ketiadaan tidak mungkin mengahasilkan sesuatu. Pengetahuan manusia
yang bersumber dari eksistensi dirinya bermula dari eksistensi yang lebih luas atau eksistensi
abadi dan inilah yang disebut Tuhan. Namun sayangnya pengetahuan manusia mengenai
eksistensi tergolang dalam kualitas sekunder, dimana kualitas sekunder mungkin saja keliru.
Karena itu meskipun metode Locke mengakui ide tentang Tuhan namun ide tersebut
sangatlah samar dan meragukan. Hanya sains yang jelas dan terang serta pasti, karena
berangkat dari kualitas primer yang mengambarkan dunia materi secara akurat meskipun
dunia yang digambarkan adalah dunia yang tak bernyawa dan tidak berbeda dari mesin.
Filsuf empirisme lainnya adalah Hume. Ia memandang manusia sebagai sekumpulan
persepsi (a bundle or collection of perception). Manusia hanya mampu menangkap kesankesan
saja
lalu
menyimpulkan
kesan-kesan
itu
seolah-olah
berhubungan.
Pada
kenyataannya,

menurut

Hume, manusia tidak mampu menangkap suatu substansi. Apa yang dianggap
substansi oleh manusia hanyalah kepercayaan saja. Begitu pula dalam menangkap hubungan
sebab-akibat. Manusia cenderung menganggap dua kejadian sebagai sebab dan akibat hanya
karena menyangka kejadian-kejadian itu ada kaitannya, padahal kenyataannya tidak
demikian. Selain itu, Hume menolak ide bahwa manusia memiliki kedirian (self). Apa yang
dianggap sebagai diri oleh manusia merupakan kumpulan persepsi saja.

3. Filsafat Abad 18 M (Enlightment / Aufklaerung)

Kata "Enlightment" berasal dari bahasa Inggris dan diartikan sebagai pencerahan. Masa ini
dinamakan Enlightment karena pada masa ini manusia mencari cahaya baru dalam rasionya.

Ciri utama dari masa enlightment atau aufklaerung adalah perkembangan pesat ilmu
pengetahuan seperti fisika. Ilmuwan besar dan tertekenal pada masa ini adalah Isaac Newton.
Karena rasio mendapat tempat terhormat dan menjadi pusat perhatian, maka orang mulai
meragukan wahyu dan otoritas agama.

Sebelum periode ini, agama Kristen memainkan peranan sangat menentukan. Akal budi
tidak diingkari, tetapi diletakan pada fungsinya sebagai pendukung iman dan wahyu. Penjelasan
apapun yang tidak sesuai dengan iman dianggap tidak benar. Pada masa pencerahan, orang tak
mau tunduk lagi kepada otoritas agama. Mulai berkembang pemikiran-pemikiran bebas.
Aufklaerung merintis jalan menuju revolusi Prancis tahun 1789.

Tokoh yang penting pada masa ini adalah George Berkeley dan David Hume, Voltaire dan
Jean-Jacques Rousseau, dan Immanuel Kant.

Manuel Kant berusaha mendamaikan pandangan rasionalisme dan empirisme. Menurut


Kant, peran rasio dan pengalaman sama pentingnya dalam proses mengetahui. Pengalaman indra
dinamakannya unsur aposteriori, sedangkan akal budi dinamakan unsur apriori. Kant berpendapat
bahwa pengetahuan selalu merupakan hasil sintese unsur akal budi dan pengalaman. Akal budi
sendiri tidak dapat dipercaya begitu saja, demikian pula pengalaman indera. Kita mengalami
bahwa indra banyak kali menipu. Kita melihat mentari sebagai sebuah benda langit bercahaya yang
kecil, padahal dalam kenyataannya matahari adalah badan angkasa yang sangat besar. Oleh sebab
itu pengamatan inda harus diteguhkan oleh akal budi.
4. Filsafat Abad 19

Pada abad ke-19 muncul aliran-aliran besar seperti: idealisme Jerman, positivisme, dan
materialisme.

a. Idealisme Jerman

Idealisme Jerman adalah aliran yang mempunyai pandangan bahwa tidak ada realitas
obyektif dari dirinya sendiri. Realitas seluruhnya, menurut aliran ini, bersifat subyektif.
Seluruh realitas merupakan hasil aktivitas Subyek Absolut (yang dalam agama dinamakan
Allah). Jadi, menurut idealisme rasio atau roh (idea) mengendalikan realitas seluruhnya.
Segala sesuatu merupakan hasil tampakan-tampakan atau momen-momen yang
berkembang sendiri. Idealisme pada dasarnya berentangan dengan Platonisme.

Tokoh yang terkenal adalah tiga filsuf asal Jermal yakni J.G. Fichte (1762-1814),
F.W.J. Schelling (1775-1854) dan G.W.F. Hegel (1770-1831). Dan filsuf paling penting di
antara ketiganya adalah Hegel.

b. Positivisme

Aliran positivisme berpendapat bahwa manusia tidak pernah lebih dari fakta-fata dan
manusia tidak penah mengetahui di balik fakta. Oleh karena itu, aliran positivisme
berpendapat bahwa tugas ilmu pengetahuan dan filsafat adalah menyelidiki fakta-fakta,
bukan menyelidiki sebab-sebab terdalam realitas. Dengan demikian, positivisme menolak
metafisika.

Terjadi persamaan dan perbedaan antara positivisme dan empirisme. Persamaan pada
keduanya adalah mengutamakan pengalaman indra. Namun positivisme hanya menerima
pengalaman obyektif, sedangkan empirisme menerimam juga pengalaman subyektif
(batiniah).

Tokoh yang terkenal dan berperan penting dalam aliran ini adalah Aguste Comte (1798
- 1857), John Stuart Mill (1806 - 1873) dan Herbert Spencer (1820 - 1903).
c. Materialisme

Materialisme merupakan aliran yang berpandangan bahwa seluruh realitas terdiri dari
materi. Artinya, tiap benda atau peristiwa dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu
proses materiil. Sepanjang abad ke-19, aliran materialisme merupakan aliran yang sangat
bengaruh, bahkan sampai sekarang. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap idealisme
jerman. Tokoh yang terkenal pada aliran ini adalah Ludwig Feuerbach (1804 - 1872), Karl
Marx (1818 - 1883), dan Friedrich Engels (1820 - 1895).

Materialisme dialektis berpandangan bahwa perubahan kuantitas dapat mengakibatkan


perubahan kualitas. Perapatan materi dapat menghasilkan suatu yang sama sekali baru.
Dengan cara demikian, kehidupan berasal dari materi mati, dan kesadaran manusia berasal
dari kehidupan organis.

Materialisme historis berpandangan bahwa arah yang ditempuh sejarah ditentukan oleh
perkembangan sarana-sarana produksi materiil. Menurut Mark, titik akhir sejarah adalah
keadaan ekonomi tertentu, yaitu komunisme, dimana milik pribadi diganti milik bersama.
Pada kondisi seperti itulah manusia akan mencapai kebahagiaannya. Arah ini adalah suatu
yang mutlak, tak dapat diubah dengan cara apapun. Dan manusia dapat mempercepat
proses itu dengan melakukan revolusi.

Anda mungkin juga menyukai