Anda di halaman 1dari 24

RESUME ELETRODINAMIKA

David J. Griffiths
nd
3 edition, Massachussetts Institute of Technology

Diajukan sebagai tugas ujian akhir semester mata kuliah Elektrodinamika yang diajar oleh:
Dr. Siti Sailah, M.Si.

Oleh:

AKMAL MEIWANDA INDRA

NIM: 08072621721002

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
1

BAB 3

TEKNIK KHUSUS

3.1 Persamaan Laplace

Masalah utama dalam elektrostatik Untuk mencari medan listrik dalam

elektrostatik dari distribusi muatan dapat diselesaikan dengan menggunakan

hukum Coulomb pada persamaan berikut:

Jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan integral dengan

menggunakan hukum Coulomb, maka dapat memanfaatkan simetri dan

menggunakan hukum Gauss. Selain itu, solusi terbaik adalah pertama-tama

menghitung potensial V, seperti pada persamaan berikut:

Untuk menyelesaikan kasus ini, lakukanlah tinjauan kembali bentuk

differensialnya dengan menggunakan persamaan Poisson berikut:

Jika potensial dalam suatu daerah = 0 maka V = 0. Pada kasus seperti

persamaan Poisson dikurangi menjadi persamaan Laplace:

Dalam koordinat kartesian persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut:


2

3.1.1 Persamaan Laplace dalam Satu Dimensi

Jika V bergantung pada satu variable x, maka persamaan Laplace menjadi:

Solusi umumnya adalah () = + untuk garis lurus. Dua kategori penting

tentang persamaa Laplace satu dimensi dituliskan di bawah ini:

1. () adalah rata-rata dari ( + ) dan ( )

2. Persamaan Laplace tidak mentolerir local maxima atau minima, sehingga

harus terjadi pada titik akhir.

3.1.2 Persamaan Laplace dalam Dua Dimensi

Jika V bergantung pada dua variabel, maka persamaan Laplacenya adalah:

Nilai V pada suatu titik (x, y) adalah rata-rata pada sekitar titik. Jika kita

menggambar lingkaran dengan jari-jari R di sekitar titik, maka akan diperolaeh

persamaan dibawah ini:


3

3.1.3 Persamaan Laplace dalam Tiga Dimensi

Mencari bergantung pada dua variabel, persaamaan Laplace menjadi:

Dalam tiga dimensi tidak dapat diberikan solusi eksplisit (seperti dalam satu

dimensi), meski demikian, dua kategori yang sama tetap berlaku. Dua kategori

penting tentang persamaan Laplace dalam tiga dimensi dapat dituliskan di bawah

ini:

1. Nilai V pada titik r adalah nilai rata-rata V di atas permukaan bola dengan

jari-jari R yang berpusat pada r:

2. Konsekuensinya, V tidak memiliki local minima or maxima; Nilai ekstrim

dari V Harus terjadi di batas-batas.

3.2 Kondisi Batas dan Teorema Keunikan

Jika ada masalah seperti gambar di bawah ini, akan ada dua solusi

persamaan Laplace untuk menyelesaikannya, yaitu:


4

3.2.1 Konduktor dan Teorema Keunikan Kedua

Cara termudah untuk mengatur kondisi batas untuk masalah elektrostatik

adalah menentukan nilai V pada semua permukaan yang mengelilingi daerah yang

disekitarnya. Dan situasi ini sering terjadi dalam prakteknya: Di laboratorium, kita

memiliki konduktor yang terhubung dengan baterai, potensialnya diberikan, atau

di groundkan, yang merupakan keksperimentalis untuk V=0. Namun, Ada

keadaan lain dimana kita tidak tahu potensi di batas, tapi melainkan muatan pada

berbagai permukaan konduksi. Misalkan saya memasang Q1 pada yang Konduktor

pertama, Q2 pada konduktor kedua, dan seterusnya, saya tidak memberitahukan

bagaimana muatannya didistribusikan di setiap permukaan permukaan, karena

begitu saya menaruhnya di atas, ia bergerak dengan cara tertentu tanpa

dikendalikan. Dan untuk ukuran yang baik, katakanlah ada beberapa kepadatan

muatan tertentu di wilayah antara konduktor.


5

Apakah medan listrik dapat ditentukan sekarang? Atau Mungkinkah ada

sejumlah cara yang berbeda yang bisa dilakukan untuk menyusun Masing-masing

konduktor, mengarah ke bidang yang berbeda ?

Teorema keunikan kedua: Dalam volume V yang dikelilingi oleh konduktor dan

berisi kepadatan muatan yang ditentukan , medan listrik ditentukan secara unik

jika muatan total pada masing-masing konduktor diberikan.

Akan ada 2 medan yang memenuhi hukum Gauss yaitu:

Kedua persamaan diatas memenuhi hukum Gauss dalam bentuk integral

permukaan Gaussian pada masing-masing permukaan konduktor:


6

3.3 The Method of Images

3.3.1 Muatan Permukaan Terinduksi

Sekarang setelah kita mengetahui potensinya, adalah hal yang mudah

untuk menghitung muatan permukaan yang diinduksi pada konduktor Menurut

Persamaan berikut ini:


Dimana adalah turunan normal V di permukaan. Dalam hal ini arah

normal adalah arah z, sehingga:

Dari persamaan turunan potensial diperoleh:

Sehingga:
7

Seperti yang diharapkan, muatan induksi negatif (dengan asumsi q positif)

dan terbesar pada x = y = 0. Sementara kita melakukannya, mari hitung total

muatan yang diinduksi:

Integral di atas bidang xy, bisa diterapkan dalam koordinat Kartesian,

dengan da = dxdy, Tapi sedikit lebih mudah untuk menggunakan koordinat polar

(r, 0), dengan r2 = x2 + y2 Kemudian,

dan

Terbukti total muatan yang diinduksi pada bidang adalah q.


8

3.4 Gaya dan Energi

Pada medan listrik, gaya yang bekerja ditentukan oleh:

Dengan muatan dua titik dan tidak ada konduktor, maka:

Tapi untuk satu muatan dan memiliki bidang, energinya adalah setengah

dari:

Dalam kasus pertama, wilayah atas (z > 0) dan wilayah bawah (z < 0)

sama-sama berkontribusi dengan simetri. Tapi dalam kasus kedua hanya wilayah

atas yang mengandung bidang nol, dan oleh karena itu, energinya setengah. Tentu

saja, kita juga bisa menentukan energi dengan menghitung usaha yang dibutuhkan

untuk membawa q dari awal ke tak terhingga. Gaya yang dibutuhkan untuk

1 2
melawan gaya listrik adalah jadi :
40 4 2
9

3.5 Pemisahan Variabel

Penggunaan persamaan laplace dengan menggunakan metode pemisahan

variabel adalah untuk memecahkan persamaan diferensial parsial. Metode ini

berlaku dalam keadaan dimana potensial (V) atau rapat muatan () pada batas-

batas wilayah tertentu, dan kita diminta untuk menemukan potensial di dalam.

Dengan menggunakan pemisahan variabel dan kondisi batas yang sesuai,

kita dapat menyelesaikan persamaan Laplace dalam dua dimensi

Rumus kedua disebut trik Fourier. Keberhasilan metode ini didasarkan

pada kelengkapan dan ortogonalitasnya, yang berarti semua fungsi lainnya dapat

dibangun dari solusi yang dapat dipisahkan dan semua solusi tersebut saling

ortogonal satu sama lain.


10

3.5.1 Koordinat Kartesian

Persamaan Laplace pada koordinat kartesian adalah:

3.5.2 Koordinat Bola

Pada koordinat bola, persamaan Laplace dapat ditulis sebagai berikut:

Pada koordinat bola berlaku:

Sehingga:
11

BAB V

MAGNETOSTATIK

5.1 Hukum Gaya Lorentz

Gaya Lorentz adalah gaya yang ditimbulkan oleh muatan listrik yang

bergerak atau oleh arus listrik yang berada dalam suatu medan magnet (B). Arah

gaya ini akan mengikuti arah maju skrup yang diputar dari vektor arah gerak

muatan listrik (v) ke arah medan magnet (B). Sebuah partikel bermuatan listrik

yang bergerak dalam daerah medan magnet homogen akan mendapatkan gaya.

Gaya ini juga dinamakan gaya Lorentz. Gerak partikel akan menyimpang searah

dengan gaya lorentz yang mempengaruhi. Arah gaya Lorentz pada muatan yang

bergerak dapat juga ditentukan dengan kaidah tangan kanan dari gaya Lorentz (F)

akibat dari arus listrik, I dalam suatu medan magnet B. Ibu jari, menunjukan arah

gaya Lorentz. Jari telunjuk, menunjukkan arah medan magnet ( B ). Jari tengah,

menunjukkan arah arus listrik ( I ).

Untuk muatan positif arah gerak searah dengan arah arus, sedang untuk

muatan negatif arah gerak berlawanan dengan arah arus. Jika besar muatan q

bergerak dengan:

F B I L sin
Bq L sin
t
Bq L sin
t
B q v sin
Karena L v
t
12

Bila sebuah partikel bermuatan listrik bergerak tegak lurus terhadap

medan magnet yang homogen mempengaruhi selama geraknya, maka muatan

akan bergerak dengan lintasan berupa lingkaran. Sebuah muatan positif bergerak

dalam medan magnet B (dengan arah menembus bidang) secara terus menerus

akan membentuk lintasan lingkaran dengan gaya Lorentz yang timbul menuju ke

pusat lingkaran. Demikian juga untuk muatan negatif.

Sedangkan besar gaya magnetik ditentukan oleh:

5.2 Hukum Biot-Savart

Besar induksi magnetik di satu titik di sekitar elemen arus sebanding

dengan panjang elemen arus, besar kuat arus, sinus sudut yang diapit arah arus
13

dengan jaraknya sampai titik tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat

jaraknya.

I . sin
B=k.
r2

Weber
k= 0
= 10-7
4 A. m

dimana k adalah tetapan, di dalam sistem Internasional

Vektor B tegak lurus pada I dan r, arahnya dapat ditentukan dengan tangan

kanan. Jika l sangat kecil, dapat diganti dengan dl.

0
I . sin
dB =
4 r2

Persamaan ini disebut hukum Ampere.


14

5.3 Induksi Magnetik

5.3.1 Induksi magnetik di sekitar arus lurus.

Besar induksi magnetik di titik A yang jaraknya a dari kawat sebanding

dengan kuat arus dalam kawat dan berbanding terbalik dengan jarak titik ke

kawat.

0 I
B= .
2 .a

B B I
Kuat medan dititik H = = =
r .
0
2 . a

Dimana r udara = 1

Jika kawat tidak panjang maka harus digunakan Rumus:

B
0
i
(cos1 cos 2 )
4 a
15

5.3.2 Induksi magnetik di pusat arus lingkaran.

Jika kawat itu terdiri atas N lilitan maka:


a. I . N a2 . I. N
B= . 0
. sin 1 atau B= . 0

2 r2 2 r3

5.3.3 Induksi magnetik di pusat lingkaran.

Dalam hal ini r = a dan = 900 sehingga Besar induksi magnetik di pusat

lingkaran adalah:

0 I. N
B= .
2 a

Arah medan magnetik dapat ditentukan dengan aturan tangan kanan.

Gambar diatas, arah arus sesuai dengan arah melingkar jari tangan kanan

arah ibu jari menyatakan arah medan magnet.


16

5.4 Solenoida

Solenoida adalah gulungan kawat yang di gulung seperti spiral. Bila pada

solenoida dialirkan arus listrik, maka di dalam solenoida terjadi medan magnet

dapat ditentukan dengan tangan seperti pada gambar:

Besar induksi magnetik dalam solenoida:

Jari-jari penampang solenoida a, banyaknya lilitan N dan panjang

N
solenoide l. Banyaknya lilitan pada dx adalah: . dx atau n dx dan n adalah

banyaknya lilitan tiap satuan panjang di titik P.
17

Bila l sangat besar dibandingkan dengan a, dan p berada di tengah-tengah

maka 1= 00 dan 2 = 1800 sehingga Induksi magnetik di tengah-tengah

solenoida:


B 0
n I . 2
2

B 0
n I

Bila p tepat di ujung-ujung solenoida 1= 00 dan 2 = 900


B 0
n I .1
2


B 0
n I
2

5.5 Toroida

Adalah sebuah solenoida yang dilengkungkan sehingga sumbunya

membentuk lingkaran di sebut Toroida. Bila keliling sumbu toroida I dan

lilitannya berdekatan, maka induksi magnetik pada sumbu toroida.

B n I

Dimana:

N
n=
2 R

N merupakan banyaknya lilitan.

R merupakan jari-jari toroida.


18

5.6 Dari hukum Biot-Savart ke Gauss

Pada bagian ini kita akan mengaitkan hukum Ampere ke hukum Gauss

untuk medan magnetik. (pada akhirnya, kita akan membuktikan teorema Gauss

untuk induksi magnetik.)


Enclo sin g
B ds 0
surface

Kita tahu bahwa

0 r
B dI
4 r2
1
0 dI
4 r

Setidaknya ada dua cara untuk menjabarkanya:

1) Memasukkan persamaan diatas kedalam hukum gauss, sehingga

didapatkan:

0 1

Enclo sin g
B ds
Enclo sin g

4
dI ds
r
surface surface

0 1

Volume
4
dI d
r
0 1

Volume
4
dI d
r
0
dI 0 d
Volume
4
0
19

2) kemuadian masukkan kembali persamaan 1 diatas kedalam hukum

gauss, sehingga didapatkan:

0 1

Enclo sin g
B ds
Enclo sin g

4
dI ds
r
surface surface

0 1

Enclo sin g
4
dI ds
r
surface

0

Enclo sin g
4
1
r
1
r

dI rd n in terms of , d

surface

Dimana persamaan dipecah menjadi dua integral dengan outer normal

pada r , contohnya spherical, dan pada kondisi kedua terjadi karena permukaan

dimiringkan sehubungan dengan bola, contoh n dengan kondisi dan . Pada

kondisi pertama jelas nol karena vektor terdapat pada arah yang sama dan

kemudia perkalian cross nya nol. Kondisi kedua juga nol karena kita merata-

ratakan vektor unit, dan yang megelilingi 4 steradians. Sehingga

diperoleh:

0
B ds dI 0 0
Enclo sin g Enclo sin g
4
surface surface

0
20

5.7 Dari Biot-Savart ke Ampere

Dalam keadaan statis, hukum ampere dalam persamaan maxwell

dirumuskan sebagai berikut:

B
H

J

(perubahan medan antara B dan H akan dijelaskan kemudian ketika kita

mendiskusikan masalah materinya.) kita tahu bahwa:

0 r
B dI
4 r2
1
0 dI
4 r

Jadi,

B
H
0
r
0 dI 2
4 r
1 1
dI Using the BAC-CAB rule...
4 r
1 1 2 1
dI dI
4 r r

Kondisi pada bagian kanan persamaan adalah nol, karena divergensi dari titik arus

adalah nol. Kondisi kedua, persamaan kanan adalah fungsi delta dengan

persamaan,
21

1
2 4 r r0
r r0

Kemudian kita dapatkan,

1 1 2 1
H dI dI
4 r r
dI r
J

dimana dI r ekuivalen dengan densitas arus J pada saat itu.

5.8 Hukum Ampere (interpresetasi dan kegunaannya)

d
H dl J free ds dt D ds
Enclosin g Surface Surface
curve

Dengan menggunakan teorema Stokes, kita dapat menulis ulang hukum

Ampre sebagai,

H ds d
J free ds dt D ds
Surface Surface Surface

Pada persamaan bagian kanan kita punya arus dari muatan yang melewati

permukaan secara bebas (Kondisi pertama). Ini berarti bahwa pada bagian kiri

harus juga terdapat arus. arus disini disebut sebagai pemindahan arus J D . Kita

lihat kemudian bahwa J D tD . Dengan integral permukaan melalui

permukaan yang kecil sangai penting kita rumuskan sebagai:

22

H ds J free ds tD ds J free J D ds

Atau

H J free J D

5.9 Gaya Elektromotif

Kita asumsikan bahwa kita memodelkan konduktor sebagai kumpulan-

kumpulan muatan yang bergerak dengan kecepatan v melalui B. kemudian,

dengan hukum gaya Lorentz, gaya pada muatan dirumuskan F qv B.

Asumsikan bahwa konduktor adalah sirkuit terbuka, misalnya arus tidak dapat

mengalir, kemudin gaya magnetik harus seimbang oleh gaya listrik yang dibentuk

dari ketidakseimbangan muatan pada konduktor. Sehingga bentuk persamaan

menjadi:

F qE v B 0

E M v B NOTE Sign flip

emf E dl

v B dl

dB
sekarang apa jang terjadi jika konduktor bergerak dan 0,
dt

23

d
emf E dl B ds
dt surface


t v x x v y y v zz B ds
surface


t v x x v y y v zz B dl1 dl 2
surface

Sekarang, kita asumsikan bahwa ds zdxdy. Sehingga persamaan

menjadi:


emf t v x x v y y v zz B dl1 dl 2
surface

t v zz B dl1 dl 2
surface

dt B dl1 dl 2
NOT T RUE surface
T OT AL
DERIVAT IVE!

dt B dl1 dl 2 B dt dl1 dl 2 dl1 dt dl 2


surface



dt B ds B v1 dl 2 dl1 v 2
surface Velocity Velocity
along 1 along 2

dt B ds B v dl 2 dropped term
surface

dt B ds v B dl 2
surface

Anda mungkin juga menyukai