APPENDICITIS AKUT
Disusun oleh :
dr. Yulia Dewi Aini
Pendamping :
dr. Juliana Pasaribu, M.Kes
dr. Sumihar Butar Butar
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping Pendamping
Hasil Pembelajaran :
1. Appendisitis Akut
2. Penegakan diagnosa appendicitis
3. Tatalaksana appendicitis
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:
1. Subjektif :
• Keluhan Utama: Nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari yang lalu.
• Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati lalu berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri terasa
semakin hebat sejak 1 hari ini.
• Demam ada sejak 3 hari yang lalu, tidak tinggi, tidak menggigil, tidak terus menerus, dan
tidak berkeringat.
• Pasien sering mengkonsumsi obat Antalgin bila sakit kepala atau sakit perut.
2. Objektif :
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : CMC
Nadi : 88x/menit
Suhu : 37,90 C
Status Internus
Thoraks
o Paru
Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
o Jantung
Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat
Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) di titik
McBurney dan epigastrium, nyeri lepas (+), rovsing (+),
Psoas sign (+), obturator sign (+), defans muskuler (-),
Tidak teraba massa di perut kanan bawah
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Rectal Toucher :
- Anus : tenang
- Sfingter : menjepit
- Mukosa : licin
- Ampula : tidak teraba massa, nyeri pada arah jam 9 dan 11
- Handschoen : darah (-), feses (+)
Laboratorium:
Tanggal 7 September 2012
Hb : 15,1 gr/dl
Leukosit : 18.900/mm3
Trombosit : 270.000/mm3
Hematokrit : 51, 6%
CT :4‘
BT : 2’
Ureum : 8 mg/dl
Kreatinin : 1,1 mg/dl
GDR : 112 mg/dl
Gol. Darah : A
Urinalisa :
- Warna : kuning
- Glukosa : normal
- Protein : (+)
- Reduksi : (-)
- Bilirubbin : (-)
- Urobilin : (-)
- Sedimen : eritrosit (-), leukosit (+), silinder (-), kristal (-), sel epitel (-)
Definisi
Setelah terjadi obstruksi lumen, appendiks akan menyerupai suatu kantong tertutup yang
disebut closed loop, di dalam lumen akan terjadi penumpukan sekret appendiks dan pada saat
bersamaan terjadi perkembangbiakan kuman-kuman dalam lumen, yang mengakibatkan
terjadinya reaksi peradangan dan distensi appendiks. Distensi ini mengakibatkan bendungan
aliran limfe, aliran vena dan arteri, yang pada akhir proses peradangan ini akan mengenai seluruh
dinding appendiks.
Patogenesis
Pada tahap awal terjadinya reaksi peradangan appendiks, yang mengalami iritasi baru
mukosa dari appendiks sehingga pada saat ini keluhan nyeri semata hanya akibat distensi dari
appendiks atau akibat kontraksi otot polos appendiks dalam usaha menghilangkan sumbatan
lumen tadi. Secara patologi stadium ini disebut stadium kataral atau akut fokal. Jika reaksi
peradangan telah sampai ke serosa disertai adanya proses supuratif akibat ekspansi kuman ke
dinding disebut appendisitis supurativa. Stadium selanjutnya bila telah terdapat daerah yang
mengalami gangren makan disebut appendisitis akut stadium gangrenosa, yang jika tidak
dilakukan pertolongan akan menjadi appendisitis perforasi.
Perjalanan penyakit appendisitis akut bisa terhenti pada stadium akut fokal, namun mukosa
yang telah mengalami iritasi akan menyisakan jaringan parut dalam proses penyembuhannya,
sehingga hal ini akan mengakibatkan keluhan nyeri sekitar pusar berulang, secara patologi
stadium ini disebut appendisitis kronis. Pada stadium supuratif – gangrenosa atau mikroperforasi
akibat adanya daya tahan tubuh yang baik yang salah satu tandanya adanya proses pendindingan
dari appendiks yang meradang oleh omentum (walling off) makan akan terbentuk suatu infiltrasi
di kanan bawah yang disebut appendisitis infiltrat.
Manifestasi Klinis
Gejala utama pada apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi nyeri
visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus
dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus
mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah
epigastrium dan periumbilikal. Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa
jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah
terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan
sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan
kaki.
Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat aktivasi N.vagus,
namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali.
Penderita apendisitis juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa
penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal yang
merangsang daerah rektum. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara
37,50 – 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
Pemeriksaan Fisik
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney. Nyeri
lepas muncul karena rangsangan peritoneum, sementara rebound tenderness (nyeri lepas tekan)
adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan
dalam di titik Mc Burney. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri. Dengan pemeriksaan Rectal Toucher akan ditemukan nyeri
tekan pada arah jam11. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang
lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Rigiditas psoas dapat ditemukan bila appendiks
letak retrocaecal, terutama bila appendiks melekat pada otot psoas.
Diagnosis
Gejala dan pemeriksaan fisik appendisitis bisa dinilai untuk menegakkan diagnosa
appendisitis dengan menggunakan Alvarado Score.
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan
Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan
hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah
sebaiknya dilakukan.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien pada kasus ini, dapat dilakukan penilaian
Alvarado score:
Migration of pain :1
Anorexia :1
Nausea/vomiting :-
RLQ tenderness :2
Rebound :1
Elevated temperatur :1
Leukocytosis :2
Left shift :-
Total points :8
Dari penilaian Alvarado score dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien ini kemungkinan
besar menderita Appendisitis akut.
Penatalaksanaan
Bila diagnosis appendisitis telah ditegakkan, maka tindakan yang paling tepat adalah
appendektomi dan merupakan pilihan terbaik. Penundaan tindakan bedah sambil pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada appendisitis yang diagnosisnya tidak
jelas sebaiknya dilakukan observasi, maka dianjurkan melakukan pemeriksaan laboratorium dan
ultrasonografi
Penatalaksanaan pasien yang dicurigai Appendicitis :
- Puasakan
- Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala.
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat
pemeriksaan fisik.
- Pertimbangkan KET terutama pada wanita usia reproduksi.
- Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan
Laparotomy
- Perawatan appendicitis tanpa operasi
Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis
acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut
lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi
- Rujuk ke dokter spesialis bedah.
- Antibiotika preoperative
Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post operasi.
Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob. Antibiotika
preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan
sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan
Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi
bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus,
Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.
Prognosis
Kematian dari appendisitis di Amerika Serikat telah terus menurun dari tingkat 9,9 per
100.000 pada tahun 1939, dengan 0,2 per 100.000 pada 1986. Diantara faktor-faktor yang
bertanggung jawab adalah kemajuan dalam anestesi, antibiotik, cairan intravena, dan produk
darah. Faktor utama dalam kematian adalah apakah pecah terjadi pengobatan sebelum bedah dan
usia pasien. Angka kematian keseluruhan untuk anestesi umum adalah 0,06%. Angka kematian
keseluruhan dalam apendisitis akut pecah adalah sekitar 3%-peningkatan 50 kali lipat. Tingkat
kematian appendisitis perforasi pada orang tua adalah sekitar 15% peningkatan lima kali lipat
dari tingkat keseluruhan.
4. Plan :
DIAGNOSIS KERJA
Appendisitis Akut
TERAPI
- IVFD Tutofuchsin 28 tts/mnt
- Inj Ceftriaxone 2x1 gr IV
- In Ranitidin 2x1 amp IV
RENCANA
Appendectomy emergency
Terapi :
IVFD Tutofuchsin 28 gtt/i
Inj Ceftriaxone 2x1 gr IV
Inj. Ranitidin 2x1 amp IV
Inj. Ketorolac 2x1 amp drip
Pendidikan :
Kontrol :
Kontrol post-operasi Tiga hari setelah pulang Hasil operasi sesuai yang diharapkan
dari rumah sakit, dan dan tidak ada komplikasi yang
jika diperlukan timbul
kunjungan lagi tiga hari
berikutnya