Anda di halaman 1dari 25

Topik : Sindrom Koroner Akut

Tanggal (Kasus) :12 September 2016 Tanggal Presentasi : 23 Januari 2017


Nama Pasien : Ny. F No RM : 0219982
Tempat Presentasi : RS PKU Muhammadiyah Nama Pendamping : dr. Dewi Wiwik S
Temanggung dr. P. Karunia Dewi

Obyek Presentasi
o Keilmuan o Ketrampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka
o Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil
Deskripsi ± 4 jam SMRS Pasien mengeluh nyeri dada kiri, pasien mengeluh nyeri
dada kiri ketika sedang menyapu halaman, nyeri dada kiri dirasakan
seperti tertusuk tusuk, menjalar ke ulu hati dan lengan kiri. Nyeri dada
dirasakan terus menerus.Nyeri dirasakan sampai pasien kesulitan untuk
berdiri karena badan terasa lemas. Sebelumnya pasien mengeluhkan
sesak, nafas terasa berat yang membuat pasien terbangun tiba-tiba di
malam hari karena sesak (+), sesak membuat pasien tidur dengan posisi
duduk atau bantal tinggi (+), kaki bengkak (+), Riw sering merasa haus
(+), Riw sering merasa lapar (-), riw. sering kencing di malam hari (+),
batuk (-), nyeri kepala (-), demam (-), mual (+), muntah (-). BAB dan
BAK tak ada keluhan.
Pada pemeriksaan fisik KU tampak kesakitan dan lemah, TD : 187/105
mmHg, N : 104x/menit, RR : 24x/menit, t: 36,7°C, JVP (+) ↑, pulsasi
epigastrial (+), didapatkan pitting edem pada kedua extremitas inferior,
dan pemeriksaan EKG didapatkan kesan irama Sinus dengan laju
110x/menit regular, dengan STEMI anteroseptal, RBBB, susp RVH, dan
OMI inferior.
Tujuan Mengetahui cara menegakkan diagnosis STEMI dan tatalaksananya
Bahan Bahasan o Tinjauan Pustaka o Riset o Kasus o Audit
Cara Membahas o Diskusi o Presentasi dan diskusi o Email o Pos
Data Pasien Nama: Ny. F Nomer Registrasi : 0219982

1
Nama Klinik IGD RS PKU Muhammadiyah Telp Terdaftar sejak
Temanggung 12 September 2016
Data Utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
STEMI Anteroseptal disertai dengan CHF NYHA I-II, Hipertensi gr II, DM tipe II
2. Riwayat Pengobatan
Pasien jarang mengkonsumsi obat atau kontrol ke fasilitas pelayanan kesehatan
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit
⁻ Riwayat darah tinggi (+)
⁻ Riwayat kencing manis (+)
- Riwayat penyakit jantung sebelumnya (+)
4. Riwayat Keluarga
- Riwayat keluarga dengan penyakit seperti ini disangkal
- Riwayat penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan kencing manis pada keluarga
disangkal
5. Riwayat Pekerjaan
Pasien seorang pedagang, memiliki anak yang sudah mandiri. Biaya pengobatan
menggunakan biaya umum karena belum memiliki asuransi kesehatan .
Kesan sosial ekonomi cukup
6. Lain-Lain
PEMERIKSAAN FISIK
- Kepala : mesosefal
- Kulit : CRT < 2’’
- Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-) ; sklera ikterik (-/-) ; pupil
Isokor, reflek cahaya (+/+)
- Hidung : nafas cuping (-/-)
- Mulut : bibir sianosis (-) ; mukosa kering (-)
- Leher : trachea di tengah ; pembesaran nnll (-) , JVP (+) ↑
- Dada : simetris, tidak ada retraksi

2
- Pulmo
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis ; retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) ; suara tambahan (-/-)
- Cor
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di 2cm medial linea miclavicularis SIC IV ,
pulsasi epigastrial (+)
Perkusi : batas jantung terkesan bergeser ke kanan
Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC IV Linea Midclavicularis
Auskultasi : BJ I-II N, Gallop (-), Murmur (-)
- Abdomen
Inspeksi : cembung ; venektasi (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : timpani ; pekak sisi (+) normal ; pekak alih (-)
Palpasi : supel ; NT (+) epigastrium; defans muskuler (-)
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Oedema -/- +/+
Akral dingin -/- -/-
Capp.refill <2”/<2” <2”/<2”

3
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG

Irama Sinus
Laju 110x/menit, Reguler
Gel P normal
Interval PR 0,12 detik
Kompleks QRS terdapat RSR’ pada lead I, II, III, aVF, aVR, aVL dan V6
Terdapat s persisten di V1-V4
Interval QRS 0,12 detik (melebar)
Segmen ST terdapat ST elevasi pada lead V1, V2, V3 dan V4
Gel T terdapat T inverted di lead I, aVL,aVF dan V6
Kesan : Irama Sinus dengan laju 110x/menit regular, dengan STEMI anteroseptal,
RBBB, susp RVH, dan OMI inferior.

Daftar Pustaka
1. Thygessen K, Alpert Js, White HD. Universal definition of myocardial infarction. Eur
Heart J. 2007; 28: 2525-38
2. Irawan C, W. Pitoyo C, Rinaldi I, Mas’ud I. Internal Medicine Emergency and Life
Support. Basic 2. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia-RSCM. Jakarta. 2016; 131-149.

4
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Sindrom
Koroner Akut Edisi Ketiga. Perki. 2015.
4. Boersma E, Mecardo N, Poldermans D, et al. Acute myocardial Infarction. Lancet 361 :
847. 2003
5. Stone PH. Triggering myocardial infarction. N Eng J Med 2004; 351: 1716-8.
6. Herrick JB. Clinical Features of sudden obstruction of the coronary arteries. JAMA.1912;
59:2015-20.
7. Kannel WB. Prevalence and clinical aspects of unrecognized myocardial infarction and
sudden unexpected death. Circulation, 1987; 75(3 pt 2): II4-5
8. Medalie JH, Goldbourt U. Unrecognized myocardial infarction: five-year incidence,
mortality, and risk factors. An Intern Med. 1976; 84:526-31
9. Sgarbossa EB, Pinski SL, Barbagelata A, Underwood DA, Gates KB, et al.
Electrocardiographic diagnosis of envolving acute myocardial infarction in the presence of
LBBB. NEJM 1996; 334:481-7.
10. Aviles RJ, Askari AT, Lindahl B, Walletin L, Jia G. Ohman EM, et al. Troponin T level in
Patients with acute coronary syndromes, with or without renal disfunction. NEJM 2002;
364:2047-52.
11. Meyer MC, et al. A critical pathway for patients with acute chest pain and low risk for
short term adverse cardiac events: Role of outpatients stress testing. Ann Emerg Med
2006; 47:427-35.
12. Fleet RP, Dupuis G, Marchand A, et al. ACC/AHA 2002 guideline update for
management of patient with unstable angina and non ST-segment elevation myocardial
infarction: Summary article. A report of the American Colledge of Cardiology/ American
Heart Association Task Farce on Practice Guidelines. Circulation 2002; 106:1893.
Hasil Pembelajaran
1. Menegakkan diagnosis STEMI
2. Panduan Tatalaksana STEMI

5
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif
Keluhan Utama : nyeri dada sebelah kiri
± 4 jam SMRS pasien mengeluh nyeri dada kiri ketika sedang menyapu halaman, nyeri
dada kiri dirasakan seperti tertusuk tusuk, terus menerus menjalar ke ulu hati dan lengan
kiri. Nyeri dirasakan sampai pasien kesulitan untuk berdiri karena badan terasa lemas.
Sebelumnya pasien mengeluhkan sesak, nafas terasa berat yang membuat pasien
terbangun tiba-tiba di malam hari karena sesak (+), sesak membuat pasien tidur dengan
posisi duduk atau bantal tinggi (+), kaki bengkak (+), Riw sering merasa haus (+), Riw.
sering kencing di malam hari (+), mual (+). Riw Hipertensi (+), Riw. DM (+), Riw. Sakit
jantung sebelumnya (+).
2. Objektif
Pemeriksaan Fisik :
a. Status present
⁻ Keadaan umum : tampak kesakitan dan lemah
⁻ Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 = 15

b. Tanda Vital
- Tekanan darah : 187/105 mmHg
- Laju nafas : 24 kali/menit
- Nadi : 104 kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup
- Suhu tubuh : 36,7oC (axiler)
- SaO2 : 98 %

c. Status Gizi
- Berat Badan : 55 kg
- Tinggi Badan : 165 cm
- BMI : 19,80 (normoweight)

6
d. Status Internus
- Kepala : mesosefal
- Kulit : CRT < 2’’
- Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-) ; sklera ikterik (-/-) ; pupil
Isokor, reflek cahaya (+/+)
- Hidung : nafas cuping (-/-)
- Mulut : bibir sianosis (-) ; mukosa kering (-)
- Leher : trachea di tengah ; pembesaran nnll (-) , JVP (+) ↑
- Dada : simetris, tidak ada retraksi
- Pulmo
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis ; retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) ; suara tambahan (-/-)
- Cor
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di 2cm medial linea midclavicularis SIC IV.
Pulsasi epigastrial (+)
Perkusi : batas jantung terkesan bergeser ke kanan
Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC IV Linea Midclavicularis
Auskultasi : BJ I-II N, Gallop (-), Murmur (-)
- Abdomen
Inspeksi : cembung ; venektasi (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : timpani ; pekak sisi (+) normal ; pekak alih (-)
Palpasi : supel ; NT (+) epigastrium; defans muskuler (-)

7
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Oedema -/- +/+
Akral dingin -/- -/-
Capp.refill <2”/<2” <2”/<2”

Pemeriksaan Penunjang
EKG : Irama Sinus dengan laju 110x/menit regular, dengan STEMI anteroseptal, RBBB,
susp RVH, dan OMI inferior.

3. Assessment (penalaran klinis)


1. Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kiri seperti tertusuk tusuk, terus menerus
menjalar ke ulu hati dan lengan kiri tidak hilang dengan istirahat, dan menyebabkan
pasien kesulitan untuk berdiri karena badan tersa lemas. Penyakit yang dapat
menyebabkan keluhan dan gejala klinis seperti itu adalah sindroma koronaria akut.
Untuk deferential diagnosisnya antara lain unstable angina pectoris, n-STEMI dan
STEMI. Hal tersebut dapat dibedakan dari hasil EKG dan nilai biomarker jantung.
Pada pasien ini, hasil EKG menunjukkan adanya evelasi segmen ST di lead V1-4
sehingga diagnosis pasien ini mengarah ke STEMI anteroseptal tanpa menunggu hasil
biomarker jantungnya.
2. Sebelumnya pasien mengeluhkan sesak, nafas terasa berat yang membuat pasien
terbangun tiba-tiba di malam hari karena sesak (+), sesak membuat pasien tidur
dengan posisi duduk atau bantal tinggi (+), kaki bengkak (+). Riwayat hipertensi (+).
Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah pasien 187/105 mmHg , JVP (+) ↑, batas
jantung terkesan bergeser ke kanan ditandai dengan pulsasi epigastrial (+) edema
ekstremitas inferior (+/+).Penyakit yang dapat menyebabkan keluhan dan gejala
klinis seperti itu adalah gagal jantung kongestif (CHF).
3. Pasien memiliki riw hipertensi dan kencing manis yang tidak terkontrol dengan obat,
sehingga dapat menjadi faktor resiko terjadinya CHF dan SKA.

8
4. Plan
 Diagnosis
Pemeriksaan darah rutin, X Foto Thorax PA, CKMB, GDS, Ur/Cre, Elektrolit,
Profil lipid
 Terapi
O2 3 lpm
ISDN 5 mg subling
CPG 300 mg lanjut 75 mg/24 jam
Aspilet 160 mg lanjut 80 mg/24 jam
Inf Asering 20 tpm
Inj Furosemida 20 mg/24 jam
Amlodipin 10 mg/24 jam
Valesco 160 mg/24 jam
Rawat ICU

9
Progress Report :

Hari, Tanggal Keluhan dan Pemeriksaan Terapi


HP 0 S : sesak (+), nyeri dada (+) P : O2 3 lpm
ICU berkurang Inf Asering 20 tpm
12 September O : TD : 143/88 mmHg Inj Furosemida 20 mg/24 jam
2016 N : 94x/menit Inj Ranitidin 50mg/12 jam
RR : 19x/menit ISDN 5 mg / 8 jam
SpO2 : 98% CPG 75 mg/24 jam
Cor : BJ I-II N, ST (-) Aspilet 80 mg/24 jam
Pulmo : SD vesikuler +/+ Amlodipin 10 mg/24 jam
ST -/- Valesco 160 mg/24 jam
Abdomen : supel, BU(+) N Metilprednisolon 25 mg /8jam
Extremitas : edema inf Metformin 500mg/8jam
GDS 189mg/dl Cek Urin Rutin
A :STEMI Antero septal
CHF NYHA I-II
HT grd II
DM tipe II
HP 1 S : sesak (+), lemas (+) P : O2 3 lpm
ICU O : TD : 149/72 mmHg Inf Asering 20 tpm
13 September N : 78x/menit Inj Furosemida 20 mg/24 jam
2016 RR : 19x/menit Inj Ranitidin 50mg/12 jam
SpO2 : 98% ISDN 5 mg / 8 jam
Cor : BJ I-II N, ST (-) CPG 75 mg/24 jam
Pulmo : SD vesikuler +/+ Aspilet 80 mg/24 jam
ST -/- Amlodipin 10 mg/24 jam
Abdomen : supel, BU(+) N Valesco 160 mg/24 jam
Extremitas : edema inf Metilprednisolon 25 mg /8jam
GDP : 156 mg/dl Metformin 500mg/8jam
GDS : 131 mg/dl Ticuring 250 mg/8jam
A :STEMI Antero septal MST 10mg/24 jam
CHF NYHA I-II
HT grd II
DM tipe II

10
HP 2 S:- P : O2 3 lpm
ICU O : TD : 151/82 mmHg Inf RL 20 tpm
14 September N : 92x/menit Inj Furosemida 20 mg/24 jam
2016 RR : 20x/menit Inj Ranitidin 50mg/12 jam
SpO2 : 99% ISDN 5 mg / 8 jam
Cor : BJ I-II N, ST (-) CPG 75 mg/24 jam
Pulmo : SD vesikuler +/+ Aspilet 80 mg/24 jam
ST -/- Amlodipin 10 mg/24 jam
Abdomen : supel, BU(+) N Valesco 160 mg/24 jam
Extremitas : edema inf Metilprednisolon 25 mg /8jam
GDP 233 mg/dl Metformin 500mg/8jam
A : STEMI Antero septal Ticuring 250 mg/8jam
CHF NYHA I-II MST 10mg/24 jam
HT grd II Pindah Bangsal
DM tipe II

HP 3 S : nyeri ulu hati P : O2 3 lpm


Bangsal O : TD : 140/80 mmHg Inf Asering 20 tpm
Marwah N : 88x/menit Inj Furosemida 20 mg/24 jam
15 September RR : 18x/menit Inj Ranitidin 50mg/12 jam
2016 SpO2 : 98% ISDN 5 mg / 8 jam
Cor : BJ I-II N, ST (-) CPG 75 mg/24 jam
Pulmo : SD vesikuler +/+ Aspilet 80 mg/24 jam
ST -/- Amlodipin 10 mg/24 jam
Abdomen : supel, BU(+) N Valesco 160 mg/24 jam
NT(+) epigastrium Metilprednisolon 25 mg /8jam
Extremitas : edema -/- Metformin 500mg/8jam
GDP 200 mg/dl Ticuring 250 mg/8jam
A :STEMI Antero septal MST 10mg/24 jam
CHF NYHA I-II Inpepsa syr 1 cth/8jam
HT grd II
DM tipe II

11
HP 4 S:- P : BLPL
Bangsal O : TD : 140/80 mmHg
Marwah N : 88x/menit
16 September RR : 18x/menit
2016 SpO2 : 98%
Cor : BJ I-II N, ST (-)
Pulmo : SD vesikuler +/+
ST -/-
Abdomen : supel, BU(+) N
Extremitas : edema -/-
GDP 189 mg/dl
A :STEMI Antero septal
CHF NYHA I-II
HT grd II
DM tipe II

Hasil Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL HASIL HASIL HASIL HASIL SATUAN NILAI


12/9/2016 13/9/2016 14/9/2016 15/9/2016 16/9/2016 NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 - - - - g/dl 11,5-16,5
Eritrosit 4,52 - - - - jt/mmk 3,5-5,5
Lekosit 19,1 - - - - ribu / 3,5-10
mmk
Trombosit 338 - - - - ribu / 150-400
mmk
RDW 13,7 - - - - % 11,6 –
14,8
MPV 10,4 - - - - fL 4 – 11
KIMIA KLINIK
GDS 180 131 - - - mg/dl 70-105
GDP - 156 233 200 189 mg/dl 70-105
Ureum 47 - - - - mg/dl 13-43
Creatinin 0,92 - - - - mg/dl 0,60-1,10
Cholesterol 152 - - - - mg/dl 140-220
Trigleserida 119 - - - - mg/dl 35-150
CKMB 27 mg/dl 7-25

12
ELEKTROLIT
Natrium 137,7 - - - - mmol/L 135 – 155
Kalium 3,84 - - - - mmol/L 3,0 – 5,5
Klorida 112,8 - - - - mmol/L 98 – 110
URIN RUTIN
Makroskopis
Warna - Kuning - - - Kuning muda-tua
Kekeruhan - Keruh - - - Tidak keruh
Leukosit - +1 - - - -
Nitrit - - - - - -
Urobilinogen - - - - - -
Protein - +3 - - - -
pH - 5,5 - - - 4,6 – 8,5
Blood - +3 - - - -
SG - 1,025 - - - 1,003-1,030
Keton - +1 - - - -
Bilirubin - - - - - -
Glucosa - - - - - -
Mikroskopis
Epitel - 0-1 - - - 0-5/LPK
Leukosit - 10-15 - - - 0-3/LPB
Eritrosit - Penuh - - - 0-1/LPB
Kristal - - - - - -
Silinder - - - - - -
Lain- lain - Bakteri (+) - - - -
PP test - - - - - <0,005%
Esbach - - - - - 0,5gr/lt

X Foto Thorax PA

Cor : Kesan membesar


Pulmo : Corakan bronkovaskular bertambah
Diafragma dbn dan sinus Dx & Sn tumpul

Kesan : Cor : Cardiomegali


Pulmo: Gambaran Bronkitis
Efusi Pleura Dx & Sn

13
SINDROM KORONER AKUT

DEFINISI
Sindrom koroner akut (SKA) adalah sebuah kondisi yang melibatkan ketidaknyamanan
dada atau gejala lain yang disebabkan oleh kurangnya oksigen ke otot jantung (miokardium).
yang disebabkan oleh rupture plak dan menyebabkan thrombosis koroner. Infark miokard akut
dapat didefinisikan dari perspektif klinis, elektrokardiografi, biokimia dan patologi.1,2 Sindrom
koroner akut merupakan suatu kegawatan kardiovaskular yang memiliki potensi komplikasi yang
dapat berakibat fatal. Sindrom koroner akut, terutama infark miokard, merupakan penyebab
utama kejadian henti jantung mendadak yang disebabkan aritmia maligna yang terjadi saat
serangan.3

Tabel 1. Spektrum Klinis Sindrom Koroner Akut


Diagnosis UA N STEMI STEMI
Trombosis koroner subtotal subtotal Total
Anamnesis Angina onset baru, kresendo, atau terjadi saat Angina saat istirahat,
istirahat; biasanya <30 menit biasanya >30 menit
EKG ST depresi dan/ atau TWI ST elevasi
Troponin/CKMB - + ++
Faktor resiko sindroma koroner akut dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu Faktor
resiko yang dapat diperbaiki dengan faktor Resiko yang tidak dapat diperbaiki. Berikut dibawah
ini adalah tabel faktor resiko pada sindroma koroner akut.
Tabel 2. Faktor risiko Sindrom Koroner Akut (SKA)
Faktor risiko SKA yang Faktor risiko SKA
tidak bisa diperbaiki yang bisa diperbaiki
Jenis kelamin pria Dislipidemia
Umur Hipertensi
Pria > 45 tahun Diabetes melitus
Wanita > 55 tahun Merokok
Obesitas

14
ETIOLOGI/PATOGENESIS
Kebanyakan kasus STEMI disebabkan karena penyumbatan arteri koroner utama.
Penyumbatan koroner dan penurunan aliran darah biasanya disebabkan karena pecahnya plak
arterosklerosis dan diikuti dengan pembentukan thrombus. Pada beberapa kasus diikuti adanya
vasokonstriksi dan mikroembolisasi, untuk pembentukan thrombus lebih jarang didapati akibat
permukaan endotel.2,4
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner
yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan
tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white
thrombus).
Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun
parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain
itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat
gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia
miokardium.
Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium
mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total
pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari
iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating
dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,
ukuran dan fungsi ventrikel).
Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial
(Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat
diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP).
Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat
menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.

15
Insidensi STEMI lebih tinggi pada dini hari, hal ini dapat dijelaskan akibat adanya
peningkatan tonus beta adrenegik, hiperkoagulabilitas, dan hiperreaktif trombosit. Pada keadaan
lain stress fisik dan emosional meningkatkan stimulasi simpatis dan vasokonstriksi, dan dapat
menyebabkan terganggunya plak dan thrombosis koroner.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan adanya 2 dari 3 kriteria : Unstable angina (Angina tipikal),
perubahan EKG yang khas dan enzim jantung. (Lihat tabel 1)

ANAMNESIS
 Angina tipikal : rasa tertekan/sesak/nyeri retrosternal dapat disertai radiasi ke leher, rahang,
atau lengan yang dipresipitasi dengan kerja, dan membaik dengan istirahat atau NTG
(nitrogliserin). Pada sindrom koroner akut, nyeri tipikal ini bersifat new-onset, crescendo
atau pada saat istirahat.
 Keluhan penyerta berupa dipsneu, diaphoresis, mual-muntah, palpitasi dan rasa melayang
 Dapat juga digunakan singkatan SOCRATES:
Severity Beratnya gejala, limitasi fungsional
Onset Harus jelas, menentukan terapi trombolitik /
PCI
Characteristic Rasa tertekan, tertusuk, pleuritik, robek (pada
diseksi)
Radiation Bahu, Rahang, Lengan, Punggung
Associated Sympoms Sesak nafas, Mual/muntah, palpitasi,
penurunan kesadaran
Tempering Factor Istirahat, posisi tertentu
Exacerbating Factor Aktifitas fisik, lonjakan emosi atau posisi
tertentu
Self Assessment Pendapat pasien sendiri

16
Special Note :
- Hampir sepertiga pasien dengan infark tidak terdiagnosis karena tidak memberikan gejala
(silent infarct).7-9
- Pada pasien dengan usia lanjut dan DM, nyeri dapat tidak ada. Pasien dapat dating
dengan keluhan lain seperti penurunan kesadaran, sesak atau syok.
- Pasien dengan latar belakang CKD memiliki angka mortalitas kardiovaskuler yang
meningkat. Pasien dengan CKD mengalami perubahan hemodinamik yang tidak biasa
patut dicurigai suatu sindrom koroner akut.

Pemeriksaan Fisik :
Tidak ada tanda khas. Dapat ditemukan pemeriksaan dalam batas normal.

Pemeriksaan Penunjang
- EKG : perubahan segmen ST, gelombang T inverted, LBBB
o Gelombang Q dan poor R wave progression menunjukkan infark lama.
o Pada pasien dengan gelombang LBBB, penegakkan STEMI9
 ST elevasi > 1 mm sesuai dengan arah kompleks QRS (sensitifitas 73%,
spesifitas 92%)
 ST elevasi > 5 mm tidak sesuai dengan arah kompleks QRS (sensitifitas
31%, spesifitas 92%)
o Pada pasien dengan kecurigaan tinggi dan tidak adantya gambaran EKG yang
khas, perlu dipertimbangkan lead posterior (V7-9).
o Lokasi infark dapat dilihat di tabel 3

17
Tabel 3. Lokasi Infark Miokard
Lokasi Anatomis Lead EKG dengan ST elevasi Arteri Koroner
Septal V1-2 Proksimal LAD
Anterior V3-4 LAD
Apikal V5-6 Distal LAD, LCx atau RCA
Lateral 1, aVL LCx
Inferior II,III,aFV RCA, LCx
Ventrikel kanan V1-2 dan V4R Proximal RCA
Posterior ST depresi di VI-2 RCA atau LCx

- Biomarker Jantung:

o Diperiksa pada saat datang dan 6-12 jam setelah onset.


o Troponin (T atau I) merupakan marker paling sensitive dan spesifik; dideteksi 4-6
jam setelah onset, dan memuncak 24 jam, tetap ada sampai 7-10 hari pada
STEMI. Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak
nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel
kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan
kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik

18
akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada
dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang
terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.
o Pada Pasien dengan CKD dapat menyebabkan kadar troponin positif karena
penurunan klirens dan miopati skeletal
o CK-MB termasuk khas untuk infark miokard tetapi kurang sensitif dan spesifik
dibandingkan troponin karena juga dapat ditemui pada gangguan otot skeletal,
lidah, diafragma, usus, uterus dan prostat.
o High sensitive CRP (hs-CRP) dapat memprediksi individu beresiko tinggi pada
lesi yang kompleks. Makin tinggi hs-CRP prognosisnya menjadi semakin buruk

- Laboratorium lain:
o Hemoglobin : anemia dappatbersumbangsih terhadap kejadian angina
o Leukosit : dapat meningkat ringan pada infark, jumlah yang terlalu tinggi dapat
menunjukkan adanya infeksi.
o Trombosit : jumlah <50.000 dapat menjadi kontraindikasi dilakukannya PCI
o Elektrolit : terutama kalium dan kalsium, dapat menyebabkan aritmia
o Kreatinin : bila meningkat merupakan pertimbangan tambahan untuk PCI. Pasien
dengan SKA dan peningkatan troponin serta penurunan klirens kreatinin memiliki
prognosis buruk. 11
o SGOT/SGPT : dapat meningkat disebabkan oleh infark miokard

- Pemeriksaan foto polos dada bertujuan untuk membuat diagnosis banding, identifikasi
komplikasi dan penyakit penyerta

Pada kenyataannya, dokter tidak memiliki seluruh modalitas yang disebtkan di atas. Akan
tetapii, pusat rujukan dapat menangani kasus kemungkinan suatu ACS dengan fasilitas EKG dan
pemeriksaan biomarker CKMB atau troponin. Penegakkan diagnosis STEMI tidak perlu
menunggu pemeriksaan biomarker jantung, cukup dengan EKG dan anamnesis

19
Pendekatan triage terhadap nyeri dada yang dicurigai suatu SKA (tanpa elevasi segmen
ST) adalah sebagai berikut :
1. Pada awalnya mungkin hanya ditemukan gelombang T tinggi. Bila gejala, EKG dan
biomarker awal tidak dapat menentukan diagnose, ulangi EKG dan biomarker 6-12 jam
kemudian
2. Bila EKG dan biomarker masih normal, dan pasien memiliki kemungkinan ACS yang
rendah, cari penyebab nyeri dada lainnya.
3. Bila EKG dan biomarker normal, sedangkan gejala nyeri ddada sudah hilang, infark
miokard dapat disingkirkan. Kecuali pada kasus kecurigaan sangat tinggi pada
anamnesis, maka tetap diperlukan untuk menyingkirkan UAP dengan stress test untuk
menilai iskemia yang ditimbulkan karena peningkatan kerja jantung.
o Dikatakan resiko rendah bila usia <70 tahun, tidak ada CAD, CVD, PAD
sebelumnya, tidak ada nyeri saat istirahat; dapat dilakukan rawat jalan. 11
o Bila bukan resiko rendah; pasien dirawat dan dievauasi untuk stress test ataupun
kateterisasi.
4. Bila EKG dan biomarker normal namun kemungkinan ACS tinggi berdasarkan
anamnesis, rawat pasien dan diterapi sebagai NSTEMI atau UAP.
Kemungkinan SKA dengan gambaran EKG nondiagnostik dan marka jantung normal
perlu menjalani observasi di ruang gawat-darurat. Definitif SKA dan angina tipikal dengan
gambaran EKG yang nondiagnostik sebaiknya dirawat di rumah sakit dalam ruang intensive
cardiovascular care (ICVCU/ICCU).

TERAPI
TATALAKSANA AWAL
Berdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, dokter perlu segera menetapkan
diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud
dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja
Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada
hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. 3

20
Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin dan penghambat
reseptor ADP yang biasanya berupa COpidogrel (disingkat MONACO), yang tidak harus
diberikan semua atau bersamaan.3
 Tirah baring
 Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri <95%
atau yang mengalami distres respirasi . Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua
pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri
 Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin . Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi
sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat.
 Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan
untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik atau
b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75
mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan
agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel)
 Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu
kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin
intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG
sublingual. Dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai
sebagai pengganti
 Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG

21
TATALAKSANA DEFINITIF
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP (PCI) atau farmakologis, diindikasikan untuk
semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap
atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi (sebisa mungkin
berupa IKP primer) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia
yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri
danperubahan EKG tampak tersendat.
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya
rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik.
Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke rumah
sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari 2 jam. Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam,
reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan
pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP.

Intervensi koroner perkutan primer (IKP)


IKP primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibandingkan dengan fibrinolisis
apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit dari waktu kontak medis
pertama. IKP primer diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau syok
kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian IKP akan tertunda lama dan bila pasien
datang dengan awitan gejala yang telah lama.
Stenting lebih disarankan dibandingkan angioplasti balon untuk IKP primer. Tidak
disarankan untuk melakukan IKP secara rutin pada arteri yang telah tersumbat total lebih dari 24
jam setelah awitan gejala pada pasien stabil tanpa gejala iskemia, baik yang telah maupun belum
diberikan fibrinolisis.
Bila pasien tidak memiliki indikasi kontra terhadap terapi antiplatelet dual (dual
antiplatelet therapy-DAPT) dan kemungkinan dapat patuh terhadap pengobatan, drug-eluting
stents (DES) lebih disarankan daripada bare metalstents (BMS).

22
Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan terapi antiplatelet ganda
(DAPT) berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP sesegera mungkin sebelum angiografi,
disertai dengan antikoagulan intravena. Aspirin dapat dikonsumsi secara oral (160-320 mg).
Pilihan penghambat reseptor ADP yang dapat digunakan antara lain:
1. Ticagrelor (dosis loading 180 mg, diikuti dosis pemeliharaan 90 mg dua kali sehari)
2. Clopidogrel (disarankan dengan dosis lebih tinggi yaitu dosis loading 600 mg diikuti 150
mg per hari), bila ticagrelor tidak tersedia atau diindikasikontrakan.
Antikoagulan intravena harus digunakan dalam IKP primer. Pilihannya antara lain:
1. Heparin yang tidak terfraksi (dengan atau tanpa penghambat reseptor GP IIb/IIIa rutin)
harus digunakan pada pasien yang tidak mendapatkan bivarlirudin atau enoksaparin
2. Enoksaparin (dengan atau tanpa penghambat reseptor GP IIb/IIIa) dapat lebih dipilih
dibandingkan heparin yang tidak terfraksi
3. Fondaparinuks tidak disarankan untuk IKP primer
4. Tidak disarankan menggunakan fibrinolisis pada pasien yang direncanakan untuk IKP
primer.

Terapi fibrinolitik
Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada tempat yang tidak
dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam waktu yang disarankan. Terapi fibrinolitik
direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi
kontra apabila IKP primer tidak bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit
sejak kontak medis pertama.
Pada pasien-pasien yang datang segera (<2 jam sejak awitan gejala) dengan infark yang
besar dan risiko perdarahan rendah, fibrinolisis perlu dipertimbangkan bila waktu antara kontak
medis pertama dengan inflasi balon lebih dari 90 menit. Fibrinolisis harus dimulai pada ruang
gawat darurat.
Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) lebih disarankan
dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin (streptokinase). Aspirin oral atau
intravena harus diberikan. Clopidogrel diindikasikan diberikan sebagai tambahan untuk aspirin.

23
Antikoagulan direkomendasikan pada pasien-pasien STEMI yang diobati dengan
fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila dilakukan) atau selama dirawat di rumah sakit hingga 5
hari. Antikoagulan yang digunakan dapat berupa:
1. Enoksaparin secara subkutan (lebih disarankan dibandingkan heparin tidak terfraksi)
2. Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat badan dan infus
selama 3 hari
3. Pada pasien-pasien yang diberikan streptokinase, Fondaparinuks intravena secara bolus
dilanjutkan dengan dosis subkutan 24 jam kemudian.
Pemindahan pasien ke pusat pelayanan medis yang mampu melakukan IKP setelah
fibrinolisis diindikasikan pada semua pasien. IKP “rescue” diindikasikan segera setelah
fibrinolisis gagal, yaitu resolusi segmen ST kurang dari 50% setelah 60 menit disertai tidak
hilangnya nyeri dada. IKP emergency diindikasikan untuk kasus dengan iskemia rekuren atau
bukti adanya reoklusi setelah fibrinolisis yang berhasil. Hal ini ditunjukkan oleh gambaran
elevasi segmen ST kembali.
Angiografi emergensi dengan tujuan untuk melakukan revaskularisasi diindikasikan untuk
gagal jantung/pasien syok setelah dilakukannya fibrinolisis inisial. Jika memungkinkan,
angiografi dengan tujuan untuk melakukan revaskularisasi (pada arteri yang mengalami infark)
diindikasikan setelah fibrinolisis yang berhasil. Waktu optimal angiografi untuk pasien stabil
setelah lisis yang berhasil adalah 3-24 jam.

Koterapi antikogulan
1. Pasien yang mendapat terapi reperfusi fibrinolisis, sebaiknya diberikan terapi antikoagulan
selama minimum 48 jam dan lebih baik selama rawat inap, hingga maksimum 8 hari
(dianjurkan regimen non UFH bila lama terapi lebih dari 48 jam karena risiko heparin-
inducedthrombocytopenia dengan terapi UFH berkepanjangan )
2. Pasien STEMI yang tidak mendapat terapi reperfusi, dapat diberikan terapi antikoagulan
(regimen non-UFH) selama rawat inap, hingga maksimum 8 hari pemberian
3. Strategi lain yang digunakan adalah meliputi LMWH atau fondaparinuks dengan regimen
dosis sama dengan pasien yang mendapat terapi fibrinolisis.
4. Pasien yang menjalani IKP Primer setelah mendapatkan antikoagulan berikut ini
merupakan rekomendasi dosis:

24
• Bila telah diberikan UFH, berikan bolus UFH tambahan sesuaikebutuhan untuk
mendukung prosedur, dengan pertimbangan GP IIb/IIIA telah diberikan.
• Bila telah diberikan enoksaparin, dosis subkutan terakhir diberikan dalam 8 jam, tak
perlu dosis tambahan, bila dosis subkutan terakhir antara 8-12 jam, maka ditambahkan
enoxapain intravena 0,3 mg/kg
• Bila telah diberikan fondaparinuks, diberikan antikoagulan tambahan dengan aktivitas
anti IIa dengan pertimbangan telah diberikan GP IIb/ IIIa
5. Karena adanya risiko trombosis kateter, fondaparinuks tidak dianjurkan digunakan sebagai
antikoagulan tunggal pendukung IKP, sebaiknya ditambahkan antikoagulan lain dengan
aktivitas anti IIa.

25

Anda mungkin juga menyukai