Anda di halaman 1dari 12

Topik : CHF NYHA III-IV

Tanggal (Kasus) 16 Agustus 2016 Tanggal Presentasi 30 Januari 2017


Nama Pasien: Bp. S No RM : 0225079
Tempat Presentasi: RS PKU Muhammadiyah Nama Pendamping : dr. Dewi Wiwik S
Temanggung dr. P. Karunia Dewi
Obyek Presentasi
o Keilmuan o Ketrampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka
o Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil
Deskripsi Sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sesak
nafas. Sesak nafas timbul tiba-tiba saat pasien berjalan dari kamar
sampai ke kamar mandi ± 10 meter. Sesak terus menerus bertambah
berat ketika melakukan aktivitas seperti berjalan ke kamar mandi, pasien
membutuhkan istirahat 1x bila berjalan ke kamar mandi, dan sesak tidak
berkurang dengan istirahat. Pasien harus tidur dengan 3 bantal.. Sesak
dirasakan pasien makin memberat mulai 3 hari sebelum masuk rumah
sakit sehingga pasien tidak dapat beraktivitas. Sesak nafas disertai
dengan berdebar-debar (+), mual (-), muntah (-) nyeri dada (-), keringat
dingin (+), kaki bengkak sudah 1 minggu (+), riwayat terbangun malam
hari karena sesak (+), demam (-), batuk (-) dan dahak (-). BAK dan
BAB tidak ada keluhan. Riwayat tekanan darah tinggi sejak 10 tahun
yang lalu, kontrol teratur. Riwayat kencing manis sejak 15 tahun yang
lalu, kontrol teratur.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak sesal dan lemah. TD :


150/90 mmHg, RR 30 x/ menit, N : 92x/menit, t : 36,90C. Pada
pemeriksaan leher didapatkan JVP↑. Pada pemeriksaan paru terdengar
suara dasar vesicular, dengan suara tambahan ronkhi basah halus di
kedua basal paru. Didapatkan pitting edem pada kedua extremitas
inferior, dan pemeriksaan EKG didapatkan kesan irama sinus dengan
laju 86x/menit dengan low voltage.
Tujuan Mengetahui cara menegakkan diagnosis CHF dan tatalaksananya
Bahan Bahasan o Tinjauan Pustaka o Riset o Kasus o Audit
Cara Membahas o Diskusi o Presentasi dan diskusi o Email o Pos
Data Pasien Nama: Bp. S Nomer Registrasi : 0225079
Nama Klinik IGD RS PKU Muhammadiyah Telp Terdaftar sejak
Temanggung 16 Agustus 2016
Data Utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
CHF NYHA III-IV, HT gr II, DM tipe II
2. Riwayat Pengobatan
Pasien rutin mengkonsumsi obat dan kontrol teratur ke fasilitas pelayanan kesehatan.

1
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit
⁻ Riwayat darah tinggi (+)
⁻ Riwayat kencing manis (+)
⁻ Riwayat penyakit jantung sebelumnya (+)
4. Riwayat Keluarga
- Riwayat keluarga dengan penyakit seperti ini disangkal
- Riwayat penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan kencing manis pada keluarga
disangkal
5. Riwayat Pekerjaan
Pasien seorang pedagang, memiliki anak yang sudah mandiri. Biaya pengobatan
menggunakan biaya umum karena belum memiliki asuransi kesehatan .
Kesan sosial ekonomi cukup
6. Lain-Lain
PEMERIKSAAN FISIK
- Kepala : mesosefal
- Kulit : CRT < 2’’
- Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-) ; sklera ikterik (-/-) ; pupil
Isokor, reflek cahaya (+/+)
- Hidung : nafas cuping (-/-)
- Mulut : bibir sianosis (-) ; mukosa kering (-)
- Leher : trachea di tengah ; pembesaran nnll (-) , JVP (+) ↑
- Dada : simetris, tidak ada retraksi
- Pulmo
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis ; retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) ; suara tambahan RBH (+/+) di basal
- Cor
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di 2cm medial linea miclavicularis SIC IV.
Perkusi : batas jantung terkesan dalam batas normal
Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC IV 2 cm lateral linea Midclavicularis
Auskultasi : BJ I-II N, Gallop (-), Murmur (-)
- Abdomen
Inspeksi : cembung ; venektasi (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : timpani ; pekak sisi (+) normal ; pekak alih (-)
Palpasi : supel ; NT (+) epigastrium; defans muskuler (-)

2
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Oedema -/- +/+
Akral dingin -/- -/-
Capp.refill <2”/<2” <2”/<2”

PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG

Irama Sinus
Laju 86x/menit, Reguler
Gel P normal
Interval PR 0,16 detik
Kompleks QRS interval 0,12 detik, Q patologis di aVF dan V1, low voltage.
Segmen ST isoelektrik
Gel T normal
Kesan : Irama Sinus dengan laju 86x/menit regular, dengan low voltage.
Daftar Pustaka
1. Michael S Figueroa MD and Jay I Peters MD FAARC, Congestive Heart Failure:
Diagnosis, Pathophysiology, Therapy, and Implications for Respiratory Care,
RESPIRATORY CARE , APRIL 2006 VOL 51 NO 4
2. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009
3. Rilantono Lyli, Baraas F, Karo S. Buku Ajar Kardiologi FK UI. Jakarta. 2001.
4. Nurdjanah, Siti. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2006. p;443-
448
5. McMurray JJ, Pfeffer MA. Heart failure. Lancet 2005;365(9474): 1877–1889
6. Congestive Heart Failure. New England Journal of Medicine 2008;22(2) : pp.10–14

3
7. Masjoer A. Kapita selekta kedokteran jilid 3. Media Ausclapius FKUI. Jakarta. 2001
8. Boedhi DR. Dr. Penyakit Jantung. Semarang : Fakultas Kedoteran Universitas
Diponegoro.
9. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009.
10. Karim sjukri, Peter kabo. EKG dan penanggulangan beberapa penyakit jantung untuk
dokter umum. Jakarta : Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia.
Hasil Pembelajaran
1. Definisi, epidemiologi, Patofisiologi CHF
2. Kalsifikasi dan diagnosis CHF
3. Tatalaksana CHF

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif
Keluhan Utama : sesak nafas
Sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sesak nafas yang timbul
tiba-tiba saat pasien berjalan dari kamar sampai ke kamar mandi ± 10 meter. Sesak terus
menerus bertambah berat ketika melakukan aktivitas, pasien membutuhkan istirahat 1x
bila berjalan ke kamar mandi, dan sesak tidak berkurang dengan istirahat. Pasien harus
tidur dengan 3 bantal.. Sesak dirasakan pasien makin memberat mulai 3 hari sebelum
masuk rumah sakit sehingga pasien tidak dapat beraktivitas, disertai dengan berdebar-
debar (+), keringat dingin (+), kaki bengkak riwayat terbangun malam hari karena sesak
(+). Riwayat tekanan darah tinggi dan DM (+) kontrol teratur.

2. Objektif
Pemeriksaan Fisik :
a. Status present
⁻ Keadaan umum : tampak sesak dan lemah
⁻ Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 = 15

b. Tanda Vital
- Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Laju nafas : 30 kali/menit
- Nadi : 92 kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup
- Suhu tubuh : 36,9oC (axiler)
- SaO2 : 94 %
c. Status Gizi
- Berat Badan : 57 kg
- Tinggi Badan : 164 cm
- BMI : 21,20 (normoweight)

4
d. Status Internus
- Kepala : mesosefal
- Kulit : CRT < 2’’
- Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-) ; sklera ikterik (-/-) ; pupil
Isokor, reflek cahaya (+/+)
- Hidung : nafas cuping (-/-)
- Mulut : bibir sianosis (-) ; mukosa kering (-)
- Leher : trachea di tengah ; pembesaran nnll (-) , JVP (+) ↑
- Dada : simetris, tidak ada retraksi
- Pulmo
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis ; retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) ; suara tambahan RBH (+/+) di basal
- Cor
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di 2cm medial linea miclavicularis SIC IV.
Perkusi : batas jantung terkesan dalam batas normal
Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC IV 2 cm lateral linea Midclavicularis
Auskultasi : BJ I-II N, Gallop (-), Murmur (-)
- Abdomen
Inspeksi : cembung ; venektasi (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : timpani ; pekak sisi (+) normal ; pekak alih (-)
Palpasi : supel ; NT (+) epigastrium; defans muskuler (-)
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Oedema -/- +/+
Akral dingin -/- -/-
Capp.refill <2”/<2” <2”/<2”

Pemeriksaan Penunjang
EKG : Irama Sinus dengan laju 86x/menit regular, dengan low voltage.

5
3. Assessment (penalaran klinis)
a. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit, yang timbul tiba-tiba saat pasien berjalan dari kamar sampai ke kamar
mandi ± 10 meter. Sesak terus menerus bertambah berat ketika melakukan
aktivitas, dan membutuhan istirahat 1x bila berjalan ke kamar mandi, sesak tidak
berkurang dengan istirahat. Pasien harus tidur dengan 3 bantal.. Sesak dirasakan
semakin memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit sehingga pasien tidak dapat
beraktivitas, berdebar-debar (+), keringat dingin (+), kaki bengkak riwayat
terbangun malam hari karena sesak (+). Penyakit yang dapat menyebabkan
keluhan dan gejala klinis seperti itu adalah congestif heart failure (penyakit
jantung kongestif) sesuai dengan kriteria Framingham, yaitu terpenuhinya lebih
dari 2 kriteria mayor, pada kasus ini ditemukan paroxysmal nocturnal dyspneu,
peningkatan tekanan vena jugularis, ronkhi paru, serta ditemukan kriteria minor,
pada kasus ini ditemukan orthopneu, dispnea d’effort, efusi pleura, edema
ekstremitas. Secara fungsional menurut NYHA, pasien ini diklasifikasikan
sebagai gagal jantung kongestif NYHA III-IV karena pasien saat melakukan
aktivitas ringan sudah merasakan sesak, dan sesak tidak berkurang saat pasien
istirahat.
b. Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan DM yang terkontrol, hal ini
dapat menjadi faktor resiko terjadinya CHF.
4. Plan
 Diagnosis
Pemeriksaan darah rutin, X Foto Thorax PA, GDS, Ur/Cre, Elektrolit.
 Terapi
O2 3 lpm
Inf Asering 15 tpm
Inj Ranitidin 50mg/12 jam
Inj Furosemida 20 mg 1-1-0
Inj Spironolakton 25 mg/24 jam
KSR tab/24 jam
Digoxin tab 0,5mg/12 jam
Amlodipin 5 mg/24 jam
Metformin 500mg/8 jam
Diet rendah garam

6
CONGESTIVE HEART FAILURE

Definisi Gagal Jantung Kongestif (CHF)

Gagal jantung kongestif ( CHF ) adalah gangguan klinis yang umum dimana menyebabkan
bendungan pada pembuluh darah paru dan berkurangnya curah jantung. CHF harus
dipertimbangkan dalam diagnosis banding setiap pasien dewasa yang datang dengan dyspnea
dan ataupun kegagalan pernafasan.1
Gagal jantung kongestif merupakan sindroma klinik yang komplek dimana dapat disebabkan
oleh kerusakan baik secara struktur maupun fungsi yang berimbas pada kemampuan pengisian
ventrikel maupun pemompaan darah.1 Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure
adalah suatu keadaan berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak dapat memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada
kalau ada disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.2

Epidemiologi Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada usia lanjut. Dengan bertambahnya
kemajuan teknologi kedokteran, sejak tahun 1968 kematian karena penyakit jantung menurun.
Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% pada
wanita.3 Salah satu penelitian menunjukkan bahwa gagal jantung terjadi pada 1% dari penduduk
usia 50 tahun, sekitar 5% dari mereka berusia 75 tahun atau lebih, dan 25% dari mereka yang
berusia 85 tahun atau lebih. Karena jumlah orang tua terus meningkat, jumlah orangyang
didiagnosis dengan kondisi ini akan terus meningkat. Di Amerika Serikat, hampir 5 juta orang
telah didiagnosis gagal jantung dan ada sekitar 550.000 kasus baru setiap tahunnya. Kondisi ini
lebih umum di antara Amerika Afrika dari kulit putih. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan
antara usia dan gagal jantung kongestif.4
Selain usia, insidensi gagal jantung kongestif juga dipengaruhi oleh faktor lain. Salah
satunya adalah jenis kelamin. Dari survei registrasi rumah sakit didapatkan angka perawatan di
rumah sakit, dengan angka kejadian 4.7% pada perempuan dan 5.1% pada laki-laki.4
Kualitas dan kelangsungan hidup penderita gagal jantung kongestif sangat dipengaruhi oleh
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat. Oleh karena itu, prognosis pada penderita gagal
jantung kongestif bervariasi pada tiap penderita. Berdasarkan salah satu penelitian, angka
kematian akibat gagal jantung adalah sekitar 10% setelah 1 tahun. Sekitar setengah dari mereka
dengan gagal jantung kongestif mati dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis. Sumber lain
mengatakan bahwa seperdua dari pasien gagal jantung kongestif meninggal dalam waktu 4 tahun
setelah didiagnosis, dan terdapat lebih dari 50% penderita gagal jantung kongestif berat
meninggal dalam tahun pertama.4

7
Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif ( CHF)

Sindroma gagal jantung kongestif meningkat sebagai akibat dari kondisi abnormal dari
struktur jantung, fungsi, irama, ataupun sistem konduksi. Pada negara berkembang, gagal jantung
ventrikel merupakan kasus terbanyak yang dijumpai dan merupakan penyebab utama infark pada
otot jantung (diastolic disfunction), hipertensi, Penyakit katup degeneratif, kardiomiopati
idiopatik, dan kardiomiopati akibat alkohol juga penyebab utama gagal jantung. Gagal jantung
sering terjadi pada pasien usia lanjut yang memiliki beberapa kondisi komorbiditas (misalnya,
angina, hipertensi, diabetes, dan penyakit paru-paru kronis). beberapa komorbiditas umum
seperti disfungsi ginjal multifaktorial (penurunan perfusi atau deplesi volume dari overdiuresis),
sedangkan yang lain (misalnya, anemia, depresi, gangguan pernapasan, dan cachexia) yang
kurang dipahami. 5
CHF mengindikasikan tidak hanya ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan oksigen
jaringan, namun juga merupakan suatu respon sistemik untuk mengkompensasi kekurangan
tersebut.5 Berbagai kelainan yang terjadi dapat bermanifes terhadap jantung sehingga
menyebabkan meningkatnya baban jantung. Sebagai kompensasi terhadap kelainan yang terjadi
maka akan menyebabkan perubahan fungsi dan struktur jantung, seperti terjadinya hipertrofi dan
dilatasi dari jantung. Beban pengisian (preload) dan beban tahanan (afterload) pada ventrikel
yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi
jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih
besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi
takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan
dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit
(Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk
memperbesar aliran balik vena (venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan
tekanan akhir diastolik dan menaikkan kembali curah jantung.6
Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan.
Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut diatas sudah dipergunakan
seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga tepenuhi, maka terjadilah keadaan gagal
jantung.6
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan
pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan
akhir diastole dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat.
Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada
waktu diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan
dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena-
vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam paru-
paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya
tekanan dalam sirkulasi yang meninggi.6

8
Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa
darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah,
maka akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami
hipertropi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi
maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri -
kanan. Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa
ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri.6
Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volum akhir diastole
ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi
ventrikel kanan pada waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium
kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran
masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga
mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena -vena sistemik tersebut (bendungan
pada vena jugularis dan bendungan dalam hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena
jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi
bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah
dan ascites.6

Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kongestif dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor. Berdasarkan


tipe gangguannya, gagal jantung diklasifikasikan menjadi gagal jantung sistolik dan diastolik.
Berdasarkan letak jantung yang mengalami gagal, gagal jantung kongestif diklasifikasikan
sebagai gagal jantung kanan dan kiri. Sedangkan berdasarkan gejalanya, gagal jantung dibagi
menjadi NYHA I, NYHA II, NYHA III,dan NYHA IV.5,6,7
Pembagian fungsional menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi
empat kelas :
I. Paling ringan, bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
II. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan dan dengan istirahat keluhan berkurang.
III. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
IV. Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun, dengan istirahat
keluhan tetap ada.
Sedangkan ACC/ AHA membagi klasifikasi CHF berdasarkan stuktur dan kerusakan
otot jantung:
 Grade A : Memiliki risiko tinggi untuk terjadinya CHF ( hipertensi, diabetes
mellitus, riwayat keluarga, penyakit arteri koronaria). Tidak terdapat
gangguan struktural atau fungsional jantung, tidak terdapat tanda dan
gejala.
 Grade B : Telah terbentuk kelainan pada struktural jantung yang dapat berkembang
menjadi CHF tetapi tidak terdapat tanda dan gejala.

9
 Grade C : Telah terjadi gangguan fungsional (terganggunya aktivitas fisik)
bedasarkan penyakit jantung yang mendasari
 Grade D : Terjadi gangguan fungsional yang berat, dengan istirahat tidak
berkurang.

Kriteria Diagnosis Gagal Jantung Kongestif

Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif. Kriteria
diagnosis ini meliputi kriteria mayor dan minor.
Kriteria mayor terdiri dari beberapa tanda klinis, antara lain:
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronkhi paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peningkatan tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor terdiri dari beberapa gejala, antara lain:
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardia (lebih dari 120 kali per menit)
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus pada
saat bersamaan. 6,7,8,9

Penatalaksanaan
Usaha pertama dalam penanggulangan gagal jantung kongestif ialah dengan mengatasi
sindroma gagal jantung. Kemudian mengobati faktor presipitasi seperti anemia, tirotoksikosis,
stres, infeksi, dan lain - lain serta memperbaiki penyakit penyebab serta mencegah komplikasi
seperti tromboemboli.10 Selain itu, prinsip pengelolaan pasien gagal jantung kongestif adalah
dengan mengurangi beban kerja jantung, yakni :3,4,5,6
- Memberi istirahat pada penderita (fisik maupun psikis) namun tetap dimobilisasi dengan
gerakan-gerakan sederhana seperti dorso fleksi kaki untuk mencegah terjadinya trombosis.
Diberikan juga dulcolax agar pasien tidak mengejan sewaktu BAB.
- Diuresis atau nitrat yang bersifat diuretik Untuk mengeluarkan cairan dalam tubuh atau
mengatasi retensi cairan badan , diberikan kombinasi furosemid dan spironolakton (diuretik
hemat kalium) agar tidak terjadi hipokalemi.

10
- ACE inhibitor. Sebagai vasodilator karena menurunkan resistensi vaskuler perifer yang
tinggi dan menurunkan beban pengisian ventrikel yang tinggi. Diberikan kaptopril dengan
dosis bertahap dinaikkan, dimulai dari 3 x 6,25 mg perhari.
- Antagonis kalsium yang memiliki efek inotropik dan kronotropik negatif sehingga
membantu menurunkan afterload. 10
- Meningkatkan kontraktilitas jantung melalui pemberian digitalis atau ibopamin.
- Mitral Valve Replacement. Indikasinya yakni pada kerusakan katub yang sudah tidak
mungkin untuk direpair.
- Diet rendah garam. Untuk memperlancar diuresis sehingga mengurangi edema.

Penatalaksanaan Non farmakologis


Jika tidak terdapat faktor penyebab yang dapat diobati, penatalaksanaan medis adalah
dengan mengubah gaya hidup dan pengobatan medis. Perubahan gaya hidup ditujukan untuk
kesehatan penderita dan untuk mengurangi gejalanya, memperlambat progresifitas gagal jantung
kongestif, dan memperbaiki kualitas hidup penderita. Hal ini berdasarkan rekomendasi American
Heart Association dan organisasi jantung lainnya.9
1. Konsumsi alkohol
Alkohol merupakan miokardial depresan pada penderita gagal jantung kongestif. Angka
rawat inap pada penderita gagal jantung kongestif berulang lebih sedikit pada penderita
yang tidak mengkonsumsi alkohol. Satu unit alkohol mengandung 8 gram atau 10 mililiter
etanol. Jumlah alkohol per unitnya dapat dihitung dengan mengalikan volume alcohol yang
dikonsumsi dan persentase alkohol. Konsumsi alkohol dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan kardiomiopati khususnya pada laki-laki dan usia 40 tahun ke atas. Walaupun
jumlah alkohol yang dapat menyebabkan kardiomiopati tidak dapat ditegaskan, namun
konsumsi alcohol lebih dari 11 unit per hari lebih dari 5 tahun dapat menjadi faktor resiko
terjadinya kardiomiopati. Semua penderita gagal jantung kongestif harus diberikan
masukan untuk menghindari konsumsi alkohol.
2. Merokok10
Tidak ada penelitian prospektif yang menunjukkan adanya efek merokok terhadap gagal
jantung kongestif. Namun, merokok dapat memperburuk keadaan gagal jantung kongestif
pada beberapa kasus. Dengan demikian, penderita dengan gagal jantung kongestif harus
menghindari rokok.
3. Aktifitas fisik10
Rekomendasi terhadap aktifitas fisik pada penderita gagal jantung kongestif masih
kontroversi. Namun, berjalan selama 6 menit dapat memperbaiki kondisi klinis penderita
gagal jantung kongestif. Aktifitas berjalan dapat ditoleransi dengan baik oleh penderita
gagal jantung kongestif yang stabil. Pada salah satu penelitian, dibuktikan bahwa penderita
gagal jantung kongestif yang melakukan aktifitas fisik memberikan outcome yang lebih
baik daripada penderita gagal jantung kongestif yang hanya ditatalaksana seperti biasa.

11
Penderita gagal jantung kongestif yang sudah stabil perlu dilakukan motivasi untuk dapat
melakukan aktifitas fisik dengan intensitas yang rendah secara teratur.
4. Pengaturan diet10
a. Membatasi konsumsi garam dan cairan
Salah satu penelitian random dengan pemberian diet rendah garam pada penderita gagal
jantung kongestif, menunjukkan adanya penurunan yang signifikan terhadap berat
badan, namun tidak merubah klasifikasi NYHA. Namun, percobaan klinis lainnya
menyatakan bahwa pembatasan terhadap garam dan air pada penderita gagal jantung
kongestif menunjukkan adanya perbaikan klinis yang signifikan dan tidak adanya
edema dan fatigue pada penderita gagal jantung kongestif sehingga dapat mengubah
klasifikasi NYHA. Pembatasan konsumsi garam pada penderita gagal jantung kongestif
memiliki efek baik terhadap tekanan darah. Penderita gagal jantung kongestif harus
membatasi garam yang dikonsumsi tidak boleh lebih dari 6 gram per hari.
b. Monitor berat badan per hari
Belum ada percobaan klinis yang membuktikan adanya keterkaitan antara monitor berat
badan per hari dan penatalaksanaan gagal jantung kongestif. Namun, monitor terhadap
berat badan ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi perolehan berat badan atau
kehilangan berat badan per hari pada penderita gagal jantung kongestif.

12

Anda mungkin juga menyukai