Anda di halaman 1dari 16

GAGAL GINJAL AKUT

A. DEFINISI
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang
biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin
dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal
merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Saifudin, 2010).
GGA adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mengsekresi
produk-produk limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal
sindrom ini biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk
limbah nitrogen dalam darah dan aliguria dimana haluaran urine kurang
dari 400 ml / 24 jam (Tambayong, 2000).
GGA dikenal dengan Acute Renal Fallure (ARF) adalah
sekumpulan gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara
mendadak (Nursalam, 2006).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam
mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga
komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ
berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal
terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal
disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak
yang tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum.
Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang di mulai dari
ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal
kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang
menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal
memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm. Berat ginjal
pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram.
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila kapsul
di buka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua.
Ginjal terdiri dari bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks. Bagian
dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis
yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang
ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis. Mengandung
bagian tubulus yang lurus, ansahenle, vasa rekta dan duktuskoli
gensterminal. Bagian luar (eksternal) korteks. Subtansia kortekalis
berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini
tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang
berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara pyramid
dinamakan kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal
dan distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens.
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan
satuan fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-
kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bias membentuk urin sendiri. Karena
itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal.

C. ETIOLOGI
1. Pre renal
a. Hipoperfusi .
b. Hipovolemia : perdarahan hebat, diare, muntah, diurisis.
c. Hipotensia : shock, AMI luas, anestesia.
2. Renal (intrinsik): kerusakan struktur & fungsi ginjal
a. Hipoperfusi berkepanjangan.
b. Nekrosis tubular akut
c. Hipotensi : pasca bedah
d. Hipovolemik dan infeksi : luka bakar.
e. Hipotensi akibat trauma berat
f. Infeksi, nefrotoksis, penyakit parenkim ginjal
3. Post renal (obstruktif).
a. Endapan asam urat, kristal sulfat.
b. Obstruksi : batu KK, hipertrofiprostat, cancer kolon, cancer servik
& uterus.
c. Pembedahan ureter.
d. Obstruksi uretra : striktura uretra
D. PATOFISIOLOGI
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran
darah renal dan gangguan fungsi ginjal: hipovelemia, hipotensi,
penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal
atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal,
obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan
diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN,
oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut
dapat ditangani.
Terdapat 3 stadium gagal ginjal akut yaitu :
1. Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya
oliguria.
2. Stadium Oliguria. Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah
rusak.
Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar
dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat
melebihi kadar normal.
Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress
akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula
mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai
timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan
perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya
tidak terlalu memperhatikan gejala ini. Gejala pengeluaran kemih waktu
malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita
terbangun untuk berkemih beberapa kalipada waktu malam hari. Dalam
keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari
adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga
sebagai respon teehadap kegelisahan atau minum yang berlebihan.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit
yang terutamam menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang
dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal
ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas sangat
menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan farahm tekanan darah akan
naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.
3. Stadium III.
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana
mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu
makan berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi
penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada
sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari
keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit
atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup
parah karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri
(pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan
glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus
ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan
biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik
memepengaruhi setip sisitem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat
pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialysis.
E. KOMPLIKASI
1. Jantung :edema paru, aritmia, efusi pericardium
2. Gangguan elektrolit :hyperkalemia, hiponatremia, asidosis
3. Neurlogi :iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor,
koma, gangguan kesadaran, kejang
4. Gastrointestina :nausea, muntah, gastritis, ulkus, peptikum,
perdarahaan gastrointestinal
5. Hematologi :anemia, diathesis hemoragik
6. Infeksi :pneumonia, septikemis, infeksi
nosokomnial
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Pengeluaran urin sedikit
2. Urin mengandung darah
3. Peningkatan BUN dan kreatinin
4. Anemia
5. Hiperkalemia
6. Asidosis metabolik
7. Edema
8. Mual muntah .
9. Nyeri pinggang hebat (kolik)
10. Kelainan Urin : protein darah/eritrosit, sel darah putih/Leukosit,bakteri.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urine: Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein.
2. Arteriogram ginjal
3. Biopsi ginjaL
4. Darah: BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah,
Natrium serum, Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas
serum.
5. KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan
adanya obstruksi .
6. Pielografi retrograde
7. Sistouretrogram berkemih
8. Ultrasono ginjal
9. Endoskopi ginjal nefroskopi
10. EKG
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan secara umum adalah:
1. Kelainan dan tatalaksana penyebab.
a. Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus
keseimbangan cairan, dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa
konsentrasi natriumurin, volume darah dikoreksi, diberikan
diuretik, dipertimbngkan pemberian inotropik dan dopamin.
b. Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah
kandung kemih penuh, ada pembesaan prostat, gangguan miksi
atau nyeri pinggang. Dicoba memasang kateter urin, selain untuk
mengetahui adanya obstruksi juga untuk pengawasan akurat dari
urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu dilakukan
USG ginjal.
c. Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi,
mikroskopik urin, dan pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal,
arteriografi, atau tes lainnya.
2. Penatalaksanaan gagal ginjal
a. Mencapai & mempertahankan keseimbangan natrium dan air.
Masukan natrium dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup
500 ml/hari di luar kekurangan hari sebelumnya atau 30 mmol/jam
di luar jumlah urin yang dikeluarkan jam sebelumnya. Namun
keseimbangan harus tetap diawasi.
b. Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi
kalori atau hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin
intravena, penambahan kalium, pemberian kalsium intravena pada
kedaruratan jantung dan dialisis.
c. Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap
infeksi saluran napas dan nosokomial. Demam harus segera
harus dideteksi dan diterapi. Kateter harus segera dilepas bila
diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.
d. Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses
diperiksa untuk adanya perdarahan dan dapat dilakukan
endoskopi. Dapat pula dideteksi dari kenaikan rasio
ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya
antagonis histamin H (misalnya ranitidin) diberikan pada pasien
sebagai profilaksis.
e. Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai
ureum tinggi, hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum
tidak boleh melebihi 30-40 mmol/L. Secara umum continous
haemofiltration dan dialisis peritoneal paling baik dipakai di ruang
intensif, sedangkan hemodialisis intermitten dengan kateter
subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk
pasien katabolik yang tidak adekuat dengan dialisis
peritoneal/hemofiltrasi.
I. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni
identitas klien dan identitas penanggung jawab, identitas klien yang
meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis.
Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari
rentang usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang menderita
penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut
usia. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang
didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan
si penderita.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-
sedikit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit
terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat
menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output
dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada
hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca
perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar
luas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan
infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian
antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta
adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada
TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri
sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi
mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai
dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah
terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.
b. Pemeriksaan Pola Fungsi
1) B1 (Breathing)
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola
napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap
azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau
urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada
beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis
metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi
akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas
efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem
hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang
menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat
dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan
kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan
curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan
memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering
didapatkan adanya peningkatan.
3) B3 (Brain)
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan
elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat
gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram
otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri
yang berlanjut pada sindrom uremia.
4) B4 (Bladder)
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi
penurunan frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari,
sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang
menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai
tanda perbaikan filtrasi glomerulus.Pada pemeriksaan
didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga
sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020
menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA,
dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 : 1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju
peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan
protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin meningkat
pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam
pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
c. Pemeriksaan elektrolit
Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak
mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan
pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan
hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti
jantung.
d. Pemeriksan pH
Pasien oliguri akut tidak dapat eliminasi muatan metabolik seperti
substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal.
Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH
darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

Diagnosa Tujuan Dan Kriteria


No Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Ketidak Nutristional Status : Nutrition Management :
seimbangan a. Asupan gizi adeku a. Monitor catatan masukan
Nutrisi at kandungan nutrisi dan kalori.
kurang dari b. asupan b. Anjurkan masukan kalori yang
kebutuhan makanan baik tepat sesuai dengan tipe
tubuh b/d c. asupan tubuh dan gaya hidup.
Faktor cairan cukup c. Berikan makanan pilihan.
biologis d. tonus otot baik d. Anjurkan penyiapan dan
e. hidrasi baik penyajian makanan dengan
teknik yang aman.
e. Berikan informasi yang tepat
tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana cara
memperolehnya
f. Kaji adanya alergi makanan
g. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
h. Yakinkan diet yang dimakan
mengandungtinggi serat untuk
mencegah konstipasi
i. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian
j. Monitor adanya penurunan
BB dan gula darah
k. Monitor lingkungan selama
makan
l. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
m. Monitor turgor kulit
n. Monitor kekeringan, rambut
kusam, totalprotein, Hb dan
kadar Ht
o. Monitor mual dan muntah
p. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
q. Monitor intake nuntrisi
2 Penurunan Cardiac Pump Cardiac Care :
curah jantung Effectiveness: a. Auskultasi bunyi jantung dan
b/d a. Tekanan darah paru
perubahan sistolik b. Evaluasi adanya edema
afterload dan b. Tekanan diastolik perifer/kongesti vaskuler
preload darah c. Kaji tingkat aktivitas
c. apikal denyut d. Evaluasi bunyi jantung
jantung e. Perhatikan perubahan
d. jantung indeks postural
e. injektion praktisi f. Selidiki keluhan nyeri dada
f. 24-jam intake dan
output
keseimbangan
g. vena sentral
tekanan
h. mual
i. patique
j. dispnea dengan
aktivitas ringan
k. asietas
3 Kelebihan Fluid Balance: Fluid Management :
Volume a. Terbebas dari a. Pertahankan catatan intake
cairan b/d edema, efusi, cairan outpout yang akurat
kelebihan anaskaa b. Pasang urin kateter jika di
asupan b. Bunyi nafas perlukan
natrium bersih,tidak c. Monitor hasil lab yang sesuai
adanya dipsnea dengan resentasi cairan
c. Terrbebas dari d. Monitor TTV
distensi vena e. Monitor indikasi
jugularis resetensi/kelebihan cairan
d. Memilihara f. Kaji lokasi dan luas edema
tekanan vena g. Monitor masukan makanan
sentral,tekanan /cairan
kapiler h. Monitor setatus nutrisi
paru,aoutput i. Berikan deuritik sesuai intruksi
jantung dan vital j. Kalobrasi pemberian obat
sign DBN k. Monotor BB
l. Monitor elektrolit
m. Monitor tanda dan gejala dari
edema
Nyeri
4 akut Pain Level, NIC :
4 berhubungan Pain control, Pain Management
dengan Kriteria Hasil : a. Lakukan pengkajian nyeri
fatigue nyeri a. Mampu secara komprehensif
sendi mengontrol nyeri termasuk lokasi, karakteristik,
(tahu penyebab durasi, frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu faktor presipitasi
menggunakan b. Observasi reaksi nonverbal
tehnik dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi c. Gunakan teknik komunikasi
untuk mengurangi terapeutik untuk mengetahui
nyeri, mencari pengalaman nyeri pasien
bantuan) d. Kaji kultur yang
b. Melaporkan bahwa mempengaruhi respon nyeri
nyeri berkurang e. Evaluasi pengalaman nyeri
dengan masa lampau
menggunakan f. Kontrol lingkungan yang dapat
manajemen nyeri mempengaruhi nyeri seperti
c. Mampu mengenali suhu ruangan, pencahayaan
nyeri (skala, dan kebisingan
intensitas, g. Kurangi faktor presipitasi nyeri
frekuensi dan h. Ajarkan tentang teknik non
tanda nyeri) farmakologi
d. Menyatakan rasa i. Berikan analgetik untuk
nyaman setelah mengurangi nyeri
nyeri berkurang j. Evaluasi keefektifan kontrol
e. Tanda vital dalam nyeri
rentang normal k. Tingkatkan istirahat
l. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
m. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Gangguan Respiratory Status : Airway Management


pertukaran Gas exchange a. Buka jalan nafas, guanakan
gas Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw thrust
b/dedema ventilation bila perlu
pada paru Kriteria Hasil : b. Posisikan pasien untuk
a. Mendemonstrasika memaksimalkan ventilasi
n peningkatan c. Identifikasi pasien perlunya
ventilasi dan pemasangan alat jalan nafas
oksigenasi yang buatan
adekuat d. Pasang mayo bila perlu
b. Memelihara e. Lakukan fisioterapi dada jika
kebersihan paru perlu
paru dan bebas f. Keluarkan sekret dengan
dari tanda tanda batuk atau suction
distress g. Auskultasi suara nafas, catat
pernafasan adanya suara tambahan
c. Mendemonstrasik h. Berikan bronkodilator bila
an batuk efektif perlu
dan suara nafas i. Monitor respirasi dan status
yang bersih, tidak O2
ada sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)-Tanda
tanda vital dalam
rentang normal
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta:
Salemba Medika

Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.

Price, S. A & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah.Jakarta: EGC

NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC.

Suddart, Brunner. 2002. Keperawatan Medikal BedahEdisi 8 Vol 2 alih bahasa H.


Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih. Jakarta: EGC

Nursalam, Dr. Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Roesli R. 2007. Kriteria “RIFLE” Cara yang Mudah dan Terpercaya untuk
Menegakkan Diagnosis dan Memprediksi Prognosis Gagal Ginjal
Akut.Bandung: Pusat Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FK UNPAD

Anda mungkin juga menyukai