Anda di halaman 1dari 10

TEKNIK PENYUSUNAN PENETAPAN (KEPUTUSAN) KEPALA FKTP

TERKAIT PENYUSUNAN DOKUMEN INTERNAL AKREDITASI

A. Kebijakan Kepala FKTP


Kebijakan dapat berupa Peraturan ataupun Penetapan (Keputusan). Perbedaan antara
peraturan dan keputusan disebutkan dalam Buku “Hukum Acara Pengujian Undang-
Undang” karangan Jimly Asshiddiqie (hal. 2), keputusan (beschikking) selalu bersifat
individual dan kongkrit (individual and concrete), sedangkan peraturan (regeling) selalu
bersifat umum dan abstrak (general and abstract). Yang dimaksud bersifat general and
abstract, yaitu keberlakuannya ditujukan kepada siapa saja yang dikenai perumusan kaedah
umum. Selain itu, menurut Maria Farida Indrati S dalam Buku “Ilmu Perundang-Undangan
(1) (Jenis, Fungsi, Materi, Muatan)” (hal. 78), suatu keputusan (beschikkiking) bersifat
sekali-selesai (enmahlig), sedangkan peraturan (regeling) selalu berlaku terus-menerus
(dauerhaftig).
Kebijakan dalam bentuk penetapan (keputusan) yang ditetapkan Kepala FKTP
merupakan garis besar yang bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh penanggung
jawab maupun pelaksana. Berdasarkan kebijakan tersebut disusun Pedoman/Panduan dan
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang memberikan kejelasan langkah-langkah dalam
pelaksanaan kegiatan di Puskesmas, Klinik Pratama, Dokter dan Dokter Gigi Praktik
Mandiri.
Pengertian Surat Keputusan adalah surat yang berisi suatu keputusan yang dibuat oleh
pimpinan suatu organisasi atau lembaga pemerintahan berkaitan dengan kebijakan organisasi
atau lembaga tersebut yang mengikat secara hukum bagi subjek-subjek hukum terkait yang
bersifat individual dan konkret atau berisi penetapan administratif.
Sedangkan menurut Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2014 Tentang Pedoman Tata Naskah Dinas, keputusan adalah naskah dinas yang
memuat kebijakan yang bersifat menetapkan, tidak bersifat mengatur, dan merupakan
pelaksanaan kegiatan, yang digunakan untuk:
a. Menetapkan/mengubah status kepegawaian/personal/keanggotaan/material/peristiwa;
b. Menetapkan/mengubah/membubarkan suatu kepanitian/tim;
c. Menetapkan pelimpahan wewenang.

1
Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa Jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 100 menyatakan bahwa: Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri,
Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum
Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan, sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini.
Pada Pasal 97 menyatakan bahwa: Teknik penyusunan dan/atau bentuk yang diatur
dalam Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandis bagi teknik penyusunan dan/atau
bentuk Keputusan Presiden, Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Keputusan Pimpinan DPR, Keputusan Pimpinan DPD, Keputusan Ketua Mahkamah Agung,
Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi, Keputusan Ketua Komisi Yudisial, Keputusan
Kepala Badan Pemeriksa Keuangan, Keputusan Gubernur Bank Indonesia, Keputusan
Menteri, Keputusan Kepala Badan, Keputusan Kepala Lembaga, atau Keputusan Ketua
Komisi yang setingkat, Keputusan Pimpinan DPRD Provinsi, Keputusan Gubernur,
Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota, Keputusan Bupati/Walikota, Keputusan
Kepala Desa atau yang setingkat.
Tata cara penyusunan Surat Keputusan harus dibuat dengan benar dan dapat
dipertanggungjawabkan. Hal-hal yang tercantum di dalam diktum keputusan tidak boleh
bertentangan dengan dasar hukum yang mendasari dikeluarkannya Surat Keputusan
tersebut. Oleh karena itu dalam menyusun Surat Keputusan haruslah dipahami dengan benar
isi dari dasar hukumnya. Sesuatu ketetapan yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang
lebih tinggi secara otomatis batal demi hukum.

2
B. Teknik Penyusunan Penetapan (Keputusan)
1. Judul
a. Judul keputusan memuat keterangan mengenai jenis, nama jabatan, nomor, tahun
penetapan, dan nama keputusan.
b. Penomoran Keputusan ditulis menggunakan nomor kode klasifikasi.
(Pasal 120 ayat (3) Permendagri No. 80 Tahun 2015)
c. Penomoran dimulai dari kode klasifikasi, nomor urut, kode instansi, dan tahun
ditetapkan.
Contoh: SK Kepala Puskesmas Nomor 441.5/Nomor Urut SK/Kode Instansi/Tahun
SK Kepala Puskesmas Nomor 441.5/1/PKM-GTG/2016
(Kode Klasifikasi dapat dilihat pada Lampiran Kepmendagri No. 78 Tahun 2012)
d. Judul keputusan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah
marjin tanpa diakhiri tanda baca.
Contoh:

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS


NOMOR 441.17/1/PKM-GTG/2016
TENTANG
PENETAPAN PENANGGUNG JAWAB PROGRAM PUSKESMAS GUNTUNG

e. Judul keputusan tidak boleh ditambah dengan singkatan atau akronim.


Contoh: Tentang Bantuan Operasional Kesehatan (BOK): tidak boleh.
f. Apabila ada perubahan, ditambah Frasa PERUBAHAN ATAS di depan nama / judul
Keputusan yang diubah.
g. Untuk perubahan lebih dari satu kali, diantara kata PERUBAHAN dan kata ATAS
disisipkan bilangan yang menunjukkan perubahan tanpa merinci perubahan
sebelumnya.

2. Pembukaan
a. Pada pembukaan tanpa Frasa “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa” (Penggunaan
Frasa “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa” hanya untuk jenis peraturan).
(Lampiran III Permendagri No. 80 Tahun 2015)

3
b. Jabatan yang menetapkan Keputusan.
Jabatan yang menetapkan keputusan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang
diletakkan di tengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma (,).
(Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011)

c. Konsiderans
1) Konsiderans diawali dengan kata Menimbang.
2) Huruf awal kata Menimbang ditulis dengan huruf kapital diakhiri dengan tanda
baca titik dua (:), dan diletakkan di bagian kiri.
3) Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi
pertimbangan dan alasan penetapan keputusan.
4) Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, setiap pokok pikiran
dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian.
5) Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad dengan penomoran
menggunakan huruf kecil dan diawali dengan kata “bahwa” dan diakhiri dengan
tanda baca titik koma (;).
6) Jika konsiderans memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir
pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut:
Contoh:
Menimbang: a. bahwa …..;
b. bahwa …..;
c. bahwa …..;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Keputusan
Kepala Puskesmas tentang …..;
(Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011)

d. Dasar Hukum
1) Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat.
2) Kata Mengingat diletakkan di bagian kiri sejajar kata Menimbang.
3) Dasar hukum memuat dasar kewenangan dan peraturan perundangan yang
memerintahkan pembuat Keputusan tersebut.

4
4) Peraturan Perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum minimal
adalah sederajat dengan jenis produk hukum yang ditetapkan.
5) Jika jumlah Peraturan Perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum lebih
dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan hierarki Peraturan
Perundang-undangan (Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) seperti yang telah
dijelaskan di atas dan jika tingkatannya sama disusun secara kronologis
berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya (tahun yang lebih awal
ditulis lebih dulu), tiap dasar hukum diawali dengan penomoran angka Arab 1,
2, 3, dan seterusnya, serta diakhiri dengan tanda baca titik koma.
6) Peraturan Menteri misalnya, walaupun tidak secara tegas dicantumkan dalam
hierarki Peraturan Perundang-undangan, namun keberadaannya diakui sebagai
salah satu jenis Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 8
ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
7) Pasal 8 ayat (1) menyebutkan bahwa: Jenis Peraturan Perundang-undangan selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang
ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konsitusi, Badan
Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga,
atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau
Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Selanjutnya Pasal 8 ayat (2)
menyatakan bahwa: Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
8) Mengingat lingkup berlakunya Peraturan Daerah hanya terbatas pada daerah yang
bersangkutan sedangkan lingkup berlakunya Peraturan Menteri mencakup seluruh

5
wilayah Negara Republik Indonesia, maka dalam hierarki, Peraturan Menteri
berada di atas Peraturan Daerah.
(Penjelasan ini dapat dilihat pada Buku Panduan Praktis Memahami
Perancangan Peraturan Daerah pada hal. 9 yang diterbitkan Dirjen Peraturan
Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2011)
9) Penulisan jenis peraturan perundang-undangan diawali dengan huruf kapital,
ditulis jenis dan nama peraturan perundang-undangan tanpa mencantumkan Frasa
Republik Indonesia.
10) Penulisan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah dalam dasar hukum
dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara Republik Indonesia dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda
baca kurung.
11) Penulisan Peraturan Menteri dalam dasar hukum dilengkapi dengan pencantuman
Berita Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca kurung.
12) Penulisan Peraturan Daerah dalam dasar hukum dilengkapi dengan pencantuman
Lembaran Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi, Kabupaten/Kota yang diletakkan di antara tanda baca kurung.
(Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011)

e. Memperhatikan (jika diperlukan)


Pada Pembukaan untuk kebijakan dalam bentuk penetapan (keputusan) setelah
Konsiderans “Menimbang” dan Dasar Hukum “Mengingat” dapat ditambahkan
“Memperhatikan” (jika diperlukan) tetapi untuk kebijakan dalam bentuk peraturan
tidak boleh dimasukkan “Memperhatikan”.
1) Diawali dengan kata Memperhatikan
2) Memuat hal-hal di luar dasar hukum (memuat naskah dinas yang bukan
termasuk jenis produk hukum), contoh:
a) Surat Edaran Presiden/Menteri/Gubernur/Bupati/Kepala Dinas
b) Instruksi Presiden/Menteri/Gubernur/Bupati/Kepala Dinas
c) Berita Acara Hasil Rapat, Hasil Lokakarya Mini Puskesmas, MoU/Nota
Kesepakatan dan lain-lain.

6
3) Jika “Memperhatikan” memuat lebih dari satu, tiap-tiap kalimat diawali dengan
Angka Arab 1, 2, 3, dan seterusnya dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;).
(Lampiran III Permendagri No. 80 Tahun 2015)

f. Diktum
1) Diktum terdiri atas:
a) Kata Memutuskan.
b) Kata Menetapkan.
c) Jenis dan Nama Penetapan (Keputusan).
2) Kata Memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi di antara
suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:) serta diletakkan di tengah
marjin.
3) Kata Menetapkan dicantumkan setelah kata Memutuskan yang disejajarkan ke
bawah dengan kata Menimbang, Mengingat dan/atau Memperhatikan (jika
diperlukan). Huruf awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda baca titik dua (:).
4) Jenis dan Nama Keputusan sesuai dengan Judul Keputusan, seluruhnya ditulis
dengan huruf kapital setelah kata Menetapkan tanpa Frasa Provinsi, Kab./Kota,
dan diakhiri dengan tanddaca titik.
Contoh:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: KEPUT AN KEPALA PUSKESMAS TENTANG
PENANGGUNG JAWAB MANAJEMEN MUTU
PUSKESMAS DANAU PANGGANG
(Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011)

3. Batang Tubuh
a. Batang Tubuh memuat semua substansi Penetapan (Keputusan) yang diawali dengan
bilangan bertingkat/diktum KESATU, KEDUA, KETIGA, dan seterusnya (bukan
dalam bentuk pasal-pasal seperti dalam bentuk peraturan).
(Lampiran III Permendagri No. 80 Tahun 2015)

7
b. Dicantumkan saat berlakunya Penetapan (Keputusan), Perubahan, Pencabutan
Ketentuan dan keputusan lainnya.
c. Materi kebijakan dapat dibuat sebagai Lampiran Keputusan dan pada halaman
terakhir ditandatangani oleh pejabat yang menetapkan Keputusan.

4. Kaki
Bagian Kaki Penetapan (Keputusan) di tempatkan di sebelah kanan rata kiri yang terdiri
dari:
a. Tempat dan tanggal penetapan keputusan.
1) Penulisan Ditetapkan huruf awal menggunakan kapital, kemudian ditulis
tempat penetapan, sedangkan kata pada tanggal tidak diawali dengan huruf
kapital serta tanpa tanda baca titik dua (:).
2) Setelah kata pada tanggal, ditulis tanggal, bulan dan tahun penetapan.
b. Jabatan pejabat yang menetapkan, yang ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri
dengan tanda baca koma.
c. Tanda tangan pejabat yang menetapkan keputusan.
d. Nama lengkap pejabat yang menandatangani keputusan, yang ditulis dengan huruf
kapital, tanpa mencantumkan gelar, pangkat, golongan dan NIP.
Contoh:
Ditetapkan di Amuntai Tengah
pada tanggal 12 Juli 2016

KEPALA PUSKESMAS SUNGAI KARIAS,

MITIA MARINI
(Lampiran III Permendagri No. 80 Tahun 2015)

5. Lampiran
a. Dalam hal Keputusan memerlukan lampiran, hal tersebut dinyatakan dalam batang
tubuh bahwa lampiran dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Keputusan.

8
b. Lampiran dapat memuat antara lain uraian, daftar, tabel, gambar, peta, dan sketsa.
c. Lampiran mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan batang tubuh.
d. Dalam hal Keputusan memerlukan lebih dari satu lampiran, tiap lampiran harus diberi
nomor urut dengan menggunakan angka romawi.
Contoh: LAMPIRAN I
LAMPIRAN II
e. Judul lampiran ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di sudut kanan
atas tanpa diakhiri tanda baca dengan rata kiri.
Contoh:
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS
NOMOR 441.23/1/PKM-AS/2016
TENTANG
PENANGGUNG JAWAB MANAJEMEN MUTU
PUSKESMAS AMUNTAI SELATAN

f. Pada halaman akhir tiap lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat
yang menetapkan Keputusan yang ditulis dengan huruf kapital yang diletakkan di
sudut kanan bawah dan diakhiri dengan tanda baca koma setelah nama pejabat yang
menetapkan Keputusan.
Contoh:
KEPALA PUSKESMAS AMUNTAI SELATAN,

AGUS SALIM
(Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011)

6. Lain-Lain
a. Pembuatan Surat Keputusan tanpa kop surat/kop dinas, hanya menggunakan logo,
dalam hal ini menggunakan logo Puskesmas yang diletakkan di tengah marjin pada
halaman pertama, di atas judul Surat Keputusan.

9
b. Koreksi dan Paraf Surat Keputusan, misalnya Puskesmas dikoreksi dan diparaf oleh
Kepala Sub Bagian Tata Usaha.
c. Keputusan dibuat 2 (dua) rangkap, 1 (satu) berkas dengan paraf untuk diarsipkan, 1
(satu) berkas tanpa paraf untuk diperbanyak/disampaikan kepada yang
berkepentingan.
d. Semua Surat Keputusan ditetapkan dan ditandatangani oleh Kepala FKTP.
e. Keputusan yang telah ditetapkan oleh Kepala FKTP tetap berlaku meskipun terjadi
penggantian Kepala FKTP hingga adanya kebutuhan revisi atau pembatalan.
f. Naskah Keputusan diketik dengan jenis huruf Bookman Old Style, dengan huruf 12,
di atas kertas F4.
(Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011 dan Lampiran III Permendagri No. 80 Tahun 2015)

Referensi:
1. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah.
3. Lampiran Keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 78 Tahun 2012 Tentang Tata
Kearsipan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
4. Peraturan Kepala Arsip Nasional RI Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Pedoman Tata Naskah
Dinas.
5. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2011. Panduan Praktis Memahami
Perancangan Peraturan Daerah, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, Edisi
Kelima, Jakarta.

Penyusun : Fajeri, S.KM, M.P.H., AAAK


Email : fajeri_1972@yahoo.com
HP : 0853 4995 7659 / 0811 508 097

10

Anda mungkin juga menyukai