Anda di halaman 1dari 3

Nama : Indah Lestari

Nim : 1006101020032

Prodi : Pendidikan Sejarah regular 2010

M.K : Historiografi

Sepenggal kisah Alue Sungai Pinang, Aceh Barat Daya (Abdya)

Inilah kisah dari Aceh bagian Barat Daya, tepatnya di Alue Sungai Pinang.

Disini penulis ingin menceritakan sedikit dari kisah asal-muasal nama kampung alue

sungai pinang tersebut. Jauh menyelam waktu ke belakang, hiduplah seorang pria

alim yang bernama teungku Malem Diwa. Beliau hidup di sebuah desa yang indah

dan permai di kaki pegunungan Barat Daya. Beliau terkenal dengan kealimannya.

Sudah menjadi kelaziman di daerah barat-selatan kebanyakan binatang tunduk dan

patuh pada orang-orang alim. Begitu juga dengan Malem Diwa. Beliau memiliki

kupu-kupu, rayap, elang dan tupai yang berbulu kuning. Malem Diwa mempunyai

seorang istri. Istrinya adalah salah satu dari tujuh putri kayangan, Putroe Bungsu

namanya. Putroe Bungsu tinggal di kayangan sedangkan Malem Diwa tinggal di

bumi.

Pada suatu waktu, Malem Diwa merasakan kerinduan yang sangat mendalam

akan istrinya. Akan tetapi Malem Diwa tidak mempunyai kendaraan menuju

kayangan. Malem Diwa terus memikirkan cara untuk menuju kayangan.

Di kampung yang sama hidup pula seorang putri yang bernama Putroe Aloeh. Pada

masa itu hanya Putroe Aloeh saja yang memeliki kuda terbang. Putroe Aloeh hidup

sendiri di sebuah rumah daerah pucoek krueng (hulu sungai) kampung tersebut.
Rumahnya berdekatan dengan sebuah alue (alur sebuah sungai kecil diantara

pegunungan) yang di sampingnya tumbuh sebatang pohon pinang yang sangat

tinggi. Batang pinang tersebut adalah miliknya Putroe Aloeh. Suatu keanehan yang

terjadi pada pohon pinang tersebut. Batang pinang itu memiliki satu tangkai yang

hanya berjuntai tiga buah pinang saja. Tiga pinang tersebut terdiri atas emas, perak,

dan intan. Kisahnya, pohon pinang itu tak seorangpun yang dapat mengambil

buahnya. karena Pohon pinang tersebut di jaga oleh ular, kala, dan binatang berbisa

lainnya.

Malem Diwa mendengar bahwa Putroe Aloeh mempunyai kuda terbang.

Berjalanlah Malem Diwa menuju rumah Putroe Aloeh berniat untuk meminta kuda

terbang tersebut. Setalah Malem Diwa mengutarakan maksudnya, Putroe Aloeh

berkata, “ Jika kamu sanggup mengambilkan aku 3 buah pinang itu, maka kamu

boleh menikahiku dan mengambil kuda terbangku,”katanya. Pada saat itu pulalah

Malem Diwa menyanggupi persyaratan Putroe Aloeh. “ Baiklah, tapi selama saya

mengerjakan tugas itu, kamu tidak boleh melihatku,” jawab Malem Diwa

menyanggupinya.

Di saat Malem Diwa melaksanakan persyaratan itu, dia menyuruh kupu-kupu

untuk mengalihkan perhatian Putroe Aloeh supaya tidak melihatnya ketika bekerja.

Malem Diwa meminta rayap membuatkannya sebuah kursi untuk tempat duduknya.

Kemudian ia menyuruh elang untuk mengangkat kursi yang ia duduki itu setinggi

pertengahan batang pinang saja. Ia menyuruh tupainya untuk mengambilkan 3 buah

pinang itu. sesampai di atas, tupai tersebut berkelahi dengan binatang penjaga pohon

pinang itu. Tupai Malem Diwa terluka parah dan jatuh ke pangkuan tuannya. Malem
Diwa kemudian mengobati tupainya dengan air kapur sirih sehingga bulu lehernya

berubah menjadi warna merah. “ Katakan pada mereka bahwa engkau adalah utusan

ku,” perintah Malem Diwa. “ Dan aku melakukan ini atas suruhan Putroe Aloeh,”

tambahnya. Tupai Malem Diwa terus melompat mendekati pucuk pinang dan

mengatakan amanah Malem Diwa kepada binatang-binatang penjaga pohon pinang

itu. Akhirnya tupai Malem Diwa berhasil mendapatkan 3 buah pinang itu dan

menyerahkan kepada tuannya. Melihat Malem Diwa berhasil melaksanakan

tugasnya, Putroe Aloeh dengan ikhlas menikah dan memberi kuda tebangnya kepada

Malem Diwa. Setelah Malem Diwa menikahi Putroe Aloeh dan memperoleh kuda

terbang, beliaupun terbang menuju kayangan untuk bertemu dengan istri pertamanya

Putroe Bungsu. Malem Diwa tinggal bersama Putroe Bungsu di kayangan,

sedangkan Putroe Aloeh tetap tinggal di bumi.

Setelah pohon pinang yang Putroe Aloeh kehilangan buahnya, tak lama

kemudian pohon pinang yang sangat tinggi itu akhirnya tumbang. Batangnya

membujur mengikuti aliran sungai Alue yang berujung di sebuah kuala Puloe

Kayee. Inilah akhir dari kisah asal usul nama tempat Alue Sungai Pinang. Juga di

kisahkan pada tahun 1980-an, di kuala Puloe Kayee terjadi suatu keanehan. Tiap

ketika cuaca hujan panas, selalu terlihat bayang-bayang daun pinang berwarna

kuning disekitaran kuala tersebut. Hal ini merupakan bukti dari sejarah Alue Sungai

Pinang, Aceh Barat Daya.

Anda mungkin juga menyukai