Nim : 1006101020032
M.K : Historiografi
Inilah kisah dari Aceh bagian Barat Daya, tepatnya di Alue Sungai Pinang.
Disini penulis ingin menceritakan sedikit dari kisah asal-muasal nama kampung alue
sungai pinang tersebut. Jauh menyelam waktu ke belakang, hiduplah seorang pria
alim yang bernama teungku Malem Diwa. Beliau hidup di sebuah desa yang indah
dan permai di kaki pegunungan Barat Daya. Beliau terkenal dengan kealimannya.
patuh pada orang-orang alim. Begitu juga dengan Malem Diwa. Beliau memiliki
kupu-kupu, rayap, elang dan tupai yang berbulu kuning. Malem Diwa mempunyai
seorang istri. Istrinya adalah salah satu dari tujuh putri kayangan, Putroe Bungsu
bumi.
Pada suatu waktu, Malem Diwa merasakan kerinduan yang sangat mendalam
akan istrinya. Akan tetapi Malem Diwa tidak mempunyai kendaraan menuju
Di kampung yang sama hidup pula seorang putri yang bernama Putroe Aloeh. Pada
masa itu hanya Putroe Aloeh saja yang memeliki kuda terbang. Putroe Aloeh hidup
sendiri di sebuah rumah daerah pucoek krueng (hulu sungai) kampung tersebut.
Rumahnya berdekatan dengan sebuah alue (alur sebuah sungai kecil diantara
tinggi. Batang pinang tersebut adalah miliknya Putroe Aloeh. Suatu keanehan yang
terjadi pada pohon pinang tersebut. Batang pinang itu memiliki satu tangkai yang
hanya berjuntai tiga buah pinang saja. Tiga pinang tersebut terdiri atas emas, perak,
dan intan. Kisahnya, pohon pinang itu tak seorangpun yang dapat mengambil
buahnya. karena Pohon pinang tersebut di jaga oleh ular, kala, dan binatang berbisa
lainnya.
Berjalanlah Malem Diwa menuju rumah Putroe Aloeh berniat untuk meminta kuda
berkata, “ Jika kamu sanggup mengambilkan aku 3 buah pinang itu, maka kamu
boleh menikahiku dan mengambil kuda terbangku,”katanya. Pada saat itu pulalah
Malem Diwa menyanggupi persyaratan Putroe Aloeh. “ Baiklah, tapi selama saya
mengerjakan tugas itu, kamu tidak boleh melihatku,” jawab Malem Diwa
menyanggupinya.
untuk mengalihkan perhatian Putroe Aloeh supaya tidak melihatnya ketika bekerja.
Malem Diwa meminta rayap membuatkannya sebuah kursi untuk tempat duduknya.
Kemudian ia menyuruh elang untuk mengangkat kursi yang ia duduki itu setinggi
pinang itu. sesampai di atas, tupai tersebut berkelahi dengan binatang penjaga pohon
pinang itu. Tupai Malem Diwa terluka parah dan jatuh ke pangkuan tuannya. Malem
Diwa kemudian mengobati tupainya dengan air kapur sirih sehingga bulu lehernya
berubah menjadi warna merah. “ Katakan pada mereka bahwa engkau adalah utusan
ku,” perintah Malem Diwa. “ Dan aku melakukan ini atas suruhan Putroe Aloeh,”
tambahnya. Tupai Malem Diwa terus melompat mendekati pucuk pinang dan
itu. Akhirnya tupai Malem Diwa berhasil mendapatkan 3 buah pinang itu dan
tugasnya, Putroe Aloeh dengan ikhlas menikah dan memberi kuda tebangnya kepada
Malem Diwa. Setelah Malem Diwa menikahi Putroe Aloeh dan memperoleh kuda
terbang, beliaupun terbang menuju kayangan untuk bertemu dengan istri pertamanya
Setelah pohon pinang yang Putroe Aloeh kehilangan buahnya, tak lama
kemudian pohon pinang yang sangat tinggi itu akhirnya tumbang. Batangnya
membujur mengikuti aliran sungai Alue yang berujung di sebuah kuala Puloe
Kayee. Inilah akhir dari kisah asal usul nama tempat Alue Sungai Pinang. Juga di
kisahkan pada tahun 1980-an, di kuala Puloe Kayee terjadi suatu keanehan. Tiap
ketika cuaca hujan panas, selalu terlihat bayang-bayang daun pinang berwarna
kuning disekitaran kuala tersebut. Hal ini merupakan bukti dari sejarah Alue Sungai