Reaksi Obat
Reaksi Obat
Reaksi Obat
Seorang laki-laki, 28 tahun datang ke UGD dengan sesak nafas, nafas berbunyi
disertai gatal-gatal ditubuhnya, kulit merah dan melepuh sejak dua hari yang lalu. Keluhan
didapatkan setelah pasien mendapatkan injeksi obat di sebuah pelayanan kesehatan primer.
Oleh dokter UGD yang memeriksa didapatkan :
KU : sedang, sens : CM
Vital sign : TD : 100/70 mmHg ; Nadi : 100 kali/menit ; RR : 30 kali/menit ; suhu : 36,5C
Pemeriksaan fisik :
THT : sesak nafas Jackson derajat II-III
Regio Thorax :
Inspeksi : simetris
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : Strodor (+)
Status dermatologis :
Lokasi I : mata
Ujud kelainan : mata merah, sekret (+)
Lokasi II : kulit wajah, badan dan ekstremitas bawah
Ujud kelainan kulit : vesikel, bula berbagai ukuran, lesi target (+), erosi
Lokasi III : bibir
Ujud kelainan kulit : krusta hemorragi
Kulit tubuh hiperemis (+), Bullae (+)
Hipotesis
Sindrom Stevens-Johnson merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III terhadap obat,
yang ditandai dengan adanya gangguan pada mata, kulit, serta mukosa.
Langkah 1
Sasaran Belajar
Produk radang
Reflek Batuk
Keradangan
Dyspnea Kebengkaka
inspiratorik n
1.5 Manifestasi Klinis
o Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar
atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang
biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan
kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan
sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).
o Sesak nafas dan stridor
o Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
o Gejala radang umum seperti demam, malaise
o Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
o Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan
temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
o Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang
sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang
disertai dengan nyeri diseluruh tubuh .
o Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukasa laring yang hiperemis, membengkak
terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut
dihidung atau sinus paranasal atau paru
o Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi
dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi
gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan
ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan
darurat medik yang dapat mengancam jiwa anak
Sumbatan Laryng
Sumbatan laring dapat disebabkan oleh :
1. Radang akut dan radang kronis
2. Benda asing
3. Trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri dengan benda tajam.
4. Trauma akibat tindakan medic.
5. Tumor laring
6. Kelumpuhan nervus rekuren bilateral.
Gejala dan tanda sumbatan laring yang tampak ialah :
- Serak (disfoni) sampai afoni
- Sesak nafas (dispnea)
- Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi
- Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,
supraklavikula, dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot
pernapasan untuk mendapat oksigen yang adekuat.
- Gelisah karena pasien haus udara (air hunger )
- Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda dan
gejala :
- Stadium 1, cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu
inspirasi dan pasien masih tenang.
- Stadium 2, cekungan waktu inspirasi didaerah suprasternal makin dalam, ditambah
lagi dengan timbulnya cekungan didaerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah.
Stridor terdengar pada waktu inspirasi.
- Stadium 3, cekungan selain didaerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di
infraklavikula dan sela-sela iga. Pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor terdengar
pada waktu inspirasi dan ekspirasi.
- Stadium 4, ccekungan-cekungan diatas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak
sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka pasien akan
kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah dan
tertidur akhirnya meninggal karena asfiksia.
Jackson membagi sumbatan bronkus dalam 4 tingkat :
1. Sumbatan sebagian dari bronkus (by-pass valve obstruksi = katup bebas). Pada
sumbatan ini inspirasi dan ekspirasi masih dapat terlaksana, akan tetapi saluranya
sempit, sehingga terdengar bunyi napas (mengi), seperti pada pasien asma bronchial.
Penyebab : benda asing didalam bronkus, penekanan bronkus dari luar, edema dinding
bronkus, serta tumor didalam lumen bronkus.
2. Sumbatan seperti pentil. Ekspirasi terhambat atau katup satu arah ( expiratory check
valve obstruksi = katup penghambat ekspirasi). Pada waktu inspirasi udara napas
masih dapat lewat, akan tetapi pada ekspirasi terhambat, karena kontraksi otot
bronkus. Bentuk sumbatan ini menahan udara dibagian distal sumbatan dan proses
yang berulang pada tiap pernafasan mengakibatkan terjadinya emfisema paru
obstruktif. Penyebab : benda asing di bronkus, edema dinding bronkus pada
bronchitis.
3. Sumbatan seperti pentil yang lain, ialah inpirasi yang terhambat (inspiratory check
valve obstruktif = katup penghambat inspirasi). Pada keadaan ini inspirasi terhambat,
sedangkan ekspirasi masih dapat terlaksana. Udara yang terdapat dibagian distal
sumbatan akan diabsorbsi, sehingga terjadi atelektasis paru. Penyebab : benda asing
didalam lumen bronkus, gumpalan ingus, tumor yang bertangkai.
4. Sumbatan total (stop valve obstruction = katup tertutup), sehingga inspirasi dan
ekspirasi tidak dapat terlaksana. Akibat keadaan ini adalah atelektasis paru.
Penyebab : benda asing yang menyumbat lumen bronkus, trauma dinding bronkus dan
peradangan berat bronkus.
1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign).
Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi
sekunder, leukosit dapat meningkat.
Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat
sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu
pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita
suara.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik danpemeriksaan
penunjang.
Diagnosis Banding
1. Benda asing pada laring
2. Faringitis
3. Bronkiolitis
4. Bronkitis
5. Pnemonia
1.7 Penatalaksanaan
Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun ada indikasi
masuk rumah sakit apabila :
Usia penderita dibawah 3 tahun
Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted
Diagnosis penderita masih belum jelas
Perawatan dirumah kurang memadai
Terapi
Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari
Jika pasien sesak dapat diberikan O2.
Istirahat
Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila ada muncul
sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis (saline 0,9 %) yang
dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal spray
Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada demam, bila
ada gejala pain killer dapat diberikan obat anti nyeri / analgetik, hidung tersumbat
dapat diberikan dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin (PPA), efedrin,
pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral ataupun spray.Pemberian
antibiotika yang adekuat yakni : ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4
dosis atau kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis atau
sefalosporin generasi 3 (cefotaksim atau ceftriakson) lalu dapat diberikan
kortikosteroid intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari.
Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan ini tidak berhasil
maka dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila sudah terjadi obstruksi jalan
nafas.
Perawatan Khusus
Terapi Medikamentosa
Antibiotika golongan penisilin Anak 50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis. Dewasa
3x500 mg/hari Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin atau bactrim
Kortikosteroid dapat diberikan untuk mengatasi edem laring
Terapi Bedah
Tergantung pada stadium sumbatan laring. Pada anak bila terjadi gejala sumbatan
jalan nafas menurut klasifikasi Jackson, dilakukan terapi sebagai berikut:
Stadium I : Rawat, observasi, pemberian oksigen dan terapi adekuat
Stadium II-III : Trakheostomi
Stadium IV : Intubasi dan oksigenasi, kemudian dilanjutkan dengan
trakeostomi
Pada laringitis kronis penatalaksanaan yaitu menghindari dan mengobati faktor-
faktor penyebab dengan:
Istirahat bersuara (vocal rest), tidak banyak bicara atau bersuara keras
Antibiotika, bila terdapat tanda infeksi
Ekspektoran
Dapat pula dilakukan pengangkatan jaringan yang menebal dan polipoid serta
pemeriksaan patologi anatomik untuk menyingkirkan kemungkinan proses spesifik dan
keganasan.
1.8 Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya
selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat
menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi
jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau
trakeostomik.
1.9 Preventif
Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat tenggorokan
kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak air karena cairan akan
membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan
mudah untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah
tenggorokan kering. jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena
berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara, meningkatkan
pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih
banyak lendir
Faktor Predisposisi
Diduga gen memiliki peran besar dalam peningkatan insiden Sindrom Stevens-
Johnson. Berikut ini merupakan gen-gen yang berperan besar dalam peningkatan insiden
Sindrom Stevens-Johnson.
HLA-B 1502, banyak terdapat di wilayah ASEAN
HLA-B 5801, akan tercetus apabila mengonsumsi allopurinol
HLA-B 44, banyak terdapat pada ras kaukasia
HLA-A29, HLA-B12, HLA-DR7, akan tercetus apabila mengonsumsi sulfonamid
HLA-A2, HLA-B12, akan tercetus apabila mengonsumsi NSAID (Non Steroid
Anti Inflamasi Drug)
HLA-A 0206, HLA-DQB1 0601, manifestasi klinis dominan pada mata dan berat
(C.Stephen Foster et.al, 2011)
2.3 Epidemiologi
Insiden di Michigan 7,1 per 1 juta penduduk per tahun. Insiden di Minnesoto 2,6
per 1 juta penduduk per tahun. Insiden di Florida 6,8 per 1 juta penduduk per tahun.
Sedangkan di wilayah Eropa sendiri (Jerman), relatif lebih rendah dibandingkan dengan
di Amerika Serikat, yaitu sekitar 1,1 per 1 juta penduduk per tahun.
Konsumsi Allopurinol dapat meningkatkan insiden SSJ di kawasan ASEAN
(Malaysia, Singapura, Taiwan, Hongkong).
Insiden SSJ pada ras putih (kaukasoid) lebih tinggi dibandingkan dengan ras-ras
yang lain. Hal ini tidak hanya berlaku pada manusia saja, tetapi juga pada hewan.
(C.Stephen Foster et.al, 2011)
2.4 Patofisiologi
Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan
reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks
soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi
hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi
yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik. Oleh karena proses hipersensitivitas, maka
terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi (Carroll, 2001) :
1. Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan
2. Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin, hiperglikemia dan
glukosuriat
3. Kegagalan termoregulasi
4. Kegagalan fungsi imun
5. Infeksi