Anda di halaman 1dari 11

KINERJA PETUGAS KUSTA DI KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2015

PENDAHULUAN

Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan


masalah yang kompleks.WHO melaporkan bahwa pada tahun 2012 penderita kusta
tersebar di 105 negara. Pada tahun 2011, Asia Tenggara merupakan kawasan
penyumbang kusta terbanyak di dunia dengan jumlah 160.132 kasus baru.
Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan Brazil dalam hal penyumbang
jumlah penderita kusta di dunia.

Pada tahun 2012, jumlah penderita kusta di Indonesia adalah sebanyak


18.994 orang. Sedangkan pada tahun 2013, jumlah penderita kusta di Indonesia
adalah sebanyak 16.856 orang.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya kecacatan dan
bertambah beratnya kecacatan yang sudah ada pada penderita kusta. Di antaranya
dengan diagnosis dan penanganan penyakit kusta secara dini. Kecacatan pada
penderita kusta sering diakibatkan karena terlambatnya penemuan dan proses
pengobatan yang tidak tuntas. Tenaga kesehatan sangat berperan penting dalam
proses penemuan dan pengobatan penderita kusta.

Salah satu strategi nasional yang dijalankan dalam upaya mencegah


kecacatan pada penderita kusta adalah meningkatkan kinerja petugas kusta.Secara
teoritis, kinerja merupakan penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun
kualitas dalam suatu organisasi. Di sebagian besar organisasi seperti puskesmas,
kinerja para karyawan individual merupakan faktor utama yang menentukan
keberhasilan organisasi. Keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh bagaimana
manajemen mengelola dan memberdayakan sumber daya sebagai masukan
organisasi. Sumber daya yang diperlukan manajemen dapat dibedakan atas sumber
daya manusia dan sumber daya non manusia.Sumber daya manusia adalah aset
penting organisasi dan motor penggerak proses manajemen. Di tangan manusia
semua sumber daya lainnya diolah dan digunakan untuk menunjang tercapainya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.Manajemen sumber daya manusia
merupakan suatu sarana yang ampuh untuk meningkatkan kemampuan karyawan
(pengetahuan dan keterampilan) dan tentunya akan meningkatkan kinerja
karyawan.

Pelaksanaan tugas di puskesmas juga harus didukung oleh sumber daya non
manusia yang mencukupi. Dukungan dana operasional, alat kesehatan dan obat-
obatan bertujuan untuk meningkatkan kinerja pegawai di puskesmas. Jika dana
operasional, alat kesehatan dan obat-obatan kurang mencukupi, maka akan
menyebabkan rendahnya kinerja pegawai di puskesmas.

Beberapa penelitian mengungkap adanya hubungan antara kemampuan


sumber daya manusia dan ketersediaan sumber daya non manusia dengan kinerja
tenaga kesehatan di Puskesmas. Penelitian Situmorang di Kabupaten Samosir
menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku petugas
kusta dalam penentuan kecacatan pada penderita kusta.

Penelitian Asmara di Puskesmas Medan Tuntungan mengungkap bahwa


variabel kemampuan memengaruhi kinerja petugas di Puskesmas.Variabel imbalan
juga dapat memengaruhi kinerja pegawai di puskesmas, jika imbalan yang diterima
pegawai rendah, maka motivasi kerja pegawai akan turun. Situasi ini akan
diperburuk lagi jika kepala puskesmas kurang menjalankan fungsi
kepemimpinannya, seperti kurang memberikan petunjuk, arahan, dan bimbingan
serta penghargaan kepada pegawai. Hal ini akan memengaruhi kinerja pegawai,
sehingga target dan tujuan program puskesmas tidak tercapai.

Penelitian Soemadipraja di Kabupaten Sumedang mengungkap bahwa


rendahnya kinerja petugas kusta dipengaruhi oleh insentif yang diterima, motivasi
kerja dan pembinaan serta dukungan yang didapat.

Hasil penelitian Ardian di Rumah Sakit Advent Medan menunjukkan bahwa


factor Kepemimpinan dan insentif berpengaruh terhadap kinerja dokter di Rumah
Sakit Advent Medan. Faktor kepemimpinan paling dominan memengaruhi kinerja
dokter.

Standar kinerja petugas kusta dalam program penanggulangan penyakit


kusta adalah terlaksananya semua tugas pokok dan fungsi petugas kusta yang telah
ditetapkan.

Hasil wawancara dengan supervisor program penanggulangan penyakit kusta


Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, diperoleh informasi bahwa program
penanggulangan kusta di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara tahun 2013
belum mampu mencapai target yang diharapkan, dimana 33 orang (73,3%) dari 45
orang penderita kusta baru yang ditemukan merupakan penderita kusta tipe MB.

Jumlah penderita kusta dengan cacat tingkat 2 juga masih sangat jauh di atas
target nasional penanggulangan kusta, yaitu 10 orang (22,2%) dari 45 orang
penderita baru yang ditemukan.5 Supervisor program penanggulangan penyakit
kusta Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara berasumsi bahwa penyebab atas
fenomena tersebut adalah lemahnya kinerja petugas kusta dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsinya. Petugas kusta kurang aktif dalam menemukan
penderita kusta secara dini, sehingga sebagian besar penderita sudah mengalami
kecacatan saat ditemukan.

Lemahnya kinerja petugas kusta di diasumsikan disebabkan oleh rendahnya


kompetensi petugas kusta. Hal ini dapat dilihat dari data di Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Utara yang menunjukkan bahwa dari 31 orang petugas kusta di
puskesmas, sebagian besar (18 orang) diantaranya belum pernah mendapatkan
pelatihan tentang program kusta. Fenomena ini juga berkaitan dengan adanya
mutasi pegawai di puskesmas, banyak petugas kusta yang sudah pernah
mendapatkan pelatihan tidak bertugas lagi sebagai petugas kusta. Selain itu,
fenomena lemahnya kinerja petugas kusta di puskesmas dalam Kabupaten Aceh
Utara diasumsikan juga berkaitan dengan rendahnya insentif yang diterima oleh
petugas kusta. Hal ini dapat dilihat dari data yang menunjukkan bahwa dari 31
orang petugas kusta di puskesmas, masih ada 10 puskesmas yang menempatkan
tenaga suka rela sebagai petugas kusta.

Untuk memperkuat asumsi- asumsi tersebut, maka dilakukan survei awal


dengan mewawancarai 10 orang petugas kusta di puskesmas dalam Kabupaten
Aceh Utara. Berdasarkan hasil wawancara tersebut diperoleh informasi bahwa
banyak kendala yang dihadapi oleh petugas kusta dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya secara maksimal, diantaranya adalah semua petugas kusta
mengatakan bahwa insentif yang diterima sangat rendah. Sebagian besar petugas
kusta juga mengatakan bahwa walaupun mereka sudah mengusulkan dana
operasional bagi program kusta dalam POA dengan sumber anggaran dari bantuan
operasional kesehatan (BOK), tetapi puskesmas tidak menyetujui usulan tersebut.
Selain itu, tidak tersedianya sarana transportasi untuk melacak kasus ke lapangan
juga menjadi kendala bagi petugas kusta.

Kondisi ini diperburuk lagi oleh kepala puskesmas yang kurang menjalankan
fungsi kepemimpinannya, seperti kurang memberikan petunjuk, arahan, dan
bimbingan serta penghargaan kepada petugas kusta dalam bekerja.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah survey explanatory yang bertujuan untuk


menjelaskan pengaruh kausal antara variabel melalui pengujian hipotesis.
Penelitian ini dilaksanakan di 31 puskesmas dalam Kabupaten Aceh Utara mulai
bulan Agustus 2014 sampai dengan Maret 2015. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh petugas kusta yang bertugas di 31 puskesmas dalam Kabupaten
Aceh Utara, sebanyak 31 orang. Seluruh populasi dijadikan sampel penelitian
(sensus). Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Analisis data
bivariat dilakukan dengan uji statistik Chi-Square, dengan taraf signifikansi (α)
yang digunakan adalah 0,05. Analisis data multivariat dilakukan dengan uji regresi
logistik berganda metode forward stepwise (conditional).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Data Univariat Hasil peneltian diperoleh jenis kelamin responden yang
paling banyak adalah perempuan sebanyak 64,5%. Umur responden yang paling
banyak adalah 31–40 tahun sebanyak 67,7%. Pendidikan respoden yang paling
banyak adalah D-III Keperawatan, sebanyak 90,3%. Kemampuan responden lebih
banyak berada pada kategori kurang baik sebanyak 61,3% dan sebanyak 38,7%
mempunyai kemampuan dengan kategori baik. Sumber daya lebih banyak
responden mengatakan sumber daya kurang tersedia sebanyak 61,3% dan sebanyak
38,7% mengatakan sumber daya tersedia. Kepemimpinan lebih banyak responden
mengatakan kepemimpinan berada pada kategori kurang baik sebanyak 58,1% dan
sebanyak 41,9% mengatakan kepemimpinan dengan kategori baik. Imbalan
responden lebih banyak berada pada kategori kurang baik sebanyak 67,7% dan
sebanyak 32,3% mendapatkan imbalan dengan kategori baik.

Kinerja responden lebih banyak berada pada kategori kurang baik sebanyak
71% dan sebanyak 29% mempunyai kinerja dengan kategori baik. Analisis Data
Bivariat Analisis data bivariat dilakukan dengan uji statistik Chi-Square, dengan
taraf signifikansi (α) yang digunakan adalah 0,05. Jika dalam uji Chi-Square
terdapat sel dengan frekuensi ≤ 5, maka digunakan perhitungan Fisher’s Exact
Test. Variabel bebas dikatakan berhubungan dengan variabel terikat jika nilai p (p-
value) < 0,05. Tabel 1 Hubungan Kemampuan dengan Kinerja Petugas Kusta
Kemam puan Kinerja Petugas Kusta Total pKurang Baik f % f % F % Kurang 18
94,7 1 5,3 19 100 0,000Baik 4 33,3 8 66,7 12 100 Hubungan kemampuan dengan
kinerja petugas kusta menunjukkan bahwa responden yang mempunyai
kemampuan baik sebanyak 38,7%, diantaranya sebanyak 33,3% mempunyai
kinerja kurang baik dan lebih banyak mempunyai kinerja baik sebanyak 66,7%,
sedangkan responden yang mempunyai kemampuan kurang baik sebanyak 61,3%,
diantaranya sebanyak 5,3% mempunyai kinerja baik dan lebih banyak mempunyai
kinerja kurang baik sebanyak 94,7%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p sebesar
0,000
Wibowo19 menjelaskan bahwa kemampuan merupakan karakteristik
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau dibutuhkan oleh seseorang yang
memampukannya untuk melakukan tugas dan tanggung jawab secara efektif dan
meningkatkan standar kualitas profesional dalam pekerjaan. Kurang baiknya
kemampuan petugas kusta merupakan sesuatu yang memprihatinkan, seharusnya
petugas kusta berupaya meningkatkan kemampuan mereka untuk melaksanakan
semua tugas pokok dan fungsinya dalam program pengendalian penyakit kusta.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ardian yang mengungkap bahwa
variabel kepemimpinan paling dominan memengaruhi kinerja dokter.14 Penelitian
Soemadipraja mengungkap bahwa salah satu variabel yang memengaruhi
rendahnya kinerja petugas kusta adalah pemberian motivasi kerja dan pembinaan
serta dukungan dari pemimpin organisasi.

Sulaeman menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan program kesehatan di


puskesmas, kepala puskesmas harus menerapkan fungsi kepemimpinannya dengan
baik. Fungsi kepemimpinan kepala puskesmas dalam program kusta dapat
diterapkan dengan membahas pelaksanaan program kusta dalam lokakarya mini
puskesmas dan memberikan pengarahan tentang program kusta kepada petugas
kusta. Kepala puskesmas harus selalu mengawasi pelaksanaan program kusta baik
di dalam gedung maupun diluar gedung, serta membuat evaluasi pencapaian tujuan
program kusta baik evaluasi bulanan maupun evaluasi tahunan. Selain itu, yang
tidak kalah penting adalah kepala puskesmas harus mampu berperan dengan baik
dalam menyelesaikan setiap kendala yang dihadapi, serta selalu memberikan
penghargaan atas setiap prestasi yang diraih oleh petugas kusta. Jika kepala
puskesmas dapat menjalankan kepemimpinannya dengan baik, maka hal ini dapat
memberikan peluang untuk membaiknya kinerja petugas kusta. Hal ini terlihat dari
hasil uji statistik penelitian ini yang menunjukkan nilai Exp (β) variabel
kepemimpinan sebesar 20,281, artinya petugas kusta yang mengatakan fungsi
kepemimpinan kepala puskesmas baik berpeluang untuk mempunyai kinerja baik
20,3 kali dibandingkan dengan petugas kusta yang mengatakan fungsi
kepemimpinan kepala puskesmas kurang baik.

Hubungan Imbalan dengan Kinerja Petugas Kusta Imbalan Kinerja Total


pKurang Baik f % f % F % Kurang baik 19 90,5 2 9,5 21 100 0,001 Baik 3 30,0 7
70,0 10 100 Hubungan imbalan dengan kinerja petugas kusta menunjukkan bahwa
responden yang mendapatkan imbalan kategori baik sebanyak 32,3%, diantaranya
sebanyak 30% mempunyai kinerja kurang baik dan lebih banyak mempunyai
kinerja baik sebanyak 70%, sedangkan responden yang mendapatkan imbalan
kategori kurang baik sebanyak 67,7%, diantaranya sebanyak 9,5% mempunyai
kinerja baik dan lebih banyak mempunyai kinerja kurang baik sebanyak 90,5%.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p sebesar 0,001

Pemberian imbalan kepada semua pegawai puskesmas termasuk petugas kusta.


Karena hasil penelitian ini membuktikan bahwa nilai Exp (β) variabel imbalan
sebesar 14,217, artinya petugas kusta yang mendapatkan imbalan baik berpeluang
untuk mempunyai kinerja baik 14,2 kali dibandingkan dengan petugas kusta yang
mendapatkan imbalan kurang baik. Sistem pemberian imbalan harus
memperhatikan beban kerja setiap pegawai, pelaksanaan tugas diluar jam kerja,
dan harus tepat waktu. Perbaikan sistem pemberian imbalan kepada pegawai
puskesmas dapat dilakukan dengan membagi jasa medis dari dana kapitasi JKN
secara proporsional sesuai dengan beban kerja setiap pegawai puskesmas. Selain
itu, alternatif lain yang dapat dilakukan untuk menyediakan imbalan adalah dengan
mengalokasikan uang pengganti transport kepada petugas kusta ketika
melaksanakan tugas ke lapangan yang bersumber dari dana BOK.

KESIMPULAN

Kinerja petugas kusta di Kabupaten Aceh Utara tahun 2015 dipengaruhi oleh
faktor individu (kemampuan) dan faktor organisasi (kepemimpinan dan imbalan).
Sedangkan sumber daya tidak berpengaruh terhadap petugas kusta di Kabupaten
Aceh Utara tahun 2015. Variabel yang paling dominan memengaruhi kinerja
petugas kusta di Kabupaten Aceh Utara tahun 2015 adalah kemampuan. Secara
bersama, faktor individu (kemampuan) dan faktor organisasi (kepemimpinan dan
imbalan) memberikan pengaruh sebesar 90,3% terhadap kinerja petugas kusta di
Kabupaten Aceh Utara tahun 2015, sedangkan 9,7% lagi dipengaruhi oleh faktor
lain.

SARAN

Kepala Puskesmas di Kabupaten Aceh Utara, diharapkan untuk memfasilitasi


petugas kusta untuk mengikuti pelatihan tentang program kusta, selalu
memberikan pengarahan dan pengawasan kepada petugas kusta dan memperbaiki
sistem pemberian imbalan secara teratur dan tepat waktu. Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Utara, diharapkan untuk mengadakan pelatihan tentang program
kusta secara rutin setiap tahun, meningkatkan kegiatan monitoring dan evaluasi
program kusta di puskesmas, meningkatkan ketersediaan dan pemerataan sumber
daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan program kusta, serta melakukan
advokasi di tingkat pemerintah daerah agar meningkatkan alokasi anggaran untuk
program kusta.
KERANGKA ACUAN PROGRAM KUSTA

A. PENDAHULUAN

Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman yaitu mycobacterium leprae.
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan di lingkungan
masyarakat . Kejadian penyakit ini prevalensinya masih tinggi di beberapa daerah. Sebagian
besar dari penderita kusta berasal dari golongan ekonomi lemah .

B. LATAR BELAKANG

Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Saat ini penyakit ini
susah diterdeteksi karena suspek penderita merasa malu untuk memeriksakan diri dan animo
masyarakat yang kurang baik terhadap penderita kusta.Masalah yang dihadapi pada penderita
bukan hanya dari medis saja tetapi tetapi masalah sosialdari masyarakat dilingkungan
penderita .

C. TUJUAN

Tujuan Umum
Mencegah terjadinya penyakit kusta , menurunkan angka kesakitan penyakit kusta dan
mencegah terjadinya kecacatan pada penderita kusta sehinggapenyakit initidak lagi
merupakan masalah kesehatan di masyarakat.

Tujuan Khusus

1. Ditemukannya kasus yang ada dimasyarakat.

2. Terlaksananya pengobatan penderita kusta

D. KEGIATAN POKOK

1. Penemuan dan diagnosis penderita.

* Menentukan suspek kusta

* Melaporkan suspek kusta

* Konfirmasi diagnosa kusta

2. Pengobatan penderita kusta

* Mengenal klasifikasi kusta

* Menentukan dosis pengobatan

* Membagi obat

* Mengawasi keteraturan obat

* Mengenal komplikasi pengobatan atau reaksi.

* Mengobati komplikasi pengobatan atau reaksi.

3. Pencegahan cacat

* Pemeriksaan cacat

* Mencatat dasat kecacatan


* Tindakan khusus pencegahan cacat.

3. Pencatatan dan pelaporan.

4. Penyuluhan tentang kusta

E. PELAKSANAAN KEGIATAN

1. Pelaksanaan kegiatan penemuan kasus dilaksanakan secara pasif dalam gedung dimana
suspek datang sendiri ke puskesmas dan secara aktif dengan melakukan pemeriksaan
kontak serumah.

2. Pelaksanaan secara aktif dengan melakukan penyuluhan dan pemeriksaan kontak serumah
dengan penderita dilakukan di luar gedung atau di lapangan.

F. SASARAN

Masyarakat yang mengalami gejala-gejala Cardinal Sign :

1. Adanya kelainan kulit dapat berupa panu, bercak kemerahan, penebalan kulit dan nodul
(benjolan).

2. Berkurang sampai hilang rasa pada kelainan kulit tersebut diatas.

3. Penebalan syaraf tepi.

4. Adanya kuman tahan asam di dalan kerokan jaringan kulit (BTA positif)

G. PENCATATAN DAN PELAPORAN

1. Mengisi buku pencatatan harian penemuan penderita puskesmas.

2. Mengisi kartu penderita

3. Membuat laporan bulanan puskesmas


I. MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan program. Kegiatan monitorng dilaksanakan secara berkala dan terus menerus
untuk dapat mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan.

Evaluasi dilakukan untuk menilai sejauh mana pelaksanaan kegiatan berjalan.


Tugas pokok dan fungsi petugas kusta dalam program
penanggulangan penyakit kusta
1) Penemuan kasus (case finding),

2) Menentukan klasifikasi penderita,

3). Melaksanakan pengobatan,

4) Pencegahan cacat,

5) Penanganan pada reaksi,

6) Penyuluhan tentang perawatan diri.

7). Membuat perencanaan kegiatan P2 Kusta bersama petugas lintas


program terkait.

8). Melaksanakan kegiatan penemuan penderita bersama petugas lintas


progran dan lintas sektoral terkait.

9). Melaksanakan surveilans, monitoring dan evaluasi kegiatan P2 Kusta.

10). Melaksanakan penyuluhan bersama petugas lintas program terkait.

11). Melaksanakan pencatatan dan pelaporan kegiatan P2 Kusta

Anda mungkin juga menyukai