Anda di halaman 1dari 3

Patofisiologi asma

Ada dua pengaruh genetik yang ditemukan pada penyakit asma, yaitu kemampuan seseorang
untuk mengalami asma (atopi) dan kecenderungan untuk mengalami hiperaktivitas jalan napas yang
tidak bergantung pada atopi. Lokasi kromosom 11 yang berkaitan dengan atopi mengandung gen
abnormal yang mengode bagian reseptor imunoglobin (Ig) E. Faktor faktor lingkungan berinteraksi
dengan faktor keturunan untuk menimbulkan reaksi asmatik yang disertai bronkospasme.

Pada asma dinding bronkus mengadakan reaksi berlebihan terhadap berbagai rangsangan
sehingga terjadi spasme otot polos yang periodic dan menimbulkan konstriksi jalan napas berat.
Antibodi Ig E yang melekat pada sel sel mast yang mengandung histamine dan pada reseptor membrane
sel akan memulai serangan asma instrinsik. Ketika terpajan suatu antigen, seperti polen, antibody Ig E
akan berkaitan dengan antigen ini.

Pada pajanan selanjutnya dengan antigen tersebut, sel sel mast mengalami degranulasi dan
melepaskan mediator. Sel sel mast dalam jaringan interstisial paru akan terangsang untuk melepaskan
histamine dan leukotrien. Histamin terikan pada tempat tempat reseptor dalam bronkus yang besar
tempat substansi ini menyebabkan edema pada otot polos. Membran mukosa mengalami inflamasi,
iritasi, dan edema. Pasien dapat mengalami dispnea, ekspirasi yang memanjang dan frekuensi respirasi
yang meningkat.

Leukotrien melekat pada bronkus yang lebih kecil dan menyebabkan edema local pada otot
polos. Leukotrien juga menyebabkan prostaglandin bermigrasi melalui aliran darah ke dalam paru paru
dan dalam organ ini, prostaglandin meningkatkan efek kerja histamine. Bunyi mengi (wheezing) dapat
terdengar saat ekspirasi, semakin tinggi nadanya, semakin sempit lumen bronkus. Histamin
menstimulasi membrane mukosa untuk menyekresi mucus secara berlebihan dan selanjutnya membuat
lumen bronkus menjadi sempit. Sel sel goblet menyekresi mucus yang sangat lengket dan sulit
dibatukan keluar sehingga semakin pasien batuk, memperdengarkan bunyi ronki serta mengi bernada
tinggi dan mengalami distress pernapasan yang bertambah berat. Selanjutnya edema dan secret yang
kental akan menyumbat jalan napas.

Pada saat inspirasi, lumen bronkus yang sempit masih bisa sedikit mengembang sehingga udara
dapat masuk kedalam alveoli. Pada saat ekspirasi, peningkatan tekanan intratorakal menyebabkan
penutupan total lumen bronkus . udara bisa masuk, tetapi tidak bisa keluar . Dada pasien akan
mengembang dan menyerupai tong sehingga didapatkan bunyi hipersonor.

Mukus akan mengisi dasar paru dan menghalangi ventilasi alveoli. Darah dipintas kedalam
alveoli pada bagian paru yang lain tetapi pemintasan ini masih tidak mampu mengimbangi penurunan
ventilasi.

Hiperventilasi dipicu oleh reseptor paru paru untuk meningkatkan volume paru dan disebabkan
oleh udara yang terperangkap serta obstruksi jalan napas. Tekanan intraalveoler meningkat dan
peningkatan ini menyebabkan penurunan perfusi pada alveoli paru. Peningkatan tekanan gas alveolar,
penurunan ventilasi dan perfsu mengakibatkan rasio ventilasi-perfusi
Pajanan alergen atau faktor kausatif

Stimulasi Ig E

Degranulasi sel mast

Histamin Leukotrien

Stimulasi sel Berkaitan dengan Menyebabkan Berkaitan dengan


goblet bronkus besar prostaglandin bronkus kecil
bermigrasi dari
darah ke paru
Mukosa Meningkatkan
Edema lokal oto
meningkatkan permeabilitas
Meningkatkan polos
sekresi mukus kapiler
kerja histamin
berlebihan dan
sangat lengket Edema otot polos

Inflamasi membran
mukosa

Penyempitan lumen/
obstruksi lumen bronkus

PaCO2 menurun, pH meningkat


Tekanan intratorakal meningkat

Alkalosis respiratori
Penurunan perfusi alveoli dan ventilasi
paru
Retensi CO2
Hipoksia

Asidosis respiratori
Hiperventilasi

Gagal napas
Sumber:

Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai