Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma bronkial adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai
orang dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan
dapat mengancam jiwa seseorang. Lebih dari seratus juta penduduk di seluruh
dunia menderita asma dengan peningkatan prevalensi pada anak-anak.
(GINA, 2006).
Asma merupakan gangguan inflamasi kronis di jalan napas. Dasar
penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dan obstruksi jalan napas. Gejala
asma adalah gangguan pernapasan(sesak), batuk produktif terutama pada
malam hari atau menjelang pagi, dan dada terasa tertekan. Gejala tersebut
memburuk pada malam hari, adanya alergen (seperti debu, asap rokok) atau
saat sedang menderita sakit seperti demam. Gejala hilang dengan atau tanpa
pengobatan. Didefinisikan sebagai asma jika pernah mengalami gejala sesak
napas yang terjadi pada salah satu atau lebih kondisi: terpapar udara dingin
dan/atau debu dan/atau asap rokok dan/atau stres dan/atau flu atau infeksi
dan/atau kelelahan dan/atau alergi obat dan/atau alergi makanan dengan
disertai salah satu atau lebih gejala: mengi dan/atau sesak napas berkurang
atau menghilang dengan pengobatan dan/atau sesak napas berkurang atau
menghilang tanpa pengobatan dan/atau sesak napas lebih berat dirasakan pada
malam hari atau menjelang pagi dan jikampertama kali merasakan sesak
napas saat berumur <40 tahun (usia serangan terbanyak)( Riskesdas, 2013).
Berbagai faktor yang dapat menimbulkan serangan asma antara lain olah
raga, infeksi, alergen, perubahan suhu, pajanan iritan asap rokok, dan lain-
lain. Selain itu dapat berbagai fakor lain yang mempengaruhi terjadinya
serangan asma antara lain usia, jenis kelamin, ras, sosio-ekonomi, dan faktor

1
lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi terjadinya serangan
asma, derajat asma, juga kematian akibat penyakit asma (Rahajoe,dkk 2008)
Oleh sebab itu pencegahan penyakit asma perlu dipahami oleh kalangan
masyarakat dan pengobatan atau asuhan keperawatan pada penderita asma
penting diketahui oleh semua tenaga kesehatan untuk mencegah angka
mortalitas penderita asma.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien asma
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi asma
b. Mengetahui etiologi asma
c. Mengetahui manifestasi klinis asma
d. Mengetahui patofisiologi asma
e. Mengetahui pathway asma
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang asma
g. Mengetahui komplikasi asma
h. Mengetahui penatalaksanaa medis dan keperawatan asma
i. Mengetahui pengkajian keperawatan asma
j. Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien asma
k. Mengetahui Rencana Keperawatan pada pasien asma

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas
yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan
aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan
meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat
terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma
lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa
pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
Asma merupakan gangguan inflamasi kronis di jalan napas. Dasar
penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dan obstruksi jalan napas. Gejala
asma adalah gangguan pernapasan(sesak), batuk produktif terutama pada
malam hari atau menjelang pagi, dan dada terasa tertekan. Gejala tersebut
memburuk pada malam hari, adanya alergen (seperti debu, asap rokok) atau
saat sedang menderita sakit seperti demam. (Riskesdas, 2013).
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam
rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar
luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah
mendapat pengobatan.
Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas yaitu Asma Bronchial adalah
gangguan atau kerusakan pada saluran bronkus yang merupakan inflamasi
kronis saluran nafas dengan ciri bronkospasme periodik yang reversible
(dapat kembali), adanya wheezing, sesak nafas dan batuk dengan atau tanpa
adanya sekret.

3
B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal
yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi
maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma
adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh
alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-
bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan
akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis
intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu
cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan
relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan
akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau
sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan
bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara,

4
asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga
yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan
sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang
sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah
alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke
tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh
melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak
dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara
spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
Faktor predisposisi
a. Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti
buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium

5
metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE-
inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig
E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu,
serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi
reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor
pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast.
Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga
berakibat respon alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau
latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang
biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging,
aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan
dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk
dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan
selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan
inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme
mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada
sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.

6
Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya,
karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus,
misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan
ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
seringmempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak
dinginmerupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.
Kadangkadangserangan berhubungan dengan musim, seperti
musimhujan, musim kemarau.

C. Manifestasi Klinis
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-
batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula
rasa sesak dan berat didada.Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma
sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala
asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat
dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak
ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.

7
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.
Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan
asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit
yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.Pada
serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang
makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat
reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan
nafas ke kondisi normal

D. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma
adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara,
dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara,
hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan

8
frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi
menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat
perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan
kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin
dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila
respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena
histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan
permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang
sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu
mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon
peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan
mukus, edema dan obstruksi aliran udara.

9
E. Pathway
Alergen masuk dalam tubuh

Merangsang sel plasma


Membentuk antibody
Menghasilkan IgE(Imunoglobin alergi)

IgE menempel dan beredar pada


Receptor yang sesuai dengan dinding
Sel mast ( sel yg dpt terangsang
Oleh pencetus seperti allergen,
Stres, cuaca)

Mengeluarkan mediator:
Histamin, platelet, bradikinin

Permiabilitas kapiler meningkat

Edema mukosa, sekresi produktif


CO2 meningkat
Penyempitan/obstruksi bronkus
Resistensi jalan napas
Asidosis respiratoric Asma
Mekanisme koping
(Takipnea) Peningkatan produksi mucus Resiko infeksi

Ketidakefektifan Peningkatan mukus dan secret pertahanan


Pola napas tubuh melemah
Batuk lama
Dan terus menerus Peradangan/
inflamasi

Ketidakefektifan bersihan
jalan napas

10
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak >20% menunjukkan
diagnosis Asma.
2. Pemeriksaan tes kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh.
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses
patologik di paru atau komplikasi Asma, seperti pneumothorak,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
4. Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan
serangan Asma berat.
5. Pemeriksaan sputum
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral
Churschmann, pemeriksaan sputum penting untuk menilai
adanyamiselium Aspergilus fumigatus.
6. Pemeriksaan eosinofil
Pada penderita Asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering
meningkat. Jumlah eosinofil total dalam darah membantu untuk
membedakan Asma dari Bronchitis kronik (Sundaru, 2006)
G. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura
yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini
dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan
kegagalan napas.

11
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal
sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir
di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec,
kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang
mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke
dalam rongga dada.
3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur
dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini
juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada
otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya
infeksi Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadapkarbodioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsioksigen dan
pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di manalapisan bagian
dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil(bronkhiolis)
mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadipeningkatan produksi
lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlubatuk berulang-ulang
dalam upaya mengeluarkan lendir yangberlebihan, atau merasa sulit
bernapas karena sebagian saluran udaramenjadi sempit oleh adanya
lendir.

12
H. Penatalaksanaa Medis dan Keperawatan
1. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala-gejala
yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan
perawatan pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari
berbagai macam pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi
bronkus. Terapi awal, yaitu:
a. Memberikan oksigen pernasal (1-5 liter/mnit)
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg
atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat
diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2
adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis
salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat
ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada
respon segera atau dalam serangan sangat berat
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk
didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk
mengeluarkan sputum dengan baik
b. Latihan untuk meningkatkan toleransi aktivitas
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus

13
I. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernafasan
2) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
1) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
3) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
4) Papiledema
5) Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum
dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak
ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai
gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan.
Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang
paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul

14
secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang
lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan
sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau
dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan
kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.

15
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan
bunyi pernafasan dan Wheezing.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras
dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian
menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa
kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada
inspirasi bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
b) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan
pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan
wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) Takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.

16
b) Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan
darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi.
Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat
bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan
irama jantung.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas (mukus
berlebihan)
3. Resiko infeksi b.d pertahanan sekunder yang lemah
K. Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi
NOC:
a. Respiratory status: ventilation
b. Respiratory status: airway patency
c. Vital sign status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
ketidakefektifan pola nafas klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil:
a. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa sesak,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal.
b. TTV dalam rentang normal
c. Mampu mengeluarkan sputum
NIC:
Airway management:
a. Posisikan klien semifowler
b. Ukur TTV
c. Monitor adanya sionosis
d. Kolaborasi pemberian oksigen

17
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas
NOC:
a. Respiratory status: ventilation
b. Respiratory status: airway patency.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
ketidakefektifan bersihan jalan klien dapat diatasi dengan kriteria hasil:
a. Tidak ada batuk
b. Tidak ada suara nafas tambahan
NIC:
Airway management:
a. Monitor respirasi dan status O2
b. Auskultasi jalan nafas, catat adanya suara tambahan
c. Ajarkan teknik batuk efektif
d. Lakukan fisioterapi dada
e. Lakukan suction
f. Kolaborasi pemberian nebulizer

3. Resiko infeksi b.d pertahanan tubuh sekunder yang lemah


NOC:
a. Immune status
b. Knowledge: infection control
c. Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
risiko infeksi dapat terkontrol, dengan kriteria hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Jumlah leukosit dalam batas normal.
NIC:
Infection control:
a. Batasi pengunjung
b. Kaji tanda dan gejala infeksi

18
c. Berikan hygiene yang baik
d. Ajarkan klien dan keluarga teknik cuci tangan yang benar
e. Pertahankan teknik aseptik dalam setiap tindakan
f. Tingkatkan intake nutrisi
g. Kolaborasi pemberian antibiotik

19

Anda mungkin juga menyukai