Anda di halaman 1dari 10

OLEH :

o HERU MISWANTO
= KELAS XII-TKJ2 =

T.A. 2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Aturan dan Undang
– Undang Pers.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai aturan dan undang – undang pers. Penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2
A. Aturan Pers …………………………………………………………... 2
B. Undang-Undang Pers ………………………………………………… 3
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 6.
B. Saran ................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 7

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang Pers (secara resmi bernama Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
Pers) adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip, ketentuan dan hak-hak
penyelenggara pers di Indonesia. Undang-undang Pers disahkan di Jakarta pada 23
September 1999 oleh Presiden Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie dan Sekretaris Negara
Muladi.

Di tengah-tengah perubahan dinamika politik dunia yang menuntut demokratisasi,


keterbukaan, dan tanggung jawab sosial (dalam format Welfare State), sebuah Negara harus
menempatkan dan menjamin demokratisasi berpendapat dan mendapatkan informasi.

Undang-undang Pers mengandung 10 bab dan 21 pasal. Bab dan pasal tersebut berisi aturan
dan ketentuan tentang pembredelan, penyensoran, asas, fungsi, hak dan kewajiban
perusahaan pers, hak-hak wartawan, juga tentang Dewan Pers. Dewan Pers adalah lembaga
negara yang mengatur dan bertanggungjawab atas kegiatan jurnalistik di Indonesia. Dalam
Undang-undang Pers juga disebutkan bahwa subjek dan objek jurnalistik di Indonesia
memiliki tiga keistimewaan hak, yakni Hak tolak, Hak jawab, dan Hak koreksi. Ketiga hak
tersebut juga telah diatur dalam Kode etik jurnalistik Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah sejarah dan perkembangan undang – undang pers di Indonesia.

C. Tujuan Masalah
Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan undang – undang pers di Indonesia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aturan Pers
Dalam Undang-undang Pers terdapat pengertian pers, perusahaan pers dan wartawan. Pers
adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik
maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, media
siber dan segala jenis saluran yang tersedia. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia
yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan
kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan,
menyiarkan, atau menyalurkan informasi. Wartawan adalah orang yang secara teratur
melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Menurut penjelasan daripada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers Pasal 1
angka 1 bahwa pers ialah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dilihat dari karakteristiknya yang independen, posisi pers sebenarnya berakar dari civil
society (masyarakat sipil), akan tetapi pers mengklaim dirinya sebagai anjing penjaga
(watchdog) yang akan mengontrol ketiga poros atau trikotomi dalam negara modern, yakni
negara (state), kalangan pasar-kapitalis (market), dan masyarakat sipil sendiri dimana pers
berasal.
Dari skema diatas, ditariklah sebuah urgensi yang melatar-belakangi pembentukan undang-
undang yang mengatur pers, bukan saja sebagai sesuatu yang membatasi liberalisasi
informasi, tetapi justru menjamin hak-hak masyarakat sipil dan memberikan kontrol yang
seimbang kepada Negara dan pasar:
Pers merupakan pencerminan perjuangan bangsa Indonesia, sebagai bagian kenyataan sejarah
yang amat penting untuk membentuk landasan pendidikan dan pembebasan bagi rakyat,
sehingga harus dirumuskan dan dikodifikasikan dalam hukum positif
Pers adalah alat perjuangan yang bersifat aktif dan kreatif
Memberikan jaminan hukum kepada pers nasional agar dapat menjalankan fungsinya dengan
baik, melaksanakan kewajiban serta memanfaatkan hak-haknya.
Mengakomodasi dinamika jaman melalui konsensus dan kovenan-kovenan internasional,
yang menjunjung tinggi mekanisme keadilan melalui prinsip Negara hukum (rechtstaat) yang
berarti bahwa pers harus dijamin hak-haknya dan kewajibannya melalui perundang-
undangan.
Sejarah hukum pers Indonesia sesungguhnya dimulai ketika kita belum mengenal terma
“Indonesia” sebagai format atau embrio suatu nama Negara. Hukum pengaturan pers telah

2
dijalankan sejak jaman pendudukan Belanda sebagai penjajah, melalui kitab undang-undang
yang pada masa sekarang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dilihat
dari asal-muasal mengapa kegiatan pers diatur dalam KUHP, tampak jelas bahwa pasal-pasal
yang dimuat adalah pasal yang membatasi pers, bertendensi kriminalisasi, demi stabilitas
pemerintahan. Untuk itulah, dalam perkembangannya, para sarjana menolak tegas pendapat
bahwa relevansi KUHP untuk mengadili delik pers masih berlaku, karena KUHP
berlandaskan kebencian penguasa kolonial atas kegiatan pers. Perundangan semacam ini
sesungguhnya juga terjadi di banyak Negara yang pernah dijajah. Di Amerika yang dijajah
Inggris, dia dikenal sebagai The law of Sedition. Di India yang di jajah Inggris dia dikenal
sebagai pasal 124a British Indian Penal Code. Di Indonesia yang dijajah Belanda, dia dikenal
sebagai “Hatzaai Artikelen”.

B. Undang-Undang Pers
Dalam empat kali amandemen atas UUD 1945, kebebasan pers lebih terjamin melalui pasal
28f, yang menegaskan: setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pada dasarnya, kebebasan pers telah lebih dulu dijamin jauh sebelum UUD’45 mengalami
amandemen ke-empatnya, yakni pada pasal 28 yang menitik-tekankan kepada hak untuk
berpendapat. Kebebasan ini kemudian diperkuat oleh UU No. 11 tahun 1966 :
Menyatakan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan sensor dan pembredelan
Setiap warga negara mempunyai hak untuk penerbitan pers yang bersifat kolektif
Tidak diperlukan adanya surat izin terbit (SIT) tetapi selama masa peralihan tetap digunakan
sampai ada keputusan pencabutan dari DPR dan pemerintah
UU No.4/1967
Merupakan penyempurnaan dari UU No.11/1966. UU ini mengubah beberapa istilah yang
ada pada UU No.11/1966 antara lain mengubah istilah “alat revolusi” menjadi “alat
perjuangan nasional”, dll. Alat revolusi merupakan istilah utk menyebut UU No.11/1966
Setiap penerbitan pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers memerlukan Surat Izin
Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Ketentuan-ketentuan
tentang SIUPP akan diatur oleh Pemerintah setelah mendengar pertimbangan Dewan Pers.
UU No. 21/1982
Mengafirmasi sekaligus menitik-beratkan pentingnya SIUPP. SIUPP adalah sarana
pembinaan dan pengembangan pers menuju kehidupan pers yang sehat, pers yang bebas dan
bertanggung jawab yaitu pers yang dapat menjalankan fungsinya
Ketentuan SIUPP diatur dengan Permenpen No.01/1984
Menteri Penerangan mempunyai kuasa penuh dalam pencabutan SIUPP apabila penerbitan
pers dirasa tidak sesuai dengan ketentuan yg ada.

3
Diperkenalkannya Hak Tolak (Verschoningrecht) pada pasal 15 ayat (6)
UU No. 40/1999
Terjadi pergantian peristilahan, bukan lagi pers yang bebas dan bertanggung jawab,
melainkan kemerdekaan pers (pasal 2). Istilah yang disebut terakhir ini menjadi titik berat
yang melandasi pasal-pasal lainnya serta aplikasinya dalam iklim Indonesia post-Orde Baru
Merupakan penyempurnaan dari UU Pers yang selama ini ada pada masa Orba
UU No 11/1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan
UU No 4/1967 dan diubah dengan UU No21 /1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman
Menyatakan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau
pelarangan penyiaran
Membahas mengenai hak jawab, hak tolak , hak koreksi dan kewajiban koreksi
Konteks Lahirnya UU Pers No. 40/99
Jika hukum mengenai pasal-pasal penyebaran kebencian (Hatzaai Artikelen) yang termaktub
dalam KUHP adalah representasi dari semangat penguasa untuk mempertahankan
kekuasaannya dihadapan opini atau pendapat-pendapat kritis, maka UU Pers No. 40/99 lahir
sebagai antitesis atas mekanisme otoritarian yang dijalankan selama sepertiga abad dibawah
komando Jenderal Besar Haji Muhamad Soeharto.
Presiden Baharudin Jusuf Habibie untuk membersihkan dirinya dari tudingan “bekas anak
buah Soeharto”, lantas memberikan angin segar dengan membuka kran demokratisasi pers
melalui regulasi yang lebih longgar dan mengakomodasi asas keterbukaan informasi.
Konteks sosio-politik inilah yang harus diingat untuk membandingkan hukum pers era
Reformasi dengan hukum pers di era-era atau orde politik sebelumnya.
Seperti disinggung pada poin sebelumnya, titik tekan undang-undang ini adalah kemerdekaan
pers. Sekilas, amat rawan pengertian tentang kemerdekaan hingga bisa terpelanting pada
pemahaman nomenklatur pers libertarian. Oleh sebab itu, dalam pasal undang-undang pers
ini, sanksi-sanksi pidana tidak dijadikan tekanan yang penting. Ini dapat dipahami lantaran
tuntutan dunia pers yang telah mengalami periode traumatik Orba yang rajin membredel,
menculik, serta memenjara.
Dengan adanya Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang merupakan
penyokong kekuatan dan pembatas kehidupan pers Indonesia, harusnya mampu menjamin
masyarakat dalam hal kebebasan mengemukakan pendapat. Karena telah jelas didalamnya
diterangkan bahwa peranan pers adalah sebagai wakil dan media masyarakat dalam
mengemukakan pendapat. Mulai dari penyediaan informasi, pendidikan, memberikan
pengetahuan, menampung aspirasi masyarakat, sampai dengan memperjuangkan keadilan dan
kesejahteraan rakyat.
Meski demikian, tidak sepenuhnya kebebasan itu diwakilkan kepada pers, masyarakat juga
dituntut berperan aktif untuk membangun konsep pemikiran dan solusi permasalahan bangsa.
Hal itu dimaksudkan agar cita-cita bangsa untuk menjadi negara demokrasi yang bertanggung
jawab dapat terwujud. Sejalan dengan itu, pers Indonesia juga harus mampu menjadi
Independen agar kepentingan masyarakat tetap menjadi prioritas utama.

4
Jika berbicara tentang bagaimana seharusnya pers Indonesia kedepan, maka yang harus
dilakukan oleh pers, pemerintah, pemilik modal dan masyarakat adalah melaksanakan
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tertib sesuai dengan tugas masing-
masing.
Penjelasan atas mundang-undang republik indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang pers
Secara Umum yakni:
Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media
elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana
diamanatkan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 maka perlu dibentuk Undang-undang
tentang Pers. Fungsi maksimal itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu
perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban kepada rakyat terjamin, sistem
penyelenggaraan negara yang transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud.
Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga sangat
penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia, antara lain yang menyatakan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan
memperoleh informasi sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak Asasi
Manusia Pasal 19 yang berbunyi : "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan
mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa
gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran
melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah".
Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting pula untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan
penyimpangan lainnya.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi
setiap orang, karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat.
Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : oleh setiap orang dengan dijaminnya Hak Jawab
dan Hak Koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media (media
watch) dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara.
Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak mengatur
ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

5
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini.

B. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang
lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.

Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi
terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari
makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar
pustaka makalah.

6
DAFTAR PUSTAKA

Abrar, Ana Nadya. 2011. Analisis Pers. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945 dan Hasil Amandemen Tahun 2002. Solo: Sendang Ilmu.
Gandhi, M. L. 1985. Undang-Undang Pokok Pers Proses Pembentukan dan Penjelasannya.
Jakarta: Rajawali Pers.
HOP Itjen Dep. Kimpraswil. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. 1999.
Jakarta: Sekretariat Kabinet RI.
Mintaroem, Haryono. 2011. Kebebasan Pers Bentuk Hak Asasi Manusia. Surabaya Pagi
Online (8 Feb 2011). http://www.surabayapagi.com/index.php.
________________ . 2011. UU Pers Sejalan yang Disyaratkan UUD 1945. Surabaya Pagi
Online (9 Feb 2011). http://www.surabayapagi.com/index.php.
Santana, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai