TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Endometrium adalah lapisan dalam dinding kavum uteri yang berfungsi sebagai bakal tempat
implantasi hasil konsepsi. Selama siklus haid, jaringan endometrium berproliferasi, menebal dan
mengadakan sekresi, kemudian jika tidak ada pembuahan/ implantasi, endometrium rontok kembali
dan keluar berupa darah/ jaringan haid.
Pada suatu fase dimana ovum tidak dibuahi oleh sperma, maka kurpus luteum akan berhenti
memproduksi hormon progesteron dan berubah menjadi korpus albikan yang menghasilkan sedikit
hormon diikuti meluruhnya lapisan endometrium yang telah menebal, karena hormon estrogen dan
progesteron telah berhenti diproduksi. Pada fase ini, biasa disebut menstruasi atau peluruhan dinding
rahim.
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan mirip dengan dinding rahim (endometrium)
ditemukan di tempat lain dalam tubuh (Smeltzer, 2001). Endometriosis adalah adanya kelenjar dan
stroma endometrium di luar uterus paling sering mengenai ovarium atau perlukaan peritoneum
viseralis yang mengantung (Ralph C. & Martin L., 2009).
Endometriosis merupakan lesi jinak dengan sel-sel yang mempunyai sel-sel yang melapisi uterus
yang tumbuh secara aberans pada rogga pelvis di luar uterus (Diane C. & JoAnn C., 2000). Meskipun
jinak, endometriosis bersifat progresif, cenderung kambuh dan dapat menginvasi secara lokal, dapat
memiliki banyak fokus yang tersebar luas dan dapat terjadi dalam nodus limfe pelvis (30%). Ovarium,
ligamentum sakrouterina, septum rektovaginal, dan peritoneum pelvis lebih sering terkena namun,
endometriosis dapat juga mempengaruhi traktus intestinalis (kolon rektosigmoid) dan traktus
urinarius.
Berdasarkan data dari Ralph C. & Martin L. (2009), endometriosis menyerang 10-20% wanita yang
masih mengalami menstruasi dan ditemukan pada 30-45% wanita infertil yang menyebabkan 20%
dari seluruh operasi di bidang ginekologi serta merupakan satu-satunya penyebab perawatan inap
non kebidanan (>5%) pada waita berumur 15-44 tahun. Perbedaan utama endometriosis remaja dan
dewasa adalah hubungannya dengan kelainan kongenital pada saluran reproduksi pasien pubertas
(William M., 2005).
2.3 Klasifikasi Endometriosis
Sistem klasifikasi untuk endometriosis pertama kali dibuat oleh American Fertility Society (AFS) pada
tahun 1979 yang kemudian berubah nama menjadi ASRM pada tahun 1996. ASRM merevisi
klasifikasi endometriosis pada tahun 1996, yang dikenal dengan sistem skoring revisied AFS (r-ASF).
Sistem ini membagi edometriosis kedalam empat derajat keparahan, yaitu:
Sumber: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia dalam Panduan Nasional Pelayanan
Kedokteran (PNPK): Nyeri Endometriosis
Menurut ARM, endometriosis dapat diklasifikasikan ke dalam 4 derajat keparahan tergantung pada
lokasi, luas, kedalaman implantasi dari sel endometriosis, adanya perlangketan dan ukuran dari
endometrioma ovarium.
Sumber: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia dalam Panduan Nasional Pelayanan
Kedokteran (PNPK): Nyeri Endometriosis
2.4 Etiologi
Etiologinya tidak diketahui, tetapi ada beberapa mekanisme yang mungkin berperan penting dalam
pathogenesis. Mekanisme dari penyakit ini adalah menstruasi retrograde (sel-sel endometrium
bergerak mundur melalui tuba falopii memasuki rongga abdomen) atau penyebaran melalui sistem
limfatik atau perdarahan. Jaringan yang nyasar tersebut biasanya ditemukan menempel pada
ovarium, permukaan posterior uterus, ligamentum uterosakral, ligamentum latum, atau pada usus.
Namun, banyak teori telah diusulkan untuk menjelaskan presentasi klinis penyakit.
1. Teori implantasi yaitu implantasi sel endometrium akibat regurgitasi transtuba pada
saat menstruasi.
2. Teori metaplasia, yaitu metaplasia sela multipotensial menjadi endometrium, namun teori ini tidak
didukung bukti klinis maupun eksperimen.
3. Teori induksi, yaitu kelanjutan teori metaplasia dimana faktor biokimia indogen menginduksi
perkembangan sel peritoneal yang tidak diperesiansi menjadi jaringan endometrium (Mansjoer,
2001: 381).
4. Teori sistem kekebalan, kelainan sistem kekebalan menyebabkan jaringan menstruasi tumbuh di
daerah selain rahim.
5. Teori genetik, keluarga tertentu memiliki faktor tertentu yang menyebabkan kepekaan yang tinggi
terhadap endometriosis. Bahwa anak ataupun penderita endometriosis beresiko besar mengalami
endometriosis sendiri.
6. Teori Retrograde menstruation (menstruasi yang bergerak mundur) menurut teori
ini, endometriosis terjadi karena sel-sel endometrium yang dilepaskan pada
saat menstruasi mengalir kembali melalui tubake dalam rongga pelvis.
Studi terhadap kembar dan keluarga menunjukkan adanya keterlibatan komponen genetik. Konsumsi
daging merah dan trans fats berhubungan dengan peningkatan risiko endometriosis yang
dikonfirmasi dengan laparoskopi, dan makan buah-buahan, sayuran hijau, dan asam lemak n-3 rantai
panjang dikaitkan dengan penurunan risiko. Laktasi lama dan kehamilan multipel bersifat protektif.
Endometriosis dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit autoimun, endometrioid ovarium, clear-
cell karsinoma, serta kanker lainnya, termasuk limfoma non-Hodgkin dan melanoma.
2.5 Patofisiologi
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan
penderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit seperti ini, karena adanya gen
abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut.
Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal
tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan seksresi estrogen dan progresteron
menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel
endometrium biasa, sel-sel endometriosis seperti ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar
estrogen dan progresteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan microorganism
masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan makrofag dan menyebabkan
respon imun tubuh menurun, dan menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat
seiring dengan peningkatan perkembangan sel abnormal. Jaringan endometrium tumbuh di luar
uterus, terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum
tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium
adalah bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenal dalam endometriosis.
Sel endometrial seperti ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel endometrial
seperti ini memiliki kesempatan buat mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh
lainnya.
Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstra uterin seperti ini dapat dipengaruhi oleh siklus
endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan
progresteron meningkat, jaringan endometrial seperti ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada
saat terjadi perubahan, kadar estrogen dan progresteron lebih rendah atau berkurang. Jaringan
endometrial seperti ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvic seperti ini disebabkan karena iritasi peritoneum dan menyebabkan nyeri
saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah di pelvis akan
menyebabkan adhesi atau perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal seperti ini akan
menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan terkait, nyeri saat
latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks.
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba falopii. Adhesi di uterus menyebabkan uterus
mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba falopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung
fimbriae buat membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan
terjadinya infertilisasi pada endometriosis.
Pada intinya, endometriosis berespon seperti endometrium normal, jadi ikut menebal, melepaskan
diri, dan sebagainya seperti selama siklus haid biasa, termasuk perdarahan. Pada ovarium, beruba
endometrium (kista yang dilapisi endometrium yang berfungsi). Bila berdarah ke dalam, isi kista
tampak berwarna coklat disebut kista coklat. Bila perdarahan ke luar akan timbul perlengketan-
perlengketan dalam rongga peritoneum.
Penyebab kondisi ini belum jelas, namun ada 2 teori yaitu menstruasi retrograd dan metaplasia. Teori
menstruasi retrograd mengatakan bahwa selama menstruasi ada endometrium yang memasuki tuba
uterine dan akhirnya masuk ke rongga pelvis. Teori metaplasia mengatakan bahwa terdapat sisa
epitel ambrional yang belum berdiferensiasi sampai menarke. Jaringan inilah yang berespon terhadap
estrogen dan progresteron sebagaimana endometrium.
2.6 WOC
Tanda umum adanya endometriosis adalah nyeri pelvis yang parah. Dapat muncul sesekali atau
konstan, dan biasa berkaitan dengan siklus menstruasi si penderita. (Andi Priyatna, 2009)
Gejala paling umum yang menjadi ciri khas kasus endometriosis adalah : (VitaHealth, 2007)
a. Nyeri yang sangat hebat di bagian perut dan sekitar panggul yang terjadi sebelum atau
awal dari siklus haid (75% kasus), sehingga membuat pasien tidak berdaya (pingsan),
tetapi tidak sampai mengancam nyawa. Lokasi nyeri di daerah panggul sering
berhubungan dengan lokasi dari lesi endometriosis. Bila endometriosis telah menyerang
indung telur, rasa nyeri tersebut mungkin berlanjut hingga akhir siklus haid, dan semakin
parah sakitnya berhubungan dengan perkembangan penyakitnya.
b. Nyeri sendi kalau ditekan (fibromyalgia), yang disertai dengan kelelahan sehingga
membuat tidak nyaman.
c. Sakit sewaktu melakukan hubungan intim atau biasa disebut disperunia (32% kasus).
Sangat umum terjadi pada penderita dengan sebaran endometriosis berlokasi pada
jaringan di belakang rahim dan dinding panggul, serta permukaan dasar panggul dan
ligamen pada daerah tersebut (ligamen uterosakral). Semakin dalam penetrasi pada saat
hubungan seksual, rasa sakit pun akan semakin berat.
d. Perdarahan dari anus sewaktu buang air besar, yang mungkin terasa sangat sakit,
disebabkan tumbuhnya implan endometrium pada usus besar (colon), atau pada saluran
kencing bila kasus endometriosisnya sudah parah.
e. Gangguan pra-haid dan perdarahan pada rahim. Gangguan siklus haid berupa bercak-
bercak menjelang haid dan perdarahan rahim yang tidak seharusnya terjadi. Kurangnya
frekuensi ovulasi, tidak teratur, atau jumlahnya tidak cukup adalah gejala umum yang juga
mungkin dialami penderita endometriosis. Namun, gangguan-gangguan tersebut kurang
spesifik, karena pada penderita yang parah pun sering kali fungsi sel telurnya masih
normal.
f. Terjadi rasa sakit pada waktu buang air kecil, yang kadang-kadang disertai darah di dalam
urin. Hal ini terjadi karena implan tersebut menekan organ tubuh yang membawa kotoran
ke luar (kandung kemih, usus, dan anus)
g. Masalah infertilitas (kemandulan) akibat penyempitan dan tersumbatnya saluran indung
telur, sehingga menghalangi sel telur sampai di rahim. Dalam hal ini terindikasi bahwa
prevalensi endometriosis 3x lebih tinggi pada wanita yang tidak subur dibandingkan dengan
wanita yang subur pada umumnya. Namun, berbagai pendapat menyatakan ada begitu
banyak faktor penyebab infertilitas, dan bahkan banyak pasien endometriosis yang
kemudian masih tetap bisa mengalami kehamilan.
h. Sebagai tambahan, wanita penderita endometriosis bisa mengalami gejala yang
menyerupai gangguan saluran pencernaan (gastrointestinal) dan kelelahan kronis (chronic
fatigue syndrome) yang dialami lebih dari 20% penderita endometriosis di Amerika Serikat.
i. Gangguan fase luteal (luteinized unruptured fillice syndrome), pasien mampu berovulasi,
tetapi bisa keluar dari ovarium. Hal ini pada beberapa kasus menjadi penyebab terjadinya
kemandulan.
Gejala-gejela biasanya berupa nyeri pelvis, infertilitas, dan perdarahan abnormal : (Ralph Benson,
2008)
a. Nyeri Pelvis
Nyeri panggul merupakan tanda utama endometriosis, dengan ciri khas nyeri bersifat kronis dan
berulang, timbul sebagai dismenore didapat atau sekunder. Nyeri biasanya terjadi 24-48 jam sebelum
menstruasi dan mereda beberapa saat setelah timbul menstruasi. Namun rasa tidak nyaman dapat
terjadi selama seluruh interval menstruasi. Nyeri ditandai dengan nyeri konstan,, biasanya pada
pelvis atau punggung bawah (sakrum). Namun nyeri mungkin unilateral atau bilateral dan dapat
menyebar ke tungkai bawah atau selangkang. Jika dibandingkan dengan dismenore primer, nyeri
pelvis lebih konstan dan jarang timbul di bagian garis tengah tubuh. Gejala-gejala pelvis lainnya
adalah kejang yang berat, rasa berat pada panggul dan tekanan pada pelvis.
Dapat terjadi gejala-gejala saluran cerna, tanpa diketahui apakah disertai keterlibatan usus besar
atau tidak, misalnya nyeri perut siklik, konstipasi intermiten, diare, nyeri saat defekasi, dan adanya
darah dalam feses. Gejala-gejala saluran kemih meliputi gangguan frekuensi miksi, disuri, hematuri
perimenstruasi atau hidronefrosis. Penetrasi dalam saat hubungan seks dapat menimbulkan nyeri
hebat (dispareunia) yang dapat berlangsung selama 1-2 jam. Gejala-gejala yang tidak lazim pada
saat menstruasi pernah dilaporkan : kejang (implantasi di sistem saraf pusat) dan hemotoraks atau
hematemesis (implantasi di paru)
b. Infertilitas
Endometriosis didiagnosis hampir 2x lebih sering pada wanita infertil dibanding wanita ferrtil. Karena
itu endometriosis harus dicurigai pada setiap kasus infertilitas.
c. Perdarahan Abnormal
Perdarahan abnormal, tidak berhubungan dengan anovulasi, terjadi pada 15-20% wanita dengan
endometriosis. Gambaran yang khas adalah perdarahan berupa bercak pramenstruasi atau menoragi
atau keduanya.
a. Dismenore
b. Dispareunia
c. Infertilitas
1. Diagnosa klinis
Anamnesa
Keluhan utama dari endometriosis adalah nyeri. Nyeri pelvik kronis yang disertai dengan infertilitas
juga merupakan masalah klinis utama pada endometriosis. Emdometrium pada organ tertentu dapat
menimbulkan efek yang sesuai dengan fungsi organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga.
Riwayat pada keluarga sangat penting untuk diketahui karena penyakit endometriosis bersifat
diwariskan. Keturunan pertama memiliki resiko tujuh kali lebih besar untuk mengalami hal serupa.
Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara perempuan monozigot daripada dizigot.
Rambut dan nevus displastik telah diperlihatkan berhubungan dengan endometriosis.
Jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan adanya gejala fokal siklik pada daerah organ non
ginekologi. Pemeriksaan dilakukan guna mencari penyebab nyeri yang letaknya kurang tegas dan
dalam. Endometrioma pada parut pembedahan bisa berupa pembengkakan yang nyeri dan lunak
fokal dapat menyerupai lesi lain seperti granuloma, abses dan hematom.
Pada genitalia eksterna dan permukaan vagina biasanya tidak didapatkan kelainan. Lesi pada
endometriosis terlihat hanya 14,4% pada pemeriksaan inspekulo, sementara pada pemeriksaan
manual lesi ini teraba pada 43,1% penderita. Ada kaitan antara stenosis pelvik dan endometriosis
pada penderita nyeri pelvik kronik. Paling umum, tanda positif ditemukan pada pemeriksaan bimanual
dan rektovaginal.
-nyeri haid
-Infertilitas
-nyeri haid
2
-tumor >2x2 atau nodul
3 -nyeri haid
-infertilitas
Hasil pemeriksaan fisik yang nnormal tidak menyingkirkan diagnosis endometriosis, pemeriksaan
pelvik sebagai pendekatan non bedah untuk diagnosis endometriosis dapat dipakai pada
endometrioma ovarium.gejala, tanda fisis dan pemeriksaan bimanual dapat digunakan.
4. Dignosa pencitraan
Pencitraan berguna untuk memeriksa penderita endometriosis terutama jika dijumpai massa pelvis
atau adxena seperti endometrioma. Ultrasonografi pelvis secara transabdominal (USG-TA),
transvaginal (USG –TV) atau secara transrektal (TR), CT Scan dan pencitraan resonansi magnetik
telah digunakan secara nir-infasif untuk mengenali implan endometriosis yang besar dan
endometrioma. Tetapi hal ini tak dapat menilai luasnya endometriosis. Bagaimanapun, cara-cara
tersebut masih penting untuk menetapkan sisi lesi atau menilai dimensinya yang mungkin bermanfaat
untuk menentukan pilihan teknik pembedahan yang akan dilakukan.
5. Diagnosa laparoskopi
Dengan pemeriksaan visualisasi langsung ke rongga abdomen, yang pada banyak kasus sering
dijumpai jaringan endometriosis tanpa adanya gejala klinis.
Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam dengan keragaman derajat pigmentasi dan
fibrosis di sekelilingnya. Warna hitam disebabkan oleh timbunan hemosiderin dari serpih haid yang
terperangkap, kebanykan invasi ke peritoneum berupa lesi-lesi atpikal tak berpigmen berwarna merah
atau putih.
Diagnosa endometriosis secara visual pada laparoskopi tak selalu sesuai dengan pemastian
histopatologi meski penderitanya mengalami nyeri pelvik kronik. Endometriosis yang didapat dari
laparoskopi sebesar 36%, ternyata secara histopatologi hanya terbukti 18% dari pemeriksaan
histopatologi.
Warna lesi Aktivita
Dua hal yang harus diperhatikan pada saat dilakukan laparoskopi adalah:
6. Biopsi
Pada pemeriksaan histopatologis dapat dijumpai endometriosis yang menyebuk dalam makrofag
yang termuati hemosiderin dapat dikenal pada 77% bahan biopsi endometriosis. Seara
histopatologis, endometriosis ada beberapa bentuk (distrofik, glanduler, stroma, ataupun diferensiasi
progresif. Diagnosa pasti endometriosis dapat dibuat hanya dengan laparoskopi dan pemeriksaan
histopatologis, yang menampilkan nkelenjar-kelenjar endometrium dan stroma.
7. Stadium endometriosis
Penentuan stadium endometriosis sangat penting dilakukan terutama untuk menerapkan cara
pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil pengobatan. Namun stadium ini tidak memiliki
kolerasi dengan derajat nyeri, keluhan pasien, maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau
infertilitas. Hal ini dapat dipahami karena endometriosis dapat dijumpai pada pasien yang
asimptomatik.
Klasifikasi endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut American Society For Reproductive
Medicine yang telah di revisi pada tahun 1996 yang berbasi pada tipe, lokasi, tampilan, kedalaman
invasi lesi, penyebaran penyakit dan perlengketan.
Penentuan stadium atau keterlibatan endometriosis didasarkan pada system nilai bobot (weighted
point system). Sebaran nilai-nilai tersebut telah ditetapkan secara sembarang. Untuk menjamin
penilaian yang sempurna, inspeksi pelvis hendaknya dilakukan searah jarum jam atau berlawanan.
Catat jumlah, ukuran, dan letak susunan endometriosis, bengkak (plak), endometrioma, dan atau
perlekatan. Pada stadium 1 (minimal), bobot : 1 – 5 ; stadium 2 (ringan), bobot : 6-15 ; stadium 3
(Sedang), bobot 16-40 ; stadium 4 (berat), bobot > 40.
8. CA125
CA 125 merupakan suatu glycoprotein dengan berat molekul tinggi yaitu 200.000 Dalton yang biasa
digunakan untuk marker tumor pilihan pada tumor epithel ovarium. Antigen CA 125 dihasilkan oleh
epitel yang berasal dari epitel coelom (sel mesothelial pleura, pericardium dan peritoneum) dan epitel
saluran muller (tuba, endometrium, dan endoserviks). Permukaan epitel ovarium fetus dan dewasa
tidak menghasilkan CA 125 kecuali kista inklusi, permukaan epitel ovarium yang mengalami
metaplasia dan yang mengalami pertumbuhan papiler.
Pada kelainan ginekologi yang jinak, peningkatan kadar CA 125 ditemukan pada endometriosis,
penyakit radang panggul, myoma uteri, abses tubo ovarial dan TB multiviseral. Pada awal kehamilan
juga dapat dijumpai peningkatan CA 125.
Hubungan antara endometriosis dengan peningkatan kadar CA 125 sudah dikemukakan sejak tahun
1980-an, dimana peningkatan ini terjadi karena konsentrasi yang lebih tinggi dari ektopik
endometrium. CA 125 dihasilkan juga oleh ektopik endometrium dibanding eutopik endometrium. CA
125 dihasilkan juga oleh ektopik endometrium. Selama siklus haid normal, ektopik endometrium
adalah sumber utama dari produksi dan sekresi CA 125 ke dalam rongga kelenjar dan pembuluh
darah sehingga pada beberapa wanita dapat dijumpai peningkatan CA 125 selama menstruasi
berlangsung, baik yang mengalami endometriosis maupun yang tidak. Hal ini mungkin disebabkan
oleh refluks endometrium menstrual ke rongga peritoneum.
CA 125 meningkat pada endometriosis lanjut, sehingga lebih baik sebagai penapisan bagi diagnosis
endometriosis sedang hingga berat (stadium 3 san 4). Kegunaannya terbatas untuk menasah
endometriosis minimal ringan, karena kepekaan teranya rendah.
2. Penatalaksanaan
Penanganan endometriosis bersifat simtomatis yaitu tergantung pada keluhan dan gejala klinisnya.
Tujuan penanganan endometriosis adalah mengontrol nyeri, mengontrol perkembangan penyakit
endometriosis dan mempertahankan fertilitasnya. Terdapat tiga bentuk cara penanganan
endometriosis, yaitu secara bedah, medikamentosa dan kombinasi bedah dengan medikamentosa.
Nyeri biasanya ditangani dengan terapi hormon dan terapi bedah, sedangkan infertilitas ditangani
dengan terapi bedah dan terapi spesifik untuk infertilitas, misalnya inseminasi atau fertilisasi in vitro.
1. Terapi Bedah
Terapi bedah pada endometriosis bisa dilakukan dengan cara laparotomi dan laparoskopi, namun
menurut Sinaii sebagian besar (69,1%) dilakukan dengan laparoskopi. Hampir sebagian besar
dimulai dengan tindakan laparoskopi diagnostik, walaupun sebenarnya pengenalan dan konfirmasi
terhadap lesi endometriosis tidaklah mudah. Terdapat tiga tampilan lesi endometriosis, yaitu lesi
peritoneum, lesi vagina dan lesi supra vagina. Lesi peritonium bisa dalam bentuk lesi tipikal, misalnya
: Pukerer black, powder burm dan lain-lain, bisa juga dalm bentuk red flame- lik, white opacification,
glandular excrescences. Saat laparoskopi diagnostik ditentukan gradasi endometriosis dengan
menggunakan sistem klasifikasi menurut ASRM. Berdasarkan panduan ESHRE disebutkan
bahwa inspeksi visual dengan laparoskopi merupakan standar emas untuk diagnosis definitif
endometriosis.
Saat terapi bedah dilakukan dua hal, yaitu mempertahankan kesuburan dengan memperbaiki distorsi
anatomi adneksa dengan cara melakukan pembebasan perlekatan, mengambil jaringan/ implan
endometriosis yang dilakukan dengan cara ablasi atau eksisi. Beberapa hal penting yang harus
diperhatikan saat melakukan tindakan bedah adalah: usia penderita, gradasi penyakit endometriosis,
berat ringannya keluhan dan kebutuhan untuk fertilitasnya.
2. Terapi Obat
k samping
mbengkakan perut, nyeri payudara, peningkatan nafsu makan, pembengkakan pergelangan kaki, mual, perdarahan diantara 2
darahan diantara 2 siklus menstruasi, perubahan suasana hati, depresi, vaginitis atrofika.
nambahan berat badan, suara lebih berat, pertumbuhan rambut, hot flashes, vagina kering, pembengkakan pergelangan kaki, k
ngecil, perubahan suasana hati, kelainan fungsi hati, sindroma terowongan karpal.
3. Radiasi
Pengobatan ini bertujuan untuk menghentikan fungsi ovarium, terapi cara ini tidak dilakukan lagi,
kecuali jika ada kontra indikasi terhadap pembedahan.
4. Radioterapi
Dilakukan pada penderita yang diagnosanya sudah jelas dan keadaan umumnya kurang baik.
2. Komplikasi
Infertilitas dapat terkait dengan pembentukan parut dan distorsi anatomi karena endometriosis,
namun endometriosis juga dapat mengganggu dengan cara yang lebih halus: sitokin dan bahan kimia
lain mungkin akan dirilis yang mengganggu reproduksi. Komplikasi dari endometriosis termasuk usus
dan obstruksi saluran kemih akibat perlengketan pelvis. Juga, peritonitis dari perforasi usus dapat
terjadi.
2. Prognosis
Endometriosis ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3 wanita yang tidak ditatalaksana
secara aktif. Manajemen medis (supresi ovulasi) untuk mengurangi nyeri pelvis tapi tidak untuk
pengobatan endometriosis yang berkaitan dengan infertilitas. Namun, tetap ada potensi untuk
konsepsi. Kombinasi estrogen progestin meredakan nyeri pelvis. Setelah 6 bulan terapi danazol,
sebesar 90% pasien dengan endometiosis sedang mengalami penurunan nyeri pelvis. Total
abdominal hysterectomy and bilateral salpingo-oophoretomy dilapokan hingga 90% dalam
meredakan nyeri. Kehamilan masih mungkin begantung pada keparahan penyakit. Tanda dan gejala
secara umum menurun dengan adanya onset menopause dan selama kehamilan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 KASUS
Ny.T berusia 28 tahun dan sudah menikah. Ny T mengeluh mengalami periode menstruasi yang
berat disertai nyeri abdomen kuadran kiri dan nyeri pelvis berat. Nyeri yang dirasakan semakin
bertahap dan memburuk. Nyeri saat awal menstruasi dirasakan klien sejak berusia 18 tahun.
Menstruasinya biasanya banyak dari hari pertama sampai hari keempat dan menstruasi berlangsung
hingga 8 hari, setiap hari klien ganti pembalut lebih dari lima kali. Klien tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol. Ny T. Mengatakan merasa nyeri saat bersenggama (dispareunia). Ia dan
suaminya ingi memiliki anak, tetapi ia tidak pernah bisa mengandung walau ia telah menikah selama
tiga tahun. Ny. T mengatakan bahwa ia merasa lemah dan lelah. Suatu diagnosis sementara
endometriosis telah ditetapkan. Dan tindakan laparoskopi untuk mengkonfirmasi diagnosis tersebut
dijadwalkan.
3.2 Pengkajian
a. Identitas
Nama: Ny. T
Umur: 28 tahun
Jenis kelamin: P
Alamat: Surabaya
Pekerjaan: Ibu rumah tangga
b. Keluhan Utama
Ny T mengeluh mengalami nyeri abdomen kuadran kiri dan nyeri pelvis berat dan nyeri saat
bersenggama.
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan nyeri saat menstruasi dan bersenggama. Menstruasi biasanya banyak dari hari
pertama sampai hari keempat dan menstruasi berlangsung hingga 8 hari, setiap hari klien ganti
pembalut lebih dari lima kali.
f. Head To Toe
1. Kepala:
2. Mata:
3. Hidung:
6. Pernafasan
7. Sirkulasi jantung
8. Abdomen
Mengecil :-
Linea & Striae :-
Luka bekas operasi: -
Kontraksi :-
Lainnya sebutkan : Nyeri pada abdomen
9. Genitourinary
Perineum : Normal
Vesika urinaria : Oliguri
Endometriosis
DS:
↓
Klien mengeluh sakit pada
perut bagian kiri bawah pada Peningkatan respon thd FH dan
saat menstruasi dan nyeri LSH
pelvis berat
1. Nyeri
↓
DO:
Menstruasi
Klien memegangi perut
bagian kiri bawahnya sambil
menunjukan ekspresi ↓
kesakitan
Kontraksi otot-otot rahim
DS:
Endometriosis
Menstruasi yang dialami klien
biasanya banyak dari hari ↓
pertama sampai hari keempat
dan berlangsung lebih dari 8 Pendarahan per vagina masif
2. hari Syok hipovolemik
saat menstruasi
DO:
Endometriosis
↓
DS : Klien mengaku rendah
diri karena tidak bisa hamil.
Gerakan spontan ujung-ujung
fimbriae
DO: Klien merasa lelah dan
lemah dan lebih memilih
4. bekerja sepanjang hari. ↓ Gangguan citra tubuh
Infertil
3.5 Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan peluruhan endometrium dan endometriosis saat menstruasi.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri klien akan berkurang.
Kriteria evaluasi:
a. Klien mengatakan nyeri berkurang
b. Klien tidak memegang punggung, kepala atau daerah lainnya yang sakit, keringat berkurang.
Intervensi
3. Pantau/ catat karakteristik nyeri ( respon verbal, non verbal, dan respon hemodinamik) klien.
4. Kaji lokasi nyeri dengan memantau lokasi yang ditunjuk oleh klien.
7. Tunjukan sikap penerimaan respon nyeri klien dan akui nyeri yang klien rasakan.
2. Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan massif per vaginam saat menstruasi
Intervensi
4. Kolaborasi:
a. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV : RL, ringer acetat, normosal.
b. Kolaborasi untuk penambahan darah
Intervensi
1. Kaji riwayat seksual dalam kehidupan pasien dan periksa hubungan dengan pasangan seksualnya
2. Berikan informasi terhadap berubahnya pola seksualitas akibat penyakit yang diderita.
3. Perawat berkolaborasi dengan terapis dengan perencanaan modifikasi perilaku untuk membantu pasien
yang berhasrat menurunkan perilaku seksual yang berbeda.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan citra diri klien akan meningkat.
Kriteria evaluasi:
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
2. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pandangan tentang dirinya.
3. Diskusikan dengan system pendukung klien tentang perlunya menyampaikan nilai dan arti klien bagi mereka.
4. Gali kekuatan dan sumber-sumber yang ada pada klien dan dukung kekuatan tersebut sebagai aspek positif.
5. Informasikan dan diskusikan dengan jujur dan terbuka tentang pilihan penanganan gangguan menstruasi seperti
ke klinik kewanitaan, dokter ahli kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA