Hipertensi Pada Kehamilan
Hipertensi Pada Kehamilan
Hingga saat ini hipertensi dalam kehamilan masih merupakan salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnva. Hipertensi dalam kehamilan
berarti tekanan darah meninggi saat hamil. Keadaan ini biasanya mulai pada trimester
ketiga, atau tiga bulan terakhir kehamilan. Kadang-kadang timbul lebih awal, tetapi hal
ini jarang terjadi. Dikatakan tekanan darah tinggi dalam kehamilan jika tekanan darah
sebelum hamil (saat periksa hamil) lebih tinggi dibandingkan tekanan darah di saat
hamil.
Hipertensi menjadi momok bagi sebagian besar penduduk dunia termasuk
Indonesia. Hal ini karena secara statistik jumlah penderita yang terus meningkat dari
waktu ke waktu. Berbagai faktor yang berperan dalam hal ini salah satunya adalah gaya
hidup modern. Pemilihan makanan yang berlemak, kebiasaan aktifitas yang tidak sehat,
merokok, minum kopi serta gaya hidup sedetarian adalah beberapa hal yang disinyalir
sebagai faktor yang berperan terhadap hipertensi ini. Penyakit ini dapat menjadi akibat
dari gaya hidup modern serta dapat juga sebagai penyebab berbagai penyakit non
infeksi. Hal ini berarti juga menjadi indikator bergesernya dari penyakit infeksi menuju
penyakit non infeksi, yang terlihat dari urutan penyebab kematian di Indoensia. Untuk
lebih mengenal serta mengetahui penyakit ini, maka kami akan membahas tentang
hipertensi. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan darah sistolik lebih besar atau
sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik lebih besar atau
sama dengan 90 mmHg (Anindya, 2009).
Hipertensi menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal
jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Tanpa melihat usia atau jenis kelamin,
semua orang bisa terkena hipertensi dan biasanya tanpa ada gejala-gejala
sebelumnya. Hipertensi juga dapat mengakibatkan kerusakan berbagai organ target
seperti otak, jantung, ginjal, aorta, pembuluh darah perifer, dan retina.
Oleh karena itu, negara Indonesia yang sedang membangun di segala bidang
perlu memperhatikan pendidikan kesehatan masyarakat untuk mencegah timbulnya
penyakit seperti hipertensi, kardiovaskuler, penyakit degeneratif dan lain-lain, sehingga
potensi bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pembangunan. Golongan umur
45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan yang terarah.
Hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala,
yang dapat dilakukan pada waktu check-up kesehatan atau saat periksa ke dokter
Hipertensi pada kehamilan bisa saja terjadi pada wanita manapun. Namun hal
ini tentu tidak semua mengalaminya. Tergantung bagaimana kondisi si calon ibu itu
sendiri. Hipertensi adalah nama lain dari tekanan darah tinggi, tekanan yang
diakibatkan dari aliran darah yang dipompa oleh jantung, mengalir cepat sehingga
menekan dan merusak dinding arteri pada pembuluh darah. Kondisi demikian jika
tekanan darah diatas 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik yang biasa ditulis
140/90 mmHg. Oleh karena itu wanita hamil perlu menjaga kondisi kesehatannya
dengan baik agar saat proses kelahiran dapat berjalan dengan selamat.
BAB II
PEMBAHASAN
3.2. Saran
Dari makalah diatas kami berharap agar makalah ini bermanfaat dan memberikan
dampak positif bagi para pembaca. Semoga setelah membaca makalah ini pembaca
dapat lebih banyak mengetahui tentang hipertensi dalam kehamilan serta cara – cara
menghindari hipertensi tersebut.
2. Hipertensi Pada Kehamilan
Penyebab Hipertensi
Ada dua hal penyebab hipertensi, yaitu Hipertensi essensial atau hiipertensi primer di mana
penyebabnya bukan disebabkan oleh adanya gangguan pada jantung atau ginjal, melainkan
disebabkan oleh faktor lain misal dikarenakan pola hidup yang tidak sehat; mengalami stress,
mengkonsumsi garam yang berlebih, merokok, kebiasaan minuman beralkohol dan kafein, pola
makan yang tidak sehat yang mengakibatkan timbunan lemak dan kelebihan berat badan dan
adanya faktor keturunan
Sedangkan hipertensi yang disebabkan oleh adanya gangguan ginjal atau jantung disebut dengan
hipertensi sekunder.
Preeklampsia
Jenis hipertensi pada kehamilan yang paling berbahaya adalah Preeklampsia atau di sebut juga
keracunan kehamilan.
Pre-eklampsia ialah penyakit yg timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yg
timbul karena kehamilan, biasanya istilah lainnya disebut juga keracunan kehamilan
Edema pre-eklampsia terjadinya penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam tubuh,
biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan dan
muka. Kenaikan berat badan sebesar 1 kg dalam seminggu beberapa kali bisa menjadi tanda pre-
eklampsia....
Proteinuria pre-eklampsia terdapat konsentrasi protein dalam air kencing yg melebihi 0,3 g/liter
dan air kencing 400 ml atau kurang dalam sehari. Secara kasar artinya, tandanya air kencing ibu
penderita sedikit banget dalam sehari. ampai saat ini belum diketemukan secara pasti penyebab
dari pre-eklampsia.
Pencegahan
Pola hidup sehat akan meningkatkan potensi ibu untuk terhindar dari hipertensi pada kehamilan.
Jauhi minuman yang beralkohol, jangan biasakan anda merokok, hindari stress, pola makan yang
sehat (konsumsi protein tinggi, hindari konnsumsi berlebih makanan yang mengandung hidrat
arang dan garam berlebih) dan berolahragalah. Selain itu ibu bisa mengkonsumsi beberapa
makanan yang dapat membantu menurunkan tekanan darah seperti coklat, ikan buah jeruk, buah
pisang dan ikan. Lakukan kontrol rutin terhadap kehamilan ibu dan ikuti petunjuk yang
disarankan oleh dokter.
Ketika saya coba menggali lagi akar masalah dari hipertensi ini, dan mencoba membantu mengatasinya,
saya meminta Ny Shinta untuk mengisi dan menjawab beberapa pertanyaan di form skala distres supaya
saya mengetahui sebenarnya ada hal lain apa yang memicu Ny Shinta ini menjadi hipertensi. Dan
memang benar setelah saya melakukan scoring ternyata Ny Shinta mengalami distres yang cukup tinggi,
skornya 60 saat itu.
Langsung saja saat itu saya anjurkan beliau untuk mengikuti kelas Hypnobirthing. Setelah mengikuti 6
kali pertemuan tiap minggunya ternyata tekanan darahnya perlahan-lahan turun dan kembali normal.
Sehingga di umur kehamilan 39 minggu Ny Shinta ini berhasil melahirkan normal dengan nyaman, lancar
bahkan bebas dari rasa nyeri. Tekanan darahnyapun tetap normal hingga saat ini.
Nah dalam artikel ini saya tidak akan membahas banyak tentang hipnobirthing dalam kasus hipertensi
kehamilan, tetapi saya akan membahas tentang apa dan bagaimana hipertensi dalam kehamilan.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg atau tekanan
sistolik lebih atau sama dengan 140 mHg. Tekanan tersebut harus diukur dalam dua kali pengukuran
paling tidak berjarak 6 jam dan tekanan diastolik adalah saat suara korotkoff fase V.
Preeklampsia
Didefinisikan sebagai timbulnya hipertensi, proteinuri setelah kehamilan 20 minggu pada wanita dengan
tekanan darah yang normal sebelumnya. Dapat juga berkaitan dengan gejala dan tanda lainnya seperti
edema, gangguan penglihatan, nyeri kepala, nyeri ulu hati. Preeklampsia dapat timbul sebelum usia
kehamilan 20 minggu pada wanita dengan kehamilan mola atau adanya lupus antikoagulan. Terdapat
dua jenis preeklampsia yaitu
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg dalam dua kali pengukuran
dengan jarak 6 jam
2. Proteinuri sebesar 5 g/24 jam atau +3 atau lebih pada pengukuran semikuantitatif
3. Olguria, produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam
4. Gangguan serebral atau penglihatan, gangguan kesadaran, nyeri kepala, skotoma
5. Edema paru
6. Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas
7. Gangguan fungsi hati tanpa adanya etiologi lain
8. Trombositopenia
9. Pertumbuhan janin terhambat
Eklampsia adalah timbulnya kejang umum atau penurunan kesadaran pada wanita dengan preeklampsia
setelah penyakit neurologis, seperti epilepsi sudah disingkirkan.Jika hipertensi ditemukan pada
kehamilan < 20 minggu dan tidak adanya mola hidatidosa maka wanita tersebut didiagnosis dengan
hipertensi kronik. Dan bila kemudian timbul proteinuri maka disebut preeklampsia superimposed.
Kriteria lain preeklampsia superimposed adalah peningkatan tekanan darah yang mendadak, timbulnya
hemolisis, gangguan fungsi hati, timbulnya sindroma hellp.
Etiologi
Teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeklampsia harus memperhatikan pengamatan
bahwa penyakit hipertensi karena kehamilan lebih mungkin terjadi pada wanita yang:
Terpajan villi korialis untuk pertama kalinya
Terpajan villi korialis yang jumlahnya banyak, seperti dalam kembar atau mola hidatidosa
Mempunyai penyakit vaskuler sebelumnya
Mempunyai predisposisi genetik untuk hipertensi
Meskipun vili korialis penting dalam etiologi preeklampsia, namun letaknya tidak harus di dalam
uterus dan juga janin tidak menjadi penentu timbul atau tidaknya preeklampsia. Apapun etiologi
yang mendasarinya, kaskade peristiwa yang menghasilkan sindrom preeklampsia mempunyai
ciri kerusakan endotel vaskuler dengan vasospasme, transudasi plasama yang diikuti sekuele
iskemia dan trombosis.
Beberapa mekanisme sudah diajukan untuk menjelaskan etiologi preeklampsia. Menurut sibai,
etiologi yang dianggap potensial adalah
Invasi trofoblas pembuluh darah uterina yang abnormal
Intoleransi imunologis antara jaringan maternal dan janin-plasenta
Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskuler atau inflamasi selama kehamilan
Defisiensi nutrisi
Pengaruh genetik
Patofisiologi
Preeklampsia adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala yang mempunyai konsekuensi patofisiologi
pada seluruh sistem tubuh. Perubahan pada masing-masing sistem organ saling mempengaruhi dan juga
derajat patologi masing-masing sistem organ berbeda-beda sehingga spektrum penyakit preeklampsia-
eklampsia sangat bervariasi.
Gangguan pada sistem kardiovaskuler umum ditemukan pada pasien preeklampsia atau eklampsia. Hal
ini berkaitan dengan meningkatnya beban afterload karena hipertensi, perubahan preload yang
diakibatkan oleh berkurangnya hipervolemia pada kehamilan dan aktivasi endotel dengan ekstravasasi
plasma. Derajat aberasi kardiovaskuler tergantung beberapa faktor, termasuk beratnya hipertensi, ada
tidaknya penyakit kronik, ada tidaknya preeklampsia dan waktu pemeriksaan.
Hemokonsentrasi adalah fitur utama dari preeklampsia-eklampsia. Wanita dengan berat badan rata-rata
seharusnya mempunyai 5000 cc volume darah pada saat aterm dibandingkan 3500 cc pada wanita yang
tidak hamil. Pada preeklampsia-eklampsia volume yang meningkat sebesar 1500 cc tidak terjadi. Dengan
adanya hemokonsentrasi, vasospasme dan kebocoran endotel maka wanita dengan preeklampsia-
eklampsia sensitif terhadap terapi cairan yang diberikan dan terhadap kehilangan darah saat persalinan.
Kelainan hematologi juga terjadi pada beberapa wanita dengan preeklampsia. Trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan dan hemolisis eritrosit adalah yang sering terjadi. Penurunan jumlah
trombosit diakibatkan oleh aktivasi platelet, agregasi dan konsumsi yang meningkat disertai rentang
hidup yang berkurang. Trombositopenia di bawah 100.000/ul menggambarkan proses penyakit yang
berat, dan biasanya akan terus menurun. Setelah persalinan, jumlah trombosit akan meningkat progresif
untuk mencapai kadar normal dalam 3-5 hari. Preeklampsia berat sering disertai dengan hemolisis yang
ditandai dengan kadar LDH yang meningkat. Bukti lainnya adalah pada apus darah tepi banyak terjadi
perubahan morfologi eritrosit seperti schizocytosis, spherocytosis dan retikulocytosis. Hal ini disebabkan
oleh hemolisis mikroangiopati yang diakibatkan oleh disfungsi endotel yang disertai dengan deposit
fibrin dan agregasi trombosit. Adanya perubahan membran eritrosit, meningkatnya agregasi akan
memfasilitasi kondisi hiperkoagulasi. Perubahan laboratorium kearah kondisi hiperkoagulasi pada
dasarnya bersifat ringan. Oleh karena itu pemeriksaan rutin faktor koagulasi, termasuk PT/APTT dan
fibrinogen tidak diperlukan pada pasien dengan preeklampsia-eklampsia. Trombofilia adalah defisiensi
faktor pembekuan yang mengakibatkan kondisi hiperkoagulasi. Hal ini berhubungan dengan
preeklampsia early-onset. Dilaporkan juga bahwa kadar antitrombin lebih rendah pada wanita dengan
preeklampsia dibandingkan dengan wanita normal atau dengan hipertensi kronis. Adanya
trombositopenia, hemolisis dan peningkatan enzim hati disebut sindroma HELLP yang merupakan
perburukan dari preeklampsia. Beberapa klinisi memberikan kortikosteroid untuk mengurangi berat
penyakit. Pasien dengan sindroma HELLP mempunyai angka komplikasi yang tinggi, Haddad dkk
menemukan pada 40% kasus.
Perubahan pada sistem endokrin, homeostasis juga terjadi pada pasien dengan preeklampsia-eklampsia.
Volume cairan ekstraseluler akan meningkat, diakibatkan oleh adanya kerusakan endotel. Akibat adanya
kadar protein yang menurun maka terjadi tekanan onkotik yang rendah dan memfasilitasi terjadinya
ekstravasasi cairan ke ekstrasel. Terjadi juga perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus yang berkurang
yang mungkin diakibatkan oleh volume plasma yang berkurang. Sebagai akibatnya pada pasien dengan
preeklampsia maka kadar kreatinin plasma akan meningkat hingga 2 kali kadar kehamilan normal (dari
0,5 mg/dl menjadi 1,0 mg/dl). Pada kasus yang lebih berat lagi yang disertai dengan vasospasme
intrarenal maka kadar kreatinin dapat mencapai 2-3 mg/dl. Secara anatomis juga terjadi perubahan
pada ginjal, yaitu adanya endoteliosis kapiler glomerulus yang ditandai dengan pembengkakan endotel
kapiler glomerulus yang disertai deposit materi protein subendotel. Pada kasus yang berat dapat terjadi
kegagalan ginjal yang diakibatkan oleh nekrosis tubuler akut dengan ciri oliguri atau anuria dan
peningkatan kadar kreatinin yang cepat (sekitar 1 mg/dl/hari).
Perubahan pada hepar wanita eklampsia pertama kali dikemukakan oleh Virchow pada tahun 1856. Lesi
yang khas adalah perdarahan periportal di perifer hepar. Sheehan dan Lynch menemukan perdarahan
yang disertai infark pada 50% kasus. Perdarahan yang terjadi biasanya ditangani secara konservati
kecuali hematom bertambah besar, yang memerulukan intervensi bedah.
Preeklampsia-eklampsia juga mengakibatkan perubahan pada susunan saraf pusat. Perubahan anatomis
yang bisa terjadi adalah perdarahan akibat robeknya pembuluh darah karena hipertensi dan mungkin
juga timbul edema, hiperemi, iskemi, trombosis dan perdarahan. Pada perubahan yang pertama lebih
sering terjadi pada wanita dengan hipertensi kronik sebelumnya. Dengan teknologi dopler maka
sekarang dapat dilakukan pengukuran aliran darah dan perfusi serbral nir invasif. Belfort dkk
menemukan bahwa preeklampsia berhubungan dengan peningkatan tekanan perfusi serebral yang
dilawan dengan peningkatan resistensi serebrovaskuler sehingga tidak ada perubahan aliran darah
serebral. Pada eklampsia, karena hilangnya autoregulasi aliran serebral, terjadi hiperperfusi seperti yang
ditemukan pada ensefalopati hipertensi. Zeeman dkk dengan studi MRI menemukan bahwa kehamilan
normal berhubungan dengan penurunan 20% aliran darah serebral sedangkan pada preeklampsia terjadi
hiperperfusi yang mungkin berperan pada edema vasogenik yang ditemukan pada MRI.
Selain pada sirkulasi maternal, preeklampsia-eklampsia juga mempengaruhi perfusi uteroplasenta akibat
adanya vasospasme. Brosens dkk melaporkan rerata diameter arteriol spiralis miometrium sebesar 200
µm pada wanita dengan preeklampsia dibandingkan rerata diameter 500 µm pada wanita dengan
kehamilan normal. Pemeriksaan penurunan perfusi uteroplasenta dilakukan secara indirek
menggunakan doppler. Dari penelitian yang ada, peningkatan resistensi terjadi pada beberapa namun
tidak semua kasus preeklampsia.
Diagnosis
Hipertensi didiagnosis bila tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih dengan menggunakan fase
5 korotkoff sebagai definisi tekanan diastolik. Peningkatan tekanan sistolik sebesar 30 mmHg dan
diastoli sebesar 15 mmHg tidak lagi direkomendasikan sebagai kriteria diagnostik. Proteinuria yang
signifikan adalah bila melebihi 300 mg/24 jam atau 30 mg/dl (positif 1 pada dipstick) yang menetap pada
sampel urin acak.
Bila ditemukan hipertensi pada wanita hamil tanpa disertai adanya proteinuria maka disebut hipertensi
dalam kehamilan atau hipertensi transien bila tidak timbul preeklampsia dan tekanan darah menjadi
normal dalam 12 minggu pasca persalinan. Jadi hipertensi dalam kehamilan sebenarnya diagnosis
eksklusi dan perlu diingat bahwa beberapa pasien dapat memburuk menjadi preeklampsia.
Preeklampsia didiagnosis bila adanya hipertensi yang disertai proteinuria. Disebut preeklampsia berat
bila memenuhi kriteria yang ada di atas.
Penatalaksanaan Medis
Dalam dunia kedokteran, Hipertensi dalam kehamilan pada prinsipnya ditangani secara rawat jalan.
Dilakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin setiap minggu. Jika terdapat tanda
pertumbuhan janin terhambat maka dilakukan perawatan untuk menilai kesejahteraan janin dan perlu
tidaknya terminasi kehamilan. Selama rawat jalan pasien dan keluarga diberikan informasi mengenai
tanda bahaya yang mengarah ke preeklampsia atau eklampsia.
Prinsip utama penanganan preeklampsia adalah terminasi kehamilan dengan trauma terkecil baik pada
ibu dan janin, melahirkan bayi yang viabel dan mengembalikan kesehatan ibu secara komplit.
Preeklampsia ringan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu maka dilakukan pemantauan 2 kali
seminggu untuk menilai tekanan darah, urin dan kondisi janin. Selama pemantauan tidak perlu diberikan
antikonvulsan, sedatif atau penenang , antihipertensi dan restriksi garam. Jika kehamilan lebih dari 37
minggu dan ada tanda perburukan kondisi janin seperti cairan amnion yang berkurang atau
pertumbuhan janin terhambat maka persalinan perlu dipercepat. Jika serviks matang maka dilakukan
amniotomi dan induksi oksitosin. Jika serviks tidak matang, dilakukan pematangan dengan prostaglandin
atau kateter folley atau dilakukan seksio sesarea.
Preeklampsia berat ditangani hampir sama dengan eklampsia dengan perbedaan bahwa lahirnya bayi
harus dalam 12 jam setelah kejang pada kasus dengan eklampsia. Seperti telah disebutkan terminasi
kehamilan adalah prinsip penanganan preeklampsia, jadi pada preekalmpsia berat prinsip utamanya
adalah pencegahan kejang dan kerusakan organ dan melahirkan bayi. Magnesium sulfat parenteral
adalah obat antikonvulsan yang efektif tanpa depresi sistem saraf pusat bayi dan ibu. Kadar terapeutik
adalah sebesar 4-7 mEq/L . Refleks patella akan menghilang pada kadar 10 mEq/L dan merupakan tanda
toksisitas paling awal. Jika kadar melebihi 10 mEq/L maka akan timbul depresi pernafasan dan henti
nafas terjadi pada kadar 12 mEq/L atau lebih. Pemberian MgSO4 harus memperhatikan fungsi ginjal,
karena ekskresinya tergantung dari ekskresi oleh ginjal. Estimasi fungsi ginjal dilakukan dengan
mengukur kadar kreatinin plasma, dimana bila kadar > 1,3 mg/dl maka pemberian MgSO4 rumatan
diberikan dalam setengah dosis. Pada kasus toksik, pemberian Ca glukonat 1 gr intravena dengan
menghentikan pemberian MgSO4 dapat mengatasi depresi pernafasan. Namun pada kasus berat atau
disertai henti jantung maka intubasi dan ventilasi mekanik harus dilakukan.
MgSO4 menunjukkan efektifitas yang baik dalam mencegah kejang. Penelitian Eclampsia Trial
Collaborative Group menunjukkan bahwa wanita yang diterapi MgSO4 memiliki kejang ulangan 50%
lebih rendah dibandingkan yang diberikan diazepam. Kelompok MgSO4 juga mempunyai angka
kematian maternal yang lebih rendah. Sekitar 10-15% wanita dengan eklampsia akan mengalami kejang
ulangan dalam pengobatan MgSO4. Dosis tambahan sebesar 2 gr intravena dapat diberikan. Pada kasus
eklampsia puerpuralis maka pemberian MgSO4 dilakukan selama 24 jam.
Obat antihipertensi diberikan bila tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih. Target terapi adalah
untuk mempertahankan tekanan diastolik 90-100 mmHg untuk mencegah timbulnya perdarahan otak.
Pilihan obat antihiperensi adalah hidralazin, labetalol atau nifedipin dengan cara pemberian sebagai
berikut :
Hidralazin diberikan 5 mg iv secara perlahan setiap 5 menit sampai tekanan darah turun. Diulang setia
Labetolol diberikan 10 mg iv, jika respon tidak adekuat setelah 10 menit maka diberikan lagi labetolol
20 mg iv. Naikan dosis menjadi 40 mg dan kemudian 80 mg jika tidak didapat respon setelah 10
menit pemberian.
Nifedipin diberikan 5 mg sub lingual, jika tekanan diastolik masih di atas 110 mmHg setelah 10 menit
Prognosis
Wanita dengan hipertensi yang timbul dalam kehamilan harus dievaluasi pasca persalinan dan diberikan
konseling mengenai kehamilan berikutnya dan risiko kardiovaskuler. Jika setelah 12 minggu tekanan
darah masih di atas normal maka disebut hipertensi kronik. Wanita dengan riwayat preklampsia
mempunyai risiko lebih tinggi untuk timbul hipertensi dalam kehamilan berikutnya. Sibai dkk
menemukan bahwa nullipara yang didiagnosis preeklampsia sebelum 30 minggu mempunyai risiko
rekurensi sebesar 40% pada kehamilan berikut. Juga harus diingat bahwa wanita dengan preeklampsia
early-onset mungkin mempunyai penyakit yang mendasari sehingga dapat mempengaruhi kesehatan
jangka panjang.
Penatalaksanaan Holistik
Dalam menangani keluhan dan masalah klien, apalagi ibu hamil tentunya harus ditangani secara holistik
atau menyeluruh. Dalam penjabaran di atas, saya sudah coba untuk menjabarkan tentang berbagai
penatalaksaanaan yang dilakukan oleh dokter ketika menangani klien-nya yang menderita hipertensi
dalam kehamilannya. Namun tentunya ada berbagai upaya lain yang bisa Anda lakukan bersama
therapis yang Anda percaya untuk membantu mengatasi masalah ini. Nah ada beberapa alternatif
therapy yang bisa Anda lakukan demi menurunkan dan menstabilkan tekanan darah tersebut:
2. Biofeedback.
3. Hypnobirthing
4. Meditasi
5. Stress Management
6. Yoga.
Namun sekalilagi dalam artikel ini saya tidak akan membahas lebih lanjut tentang theapi alternative
tersebut, tetapi saya akan membahasnya di artikel lain. Dalam website ini.
Semoga bermanfaat
Daftar Pustaka
1. Hypertensive disorders in pregnancy. In Cunningham et al, ed. Williams Obstetrics 22nd edition.
McGraw-Hill. 2005
2. Managing Complication in Pregnancy and Childbirth : A guide for midwives and doctors. WHO,
2003.
HDK - Hipertensi dalam Kehamilan adalah penyebab kematian utama ketiga pada ibu
hamil setelah perdarahan dan infeksi.
Bagaimana suatu peristiwa kehamilan dapat memicu atau memperberat hipertensi
merupakan pertanyaan yang masih belum memperoleh jawaban yang memuaskan.
Angka kejadian Hipertensi dalam Kehamilan kira-kira 3.7 % seluruh kehamilan.
Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill,
2005
DIAGNOSIS
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah istirahat ≥ 140/90 mmHg.
Kriteria edema pada PE sudah tidak digunakan lagi oleh karena selain subjektif dan juga tidak
mempengaruhi “out-come” perinatal.
KRITERIA MINIMUM
PRE-EKLAMPSIA BERAT ( PE disertai dengan satu atau lebih gejala berikut dibawah ini) :
3. Eklampsia
Kejang yang tidak diakibatkan oleh sebab lain pada penderita pre eklampsia
Proteinuria “new onset” ≥ 300 mg / 24 jam pada penderita hipertensi yang tidak menunjukkan
adanya proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
atau
Peningkatan TD atau kadar proteinuria secara tiba tiba atau trombositopenia < 100.000/mm3
pada penderita hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
5. Hipertensi Kronis
TD ≥ 140 / 90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak terkait
dengan penyakit trofoblas gestasional
HT terdiagnosa pertama kali setelah kehamilan 20 minggu dan menetap sampai > 12 minggu
pasca persalinan.
1. HIPERTENSI GESTASIONAL
2. PRE-EKLAMPSIA
Sindroma khusus dalam kehamilan yang berupa hipertensi yang disertai dengan vasospasme
generalisata (menyebabkan gangguan perfusi organ vital) dan aktivasi endotelial.
Hipertensi dan Proteinuria adalah kriteria PE. Proteinuria adalah protein dalam urine >300
mg/24 jam ; atau 30 mg/dL (dipstick 1+)
Derajat proteinuria bervariasi selama 24 jam, sehingga hasil kadar protein sesaat tidak
merefleksikan keadaan sebenarnya.
Nyeri epigastrium diakibatkan oleh nekrosis hepatoseluler, iskemia dan edema hepar yang
meneybabkan regangan kapsule Glisson. Nyeri epigastrium sering disertai dengan kenaikan
kadar serum hepatik transaminase (indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan)
Trombositopenia adalah tanda memburuknya PE dan disebabkan oleh aktivasi dan agregasi
platelet akibat vasospasme yang merangsang hemolisis mikroangiopatik.
Faktor lain yang menunjukkan beratnya penyakit adalah disfungsi jantung dan edema paru
serta PJT
Derajat preeklampsia
Derajat beratnya PE dinilai dari frekuensi dan intensitas masing-masing abnormalitas seperti yang
terlihat pada tabel dibawah.
Penyimpangan dari nilai normal yang semakin banyak merupakan indikasi untuk melakukan terminasi
kehamilan semakin kuat.
Pemisahan PE ringan dan PE Berat secara tegas dapat menimbulkan kesulitan oleh karena penyakit
ringan dapat dengan cepat berubah menjadi penyakit yang berat.
Perlu diperhatikan bahwa tingginya tekanan darah bukan merupakan penentu utama klasifikasi berat
atau ringannya PE.
Click gambar untuk memperbesar
Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill,
2005
3. EKLAMPSIA
Pre-eklampsia yang disertai dengan kejang dan kejang tersebut tidak disebabkan oleh faktor-faktor
lainnya.
Kejang bersifat menyeluruh dan dapat terjadi sebelum, selama atau sesudah persalinan.
Pada nulipara, kejang kadang-kadang dapat terjadi sampai 48 jam Pasca Persalinan.
Chames dkk (2002) : dengan memperbaiki kualitas perawatan prenatal, sejumlah kasus eklampsia
intrapartum atau antepartum dapat dicegah.
Semua penyakit HK apapun penyebabnya memiliki predisposisi untuk berkembang menjadi PE atau E
selama kehamilan.
Diagnosa adanya latar belakang HK dibuat bila :
Faktor anamnesa tambahan yang dapat membantu menegakkan diagnosis hipertensi kronis adalah :
1. Multipara
2. Riwayat HT pada kehamilan sebelumnya. Keadaan ini sering pula disertai dengan
kecenderungan
3. Menurun dalam keluarga.
Diagnosa HK menjadi sulit ditegakkan bila kunjungan antenatal pertama kali dilakukan setelah lewat dari
pertengahan kehamilan.
Tergantung lamanya penyakit, komplikasi hipertensi kronis dapat berupa hipertrofi ventrikular,
dekompensasi jantung, CVA-cerebro vascular accident atau kerusakan ginjal.
25% kasus hipertensi kronis akan berkembang menjadi superimposed PE
Pada hipertensi kronis superimposed PE sering kali disertai dengan solusio plasenta.
Janin pada penderita Hipertensi Kronis sering mengalami :
Pada penderita HK, terjadi peningkatan tekanan darah pada kehamilan > 24 minggu. Bila disertai dengan
proteinuria maka disebut hipertensi kronis superimposed PE.
Superimposed PE muncul lebih dini dibandingkan jenis PE “murni” dan cenderung lebih parah serta
seringkali disertai dengan PJT.
Faktor resiko :
1. Usia
o HG sering terjadi pada pasien nullipara dan usia “tua” (> 35 tahun)
2. Kehamilan kembar
3. Paritas
4. Ras : sering terjadi pada afro-america
5. Predisposisi genetik
6. Faktor lingkungan : kebiasaan hidup
ETIOLOGI
Teori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi PE harus dapat menjelaskan kenyataan
bahwa HDK seringkali terjadi pada :
1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara )
2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah ( pada kehamilan kembar atau mola
)
3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan.
4. Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi .
Pada proses implantasi normal : arteri spiralis mengalami “remodeling” secara ekstensif akibat invasi
oleh trofoblast endovaskular (gambar atas)
Pada PE : invasi trofoblastik berlangsung secara tak sempurna. Pembuluh darah desidua ( bukan
pembuluh darah miometrium ) terbungkus dengan trofoblas endovaskular.
Besarnya gangguan invasi trofoblas pada arteri spiralis berhubungan dengan beratnya HT yang terjadi.
Kerusakan endothelium.
Insudasi bahan dalam plasma kedalam dinding pembuluh darah.
Proliferasi sel miointima dan nekrosis bagian medial.
Terdapat akumulasi lipid pada sel miointima dan makrofag, sel yang mengandung lipid tersebut disebut
artherosis (gambar bawah)
Artherosis dalam pembuluh darah
Obstruksi lumen arteri spiralis akibat artherosis menyebabkan terganggunya aliran darah.
Redman dan Sargent (2003) : gangguan perfusi plasenta akibat artherosis arteri spiralis adalah awal
kejadian sindroma PE.
2. FAKTOR IMUNOLOGI
Terdapat sejumlah bukti yang menyatakan bahwa PE adalah penyakit dengan mediasi imunologi.
Resiko PE meningkat pada keadaan dimana pembentukan “blocking antibody” terhadap “placental
site” terganggu.
Dekker dan Sibai (1998) meneliti peranan maladaptasi imunologis dalam patofisiologi PE. Dimulai sejak
trimester kedua, pasien yang akan menderita PE mempunyai helper T cell (Th1) yang rendah
dibandingkan mereka yang tidak akan menderita PE.
Ketidak seimbangan Th1/Th2 ( Th2 yang lebih dominan) tersebut dipengaruhi oleh adenosin.
Yoneyama dkk (2002) kadar adenosin pada penderita PE lebih besar dibandingkan yang normotensif.
Helper cell T lympocyte menghasilkan cytokine spesifik yang memudahkan implantasi dan disfungsi dari
helper cell lymphocyte dan keadaan ini akan menyebabkan terjadinya PE.
Pada penderita dengan antibodi anticardiolipin, lebih sering terjadi kelainan plasenta dan PE.
Melalui berbagai macam cara, perubahan inflamasi merupakan kelanjutan dari perubahan yang terjadi
plasenta. Sebagai respon terhadap faktor plasenta yang dilepaskan akibat adanya reaksi iskemik terjadi
sebuah rangkaian proses seperti yang terlihat pada gambar skematik dibawah.
Pada desidua terdapat banyak sel yang bila diaktivasi akan mengeluarkan bahan – bahan tertentu yang
dapat merusak sel endotel. Disfungsi sel endotel berhubungan dengan PE melalui proses adaptasi
inflamasi intravaskular.
PE dianggap sebagai keadaan ekstrem dari aktivasi leukosit dalam sirkulasi maternal.
Manten dkk (2005) : Cytokine ( tumor necrosis factor α ) dan interleukin berperan sebagai stressor
oksidatif yang berkaitan dengan PE.
Stresor oksidatif memiliki karakter bagi spesies tertentu dan adanya radikal bebas penting bagi
pembentukan peroksidase lipid yang dapat berlipat ganda dengan sendirinya (“self propagation” ).
Bahan yang bersifat radikal bebas tersebut mempunyai sifat :
Pengetahuan mengenai peran stresor oksidatif dalam kejadian PE meningkatkan perhatian pada
keuntungan pemberian antioksidan dalam pencegahan PE .
Antioksidan penting antara lain : Vitamin E atau α-tocopherol, Vitamin C dan Vitamin A β-carotene
4. FAKTOR NUTRISI
5. FAKTOR GENETIK
Ness Dkk (2003) : predisposisi hipertensi secara herediter sangat berkait dengan kejadian PE dan E.
Chesley dan Cooper (1986) : menyimpulkan bahwa PE dan E menurun diantara saudara sekandung
perempuan, anak perempuan, cucu perempuan.
PATOGENESIS
Perubahan utama yang terjadi pada HDK adalah VASOSPASME dan AKTIVASI SEL ENDOTHELIUM
1. VASOSPASME
Konsep vasospame didasarkan pada pengamatan langsung terhadap pembuluh darah kecil pada kuku,
fundus oculi dan konjuntiva.
Konstriksi vaskular menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan TD. Pada saat yang sama, kerusakan
sel endotel menyebabkan kebocoran interstitisial yang meliputi bahan dalam darah a.l trombosit,
fibrinogen dan deposit subendotelial lain.
Berdasarkan pemeriksaan USG, terlihat adanya perubahan tahanan arterial pada penderita PE.
Penurunan aliran darah akibat gangguan distribusi, iskemia dan perdarahan jaringan menyebabkan
terjadinya serangkaian gejala PE
Fischer dkk (2000) : vasospasme pada penderita PE jauh lebih berat dibandingkan dengan yang terjadi
pada pasien dengan sindroma HELLP.
Pada gambar diagram faktor plasenta yang tak dapat di identifikasi dengan jelas masuk kedalam sirkulasi
ibu dan merangsang aktivasi dan disfungsi sel endotel. Sindroma klinis PE adalah manifestasi umum dari
terjadinya perubahan sel endotel tersebut.
Endotel yang utuh memiliki sifat antikogulan dan dapat menurunkan respon otot polos terhadap agonis
melalui pengeluaran nitric oxide. Sedangkan kerusakan atau aktivasi sel endotel akan menyebabkan
keluarnya bahan-bahan yang merangsang koagulasi dan meningkatkan sensitivitas terhadap vasopresor.
Perubahan-perubahan lain sebagai akibat proses aktivasi endotel adalah:
Prostaglandin
Beberapa prostanoid berperan penting dalam patofisiologi sindroma PE. Secara spesifik, respon
terhadap pressor yang menurun pada kehamilan normal adalah berupa penurunan respon vaskular yang
terjadi melalui sintesa prostaglandin endotelial vaskular.
Pada penderita PE, produksi prostacyclin endotelial [PGI2] lebih rendah dibandingkan kehamilan normal
; tetapi sekresi thromboxane A2 dari trombosit meningkat. Perbandingan antara PGI2 : TXA2 yang
menurun tersebut akan meningkatkan sensitivitas terhadap angiostension II sehingga terjadi
vasokonstriksi.
Nitric oxide
Vasodilator sangat kuat ini dibentuk dari L-arginine oleh sel endotel. Bila nitric oxide ini diambil maka
timbul gejala-gejala yang menyerupai PE .
Pencegahan sintesa nitric oxide akan menyebabkan :
Pada PE, terjadi penurunan synthase nitric oxide endotel sehingga permeabilitas sel meningkat.
Kenaikan kadar Nitric Oxide dalam serum pada penderita PE tersebut adalah sebuah akibat bukan
sebuah sebab.
Endothelin
Endothelin adalah 21–amino acid peptide yang merupakan vasokonstriktor kuat, dan endothelin-1 (ET-
1) adalah isoform primer yang dihasilkan oleh endotel manusia.
Kadar endothelin dalam plasma wanita hamil normal memang meningkat, tetapi pada penderita PE
kadar endothelin jauh lebih meningkat.
PATOFISIOLOGI
1. SISTEM KARDIOVASKULAR
Gangguan fungsi kardiovaskular yang normal pada PE dan E Peningkatan after-load jantung akibat HT.
1. Gangguan pre-load jantung akibat akibat terganggunya proses hipervolemia dalam kehamilan.
2. Aktivasi endotelial dengan akibat ekstravasasi kedalam ruang ekstraseluler terutama kedalam
paru.
Perubahan hemodinamika
Perubahan kardiovaskular pada HDK tergantung sejumlah faktor :
Derajat HT
Latar belakang penyakit kronis.
Apakah telah terjadi PE.
Saat kapan pemeriksaan dikerjakan.
Volume Darah
Pada Eklampsia terjadi peristiwa hemokonsentrasi ; hipervolemia yang lazim dalam kehamilan normal
tidak terjadi atau sangat minimal sehingga penderita eklampsia disebut sebagai pasien yang berada
dalam keadaan “normotensive shock”.
Hemokonsentrasi pada PE dan E terjadi akibat adanya :
Vaskonstriksi generalisata.
Disfungsi endotel dengan meningkatnya permeabilitas vaskular.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penderita PE dan E sangat peka terhadap:
1. Pemberian cairan dalam upaya untuk mengembalikan volume darah ke tingkatan sebelum
kehamilan.
2. Perdarahan selama persalinan.
2. DARAH dan PEMBEKUAN DARAH
Trombositopenia yang terjadi dapat mengancam jiwa penderita. Trombositopenia terjadi oleh
karena :
o Aktivasi platelet
o Agregasi platelet
o Konsumsi meningkat
Trombitopenia hebat (bila <>
SINDROMA HELLP
Arti klinik trombositopenia selain gangguan koagulasi adalah juga menggambarkan derajat proses
patologi yang terjadi.
Pada umumnya semakin rendah trombosit semakin tinggi morbiditas dan mortalitas ibu dan anak.
Pritchard dkk (1976) : mengharapkan adanya perhatian terhadap kejadian trombositopenia pada
penderita PE yang disertai dengan sejumlah gejala (sindroma HELLP).
Sindroma HELLP:
1. Hemolysis
2. Elevated liver enzyme (kenaikan enzym hepar = transaminase )
3. Low Platelets
PE Berat sering disertai dengan hemolisis yang terlihat dari kenaikan kadar serum LDH - lactate-
dehydrogenase dan perubahan gambaran dari darah perifer (schizocytosis, spherocytosis dan
reticulocytosis)
Hemolisis terjadi akibat hemolisis mikrosangiopatik yang diakibatkan oleh kerusakan endotel yang
disertai dengan deposisi trombosit dan fibrin.
3. VOLUME HOMEOSTASIS
Perubahan endokrin
Kadar renin , angiostensin II dan aldosteron dalam kehamilan normal meningkat.
Pada PE kadar bahan tersebut sama dengan kadar wanita yang tidak hamil.
Alibat retensi natrium dan atau HT, sekresi renin oleh ginjal menurun. Renin berperan sebagai
katalisator dalam proses konversi angiostensin menjadi angiostensin I dan perubahan angiostensin I
menjadi angiostensi II dengan katalisator ACE – angiostensin converting enzyme.
Manifestasi peningkatan volume cairan ekstraseluler adalah edema. Pada penderita PEBerat biasanya
lebih menonjol dibandingkan kehamilan normal.
Retensi cairan terjadi akibat adanya cedera pada endotel.
Selain edema generalisata dan proteinuria, penderita juga mengalami penurunan tekanan onkotik yang
menyebabkan gangguan keseimbangan proses filtrasi.
4. GINJAL
Selama kehamilan normal, terjadi peningkatan GFR – glomerular filtration rate dan RBF – renal blood
flow.
Pada PE terjadi perubahan anatomi dan patofisiologi, sehingga terjadi penurunan perfusi renal dan
filtrasi glomerulos..
PE berkaitan dengan penurunan produksi urine dan eksresi kalsium akibat peningkatan resorbsi tubuler.
Pemberian Dopamine i.v pada penderita PE dapat meningkatkan produksi urine.
Pemberian cairan i.v pada penderita PE dengan oliguria tidak perlu dikerjakan.
Proteinuria
Terjadinya proteinuria bersifat lambat.
Pemeriksaan kuantitatif dengan dipstick tidak akurat dan memerlukan pemeriksaan selama 24 jam.
Albuminuria adalah istilah untuk menggambarkan proteinuria pada PE yang salah oleh karena
sebagaimana pada keadaan glomerulopati lain terjadi peningkatan permeabilitas terhadap sebagian
besar protein ber-BM tinggi sehingga albuminuria sering disertai dengan keluarnya hemoglobin, globulin
dan transferin.
5. HEPAR
6. OTAK
Kebutaan :
Gangguan visus sering terjadi pada PEBerat, namun kebutaan permanen jarang terjadi pada PE dan
terjadi pada 10% penderita E.
Kebutaan atau amaurosis ( bahasa Greek = dimming) dapat mengenai wanita yang menderita edema
vasogenik pada lobus occipitalis yang luas. Umumnya kebutaan berlangsung antara 4 jam sampai satu
minggu.
Lara-Torre dkk (2002) : gangguan visual permanen akibat PEBerat atau E adalah akibat gangguan pada
cerebri atau iskemia arteri retina.
Ablasio retina dapat mengganggu visus dan umumnya mengenai salah satu sisi dan prognosis nya baik.
Doppler velosimetri
o Pengukuran velositi aliran darah dalam arteri uterina dapat digunakan untuk
memperhitungkan besaran resistensi dalam aliran uteroplasenta.
o Resistensi vaskular ditentukan berdasarkan perbandingan antara bentuk gelombang
arterial sistolik dan diastolik.
o Ganguan aliran darah uteroplasenta tidak selalu terjadi pada semua penderita PE dan E.
o Matijevic dan Johnson ( 1999) dengan velosimetri Doppler mengukur besarnya tahanan
dalam arteri spiralis. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa Impedansi
pembuluh perifer ternyata lebih besar dari pada pembuluh sentral.
Pada preeklampsia, perubahan fisiologi pada arteri uteroplasenta tidak melewati “deciduomyometrial
junction” sehingga terdapat segmen yang menyempit antara arteri radialis dengan desidua
Reproduksi dari : Brosen IA: Morphological Changes in the uteroplacental bed in pregnancy
hypertension Clin Obstet Gynecol; 4:573, 1977
ASAM URAT
Weerasekera dan Peiris (2003) : kadar serum asam urat tidak berbeda secara bermakna sebelum
terjadinya HT.
Kadar asam urat tidak bermanfaat dalam membedakan antara hipertensi gestasional dengan PE.
FIBRONEKTIN
Aktivasi sel endothel menyebabkan kenaikan kadar serum fibronectin pada penderita PE.
Chavaria dkk (2003a) : menyatakan bahwa nilai prediktif positif dari Fibronectine adalah 29% dan nilai
prediktif negatif kira-kira 98%.
AKTIVASI SISTEM KOAGULASI
Trombositopenia dan disfungsi platelet adalah gambaran intergral PE.
Peningkatan destruksi menyebabkan ukuran platelet membesar oleh karena relatif lebih muda dan hal
ini dapat digunakan untuk meramalkan terjadinya PE.
Pada kehamilan, aktivitas fibrinolitik menurun akibat peningkatan palsminogen activator inhibitor-PAI 1
dan 2. Pada PE, PA1 secara relatif lebih tinggi daripada PAI 2 akibat disfungsi sel endotel.
Chappel dkk (2002) : menyatakan bahwa perbandingan PA 1 dan PA2 dapat digunakan untuk prediksi PE
PENCEGAHAN
Modifikasi diet
Antioksidan
PENATALAKSANAAN
Pada penderita preeklampsia, khsususnya saat atau menjelang aterm, 3 prinsip tujuan diatas dapat
tercapai dengan melakukan induksi persalinan. Informasi terpenting bagi obstetrician untuk melakukan
penatalakasanaan PE adalah dengan mengetahui secara tepat usia kehamilan.
1. Pemeriksaan teliti : nyeri kepala - gangguan visus - nyeri epigastrium dan kenaikan BB cepat
2. Pemeriksaan BB awal dan pada hari-hari berikutnya
3. Analisa proteinuria saat MRS dan 2 hari kemudian
4. Pemeriksaaan TD dalam posisi duduk
5. Pemeriksaan plasma atau serum creatinine dan hematokrit, trombosit, enzym hepar
6. Pengukuran besar janin dan volume cairan amnion
Bila hasil observasi mengarah pada diagnosa PE Berat ( lihat tabel ) maka penatalaksanaan sama dengan
terhadap kasus eklampsia.
Istirahat merupakan bagian terapi yang sangat penting tanpa harus disertai dengan pemberian
tranquilizer atau sedatif.
Diet harus mengandung kalori dan protein secukupnya.
Pemberian cairan dan natrium dalam batas wajar.
Penatalaksanaan selanjutnya tergantung pada :
Terminasi kehamilan
Terapi definitif pada PE dan E adalah mengakhiri kehamilan.
Kehamilan 40 minggu yang disertai dengan PE Ringan harus diterminasi. Bila servik sudah matang, dapat
dilakukan induksi dengan oksitosin drip.
Nyeri kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium adalah pertanda akan terjadinya kejang ( gejala
impending eclampsia). Oliguria adalah merupakan tanda memburuknya PE BERAT.
Pada PE Berat dan Ringan, bila terapi konservatif tak memberikan hasil maka kehamilan harus segera
diakhiri demi untuk kesehatan ibu dan anak.
Terminasi kehamilan yang dipilih sebaiknya adalah pervaginam. Sectio caesar dilakukan hanya atas
indikasi obstetri secara umum dan atau bila induksi persalinan diperkirakan tidak akan berhasil.
PREEKLAMPSIA BERAT
PE Berat memerlukan antikonvulsi dan antihipertensi serta dilanjutkan dengan terminasi kehamilan.
Tujuan terapi pada PE:
Terminasi kehamilan adalah terapi defintif pada kehamilan > 36 minggu atau bila terbukti sudah adanya
maturasi paru atau terdapat gawat janin.
Penatalaksanaan kasus PEB pada kehamilan preterm merupakan bahan kontroversi.
Pertimbangan untuk melakukan terminasi kehamilan pada PEBerat pada kehamilan 32 – 34 minggu
setelah diberikan glukokortikoid untuk pematangan paru.
Pada PEBerat yang terjadi antara minggu ke 23 – 32 perlu pertimbangan untuk menunda persalinan
guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
Terapi pada pasien ini adalah :
1. Dirawat di RS rujukan utama (perawatan tersier)
2. MgSO4
3. Antihipertensi
4. Kortiskosteroid
5. Observasi ketat melalui pemeriksaan laboratorium
6. mengakhiri kehamilan bila terdapat indikasi
Terminasi kehamilan sedapat mungkin pervaginam dengan induksi persalinan yang agresif.
Persalinan pervaginam sebaiknya berakhir sebelum 24 jam. Bila persalinan pervaginam dengan induksi
persalinan diperkirakan melebihi 24jam, kehamilan sebaiknya diakhiri dengan SC
EKLAMPSIA
Eklampsia terjadi pada 0.2 – 0.5% persalinan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian sama
dengan yang ada pada PE.
Kadang-kadang eklampsia terjadi pada usia kehamilan <>
75% kejang terjadi sebelum persalinan.
50% dari eklampsia pasca persalinan terjadi dalam waktu 48 jam pasca persalinan.
Patofisiologi
Patogenesis eklampsia tidak diketahui dengan jelas.
Diperkirakan disebabkan oleh karena :
Temuan Klinik
Biasanya tak didahului dengan aura ; serangan kejang antara 2 – 4 kali
Terjadi hiperventilasi setelah serangan kejang tonik-klonik untuk kompensasi adanya asidosis (lactic
acid) respiratorik akibat fase apnea.
Demam jarang terjadi, tetapi demam adalah pertanda prognosa yang buruk
Komplikasi kejang : gigitan lidah, fraktura, trauma kapitis , aspirasi
Edema paru dan abruptio retina dapat terjadi pasca kejang
Terapi
A. Terapi PRENATAL
1. Pengendalian Kejang
1. MgSO4 i.v dilanjutkan dengan Mg SO4 infuse atau i.m (sebagai “loading dose” ) dan
diteruskan dengan pemberian berkala secara i.m
2. Pemberian antihipertensi secara berkala i.v atau per-oral bila TD diastolik> 110 mmHg
3. Hindari pemberian diuretik dan batasi pemberian cairan intravena kecuali bila
perdarahan hebat. Jangan berikan cairan hiperosmotik
4. Akhiri kehamilan atau persalinan.
Magnesium sulfat
o MgSO4.7H2O ;
Antikonvulsan yang efektif tanpa penekanan pada SSP ibu dan janin
Dosis untuk PEBerat sama dengan dosis untuk Eklampsia
Berikan sampai 24 jam pasca persalinan
Tidak dimaksudkan untuk menurunkan tekanan darah
Eksresi melalui ginjal
Intoksikasi dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan reflek patela dan
frekuensi pernafasan serta pengamatan volume produksi urine perjam.
Bila terjadi depresi pernafasan berikan Calcium Gluconate 1 gram i.v perlahan-
lahan sampai depresi nafas menghilang.
1. Pengendalian Hipertensi
Hidralazine
Pemberian hidralazine i.v bila TD Diastolik > 110 mmHg atau TS Sistolik> 160 mmHg.
Dosis: 5 mg i.v selang 20 menit sampai TD Diastolik 90 – 100 mmHg
Efek puncak 30 – 60 menit
Duration of action 4 – 6 jam
Efek samping : nyeri kepala, pusing, palpitasi, angina.
Labetalol
Beta-blocker non selektif dan post-sinaptik α-adrenergic blocking agent
Tersedia preparat oral ataupun parenteral
Dosis : Pemberian i.v setiap 10 menit .
Dosis pertama: 20 mg , dosis kedua 40 mg dan dosis selanjutnya 80 mg dengan dosis maksimum 300 mg.
Onset of action = 5 menit.
Efek puncak = 10 – 20 menit .
Duration of action = 45 menit sampai 6 jam.
Nifedipine
Calcium channel blocker.
Dapat menurunkan tekanan darah dengan cepat.
Onset of action = 1 – 2 menit.
Duration of action = 3 – 5 menit.
B. Terapi PASCA PERSALINAN
PROGNOSA
Kematian maternal akibat PE atau E secara langsung jarang terjadi, kematian umumnya disebabkan oleh
:
Cerebral hemorrhage.
Pneumonia aspirasi.
Hipoksik ensepalopati.
Tromboemboli.
Ruptura hepar.
Gagal ginjal.
HIPERTENSI KRONIS
Angka kejadian HK pada berbagai populasi berbeda 0.5 – 4% (rata-rata 2.5%).
HK pada kehamilan 80% idiopatik dan 20% oleh karena penyakit ginjal.
Gejala Klinik
A. Gejala dan Tanda
KOMPLIKASI
A. Komplikasi Maternal
B. Komplikasi Janin
Prematuritas ( 25 – 30%).
IUGR (10 – 15%).
HK superimposed PE cenderung terjadi pada kehamilan 26 – 34 minggu sehingga sering
menyebabkan terjadinya persalinan preterm.
Peningkatan mortalitas perinatal akibat solusio plasenta.
TERAPI
a. Pengendalian Hipertensi
Methyldopa
Clonidine [ α-adrenergic agonist ]
Calcium channel blocker
Hydralazine
Beta blockers
Pemeriksaan fisik :
Superimposed PE,
Solusio plasenta ,
Prematuritas dan
PJT.
Sumber Bacaan :
23. Weeraskera DS, Peiris H: The significance of serum uric acid, creatinine and urinary
microprotein levels in predicting preeclampsia. J Obstet Gynecol; 23:17, 2003
24. Yoneyama Y, Suzuki S, Sawa R,et al: Relation between adenosine and T-helper 1/ T helper 2
imbalance in women with preeclampsia. Obstet Gynecol 99:641,2002
25. Zhang C, Williams MA, King IB, et al : Vitamin C and the risk of preeclampsia-result from dietary
questionnaire and plasma assay. Epidemiology 13:382,20
You might like:
Jika didasarkan pada pendapat American Committee On maternal welfare, hipertensi dalam masa
hamil dibatasi sebagai berikut:
1. Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang angkanya di atas 30.20 mmHg
jika dihitung dari nilai sebelum wanita hamil atau dikenal dengan istilah nilai transver
pertama
2. Kondisi dumana nilai tekanan darah absolute pada ibu melebihi angka 140/90 mmHg
dalam setiap tingkatan atau stadium kehamilan.
Dalam dunia medis, hipertensi dalam kehamilan bisa diklasidikasikan atas empat jenis yakni:
1. Hipertensi kronik. Yakni kondisi yang muncul sebelum hamil atau ada di saat umur
kehamilan belum masuk ke dalam minggu ke-20.
2. Hipertensi Gestasional. Merupakan jenis hipertensi yang muncul setelah umur kehamilan
mencapai usia minggu ke 20 atau juga pada awal masa nifas namun tidak disertai dengan
preeklamsia. Kondisi tersebut tak lain adalah hipertensi kronis yang tak terlihat dan
berpotensi muncul lagi pada kehamilan wanita yang berikutnya.
3. Hipertensi Pre-eklampsi. Adalah jenis hipertensi yang muncul di usia lebih dari 20
minggu dan kehadirannya disertai dengan edema juga protenuria.
4. Jenis hipertensi yang terakhir adalah pre-eklampsi superimpose yakni gejala yang diderita
ibu hamil dengan hipertensi kronik namun disertai dengan penyakit ginjal.
Jika hipertensi tidak ditanggulangi secara benar mama bisa berujung pada nyawa ibu dan
bayinya. Untuk menentukan penanganan yang tepat, harus melalui pemeriksaan dokter terlebih
dahulu sebab tidak semua hipertensi dalam kehamilan memerlukan penanganan yang sama.
Namun secara garis besar, dokter akan meminta anada untuk membatasi asupan makana tertentu
terutama protein dan garam, membatasi aktifitas yang tidak perlu, menjauhi stress, diberi obat
anti-hipertensi. Terkadang juga dokter memberi aspirin pada penderita hipertensi dalam dosis
rendah. Jadi, jika Anda merasakan gejala hipertensi, segera ke dokter!
Pernah mendengar tanaman bernama Rumput Fatimah (kadang ditulis Patimah)? Tanaman yang
berasal dari dataran Arab ini dikenal dalam konteks ilmiah dengan nama latin Labisa Pumila.
Sementara itu dalam bahasa Arab, ia dinamakan Kaf Mariyam yang berarti telapak tangan
Mariyam. Rumput Fatimah sangat populer di negeri asalnya. Ia bahkan disebut sebagai
tumbuhan sahabat wanita. Berkat kepopulerannya yang melegenda, Rumput Fatimah pun beredar
di Negara lain di kawasan Asia termasuk Indonesia di dalamnya. Tumbuhan ini sering dijumpai
di penjual obat herbal. Kabarnya salah satu khasiat Rumput Fatimah adalah untuk memudahkan
persalinan. Benarkah demikian?
Pada tahun 1998, diadakan penelitian yang didasarkan pada obat-obatan tradisional. Penelitian
ini menemukan fakta bahwa tanaman rumput Fatimah mengandung senyawa fitokimia yang
menyebabkan timbulnya kontraksi pada bagian rahim saat dikonsumsi. Zat yang ada di dalam
rumput Fatimah ini mampu membuat pendarahan terjasi sebab ia bekerja dengan cara
memecahkan pembuluh darah dan juga stress otot. Lain lagi dengan apa yang ditulis di dalam
buku Kesproholic. Masih ditulis oleh seorang peneliti dari Malaysia, ia menemukan fakta bahwa
khasiat rumput Fatimah dalam melancarkan persasalinan berasal dari kandungan oksitosinnya.
Zat ini sendiri digunakan oleh tubuh untuk merangsang kontraksi rahim sehingga banyak yang
percaya bahwa ia ampuh melancarkan persalinan.
Di pasaran, ada banyak produk jamu yang berbahan utama rumput Fatimah. Produsen jamu
tersebut mengklaim bahwa manfaat rumput Fatimah bagi wanita sangat beragam. Adapun
khasiat rumput Fatimah (selain melancarkan persalinan) adalah melancarkan proses menstruasi
wanita, meningkatkan jumlah hormon kewanitaan atau dikenal dengan nama estrogen, membuat
tubuh jadi lebih langsing langsing dan bahkan mengobati penyakit semacam diare. Beragam
manfaat ini seolah semakin dikukuhkan dengan cerita turun temurun menyoal khasiat tanaman
ini. Bagaiman dunia medis memandangnya?
Jika dikaji dari kaca mata ilmiah, dokter kandungan justru melarang keras wanita mengkonsumsi
rumput Fatimah sebab bisa mengakibatkan kontraksi berlebihan pada rahim yang bisa berujung
pada menipisnya rahim. Memang, secara ilmiah ia terbukti mengandung senyawa fitokimia yang
bisa merangsang kontraksi. Tapi sayangnya kita tak bisa menakar kadar senyawa tersebut
sehingga yang banyak muncul justru kontraksi berlebihan yang tak jarang berujung pada
kematian bayi bahkan ibu. Selama ini cara mengkonsumsi rumput Fatimah cukup dengan
direndam air dan kemudian diminum. Hal ini yang berbahaya bagi keselamatan wanita. Jadi,
meski khasiat rumput Fatimah banyak diakui orang-orang, tapi tetap percayakan kesehatan