Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

1..................................................................................................................................

PENDAHULUAN.....................................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

1
PENDAHULUAN

Nama “renin “ pertama kali diberikan oleh Tigerstredt dan Bergman


(1898) untuk suatu zat presor yang diekstraksi dari ginjal kelinci (Basso dan
Terragno, 2001). Pada tahun 1975 Page dan Helmer mengemukakan bahwa renin
merupakan enzim yang bekerja pada suatu protein, angiotensinogen untuk
melepaskan Angiotensin. Baru pada tahun 1991 Rosivsll dan kawan-kawan
mengemukakan bahwa bahwa renin dihimpun dan disekresi oleh sel
juxtaglomelurar yang terdapat pada dinding arteriol afferen ginjal, sebagai
kesatuan dari bagian macula densa satu unit nefron (Laragh 1992). Menurut
Guyton dan Hall (1997), renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan
oleh ginjal bila tekanan arteri turun sangat rendah. Menurut Klabunde (2007)
pengeluaran renin dapat disebabkan aktivasi saraf simpatis (pengaktifannya
melalui β1-adrenoceptor), penurunan tekanan arteri ginjal (disebabkan oleh
penurunan tekanan sistemik atau stenosis arteri ginjal), dan penurunan asupan
garam ke tubulus distal.1
Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua
asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk
angiotensin II peptida asam amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi
selama beberapa detik sementara darah mengalir melalui pembuluh kecil pada
paru-paru, yang dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat
di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme
(ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki
efek-efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam
11 darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan
diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama
disebut angiotensinase (Guyton dan Hall, 1997). Selama angiotensin II ada dalam

2
darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat
meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu vasokontriksi, timbul
dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah
pada vena. Konstriksi pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya
akan meningkatkan tekanan arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan
meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, sehingga membantu pompa
jantung untuk melawan kenaikan tekanan.1
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah
dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika
tekanan darah atau volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang
sebagai akibat dari penurunan asupan garam), enzim renin mengawali reaksi
kimia yang mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi
peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II berfungsi sebagai hormon
yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara.
Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan
arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal.
Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali
NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang
diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan
tekanan darah.1

3
Komponen Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS) bertindak sebagai sistem
yang mengatur tekanan darah.1,14 Sistem ini memiliki peranan penting dalam
mengatur metabolisme natrium, tonus pembuluh darah, tekanan darah,
hemodinamik ginjal dan pembentukan sistem vaskular.
Ada berbagai komponen dari jalur ini yang memainkan peran penting
dalam fungsi normal dari sistem ini. Masing-masing komponen ini memiliki
peran penting dalam mengendalikan tekanan darah, dan menjaga fungsi ginjal
terhadap homeostasis. Sistem ini melibatkan komponen sebagai Renin,
Angiotensinogen, Angiotensin II, Angiotensin Converting Enzyme (ACE), dan
aldosteron Synthase (CYP11B2: Cyctochrome P450, famili 11, subfamili B,
polipeptida 2).1,14
Renin, adalah suatu enzim protein yang dilepaskan oleh ginjal bila
tekanan arteri turun sangat rendah.1 Renin adalah protein dengan panjang asam
amino 340 dan memiliki berat molekul 37 kDa. Gen renin terletak di lengan
panjang kromosom 1 (1q32) dan gen ini memiliki panjang 12KB, yang berisi 8
intron.15 Enzim ini akan meningkatkan tekanan artei melalui beberapa cara yang
akan membantu mengoreksi penurunan awal tekanan arteri.1 Renin mengatur
volume ekstraseluler yang mencakup plasma darah, cairan limfe atau getah bening
dan cairan interstitial, serta turut terlibat dalam proses vasokonstriksi arteri,
pengaturan tekanan darah, dan homeostasis kardiovaskular.16,18
Enzim Renin disekresikan oleh ginjal sebagai respons terhadap kondisi
berikut ini:
i) Ketika tekanan darah arteri menurun, renin dilepaskan untuk
mempertahankan tekanan arteriolar dan tekanan darah.

4
ii) Renin dilepaskan sebagai respon terhadap kondisi penurunan kadar
natrium klorida dalam serum dalam kondisi ultrafiltrasi nefron.
iii) Sistem saraf simpatis yang terlibat dalam proses regulasi tekanan darah
juga menyebabkan pelepasan renin.16
Renin setelah disekresikan akan beredar dalam aliran darah dan akan
mengubah angiotensinogen yang disekresikan oleh hati menjadi angiotensin I,
yang selanjutnya diubah lagi oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE), yaitu
sebuah Enzim yang terikat pada endotel, menjadi Angiotensin II yang bekerja
pada kelenjar adrenal yang selanjutnya akan mensekresikan Aldosteron.
Aldosteron kemudian bekerja pada tubulus distal dan tubulus pengumpul ginjal
untuk meningkatkan reabsorpsi natrium dan air sehingga terjadi peningkatan
volume darah dan tekanan darah yang nantinya akan turut serta menyebabkan
komplikasi pada jantung.17
Angiotensinogen adalah prekursor dari peptida angiotensin yang terutama
dihasilkan dan dilepaskan ke dalam sirkulasi oleh organ hati. Secara struktural,
peptida ini termasuk dalam famili Serin Protease Inhibitors (serpin).
Angiotensinogen adalah glikoprotein dari 452 asam amino yang diproduksi di hati
serta organ-organ lain seperti jantung, ginjal, pembuluh darah dan jaringan
adiposa, yang beredar sebagai peptida biologis aktif. Angiotensinogen akan
dikonversi ke Angiotensin I oleh Enzim Renin sebagaimana disebutkan diatas.18
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Angiotensin-converting enzyme
(ACE) terletak di sel-sel endotel epithelial dan organ yang berbeda termasuk
ginjal, jantung, paru-paru dan sel endotel vaskular.20
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan
mempengaruhi fungsi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya
selama 1 atau 2 menit, karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh
berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama sama disebut
angiotensinase.1,2 Angiotensin II adalah efektor utama jalur RAAS dengan peran
fisiologisnya sebagai regulator dalam homeostasis kadar natrium dan air, fungsi
ginjal, dan pengaturan tekanan darah. Ketika tekanan darah menurun, angiotensin
II (peptida vasokonstriktor) menyebabkan peningkatan reabsorpsi natirum yang

5
kemudian menyebabkan kenaikan tekanan darah secara cepat. Angiotensin II juga
menyebabkan vasokonstriksi oleh sekresi noradrenalin. 19 Angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II oleh pemotongan dua residu C-terminal oleh enzim ACE.
Enzim ini ditemukan di berbagai organ tubuh,namun kadar tertinggi adalah di
paru-paru karena tingginya kepadatan vascular bed di paru-paru.20
Aldosteron adalah hormon yang bekerja pada tubula distal nefron, yang
membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+ ) dan
air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah.3 Aldosteron sintase, adalah
suatu enzim kunci dalam biosintesis aldosteron, enzim ini merupakan bagian dari
superfamili sitokrom P450. Aldosteron sintase adalah kompleks enzim yang
terlokalisasi pada membran dalam mitokondria. 21 Aldosteron disekresi dari korteks
adrenal ginjal dan terlibat dalam konservasi natrium, sekresi kalium, peningkatan
retensi air, dan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Ada beberapa penelitian
yang menunjukkan bahwa, mutasi pada gen Aldosteron sintase memiliki peranan
dalam patofisiologi hipertensi dan diabetes sebagaimana enzim ini terlibat dalam
pengaturan tekanan darah.18

Jalur sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron


Jalur hormonal Renin-Angiotensin-Aldosterone dimulai dengan biosintesis
Renin di sel jukstaglomerular yang melekat sejajar dengan arteriol afferen
glomerulus ginjal. Renin disintesis sebagai preprohormon, dan Renin aktif
dibentuk dari pelepasan proteolitik asam amino-43 peptida prosegmen dari N-
terminus prorenin, sebuah proenzim atau prekusor Renin.1

6
Gambar 2.1 regulasi sistem RAAS
Renin yang matur disimpan di dalam granul-granul sel jukstaglomerulus
(JG) dan dilepaskan oleh proses eksositik yang dipengaruhi oleh coupling
stimulasi-sekresi di ginjal dan kemudian dipengaruhi oleh sirkulasi sistemik.
Sekresi renin aktif diregulasi oleh 4 faktor : (1) mekanisme baroreseptor renal
yang sensitif terhadap perubahan tekanan perfusi ginjal. (2) perubahan NaCl
(dideteksi sebagai perubahan konsentrasi Cl-) di makula densa tubulus distal. (3)
stimulasi saraf simpatis melalui reseptor beta-1 adrenergik dan (4) umpan balik
negatif melalui kerja langsung angiotensin II terhadap sel jukstaglomerulus.4
Renin juga disintesis di jaringan lain, termasuk otak, kelenjar adrenal, ovarium,
dan jaringan adiposa viseral, serta ada kemungkinan disintesis di jantung dan
jaringan vaskular. Pengendalian sekresi renin merupakan determinan utama dari
aktivitas dari sistem Renin-angiotensin-aldosteron. Renin mengatur permulaan
dari sistem RAA dengan memotong bagian N-terminal dari globulin dengan berat
molekul besar, yaitu angiotensinogen, untuk membentuk inersia biologis
dekapeptida Ang I atau Ang- (10/1). Sumber utama angiotensinogen sistemik
adalah hati, namun ekspresi angiotensinogen mRNA juga telah terdeteksi di
banyak jaringan lain, termasuk ginjal, otak, jantung, vaskular, kelenjar adrenal,
ovarium, plasenta, dan jaringan adiposa.5 Angiotensinogen disekresi secara
konstitutif oleh hati, sehingga kadarnya dalam plasma umumnya stabil dan tidak
mengalami perubahan mendadak; namun, sintesis angiotensinogen di hepatik
maupun ekstrahepatik menunjukan peningkatan dalam responsnya terhadap
hormon glukokortikoid, estrogen dan steroid seks lainnya, hormon tiroid, sitokin
inflamasi (misalnya, interleukin-1 dan tumor necrosis factor), dan Angiotensin
II.5

7
Gambar 2.2 Regulasi dan efek angiotensin

Dekapeptida aktif Angiotensin I dihidrolisis oleh angiotensin converting


enzyme (ACE), yang menghilangkan atau memotong C-terminal dipeptida untuk
membentuk octapeptide Angiotensin II [Ang- (1-8)], vasokonstriktor kuat yang
aktif secara biologis. ACE adalah exopeptidase yang terikat pada membran dan
terlokalisasi pada membran plasma dari berbagai jenis sel, termasuk sel-sel
endotel vaskular, microvillar sel epitel brush border (misalnya, ginjal sel tubulus
proksimal), dan sel-sel neuroepithelial. ACE (juga dikenal sebagai kininase II)
memetabolisme sejumlah peptida lainnya, termasuk peptida vasodilator
bradikinin dan kallidin, untuk menjadi metabolit inaktif. Dengan demikian, secara
fungsional, efek enzimatik ACE berpotensi menghasilkan peningkatan
vasokonstriksi dan penurunan vasodilatasi pembuluh darah sistemik.6

8
Angiotensin II adalah efektor utama dari berbagai efek fisiologis dan
patofisiologis yang ditimbulkan oleh sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron.7
Reseptor tipe 1 (AT1), berperan dalam sebagian besar efek fisiologis dan
patofisiologis dari Angiotensin II. Termasuk di dalamnya, efek Angiotensin
terhadap sistem kardiovaskular (vasokonstriksi, peningkatan tekanan darah,
peningkatan kontraktilitas jantung, hipertrofi jantung dan vaskular), ginjal (renal
tubular reabsorpsi natrium, penghambatan pelepasan Renin), sistem saraf
simpatik, dan korteks adrenal (stimulasi aldosteron sintesis).6 Reseptor AT1 juga
berperan dalam menimbulkan efek dari Angiotensin II terhadap pertumbuhan dan
proliferasi sel, respon inflamasi, dan stress oksidatif.8 Reseptor angiotensin tipe 2
(AT2) di otak, ginjal, dan organ tubuh lainnya, memiliki jumlah yang berlimpah
selama masa perkembangan janin, dan kemudian mengalami penurunan jumlah
yang signifikan pada periode postnatal. Ada beberapa bukti bahwa, terlepas dari
rendahnya tingkat ekspresi reseptor pada orang dewasa, reseptor AT2 mungkin
memediasi vasodilatasi, efek antiproliferatif dan apoptosis pada otot polos
pembuluh darah dan menghambat pertumbuhan dan remodelling jantung.6,7
Selain reseptor untuk peptida angiotensin, bukti terbaru menunjukkan
adanya reseptor permukaan sel dengan affinitas tinggi yang mengikat baik Renin
maupun Prorenin di beberapa jaringan, termasuk jantung, otak, plasenta, dan
ginjal, dengan lokalisasi ke mesangium glomerulus dan subendothelial otot polos
pembuluh darah.9 Angiotensin II, melalui reseptor AT1, juga merangsang produksi
aldosteron oleh zona glomerulosa, yang merupakan zona terluar korteks adrenal.
Aldosteron adalah regulator utama natrium dan keseimbangan kalium, dengan
demikian, Aldosteron memainkan peran utama dalam mengatur volume cairan
ekstraseluler. Aldosteron bekerja dengan meningkatkan reabsorpsi natrium dan
air di tubulus distal dan tubulus pengumpul (serta dalam usus besar kelenjar
keringat dan liur), dengan demikian merangsang ekskresi kalium dan ion
hidrogen.10 Penurunan tekanan perfusi dan tekanan arteriol afferen ginjal yang
disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi darah memicu pelepasan renin dari
sel Jukstaglomerular (JG) yang senstitif terhadap regangan terutama dari lapisan
aferen arteriol ginjal. Mekanisme ini diperkuat oleh penurunan konsentrasi

9
natrium klorida cairan tubular yang dideteksi oleh sel-sel makula densa tubulus
distal dan pada saat yang bersamaan oleh peningkatan debit simpatik ke ginjal. Di
ruang ekstraselular, renin memotong N-terminal asam amino-10 angiotensinogen
yang beredar di sirkulasi untuk membentuk dekapeptida biologis Angiotensin I,
yang selanjutnya akan dikonversi menjadi octapeptide aktif Angiotensin II oleh
pemotongan dipeptida C-terminal dengan Angiotensin converting enzyme (ACE).
Tahap akhir biosintesis angiotensin II ini dimediasi oleh ACE-terikat
membran, yang terletak di endotelium vaskular. Otot polos vaskular, endotel dan
sel endokardial menghasilkan angiotensin I dan angiotensin II melalui ambilan
renin yang bersirkulasi. Dilaporkan bahwa RAAS vaskular berperan dalam
homeostasis kardiovaskular melalui efeknya pada reseptor AT1 dan AT2 dan
memediasi efek jangka panjang berupa remodelling vaskular melalui proliferasi
dan fibroblas.11
Disfungsi endotel berkaitan dengan peningkatan ambilan ACE jaringan
lokal, yang berkontribusi mengganggu keseimbangan vasokonstriksi dan
vasodilatasi. Aktivasi ACE vaskular juga memiliki fungsi lain yaitu pertumbuhan
sel otot polos vaskular, dan berperan dalam keadaan inflamasi dan oksidatif
dinding pembuluh darah.12 sebagai tambahan, produksi spesies oksidatif reaktif
(superoksid dan hidrogen peroksida), yang dimediasi oleh angiotensin II,
berkaitan dengan inflamasi, atherosclerosis, hipertrofi, angiogenesis dan
remodelling.11 aldosterone menyebabkan pengerasan dan kekakuan arteri melalui
peningkatan kadar natrium dan penurunan kadar kalium. Kadar natrium plasma
yang tinggi akan menghambat biosintesis NO dan menginduksi disfungsi endotel
dengan peningkatan kadar aldostreron.13

Peran sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron pada disfungsi


endotel
Endotelium adalah organ autokrin dan parakrin dinamik yang mengatur
proses antiinflamasi, mitogenik dan aktivitas kontraktilitas pembuluh darah, juga
mengatur proses hemostatik di lumen pembuluh darah. Nitrit oksida (NO) adalah
molekul dengan reaktivitas tinggi yang dihasilkan oleh lumen pembuluh darah

10
dan memiliki banyak efek biologis, dan berperan dalam homeostasis pembuluh
darah. Disfungsi endotel ditandai dengan penurunan sintesis NO, dengan atau
tanpa bioavailabilitas NO, kondisi ini akan memfasilitasi peradangan, proliferasi
sel otot polos dan deposisi matriks ekstraseluler, vasokonstriksi, serta suatu
kondisi prothrombotic dalam lumen pembuluh darah.22,23 Endotelium adalah lokasi
dari tahap akhir sintesis baik NO, maupun angiotensin II (Ang II) dan merupakan
tempat utama untuk interaksi keduanya. NO memiliki efek vasoprotektif yang
menjaga fungsi fisiologis penting seperti vasodilatasi, antikoagulasi, kapasitas
antioksidatif, dan penghambatan adhesi leukosit serta proliferasi otot polos
endotel. Di sisi lain, Angiotensin II melalui reseptor Angiotensin I (AT1 reseptor)
memiliki efek vasokonstriktor, trombosis, inflamasi, dan efek fibrosis.
Keseimbangan antara Angiotensin II dan NO sangat penting untuk menjaga
homeostasis dari sistem kardiovaskular, terutama untuk pengaturan tonus
pembuluh darah serta modulasi inflamasi dan proses patologis lainnya.22,23

Gambar 2.3 patomekanisme disfungsi endotel, RAAS, dan inhibisinya.

11
Percobaan pada hewan model tikus dilakukan menggunakan sel otot polos
vaskular tikus yang diberi donor NO, hasil percobaan menunjukan bahwa donor
NO menghambat Angiotensin II terikat pada sel, tanpa mengubah afinitas
reseptor.24,25 Mollnau et al. telah menunjukkan bahwa NO di segmen vaskular dari
aorta, yang dinilai dengan resonansi paramagnetik elektron, menunjukan
penurunan yang nyata dalam model tikus yang diberi Angiotensin II.26
Ang II meningkatkan stres oksidatif, menyebabkan inflamasi, dan
mengubah fungsi endotel.27 Sumber utama ROS dalam pembuluh darah manusia
adalah NAD(P)H oksidase, yang diaktifkan oleh sejumlah rangsangan
proatherogenic termasuk Angiotensin II. Vascular NAD (P) H oxidase diregulasi
oleh faktor vasoaktif, peregangan, dan shear stress. Hipereaktivitas dari renin
angiotensin aldosteron-sistem (RAAS) telah diakui sebagai salah satu faktor
penyebab antara hipertensi dan perubahan Endothelial Progenitor Cells (EPCs),
dimana EPCs merepresentasikan mekanisme perbaikan endogen yang penting
untuk menjaga integritas dari monolayer endotel dan menginisiasi proses
neovaskularisasi yang disebabkan oleh kondisi iskemia.28,29 Penghancuran
produksi NO endotel oleh produksi yang berlebihan dari radikal bebas oksigen
mengganggu kemampuan endotelium untuk menjaga integritas endotel.
Hiperaktivitas Angiotensin Converting Enzyme (ACE) meningkatkan pemecahan
bradikinin, sehingga menurunkan pelepasan NO.30 NO menghambat adhesi
monosit ke dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh Angiotensin II,
mengurangi proliferasi sel otot polos, dan mencegah agregasi platelet, dimana
semua ini merupakan langkah-langkah penting dalam patomekanisme aterogenik,
NO diduga memainkan peran penting dalam perkembangan dari lesi aterosklerotik
awal akibat disfungsi endotel.30

Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron dalam hipertensi


RAS berpartisipasi sebagai pemain kunci dalam pengaturan tekanan darah
dalam jangka panjang dan jangka pendek. Hal ini terjadi karena baik peningkatan,
atau bahkan dalam konsentrasi angiotensin II yang rendah, dapat menyebabkan
peningkatan akut tekanan darah. Sebagai gambaran, angiotensin II sekitar 40 kali

12
lebih kuat dari norepinefrin dan konsentrasi efektif (EC50) angiotensin II untuk
menyebabkan elevasi akut tekanan darah adalah sekitar 0,3 nmol / l. Dengan
percobaan dengan penyuntikan angiotensin II secara intravena, didapatkan
kenaikan tekanan darah dalam beberapa detik, dan setelah beberapa menit,
tekanan darah akan kembali ke tingkat normal. Efek ini dikenal sebagai respon
pressor langsung yang terjadi karena peningkatan pesat nilai resistensi perifer.
Peningkatan resistensi ini merupakan respon yang mempertahankan tekanan darah
terhadap kondisi hipotensi akut. Meskipun efek langsung dari angiotensin II pada
kontraktilitas jantung dan denyut jantung bekerja secara tidak langsung pada
peningkatan akut tekanan darah dan menyebabkan aktivasi refleks baroreseptor,
sebagai umpan balik negatif, hal ini terjadi dengan pengurangan tonus simpatis
dan meningkatkan tonus vagus.31
Di sisi lain, terdapat respon pressor lambat, yang juga terjadi oleh aksi
angiotensin II. Respon terhadap tekanan ini stabil untuk waktu yang lama.
Respons pressor lambat ini kemungkinan besar disebabkan penurunan fungsi
ekskresi ginjal, menyebabkan peningkatan retensi cairan, garam dan dengan
meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Terkait dengan efek ginjal,
angiotensin II sebagai respon juga menginduksi sintesis endotelin-1 dan anion
superoksida, yang berkontribusi untuk respon pressor lambat. Efek klasik lainnya
dari angiotensin II pada patofisiologi hipertensi adalah perubahan morfologi dari
sistem kardiovaskular, menyebabkan hipertrofi sel jantung dan pembuluh darah,
serta meningkatkan sintesis dan deposisi kolagen oleh fibroblas jantung.31
Angiotensin II, dalam peranannya sebagai penyebab utama hipertensi
esensial, meningkatkan tekanan darah dengan berbagai mekanisme, termasuk
meningkatkan resistensi perifer dengan vasokonstriksi, merangsang sintesis
aldosteron, meningkatkan reabsorbsi natrium oleh tubulus ginjal (langsung dan
tidak langsung melalui aldosteron), merangsang rasa haus dan melepaskan
hormon antidiuretik, serta meningkatkan rangsang simpatis dari otak. Penting
diketahui, angiotensin II menginduksi hipertrofi sel jantung, pembuluh darah dan
hiperplasia secara langsung dengan mengaktifkan reseptor angiotensin II tipe 1
(AT1) dan secara tidak langsung dengan merangsang pelepasan beberapa faktor

13
pertumbuhan dan sitokin.32 Aktivasi reseptor AT1 merangsang berbagai tirosin
kinase, yang pada gilirannya akan memfosforilasi residu tirosin dalam beberapa
protein, yang menyebabkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, dan proliferasi sel.

Gambar 2.4 peranan Angiotensin II dalam hipertensi

Aktivasi dari reseptor AT2 merangsang fosfatase yang menginaktivasi


mitogen activated protein kinase, enzim kunci yang terlibat dalam pentransduksi
sinyal dari reseptor AT1. Dengan demikian, aktivasi reseptor AT2 menentang efek
biologis dari aktivasi reseptor AT1, yang mengarah ke vasodilatasi, hambatan
pertumbuhan, dan diferensiasi sel.32

Gambar 2.5 peranan reseptor angiotensin dalam hipertensi

14
Peran fisiologis dari reseptor AT2 pada organisme dewasa masih tidak
jelas, tetapi diperkirakan berfungsi dalam kondisi stres (seperti cedera pembuluh
darah dan iskemia reperfusi). Ketika ARB diberikan, renin dilepaskan dari ginjal
karena penghapusan inhibisi umpan balik oleh angiotensin II. Hal ini
meningkatkan generasi angiotensin II, yang didorong ke reseptor AT2,
mendukung terjadinya vasodilatasi dan menghambat terjadinya remodeling
vaskuler yang tidak menguntungkan.
Produksi angiotensin II lokal dalam berbagai jaringan, termasuk pembuluh
darah, jantung, adrenal, dan otak, dikendalikan oleh ACE dan enzim lainnya,
termasuk chymase serin proteinase. Aktivitas sistem renin-angiotensin lokal dan
jalur alternatif pembentukan angiotensin II dapat memberi kontribusi penting
untuk renovasi pembuluh darah yang resisten dan pengembangan kerusakan organ
target (termasuk hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung kongestif, aterosklerosis,
stroke, stadium akhir penyakit ginjal, infark miokard, dan aneurisma arterial) pada
penderita hipertensi.32

Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron dalam atherosklerosis


Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa sistem renin-angiotensin
berkontribusi terhadap patogenesis aterosklerosis. Angiotensin II sekarang dikenal
sebagai hormon efektor sentral dalam Raas-cascade. Tissue ACE dan produksi
angiotensin II meningkat pada lesi aterosklerotik. Karena aterosklerosis dapat
terjadi dalam pengaturan tekanan darah arteri normal atau bahkan rendah, temuan
ini tidak dapat dijelaskan oleh hubungan timbal balik antara angiotensin II dan
tekanan darah.33
Mekanisme oksidatif
Angiotensin II dapat menginduksi stres oksidatif dalam pembuluh darah
melalui generasi radikal oksigen bebas. Penghancuran endotelium NO oleh
produksi yang berlebihan dari radikal bebas oksigen mengganggu kemampuan
endothelium untuk menjaga integritas endotel. Selain itu, aktivitas RAS yang
meningkat (angiotensin-converting enzyme I), meningkatkan pemecahan
bradikinin, sehingga menurunkan pelepasan NO. Hal ini dapat menekan dan

15
mengurangi bioavailabilitas NO. NO memiliki fungsi untuk menghambat adhesi
monosit ke dinding pembuluh darah yang disebabkan karena excess Angiotensin
II, mengurangi proliferasi sel otot polos, dan mencegah agregasi platelet, dimana
hal hal ini merupakan langkah penting dalam proses aterogenik, NO mungkin
memang memainkan peran penting dalam perkembangan lesi aterosklerotik
awal.34,35,36 . Beberapa studi mengidentifikasi kemungkinan plak aterosklerotik
untuk mengalami ruptur menggunakan beberapa kriteria klinis untuk menilai
perkembangan dari plak aterosklerotik. Ditinjau dari segi mekanik, stabilitas plak
aterosklerotik terkontrol melalui kondisi jaringan dimana lesi tersebut berada, dan
di sisi lain oleh pengaruh dari faktor eksternal yaitu aliran darah dan formasi
vasokonstriktor lokal seperti angiotensin II. Sistem renin angiotensin aldosteron
merupakan kunci dari terjadinya aterosklerosis terutama Angiotensin II sebagai
efektor utama dimana Angiotensin II dan reseptornya AT1 menyebabkan
vasokonstriksi, peningkatan tekanan darah sistemik dan regional, serta
menyebabkan disfungsi endotel.34
Efek dari Angiotensin II terhadap pembuluh darah adalah (i)
vasokonstriksi, (ii) proliferasi sel otot polos vaskular dan menyebabkan hipertrofi,
(iii) meningkatkan formasi matriks ekstraselular, (iv) pelepasan tromboxan A2, (v)
meningkatkan produksi matriks metalloproteinase (MMP), dan belakangan ini
diketahui beberapa efek tambahan seperti (i) peningkatan sintesis PAI-1, (ii)
aktivasi NADP(H), dan (iii) pelepasan mediator proinflamasi seperti IL-6
akibatnya, kelebihan angiotensin II akan menyebabkan remodelling vaskular dan
hipertrofi, serta pertumbuhan plak dan ruptur plak aterosklerosis.34,35
Angiotensin II menyebabkan aterosklerosis melalui formasi Reactive
oxygen species (ROS), inflamasi, oksidasi LDL, disfungsi endotel, degradasi
matriks endotel dan trombosis.35

16

Anda mungkin juga menyukai