Berikut ini adalah dalil-dalil yang menceritakan Rasulullah s.a.w. berdoa mengangkat tangan
pada saat momentum / peristiwa tertentu. Pengkhsusuan “pada saat tertentu” ini mengacu pada
kecenderungan orang yang berpendapat bahwa Rasulullah s.a.w. berdoa mengangkat tangan
hanya pada saat tertentu saja, sedangkan di luar saat-saat tersebut adalah bid’ah.
9. Berdoa Mengangkat Tangan Saat Berlindung Dari Dajjal dan Adzab Kubur
Dari Aisyah, ia mengatakan: ”Seorang perempuan yahudi datang dan meminta makan di balik
pintu rumahku, ia mengatakan,’Semoga Allah memberikan perlindungan kepada kamu dari
fitnah Ad Dajal dan dari fitnah kubur… Aisyah mengatakan,’Lalu Rasulullah s.a.w. berdiri
kemudian mengangkat kedua tangan seraya memohon perlindungan kepada Allah dari fitnah
dajal dan dari azab kubur…(H.R. Ahmad, Musnad al Imam Ahmad, XXXXII : 12 dan Ibnu
Rahawaeh, al Musnad, No. 1170)
Syu’aib Al Arnauth mengatakan, ’Hadis ini sanadnya shahih sesuai dengan syarat periwayatan
Al Bukhari dan Muslim. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Rahawaih, Al Baihaqi, Ibnul
Mundzir, dan Al Haitsami. Lihat Ta’liq ‘ala Musnad Al Imam Ahmad, XXXXII:12-14.
E. Orang Yang Berpendapat Berdoa Mengangkat Tangan Saat Sholat Istisqo Saja
Sebagian ulama berpendapat bahwa berdoa dengan menengadahkan tangan hanya boleh ketika
sholat istisqo (shalat minta hujan) saja karena ada perkataan “tidak pernah mengangkat tangan
kecuali ketika shalat istisqo”
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar telah menceritakan kepada kami
Yahya dan Ibnu Abi ‘Adi dari Sa’id dari Qatadah dari Anas bin Malik berkata, “Nabi s.a.w. tidak
pernah mengangkat tangannya saat berdoa kecuali ketika berdoa dalam shalat istisqo’. Beliau
mengangkat tangannya hingga terlihat putih kedua ketiaknya.” (H.R. Bukhari No. 973)
Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali telah mengabarkan kepada kami Yazid bin
Zurai’ telah menceritakan kepada kami Sa’id dari Qatadah dari Anas r.a. bahwa Nabi s.a.w.
tidak pernah mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a kecuali ketika meminta hujan, ketika
itu beliau mengangkat kedua tangan beliau sehingga terlihat putih ketiaknya.” (H.R. Abu Daud
No. 989, An-Nasa’i No. 1728 Ad-Darimi 1492)
Nashiruddin Al-Albani mengatakan hadits di atas shahih
Walaupun kedua hadits di atas shahih dan maknanya demikian, namun pada kenyataannya
banyak sekali hadits shahih lainnya yang menceritakan Rasulullah s.a.w. juga berdoa dengan
mengangkat tangan ketika di depan Ka’bah, di Arafah, Shafa dan Marwa, ketika melempar
jumroh, juga ketika shalat gerhana, membaca qunut, berdoa memohon perlindungan, ketika
hendak perang, atau ketika mendoakan gugurnya Ubaid bin Amir dll. Maka hadits ini shahih dari
segi sanad namun syadz (ganjil) dari segi matam (isi redaksinya) karena bertentangan dengan
hadits shahih lainnya.
Namun ada penjelasan lain akan fenomena ini, bahwa ternyata dalam hadits riwayat Muslim,
Abdul A’la membantah hal ini dan bersaksi melihat ketiak Rasulullah s.a.w. yang menandakan
Rasulullah s.a.w. mengangkat tangan ketika peristiwa itu.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami
Ibnu Abu Adi dan Abdul A’la dari Sa’id dari Qatadah dari Anas bahwasanya; Nabi s.a.w. tidak
mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a kecuali dalam shalat Istisqa`, hingga terlihat putih
ketiak beliau.” Namun Abdul A’la berkata bahwa : “terlihat putih ketiak beliau atau kedua
ketiak beliau”. (H.R. Muslim No. 1491)
Abdurrahman Al-Mubarkafuri berlata : “Mereka mengatakan bahwa mengangkat tangan yang
seperti ini jika terjadi pada doa istisqo saja, tetapi hadits ini (yang berlafadz umum) tidaklah
mengkhususkannya. Oleh karenanya, Imam Bukhari berdalil dengan hadits ini dalam kitab Ad
Da’awat atas kebolehan mengangkat kedua tangan secara mutlak (umum) ketika berdoa.”
(Tuhfah Al Ahwadzi, 2/201-202. Cet. 2. Maktabah As Salafiyah, Madinah Al Munawarah)
F. Larangan Berdoa Mengangkat Tangan Ketika Khutbah Jum’at
Orang yang berpendapat bahwa ada larangan berdoa dengan mengangkat tangan kecuali pada
waktu-waktu tertentu yang dicontohkan oleh Nabi s.a.w. mendasarkan diri pada hadits berikut :
Dari Amarah bin Ruwaibah, ia berkata,’Saya melihat Bisyr bin Marwan mengangkat kedua
tangannya di atas mimbar (berdoa pada waktu jum’at), ia mengatakan: ”Semoga Allah
menjauhkan (kebaikkan) dari kedua tangan itu, sungguh saya pernah melihat Rasulullah s.a.w.
tidak menambah ketika berdoa dengan tanganya begini, dan ia mengisyaratkan dengan jari
telunjuknya”. (H.R. Muslim, Juz II Hal 295, Ibnu Hiban, Shahih Ibnu Hiban, II : 121. Ibnu
Khuzaimah, Juz II Hal 352).
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Za`idah
dari Hushain bin Abdurrahman dia berkata; ‘Umarah bin Ruwaibah melihat Bisyr bin Marwan
sedang berdo’a pada hari Jum’at (dengan mengangkat tangan), maka Umarah berkata; “Semoga
Allah menjadikan kedua tangan ini jelek.” Za`idah berkata; Hushain berkata; telah
menceritakan kepadaku ‘Umarah dia berkata; “Sungguh aku pernah melihat Rasulullah s.a.w.
ketika beliau di atas mimbar, (berdo’a) tidak lebih dari memberi isyarat dengan ini.” yaitu jari
telunjuk dekat ibu jari.” (H.R. Abu Daud No. 930) Nashiruddin Al-Albani mengatakan hadits di
atas shahih.
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani’ telah menceritakan kepada kami Husyaim
telah mengabarkan kepada kami Hushain dia berkata, saya mendengar Umarah bin Ruwaibah At
Tsaqafi sedangkan Bisyr bin Marwan berkhutbah, lalu dia mengangkat kedua tangannya waktu
berdo’a, maka Umarah berkata, semoga Allah menghinakan kedua tanganmu yang pendek,
sungguh saya telah melihat Rasulullah s.a.w., beliau tidak menambah dengan mengatakan
seperti ini, lalu Husyaim mengisyaratkan dengan jari telunjuknya. (H.R. Tirmidzi No. 473)
Abu Isa (Tirmidzi) berkata, ini adalah hadits hasan shahih. Nashiruddin Al-Albani mengatakan
hadits di atas shahih.
Umarah bin Ruwaibah itu seorang sahabat. Ia secara langsung menegur Bisyrin bin Marwan
mengangkat kedua tangannya dalam berdoa’a ketika khutbah jum’at, karena yang pernah ia lihat
Rasulullah s.a.w. berdo’a pada saat khutbah tidak mengangkat kedua tangannya.
Maka Imam Asy-Syaukani berkomentar dalam kitab Nailul Autharnya, “Hadits ini menunjukan
karahah (tidak disukai) mengangkat kedua tangan diatas mimbar dikala berdo’a dan
sesungguhnya hal itu adalah bid’ah”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Dimakruhkan bagi imam mengangkat kedua tangannya
ketika berdo’a saat khutbah. Ini adalah salah satu dari pendapat yang lebih benar menurut
sahabat kami (madzhab Hambali)
Imam al-Nawawi berkata dalam menjelaskan kandungan hadits di atas, “Di dalamnya terdapat
sunnah agar tidak mengangkat tangan saat khutbah, ini adalah pendapat Malik, para sahabat
kami dan selain mereka.” (Syarh Muslim: 6/162) dan beliau berkata dalam al Iqna’ dan
Syarahnya, “Imam dimakruhkan mengangkat kedua tangannya saat berdoa dalam khutbah. Al-
Majd berkata, “Itu bid’ah, sesuai dengan pendapat ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan selain
mereka.” (Kasyaful Qana’ ‘an Matni al-Iqna’, 2/37)
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari al-Zuhri, berkata: “Mengangkat tangan pada Khutbah
Jum’at adalah perkara muhdats (yang diada-adakan).” Thawus juga berkata , bahwa beliau
membenci mengangkat tangan saat berdoa pada hari Jum’at. Dan beliau sendiri tidak
mengangkat kedua tangannya.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: 2/55)
Namun dalam hadits lainnya keterangan ini terbantahkan karena suatu ketika dua kali hari
Jum’at penduduk Madinah sekaligus memohon turunnya hujan tanpa keterangan perinci apakah
doa itu dilakukan pada sholat istisqo atau sholat jum’at.
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Adi dari Humaid ia berkata; ada satu pertanyaan
yang dilontarkan kepada Anas; “Apakah Nabi s.a.w.mengangkat tangannya ketika sedang
berdoa?” maka dia menjawab; “Ketika hari Jum’at pernah dikatakan kepada Rasulullah s.a.w. ;
“Wahai Rasulullah, hujan tidak turun sementara tanah sudah pada mengering dan harta hampir
punah!” Anas berkata; “Kemudian Rasulullah s.a.w.mengangkat tangannya sehingga terlihat
putih ketiaknya, lalu beliau meminta agar diturunkan hujan. Sungguh beliau telah mengangkat
tangannya meminta hujan, sungguh beliau telah mengangkat tangannya, namun kami tidak juga
melihat langit mendung. Maka ketika kami telah selesai melaksanakan shalat, hujan turun
sehingga membuat seorang pemuda yang paling dekat rumahnya tidak mempunyai keinginan
yang lain kecuali mendatangi istrinya.” Anas berkata; “Pada Jum’at berikutnya orang-orang
menemui Rasulullah s.a.w.seraya berkata; “Wahai Rasulullah, rumah-rumah kami hancur dan
kendaraan-kendaraan kami tidak bisa lewat (karena kebanjiran)!” Maka Rasulullah s.a.w.pun
tersenyum karena begitu cepat bosannya manusia, setelah itu beliau berdoa: “ALLAHUMMA
HAWALAINA WALA ‘ALAINA (Ya Allah turunkanlah hujan yang merata, bukan atas kami saja),
kemudian hujan itu pun merata ke seluruh penjuru Madinah.” (H.R. Ahmad No. 11581)
Namun yang jelas dikatakan pada hadits di atas bahwa pada Jum’at berikutnya mereka memohon
untuk diberhentikan hujan karena kebanjiran, maka jelas ini adalah bukan sholat istisqo (mohon
turun hujan). Sehingga dapat disimpulkan pada Jum’at berikutnya Rasulullah s.a.w. berdoa
menengadahkan tangan pada hari Jum’at walaupun tidak diperinci apakah ini ketika sholat
Jum’at atau bukan.
Ada pula hadits lain yang mengatakan tidak pernah melihat sama sekali Rasulullah s.a.w. berdoa
mengangkat tangan namun hadits ini adalah dla’if
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Bisyr yaitu Ibnu Al
Mufadlal telah menceritakan kepada kami Abdurrahman yaitu Ibnu Ishaq dari Abdurrahman bin
Mu’awiyah dari Ibnu Abu Dzubab dari Sahl bin Sa’d dia berkata; “Aku tidak pernah melihat
sama sekali Rasulullah s.a.w. mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a, baik di atas mimbar
maupun di tempat lain, akan tetapi aku melihat beliau hanya memberi isyarat seperti ini.” Lalu
Sahl memberi isyarat dengan jari telunjuk sambil mengenggam jari tengah dengan jempol.”
(H.R. Abu Daud No. 931) Nashiruddin Al-Albani mengatakan hadits ini dla’if karena
Abdurrahman bin Ishaq bin Abdullah dinyatakan dla’if oleh Daruquthni. Sedangkan Ibnu Hajar
Asqolani dan As-Saji mengatakan ia beraliran Qadariyah. Demikian pula Abdurrahman bin
Mu’awiyah bin Al-Huwairits menurut Adz-Dzahabi dla’if, menurut Ibnu Hajar Asqolani buruk
hafalannya dan tertuduh beraliran murji’ah. Namun Yahya bin Ma’in mengatakan ia tsiqah.