Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian

Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks dan menjadi penyebab

umum terjadinya tindakan emergency bedah abdomen (Hockenberry & Wilson,

2008). Definisi lain apendisitis merupakan peradangan pada appendiks, sebuah

kantung buntu yang berhubungan dengan bagian akhir secum yang umumnya

disebabkan oleh obstruksi pada lumen appendiks (Luxner, 2005). Sedangkan

menurut Corwin (2009), apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena

tersumbatnya lumen oleh batu fecess, hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing

usus. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti

Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis. Jadi

dapat disimpulkan apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendiks

(kantung buntu yang berhubungan dengan akhir secum) yang disebabkan oleh

obstruksi pada lumen appendiks.

B. Anatomi Fisiologi

Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang ± 10

cm (4 inci), lebar 0,3-0,7 cm yang melekat pada sekum tepat di bawah katup

ileosekal. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar

pada bagian distal. Appendiks adalah tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum atau

berbentuk kantung buntu di bawah tautan antara usus halus dan usus besar di

katup ileosekum.
Permukaan eksternal appendiks tampak halus berwarna merah kecokelatan

hingga kelabu. Permukaan dalam atau mukosa appendiks secara umum sama

dengan mukosa pada kolon, berwarna kuning muda, bernodular, dan terdapat

komponen limfoid yang prominen. Jaringan limfoid terdapat di dinding mukosa

appendiks. Permukaan apppendiks dikelilingi peritoneum dan mesoappendiks

(mesenter pendek yang melekat pada usus halus). Mesoappendiks berisi

pembuluh darah appendikular dan persarafan.

Appendiks bagian dari organ sistem pencernaan tubuh manusia yang tidak

memiliki fungsi yang jelas. Namun appendiks memiliki fungsi sebagai pelindung

terhadap infeksi mikroorganisme intestinal. Appendiks menghasilkan lendir 1-2

ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya

mengalir ke sekum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated

Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk

appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai

pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus,

serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya (Pearce,

2009).

C. Etiologi

Etiologi apendisitis yang terjadi antara lain disebabkan oleh obstruksi

lumen appendiks. Obstruksi lumen pada appendiks yang menyebabkan apendisitis

antara lain karena; material feses yang keras (fecalith), hyperplasia jaringan
limfoid, dan infeksi virus (Hockenberry & Wilson, 2007). Penyebab lain yang

diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit

E.histolytica. penelitian epidemologi menunjukkan peran kebiasaan makan

makanan rendah serat dan berpengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.

Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya

sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora kolon

biasa yang mempermudah timbulnya apendisitis akut.

D. Manifestasi Klinik

Menurut Mansjoer (2000), menyebutkan appendiksitis biasanya bermula

dari nyeri di daerah umbilicus yang berhubungan dengan muntah, 2-12 jam nyeri

akan beralih ke kuadran bagian bawah yang akan menetap dan diperberat bila

berjalan. Terdapat juga keluhan anoreksia malaise dan demam yang tidak terlalu

tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual

dan muntah.

Gambaran klinis yang sering timbul :

a. Rasa nyeri yang dimulai dari bagian tengah perut dan berpindah kebagian

bawah sebelah kanan perut, dengan perut kaku seperti papan.

b. Nafsu makan hilang, sehingga badan terasa lemah.

c. Rasa nyeri semakin meningkat terasa ada tekanan pada bagian kanan bawah

saat berjalan.

d. Sembelit sehingga penderita memerlukan obat pencahar.


e. Bagian kiri bawah perut terlalu lunak untuk disentuh, diperkirakan bagian

perut mengalami peradangan.

f. Demam suhu badan akan meninggi dan akan merasa mual sampai menusuk.

Rasa mual disebabkan rangsangan usus buntu yang meradang pada selaput

lendir perut (peritoneum).

E. Pathway

F. Komplikasi

Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi


penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecendrungan menjadi
progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam
pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut. Tanda-tanda
perforasi meliputi meningkatkan nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan
bawah dengan tanda peritonotis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus,
demam, malise, dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis
umum aatu pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang,
diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. Bila terjadi peritonitis umum terapi
spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan
tindakan lain sebagai penunjang: tirah baring dalam posisi fowler medium
(setengah duduk), pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit,
pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan
pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, transfusi untuk mengatasi
anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah
yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat
diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazole,
atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan
apendiktomi dapat dilakukan 6 – 12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap
progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke
arah rektum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.
Tomboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan
komplikasi yang letal. Hal ini harus kita curigai bila ditemukan demam sepsis,
menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada
keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase.
Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis
intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Hb normal
2) Leukosit normal atau meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis,
>10,000/mm3)
3) Hitung jenis : segmen lebih banyak
4) LED meningkat (pada appendicitis infiltrate)
b. Rotgen : appendicogram
Hasil positif berupa :
1) Non-filling
2) Partial filling
3) Mouse tail
4) Cut off
Rontgen abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis.

H. Penatalaksanaan
1. Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi
ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan
dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya
apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan
rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara
periodik. Foto abdomen dan thoraks tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis
ditegakkan denagn lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam
setelah timbulnya keluhan.
b. Intubasi bila perlu
c. Antibiotik
2. Operasi apendiktomi
3. Pasca operasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau
peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selam 4-5 jam lalu naikkan
menjasi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan diberikan makanan saring,
dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pascaoperasi pasien
dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selam 2x30 menit. Pada hari
kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat
diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
4. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam
perotonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan
kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.

E. Diagnosa Keperawatan
Preoperasi :
1. Cemas berhubungan dengan tindakan operasi.

Postoperasi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (insisi pembedahan).
2. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN APENDICITIS
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteris Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
dengan agen injuri biologi diharapkan, tingkat nyeri klien menurun,  Kaji nyeri secara komprehensif
dengan criteria : termasuk lokasi, karakteristik,
 Klien mampu mengontrol nyeri (tahu durasi, frekuensi, kualitas dan
penyebab nyeri, mampu menggunakan faktor presipitasi
tehnik nonfarmakologi untuk  Ajarkan tentang teknik non
mengurangi nyeri, mencari bantuan) farmakologi mengurangi nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Berikan analgetik untuk
dengan menggunakan manajemen nyeri mengurangi nyeri
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Monitor vital sign
berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
2 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
berhubungan dengan diharapkan klien mampu melakukan  Monitor kemempuan klien
kelemahan fisik aktivitas perawatan diri sehari-hari, dengan untuk perawatan diri yang
criteria : mandiri.
 Klien terbebas dari bau badan  Sediakan bantuan sampai klien
 Menyatakan kenyamanan terhadap mampu secara utuh untuk
kemampuan untuk melakukan ADLs melakukan self-care.
 Dapat melakukan ADLS dengan  Dorong klien untuk melakukan
bantuan aktivitas sehari-hari yang
normal sesuai kemampuan yang
dimiliki.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
3 Cemas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
perubahan status kesehatan diharapkan klien mampu mengontrol  Jelaskan semua prosedur dan
cemas, dengan criteria : apa yang dirasakan selama
 Klien mampu mengidentifikasi dan prosedur
mengungkapkan gejala cemas  Berikan informasi faktual
 Mengidentifikasi, mengungkapkan mengenai diagnosis, tindakan
dan menunjukkan tehnik untuk prognosis
mengontol cemas  Identifikasi tingkat kecemasan
 Vital sign dalam batas normal  Bantu pasien mengenal situasi
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa yang menimbulkan kecemasan
tubuh dan tingkat aktivitas  Dorong pasien untuk
menunjukkan berkurangnya mengungkapkan perasaan,
kecemasan ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
 Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan

4 Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


dengan prosedur invasive, insisi diharapkan, klien mampu menjaga status  Instruksikan pada pengunjung
pembedahan, pemasangan imun dan mengontrol resiko infeksi, untuk mencuci tangan saat
infuse dengan criteria : berkunjung dan setelah
 Klien bebas dari tanda dan gejala berkunjung meninggalkan
infeksi pasien
 Mendeskripsikan proses penularan  Cuci tangan setiap sebelum dan
penyakit, factor yang mempengaruhi sesudah tindakan kperawtan
penularan serta penatalaksanaannya,  Tingktkan intake nutrisi
 Menunjukkan kemampuan untuk  Berikan terapi antibiotik bila
mencegah timbulnya infeksi perlu
 Menunjukkan perilaku hidup sehat  Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Lakukan perawatan luka
DAFTAR PUSTAKA :

Carpenito,L. J. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.

Doengoes, M.E. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.

……… 2009. Diktat Kuliah Medikal Bedah II. PSIK FK.Unair. TA: 2008/2009.
Surabaya.

Rothrock,J. C. 2012. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat. R & Jong,W. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed. Revisi. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai