Anda di halaman 1dari 15

DESIGN PIT PENAMBANGAN ENDAPAN BIJIH NIKEL PADA PT.

TANJUNG

PUTIA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

PT. Tanjung Putia adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan nikel

dan salah satu kontraktor yang di miliki oleh PT. Bintang Delapan Mineral yang berlokasi di

Desa Bahomakmur, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.

Sedangkan secara geografis terletak pada koordinat 121° 48’ 18.3” – 122° 7’ 59.1” Bujur

Timur dan 2° 43’ 0.4” – 2° 55’ 43.7” Lintang Selatan. Lokasi PT. TANJUNG PUTIA dapat

ditempuh dengan jalur darat menggunakan bus selama ± 14 jam dari Makassar ke Sorowako

kemudian jalur laut selama 45 menit dari Sorowako ke Nuha (penyebrangan danau Matano),

selanjutnya menggunakan bus lagi selama ± 12 jam dari Nuha ke Bahodopi . Selain itu juga

bisa dengan jalur perjalanan dilakukan melalui jalan darat selama ± 8 jam dari Kendari,

dengan kondisi jalan beraspal dan jalan tanah berbatu, terutama setelah memasuki wilayah

Provinsi Sulawesi Tengah, Sedangkan jarak antara dari kantor pusat PT Bintang Delapan

Mineral dengan tempat daerah penelitian yaitu PT. Tanjung Putia, selaku

kontraktor iyalah ± 5 km.

Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ni dan

nomor atom 28 dan mempunyai batuan induk bijih nikel batuan peridotit. Menurut

Vinogradov batuan ultra basa rata-rata mempunyai kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur

nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil

substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat
diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur

tersebut. Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan

hydrothermal, akan mengubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan

serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas

dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.

Berdasarkan bentuk dan karakteristik lapisan bijih Nikel serta lapisan penutupnya,

sistem penambangan yang di terapkan di PT. Tanjung Putia adalah sistem tambang terbuka

(Open pit/open cut), Metode ini biasanya diterapkan untuk menambang endapan-endapan

bijih (ore). Secara umum metode ini menggunakan siklus operasi penambangan yang

konvensional. Disebut Open Pit apabila penambangannya dilakukan dari permukaan yang

relatif mendatar menuju ke arah bawah dimana endapan bijih tersebut berada. Sedangkan

disebut open cut/open cast/open mine apabila penggalian endapan bijih dilakukan pada suatu

lereng bukit. Jadi penerapan open pit atau open cut sangat tergantung pada letak atau bentuk

endapan bijih yang akan ditambang. Pada open pit tanah penutup dikupas dan dipindahkan ke

suatu daerah pembuangan yang tidak ada endapan di bawahnya.

Perencanaan tambang bertujuan agar dapat menghindari kerugian sampai pada proses

berlangsungnya penambangan itu sendiri, karena sifat dari penyebaran kadar Ore yang relatif

tidak merata. Salah satunya adalah membuat design pit perencanaan penambangan sebagai

acuan dan pegangan sebelum terjadinya proses penambangan. Sesuai dengan pemaparan

singkat di atas, penulis bermaksud mengambil judul penelitian Tugas Akhir tentang :

Design Pit Penambangan Endapan Bijih Nikel Pada PT. Tanjung Putia, Desa

Bahomakmur, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah


1.2 Rumusan Masalah

Adapun masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

 Berapa nilai stripping ratio daerah penelitian?

 Bagaimana cara membuat desain pit yang sesuai endapan?

 Berapa jumlah volume overburden yang akan dibongkar?

1.2.1 Identifikasi Masalah

Adapun permaslahan yang dapat terjadi pada penulis dilapangan adalah sebagai

berikut:

a) Nilai stripping ratio daerah penelitian yang belum diketahui.

b) Bentuk pit penambangan yang belum diketahui.

c) Volume overburden yang akan dibongkar belum diketahui.

1.2.2 Masalah penelitian

Adapun masalah yang menjadi konsentrasi penulis adalah sebagai berikut:

a) Nilai stripping ratio daerah penelitian.

b) Pit penambangan yang sesuai dengan endapan.

c) Volume overburden yang dibongkar.

1.2.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada perhitungan nilai stripping ration, mendesain pit

penambangan serta menetukan jumlah overburden pada daerah penelitian

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan pelaksanan penelitian Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui :
 Mengetahui Layak tidaknya ore pada daerah penelitian untuk ditambang berdasarkan nilai

Stripping Ratio.

 Membuat desain pit penambangan yang sesuai dengan bentuk dan arah penyebaran endapan

ore nikel.

 Mengetahui jumlah volume overburden dari hasil pit yang di design.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Endapan Nikel laterit

Nikel merupakan unsur logam dengan simbol Ni dan nomor atom 28. Karakteristik

nikel yang tahan karat menjadikan komoditas logam ini sangat dibutuhkan oleh peradaban

modern yang banyak membutuhkan logam tahan karat sebagai bahan baku dalam produksi.

Dalam kadar nikel tertinggi hingga mencapai 3000 ppm terdapat dalam batuan ultrabasa dunit

dan peridotit seperti yang ditemukan di Caledonia. Kandungan nikel pada berbagai jenis

batuan lainnya bervariasi, pada batuan metamorfik dan sedimen (batupasir) mengandung 90

ppm Ni, 90 – 100 ppm Ni dalam lempung dan berkisar 10 -20 ppm batuan karbonatan,

sedangkan pada batuan asam sangat tidak umum « 5 ppm). Terdapat dua jenis cebakan nikel

yaitu primer dan laterit (Sutisna et.al, 2006). Laterit berasal dari later, artinya bata

(membentuk bongkah-bongkah yang tersusun seperti bata berwarna merah). Ollier (1969)

mengartikan sebagai Soil di daerah tropis dengan horizon konkresi besi oksida, yang dalam

keadaan normal berwarna merah. Laterisasi merupakan proses pelapukan kimia pada kondisi

iklim yang lembab (tropis) yang berlangsung pada waktu yang lama dengan kondisi tektonik

yang relatif stabil, membentuk formasi lapisan regolith yang tebal dengan karakteristik yang

khas, (But and Zeegers, 1992). Secara umum, nikel laterit diartikan sebagai suatu endapan
bijih nikel yang terbentuk dari proses laterisasi pada batuan ultramafik (peridotit, dunit dan

serpentinit) yang mengandung Ni dengan kadar yang tinggi, yang pada umumnya terbentuk

pada daerah tropis dan sub tropis. Kandungan Ni di batuan asal berkisar 0.28 % dapat

mengalami kenaikan menjadi 1 % Ni sebagai konsentrasi sisa (Residual Concentration) pada

zona limonit (Waheed Ahmad, 2006). Proses laterit ini selanjutnya dapat berkembang

menjadi proses pengayaan nickel (Supergene Enrichment) pada zona saprolit sehingga dapat

meningkatkan kandungan nikel menjadi lebih besar dari 2 %. Sebetulnya, disamping endapan

nikel laterit, terdapat juga type endapan lain seperti yang dikenal dengan nama nikel sulfida

yang mana terbentuk dari proses hidrothermal sehingga membentuk suatu cebakan/ endapan

nikel dalam bentuk urat-urat (Veins). Salah satu contoh dari type endapan ini bisa ditemukan

di tambang Sudbury-Kanada. Namun demikian, untuk tulisan ini kita hanya ingin mengenal

lebih jauh tentang nikel laterit itu sendiri, yang mana tersebar banyak di daerah Bahodopi,

Sorowako dan Pomalaa.

2.2 Pengertian Perencanaan

Perencanaan adalah penentuan persyaratan dalan mencapai sasaran kegiatan serta

urutan teknik pelaksanaan berbagai macam kegiatan untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran

yang diinginkan. Pada dasarnya perencanaan dibagi atas 2 bagian utama, yaitu:

 Perencanaan strategis yang mengacu kepada sasaran secara menyeluruh, strategi

pencapaiannya serta penentuan cara, waktu, dan biaya.

 Perencanaan operasional, menyangkut teknik pengerjaan dan penggunaan sumber daya

untuk mencapai sasaran.

Dari dasar perencanaan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu perencanaan

akan berjalan dengan menggunakan dua pertimbangan yaitu pertimbangan ekonomis dan

pertimbangan teknis. Untuk merealisasikan perencanaan tersebut dibutuhkan suatu program-


program kegiatan yang sistematis berupa rancangan kegiatan yang dalam perencanaan

penambangan disebut rancangan teknis penambangan. Rancangan teknis ini sangat

dibutuhkan karena merupakan landasan dasar atau konsep dasar dalam pembukaan suatu

tambang khususnya tambang bijih nikel.

2.3 Cadangan Bijih.

Penentuan jumlah cadangan atau jumlah sumberdaya mineral yang memiliki nilai

ekonomis atau akan ditambang adalah suatu hal yang pertama harus dikaji, dihitung secara

benar sesuai standar perhitungan cadangan yang lazim/berlaku, karena akan berpengaruh

terhadap optimalisasi rencana usaha tambang, umur tambang dan hasil yang akan di peroleh.

Dalam hal penentuan cadangan bijih

Data utama yang diperlukan untuk menentukan taksiran cadangan bijih dapat berupa

data geologi, data kadar, data lokasi, peta topografi.

Untuk menghitung tonase ore (ton) diperoleh dari hasil kali volume ore (m3) dengan

density batuan (ton/m3).

Tonase Ore = Volume x Density .............................................................. (2.1)

Untuk menghitung tonase mineral yang terdapat di dalam ore diperoleh dari hasil kali

Tonase ore (ton) dengan Kadar rata – rata.

Tonase mineral = Tonase Ore x Krata-rata ................................................... (2.2)

2.4 Pertimbangan Dasar Perencanaan Tambang

Dalam suatu perencanaan tambang, khususnya tambang bijih terdapat dua

pertimbangan dasar yang perlu diperhatikan, yaitu:

2.4.1 Pertimbangan Ekonomis

Pertimbangan ekonomis ini menyangkut ongkos. Data untuk pertimbangan ekonomis


dalam melakukan perencanaan tambang,yaitu:
 Nilai (value) dari endapan per ton nikel

 Ongkos produksi, yaitu ongkos yang diperlukan sampai mendapatkan produk berupa bijih

tembaga diluar ongkos stripping.

 Ongkos ”stripping of overburden” dengan terlebih dahulu mengetahui “stripping ratio”nya.

 Keuntungan yang diharapkan dengan mengetahui “Economic Stripping Ratio”.

 Kondisi pasar

2.4.2 Pertimbangan Teknis

Yang termasuk dalam data untuk pertimbangan teknis adalah:


 Menentukan “Ultimate Pit Slope (UPS)”

 Ukuran dan batas maksimum dari kedalaman tambang pada akhir operasi

 Dimensi jenjang/bench

 Pemilihan sistem penirisan yang tergantung kondisi air tanah dan curah hujan daerah

penambangan.

 Kondisi geometrik jalan

 Pemilihan peralatan mekanis

 Kondisi geografi dan geologi

2.5 Dasar Pemilihan Sistem Penambangan

Dengan perkembangan teknologi, sistem penambangan dibagi dalam tiga sistem


penambangan yaitu:
 Tambang terbuka yaitu sistem penambangan yang seluruh kegiatan penambangannya
berhubungan langsung dengan udara luar.
 Tambang dalam yaitu sistem penambangan yang aktivitas penambangannya dibawah
permukaan atau di dalam tanah.
 Tambang bawah air (Under water Mining)

2.5.1 Jumlah Tanah Penutup


Tanah penutup atau overburden yaitu tanah yang berada di atas lapisan bijih. Sebelum

pengambilan bijih, terlebih dahulu tanah penutupnya harus dikupas. Jumlah dari tanah

penutup harus diketahui dengan jelas untuk menentukan nilai “Stripping Ratio”.

2.5.2 Jumlah Cadangan Bijih

Dari data hasil pemboran dan eksplorasi, dapat diketahui jumlah cadangan bijih yang
dapat ditambang (Mineable). Dari jumlah bijih tembaga hasil perhitungan cadangan tersebut
terdapat standar pengurangan yang digunakan oleh perusahaan sehinggga diperoleh mining
recovery.

2.5.2 Batas Penambangan (Pit Limit) dan Stripping ratio


Nisbah pengupasan didefinisikan sebagai nisbah dari jumlah material penutup ( waste

) terhadap jumlah material bijih (ore). Pada tambang bijih, nisbah ini biasanya dinyatakan

dalam ton waste/ton ore. Di tambang batubara sering dipakai m3 waste/ton batubara.

2.6 Perancangan Pit Penambangan (Pit Limit Design)

2.6.1 Sudut Lereng

 Geometri Jenjang

Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal, dan lebar dari

jenjang penangkap (catch bench).

 Tinggi jenjang : Biasanya alat muat yang digunakan harus mampu pula mencapai pucuk atau

bagian atas jenjang.

 Sudut lereng jenjang : penggalian oleh alat gali mekanis seperti loader atau shovel di

permukaan jenjang pada umumnya akan menghasilkan sudut lereng antara 60-65 derajat.

 Lebar jenjang penangkap : ditentukan oleh pertimbangan keamanan.

 Di beberapa tambang terkadang digunakan konfigurasi multi-jenjang (double/triple bench),

pada umumnya untuk jenjang yang tingginya 5-8 meter. Dalam hal ini jenjang perangkap

dibuat setiap dua atau tiga jenjang. Dalam operasi di pit, pengontrolan sudut lereng biasa

dilakukan dengan menandai lokasi pucuk jenjang (cresf) yang diinginkan menggunakan
bendera kecil. Operator shovel diperintahkan untuk menggali sampai mangkuknya mencapai

lokasi bendera tersebut. Lokasi lubang-lubang tembak dapat pula menjadi pedoman.

2.6.2 Jalan Angkut (Ramp)

2.6.2.1 Letak Jalan Keluar Tambang

 Untuk suatu tambang yang baru, penting diperhitungkan dimana letak jalan-jalan keluar dari

tambang. Biasanya kita ingin akses yang baik ke lokasi pembuangan tanah penutup dan

peremuk bijih.

 Topografi merupakan faktor yang penting. Akan sulit sekali bagi truk untuk keluar dari pit

ke medan yang curam. Jalan angkut (ramp) dapat dilihat pada gambar 2.1.

2.6.2.2 Lebar Jalan

 Tergantung pada lebar alat angkut, biasanya 4 kali lebar truk.

 Lebar jalan seperti di atas memungkinkan lalulintas dua arah, ruangan untuk truk yang

menyusul, juga cukup untuk selokan dan tanggul pengaman.

a). Lebar Jalan Lurus

L =n.Wt + (n+1).(0.5.Wt) ……………………………………………… (2.4)

L : lebar jalan angkut minimum, (meter)

n : jumlah jalur

Wt : lebar alat angkut, (meter)

Nilai 0,5 pada rumus diatas menunjukan bahwa ukuran aman kedua kendaraan

berpapasan adalah sebesar 0,5 wt, yaitu setengah lebar terbesar dari alat angkut yang
bersimpangan. Ukuran 0,5 wt juga digunakan untuk jarak dari tepi kanan atau kiri jalan ke

alat angkut yang melintasi secara berlawanan.

b). Lebar Jalan pada Tikungan

Lt = n(U + Fa + Fb + Z) + C ……………………………………………….. (2.5)

Z = C= (U + Fa + Fb )

Keterangan :

Lt : Lebar jalan angkut pada tikungan, (meter).

U : Jarak jejak roda, (meter).

Fa : Lebar juntai depan, (meter).

Fb: Lebar juntai belakang, (meter).

C : Jarak antara alat angkut saat bersimpangan,(meter).

 Radius Putar Truck

Jari-jari tikungan (belokan) berhubungan langsung dengan bentuk dan kontruksi alat

angkut yang digunakan. Penentuan besarnya jari-jari tikungan.

 Kemiringan Jalan

Super elevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang terbentuk oleh batas

antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena perbedaan kemiringan.

Berdasarkan teori ankintos D.I.C. pada kondisi jalan kering, nilai super elevasi

merupakan harga maksimum yaitu 60 mm/m sedangkan pada kondisi jalan penuh lumpur

atau licin, nilai super elevasi terbesar adalah 90 mm/m. kemiringan tikungan tersebut

tergantung tajamnya tikungan dan kecepatan maksimal kendaraan yang diijinkan pada waktu

melintasi tikungan.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung superelevasi yaitu:

tan α = V2/R.G ………………………………………………………………(2.6)

dengan :

V : Kecepatan kendaraan saat melewati tikungan

R : Radius tikungan

G : Gravitasi bumi = 9,8 m/s2

Kemiringan jalan angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%) yang dapat dihitung dengan

mempergunakan rumus sebagai berikut:

Grade (α) = …….. …………………………………………………………....(2.7)

Dengan:

Δh : Beda tinggi antara dua titik yang diukur

Δx : Jarak antara dua titik yang diukur

Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik dan aman

oleh alat angkut saat menaiki atau turun dari ketinggian maksimum 8 % - 10%.

3.6. Ukuran Jenjang (bench dimension)

Geometri jenjang mencakup seluruh aspek yang berhubungan dengan kenampakan

visual lereng, yaitu : orientasi lereng, kemiringan lereng, tinggi lereng dan lebar bench.

Orientasi lereng menentukan tipe longsoran yang mungkin terjadi. untuk menghitung tinggi

kritis jenjang dengan pertimbangan keamanan, maka salah satu ahli mekanika yaitu Taylor

merumuskan sebagai berikut:

dimana :
Hc = Ketinggian kritis  = Sudut geser dalam

c = kohesive Shearing Strength (ton/m2) γ = Berat Jenis Material (ton/m3)

Sedangkan untuk perhitungan lebar jenjang, menurut L. Sheyyakov (mining of mineral

deposits), lebar jenjang tergantung pada metoda penggalian dan kekerasan material yang

ditambang.

Persamaannya untuk material keras adalah:

B = N + L + L1 + l2 .....…………………………………………… (2.9)

keterangan :

B = lebar jenjang, m

N = lebar yang dibutuhkan untuk broken material, m

L = jarak antara sisi jenjang dengan rel, 3 – 4 meter

L1 = lebar lori biasanya 1,75-3,00 meter / lebar alat angkut

L2 = jarak untuk menjaga agar tidak longsor, biasanya selebar dump

truck, m

Disini tidak disediakan lebar untuk alat muat / gali karena dianggap alat muat bekerja

disamping broken material.

Menurut Young ( Elements of Mining ), geometri jenjang untuk pit penambangan,

yaitu:

a. Tinggi Jenjang.

- Untuk tambang bijih besi antara 20 – 40 ft.

- Untuk tambang bijih tembaga 30 – 70 ft

- Untuk limestone dapat sampai 200 ft.

b. Lebar jenjang: antara 50 – 250 ft

c. Kemiringan jenjang: antara 450 – 650.


Permukaan jenjang yang tersingkap paling bawah disebut jenjang dasar (Bench

Floor). Lebar jenjang ini adalah jarak antara crest dan toe yang diukur sepanjang permukaan

jenjang bagian atas. Lebar bank adalah proyeksi horizontal dari muka jenjan. Terdapat

beberapa tipe jenjang.

Jenjang kerja adalah suatu jenjang dimana dilakukan proses penambangan lebar yang

digali di jenjang kerja ini disebut cut. Lebar jenjang kerja ( WB ) didefinisikan sebagai jarak

dari crest pada jenjang dasar ke posisi toe yang baru setelah cut digali (lihat Gambar 2.9).

Setelah cut dipindahkan maka akan terlihat sisanya adalah sebagai jenjang pengaman

atau jenjang penangkap ( cath bench ) dengan lebar SB. Tujuan pembuatan jenjang penangkap

ini adalah :

a. Untuk mengumpulkan material yang meluncur dari jenjang yang ada di atasnya.

b. Untuk memberhentikan pergerakan boulder yang bergerak ke bawah.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.1. METODE PENELITIAN

Metode yang dipakai dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Kajian Pustaka


Tahap kajian pustaka ini dilakukan kajian – kajian pustaka atau literatur mengenai yang

berhubungan dengan penelitian ini.

2. Tahap Pengumpulan Data

a. Data Primer

Merupakan data - data pokok yang didapatkan dengan cara melakukan penelitian langsung di

lapangan dan tanya jawab atau diskusi dengan berbagai pihak yang mengetahui pokok

permasalahan mengenai rencana desain penambangan.

b. Data Sekunder

Pengambilan data sekunder yaitu berupa pengambilan data yang dilakukan tanpa perlu

langsung ke lapangan yang berupa data literatur atau buku – buku dari perusahaan

diantaranya : data curah hujan, data geologi, morfologi daerah telitian, serta cadangan dan

kualitas endapann nikel laterit.

3. Tahap Analisa dan Evaluasi Data

Data yang didapatkan di lapangan kemudian dianalisa serta dievaluasi untuk mendapatkan

hasil yang maksimal.

4. Tahap Penyajian Data

Penyajian data meliputi data- data lapangan yang dituangkan dalam bentuk laporan hasil

penelitian yang tertulis.

1.2 WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Penelitian akan dilaksanakan pada PT. TANJUNG PUTIA. Kabupaten Morowali,

Kecamatan Bahodopi, Provinsi Sulawesi Tengah, Sedangkan waktu dan rencana kegiatan

penelitian akan dilaksanakan selama 1 bulan dimulai Pertengahan SEPTEMBER 2017. Dapat

juga disesuaikan dengan jadwal yang diberikan oleh pihak perusahaan.


WAKTU KEGIATAN
JENIS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER
No
KEGIATAN 2017 2017 2017
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
2 Pengambilan
Data
3 Pengolahan Data
4 Presentasi

BAB IV

PENUTUP

Demikian proposal Tugas Akhir (TA) saya ini, sebagai bahan pertimbangan bagi

bapak/ibu agar dapat menerima saya untuk melaksanakan Tugas Akhir di PT. TANJUNG

PUTIA. Dan untuk selanjutnya, mohon bimbingan dan arahan dari bapak/ibu dalam

pelaksanaan nanti.

Anda mungkin juga menyukai