B. Imunologi
adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian
mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi
antara lain mempelajari peranan fisiologis sistem imum baik dalam keadaan sehat
maupun sakit; malafungsi sistem imun pada gangguan imunologi (penyakit autoimun,
hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan allograft); karakteristik fisik, kimiawi, dan
fisiologis komponen-komponen sistem imun in vitro, in situ, dan in vivo. Imunologi
memiliki berbagai penerapan pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah
menjadi beberapa subdisiplin.
C. Immunisasi
Immunisasi adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh kekebalan tubuh
manusia terhadap penyakit tertentu. Proses Immunisasi ialah memasukkan vaksin atau
serum ke dalam tubuh manusia, melalui oral atau suntikan. Tubuh dirangsang untuk
membentuk antibody yang dapat memproduksi anti toksin. Kehadiran anti toksin dapat
menetralisir toksin yang dikeluarkan oleh kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh
manusia.
Imunisasi itu sendiri adalah merupakan suatu cara serta upaya yang dilakukan dengan
sengaja dengan memberikan kekebalan (imunisasi) pada bayi atau anak sehingga
terhindar dari penyakit-penyakit tertentu sesuai dengan jenis macam imunisasi yang
diberikannya tersebut.
Ada beberapa pengertian definisi dari imunisasi. Dan diantaranya adalah bahwa
munisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu.
Serta juga Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu
penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan atau
dimatikan kedalam tubuh dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit tersebut,
tubuh dapat menghasilkan zat anti bodi yang pada saatnya digunakan tubuh untuk
melawan kuman atau bibit penyakit penyerang tubuh..
Berikut beberapa jenis vaksin imunisasi lengkap dan manfaat imunisasi yang diberikan
antara lain adalah :
1. Imunisasi Hepatitis B
Pemberian vaksinasi hepatitis B ini berguna serta bermanfaat dalam rangka untuk
mencegah virus Hepatitis B yang dapat menyerang dan merusak hati dan bila hal itu
terus terjadi sampai si anak dewasa akan bisa menyebabkan timbulnya penyakit kanker
hati.
2. Imunisasi BCG
Pemberian vaksinasi BCG (Bacillus Celmette-Guerin) dan juga imunisasi BCG ini
bermanfaat dan berguna dalam rangka untuk mencegah timbulnya penyakit TBC.
Dilakukan sekali pada bayi dengan sebelum usia 3 bulan. Biasanya dilakukan bila bayi
berusia 1 bulan.
Bila bayi telah berusia lebih dari 3 bulan dan belum mendapat imunisasi BCG maka
harus dilakukan uji tuberkulin untuk mengetahui apakah bayi sudah terpapar bakteri
TBC. Imunisasi bisa diberikan bila hasil tes tuberkulin negatif.
3. Imunisasi DPT
Diberikan dalam rangka dan bermanfaat untuk pencegahan terjadinya penyakit Difteri, Pertusis
dan Tetanus. Penyakit Difteri dapat menyebabkan pembengkakan dan penyumbatan
pernafasan, serta mengeluarkan racun yang dapat melemahkan otot jantung. Penyakit Pertusis
yang dalam kondisi berat bisa menyebabkan terjadinya pneumonia.
Kuman Tetanus mengeluarkan racun yang menyerang syaraf otot tubuh, sehingga otot menjadi
kaku, sulit bergerak dan bernafas. Kalau penyakit campak berat dapat mengakibatkan radang
paru berat (pneumonia), diare atau bisa menyerang otak.
4. Imunisasi Polio
Ini adalah jenis vaksinasi yang pemberiannya melalui oral (mulut) dan manfaat imunisasi polio
ini untuk mencegah penyakit polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan atau kecacatan.
Imunisasi diberikan sebanyak 4 kali, yaitu saat bayi berusia 1 sampai 4 bulan.
5. Imunisasi Campak
Tujuan pemberian imunisasi campak ini adalah mencegah penyakit campak. Pemberiannya
hanya sekali saja yaitu pada saat anak berusia 9 bulan. Pemberiannya dapat diulang pada saat
anak masuk SD atau mengikuti program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) yang
dicanangkan pemerintah.
F. Indikasi dan Kontra indikasi
1) Diskripsi BCG adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung mycobacterium bovis
hidup yang sudah dilemahkan dari strain Paris no. 1173.P2.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap TBC (Tuberculosa).
4) Kontraindikasi :
Adanya penyakit kulit yang berat / menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya.
Mereka yang sedang menderita TBC.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis B.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis.
PengertianImunisasiHepatitisB
1) Diskripsi
Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat
non-infeksiosus, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha)
menggunakanteknologiDNArekombinan.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.
Tidak dapat mencegah infeksi virus lain seperti virus Hepatitis A atau C atau yang diketahui
dapat menginfeksi hati.
1) Diskripsi
Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Vaksin ini berbentuk vaksin
beku kering yang harus dilarutkan dengan aquabidest steril.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit Campak.
5) Kontraindikasi
Individu yang mengidap penyakit immuno deficiency atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma. ( Dinkes Prov Jatim, 2005 )
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau adverse events following immunization adalah
semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada
keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca
vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien
imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-
strain pada resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse
events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang
vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat,
intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan.
Efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena potensi
vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap unsur vaksin
dengan latar belakang genetik. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin
campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin,
merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.
Abses pada tempat suntikan. Bengkak tidak perlu diobati dikompres dengan air hangat atau
larutan fisiologis NaCl bila timbul nanah, tetapi bila luka besar dan bengkak di ketiak anjurkan
ke dokter
BCG-itis. BCG, luka tidak perlu diobati cukup dibersihkan atau dikompres dengan air hangat
atau larutan fisiologis NaCl bila timbul nanah, tetapi bila luka besar dan bengkak di ketiak
anjurkan ke dokter.
DPT, bila panas atau rewel diberikan obat penurun panas dan berikan kompres dingin.
Shock anafilaksis. Shock anafilaksis adalah suatu syndroma klinis yang ditandai dengan
adanya hipotensi, tacycardia, kulit yang dingin, pucat basah, hiperventilasi, perubahan status
mental, penurunan produksi urine yang diakibatkan oleh reaksi anafilaksis. Penanganan Shock
anafilaksis. 1. Baringkan penderita dalam posisi shock yakni tidur terlentang dengan tungkai
lebih tinggi dari kepala pada alas yang keras 2. Bebaskan jalan nafas 3. Tentukan penyebab dan
lokasi masuknya bahan alergen 4. Bila masuk melalui ekstremitas pasang torniquette 5.
Berikan Adrenalin 1 : 1000 sebanyak 0,25 ml sub cutane 6. Monitor pernafasan dan
hemodinamika 7. Berikan suplemen oksigen 8. Untuk kasus yang sedang berikan Adrenalin 1 :
1000 sebanyak 0,25 ml intra muskuler 9. Bila berat berikan Adrenalin 1 : 100- sebanyak 2,5 –
5 ml intra vena 10.Bila vena colaps berikan Adrenalin sub lingual atau trans tracheal
11.Berikan Aminophillin 5 – 6 mg/ kg BB Iv bolus diikuti 0,4 – 0,9 mg/kg BB/ menit per drip
ini untuk bronchospasme yang persisten 12.Berikan cairan infus dengan berpedoman pada
kadar hematokrit 13.Monitor hemodinamika dan pernafasan 14.Bila tidak membaik rujuk ke
intitusi yang lebih tinggi
Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema dalam keadaan tertentu dapat diberikan antihistamin,
sebaiknya tidak diberikan kortikosteroid. Gejala ini dalam beberapa saat akan membaik, bila
terdapat faktor utama yang lain bisa berkepanjangan tetapi dalam ekadaan ini imuniasasi hanya
dalam keadaan kebetulan (co-accident).
Artralgia Bila mengganggu diberi antipiretik atau analgesik sejenis paracetamol atau NSID
lainnya
Episode hipotensif-hiporesponsif
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0-28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini
sangat rawan, karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat
hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian
neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa
neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin memerlukan berbagai
perubahan biokimia dan fungsi.
a) Hipotermia
Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C-37,500C pada suhu ketiak. Gejala awal
hipotermia apabila suhu <360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh
bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C -
<360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh <320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada
hipotermia diperlukan thermometer ukuran rendah (low reading thermometer) sampai 250C.
Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir
dengan kematian.
b) Hipertermia
Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam ruangan yang
udaranya panas, terlalu banyak pakai dan selimut.
4. Asfiksia
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur dalam 1 menit setelah lahir.
5. Kejang
Kejang pada neonatus didefinisikan sebagai suatu gangguan terhadap fungsi neurilogis
seperti tingkah laku, motorik, atau fungsi otonom. Kebanyakan kejang pada BBL timbul
selama beberapa hari. Sebagian kecil dari bayi tersebut akan mengalami kejang lanjutan dalam
kehidupan kelak. Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan manifestasi klinis yang
bervariasi. Timbulnya sering merupakan gejala awal dari gangguan neurologi dan dapat terjadi
gangguan pada kognitif dan perkembangan jangka panjang.
1. Bayi tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling sering. Timbul dalam
24 jam kehidupan pada kebanyakan kasus.
2. Pendarahan otak, dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan oksigen atau trauma pada
kepala. Pendarahan subdural yang biasanya diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan
kejang.
Kekurangan kadar gula darah (Hipoglikemia), sering timbul dengan gangguan pertumbuhan
daam kandungan dan pada bayi dengan ibu penderita diabetes melitus (DM). Jangka waktu
antara hipoglikemia dan waktu sebelum pemberian awal pengobatan merupakan waktu
timbulnya kejang.
b. Kekurangan kalsium (hipokalsemia), sering ditemukan pada bayi berat badan lahir
rendah, bayi dengan ibu penderita DM, bayi asfiksia, bayi dengan ibu penderitqa
hiperparatiroidisme.
Tetanus Neonatorum
Pengertian Tetanus Neonatorum. Tetanus berasal dari kata eflex (Yunani) yang berarti
peregangan. Tetanus Neonatorum adalah Penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda
klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi hidup, menangis dan menyusu secara normal,
pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh yang ditandai dengan kesulitan
membuka mulut dan menetek, disusul dengan kejang–kejang (WHO, 1989).
PENYAKIT YANG DIDERITA IBU SELAMA KEHAMILAN
a. Hipertensi esensial
Adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ini termasuk juga hipertensi ringan.
Gejalanya :
Biasanya tidak terasa ada keluhan dan pusing atau berat ditekuk kepala.
Penanganannya :
Memantau tekanan darah apabila diketahui tinggi dan mengurangi segala sesuatu yang bisa
menyebabkan tekanan darah naik seperti : gaya hidup, diet dan psikologis.
b. Preeklampsia
Adalah bila ditemukannya hipertensi yang ditambah dengan proteinuria dan oedema.
Proteinuria adalah tanda yang penting pada preeklampsia, tidak adanya tanda ini akan membuat
diagnosa preeklampsia dipertanyakan. Proteinuria jika kadarnya lebih dari 300 mg dalam urine
24 jam atau lebih dari 100 mg dalam urin 6 jam.
c. Eklampsia
Eklampsia didiagnosa jika kejang yang timbul dari hipertensi yang diinduksi dengan kehamilan
atau hipertensi yang diperberat dengan kehamilan.
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya
gejala-gejala nyeri kepala dibagian frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium dan
hiperrefleksia.
Ø Penyebab kematian ibu : Perdarahan otak, dekompensasi kordis dan edema paru
Penanganan Eklampsia
Tujuan : Menghentikan dan mencegah kejang, mencegah dan mengatasi timbulnya penyulit
khususnya krisis hipertensi sebagai penunjang untuk stabilisasi keadaan ibu seoptimal
mungkin.
Bayi yang tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama periode neonatal.
Penyakit penanda AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah pneumonia yang
disebabkan Pneumocystis carinii. Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan ifeksi HIV
adalah gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis, atau hepatosplenomegali
(pembesaran hapar dan lien).
Karena antibody ibu bisa dideteksi pada bayi sampai bayi berusia 18 bulan, maka tes
ELISA dan Western Blot akan positif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV karena tes ini
berdasarkan ada atau tidaknya antibody terhadap virus HIV. Tes paling spesifik untuk
mengidentifikasi HIV adalah PCR pada dua saat yang berlainan. DNA PCR pertama diambil
saat bayi berusia 1 bulan karena tes ini kurang sensitive selama periode satu bulan setelah lahir.
CDC merekomendasikan pemeriksaan DNA PCR setidaknya diulang pada saat bayi berusia
empat bulan. Jika tes ini negative, maka bayi terinfeksi HIV. Tetapi bila bayi tersebut
mendapatkan ASI, maka bayi resiko tertular HIV sehingga tes PCR perlu diulang setelah bayi
disapih. Pada usia 18 bulan, pemeriksaan ELISA bisa dilakukan pada bayi bila tidak tersedia
sarana pemeriksaan yang lain.
Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena
Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah yang berulang
Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang tidak steril
Penularan
Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi (postpartum)
Sebagian besar (90%), infeksi HIV pada bayi disebabkan penularan dari ibu, hanya sekitar
10% yang terjadi karena proses tranfusi.
BBL memproduksi respon antibodi yg tdk terlalu aktif, Lebih terbatas thd infeksi HIV
Bayi lahir dg ibu HIV seropositif : memiliki antibody HIV saat lahir.
Bayi tdk terinfeksi akan kehilangan antibodi maternal sekitar 8-15 bln.
Sebagian besar bayi terinfeksi : mengembangkan antibodi mereka sendiri dan tetap
seporopositif
Bayi yang memperlihatkan tanda2 infeksi saat lahir cenderung meninggal dlm satu bulan.
Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :
Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah
sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk
menularkan HIV.
Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat ASI
Untuk mengurangi resiko penularan, ibu dengan HIV positif bisa memberikan susu formula
pengganti ASI, kepada bayinya. Namun, pemberian susu formula harus sesuai dengan
persyaratan AFASS dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu Acceptable = mudah
diterima, Feasible = mudah dilakukan, Affordable = harga terjangkau, Sustainable =
berkelanjutan, dan Safe = aman penggunaannya
Pada daerah tertentu di mana pemberian susu formula tidak memenuhi persyaratan AFASS,
ibu HIV positif harus mendapatkan konseling jika memilih untuk memberikan ASI eksklusif.