Anda di halaman 1dari 32

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN

NOMOR 21 TAHUN 2004

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KUNINGAN


SAMPAI DENGAN TAHUN 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KUNINGAN

Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang di Daerah agar serasi, selaras,


seimbang, berdayaguna dan berhasilguna, berbudaya dan
berkelanjutan serta dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan, perlu di arahkan;

b. bahwa keterpaduan pelaksanaan pembangunan antar sektor,


wilayah dan antar pelaku pemanfaatan ruang perlu diwujudkan;

c. bahwa dalam rangka mengarahkan dan mewujudkan


pemanfaatan ruang dimaksud, maka telah disusun Rencana Tata
Ruang Wilayah Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Nomor 6 Tahun 1994;

d. bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah dimaksud


diproyeksikan sampai dengan Tahun 2003, sehingga masa
berlakunya sudah habis maka perlu disusun kembali Rencana Tata
Ruang Wilayah Daerah yang diproyeksikan untuk kurun waktu 10
(sepuluh) tahun kedepan sampai dengan Tahun 2013;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud huruf a, b, c dan d


untuk menjamin kepastian hukum Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Kuningan sampai dengan Tahun 2013, perlu ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan


Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara
Tahun 1950);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria ( Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 20 43);
3. Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Pertambangan ( Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2931 );
4. Undang Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan
( Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3046);
5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang jalan ( Lembaran
Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Negara Nomor 3186);
6. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustriaan
( Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Nmor 3274);
7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ( Lembaran Negara
Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Negara Nomor 3419);
8. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan
( Lembaran Negara 1990 Nomor 78, Tambahan lembaran Negara
Nomor 3437);
9. Undang – undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya ( Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3470);
10. Undang –undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman ( Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, tambahan
lembaran Negara Nomor 3478 );
11. Undang – undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480);
12. Undang – undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang ( Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3501 );
13. Undang – undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
14. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60,Tambahan
Lembaran Nomor 3839);
15. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara Thun 1999 Nomor 12, Tambahan Negara
Nomor 3881);
16. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
(Lembaran Negara 1999 Nomor 3888);
17. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang KetenagaListrikan
(Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 94 Tambahan Negara
Nomor 1226);
18. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor Tambahan Lembaran
Negara Nomor );
19. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Negara
Nomor 3293);

2
20. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Nomor 3294);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3445);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata cara
Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara tahun 1996 Nomor 104);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara
Tahun 1998 Nomor 132 Tambahan Negara Nomor 3776);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 143, Tambahan Lembara
Negara Nomor 4156);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan
Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan(Lembaran Negara Tahun
2002 Nomor 66,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206);
29. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Hutan Lindung;
30. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan
Tanah Bagi Kawasan Industri;
31. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang
Penataan Ruang;
32. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat
(Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 2 Seri E);
33. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor
13/HK.021.2/XII/1985 tentang Penunjukan Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Yang Melakukan Penyidikan Terhadap Pelanggaran
Peraturan Daerah Yang Memuat Ketentuan Pidana (Lembaran
Daerah Tahun 1986 Nomor 1 Seri D, Nomor 1);
34. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 1 Tahun 2002
tentang Kewenangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Kuningan Tahun 2001 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran

3
Daerah Nomor 13), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Daerah Nomor 29 Tahun 2002 (Lembaran Daerah Kabupaten
Kuningan Tahun 2002 Nomor 30 Seri E, Tambahan Lembaran
Daerah Nomor 109);
35. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 2 Tahun 2002
tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengundangan Produk Hukum
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 2 Tahun
2002 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 16);
36. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 6 Tahun 2004
tentang Pola Dasar Kabupaten Kuningan (Lembaran Daerah
Tahun 2004 Nomor 6 Seri D , Tambahan Lembaran Daerah
Nomor 44).

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KUNINGAN

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TENTANG RENCANA


TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KUNINGAN SAMPAI DENGAN
TAHUN 2013.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan daerah ini yang dimaksud dengan:


a. Daerah adalah Kabupaten Kuningan;
b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kuningan;
c. Bupati adalah Bupati Kuningan;
d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kuningan;
e. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW
adalah Rencana Struktur Tata Ruang Daerah yang mengatur sruktur
dan pola Tata Ruang Wilayah Daerah;
f. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang air dan
ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan
mahluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta
memelihara kelangsungan hidupnya;
g. Tata Ruang adalah wujud structural dan pola pemanfaatan ruang
baik direncanakan maupun tidak;
h. Penataan Ruang adalah proses perencanaan Tata Ruang,
Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang;
i. Rancana Tata Ruang adalah hasil perencanaan Tata Ruang;

4
j. Wilayah adalah Ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional;
k. Pusat Pengembangan yang selanjutnya disebut WP adalah
merupakan pusat pengembangan dalam rangka pemberian
pelayanan berkenaan dengan segala aktifitas penyelenggaraan
Pemerintahan dan Pembangunan di Daerah;
l. Pusat Pengembangan Pendukung yang selanjutnya disebut SWP
adalah merupakan pusat pengembangan pendukung dalam rangka
pemberian pelayanan berkenaan dengan segala aktifitas
penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan di Daerah;
m. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau
budidaya;
n. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan;
o. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan;
p. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap;
q. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan;
r. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia dan prilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lain;
s. Ekosistem adalah tatatan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam
membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan
hidup;
t. Daerah aliran sungai selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah
tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung
air yang berasal dari curah hujan dan sumber lainnya dan kemudian
mengalirkannya melalui sungai utama ke laut;
u. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat atau badan hukum;
v. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang
timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan
begerak dalam penyelenggaraan Penataan Ruang.

BAB II
ASAS, TUJUAN DAN SASARAN, FUNGSI DAN KEDUDUKAN

Bagian Pertama
Asas, Tujuan dan Sasaran

Pasal 2

RTRW berdasarkan atas Asas:

5
a. Pemanfaatan Ruang untuk semua kepentingan secara terpadu,
berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan
berkelanjutan;
b. Persamaan, Keadilan, dan perlindungan hukum;
c. Keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat;

Pasal 3

Tujuan Penyusunan RTRW adalah:


a. Terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan
dan berlandaskan pada ketahanan wilayah;
b. Terselenggaranya pengaturan dan pemanfaatan ruang kawasan
lindung dan kawasan budidaya;
c. Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan dengan memperhatikan dan meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia;
d. Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan
keamanan;

Pasal 4

Sasaran penyusunan RTRW adalah:

a. Terkendalinya pembangunan di Daerah baik yang dilakukan oleh


Pemerintah maupun oleh masyarakat;
b. Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan
budidaya;
c. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program
pembangunan di Wilayah Daerah;
d. Terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha di
Wilayah Daerah;
e. Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor
pembangunan.

Bagian Kedua
Fungsi dan Kedudukan

Pasal 5

Fungsi RTRW adalah :

a. Dasar Pemerintah Daerah dalam penetapan lokasi berkaitan dengan


penyusunan program/proyek pembangunan khususnya yang
berkaitan dengan pemnfatan ruang;
b. Dasar perumusan rekomendasi dalam pemanfaatan ruang;
c. Pedoman untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan
keseimbangan antar wilayah dan keserasian antara sektor.

6
Pasal 6

Kedudukan RTRW adalah :

a. Dasar pertimbangan dalam penyusunan Program Pembangunan


Daerah;
b. Dasar dalam penyusunan rencana rinci/detail kawasan;
c. Bahan masukan bagi penyusunan RTRW Propinsi Jawa Barat.

BAB III
WILAYAH, SUBSTANSI, DAN JANGKA WAKTU RENCANA

Bagian Pertama
Wilayah Rencana

Pasal 7

(1) Lingkup wilayah RTRW adalah Daerah dengan batas yang ditentukan
bedasarkan aspek administratif mencakup wilayah daratan seluas
111.857,55 Ha serta wilayah udara.

(2) Batas-batas wilayah adalah sebelah utara berbatasan dengan


Kabupaten Cirebon, sebelah timur dengan Kabupaten Berebes Jawa
Tengah, sebelah selatan dengan Kabupaten Ciamis dan sebelah
barat berbatasan dengan Kabupaten Majalengka.

Bagian Kedua
Substansi Rencana

Pasal 8

(1) Substansi RTRW mencakup kebijakan penataan ruang, rencana tata


ruang wilayah, pemanfaatan ruang dan pengendlian pemanfaatan
ruang.

(2) Kebijakan penataan ruang dimaksud ayat (1) meliputi :


a. Kebijakan Perencanaan Tata Ruang;
b. Kebijakan Pemanfaatan Ruang;
c. Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

(3) Rencana Tata Ruang wilayah dimaksud ayat (1) meliputi :

a. Rencana Struktur Tata Ruang, meliputi rencana sistem pusat-


pusat pelayanan dan sistem jaringan transportasi;

7
b. Rencana Pola Tata Ruang, meliputi rencana pola tata ruang
kawasan lindung dan tata ruang kawasan budidaya;
c. Rencana Sistem Sarana dan Prasarana Wilayah, meliputi rencana
Sistem Sarana, Sistem Prasarana Transportasi, Prasarana
Pengairan, Sistem Energi, Telekomunikasi dan Sistem Prasarana
pengelolaan Lingkungan.

(4) Pemanfaatan Ruang dimaksud ayat (1) meliputi program, kegiatan,


tahapan, dan pembiayaan pemanfaatan ruang yang didasarkan atas
rencana tata ruang.

(5) Pengendalian Pemanfaatan Ruang dimaksud ayat(1) meliputi kegiatan


pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.

Bagian Ketiga
Jangka Waktu Rencana

Pasal 9

Jangka waktu RTRW adalah sampai Tahun 2013.

BAB IV
KEBIJAKAN PENATAAN RUANG

Bagian pertama
Kebijakan Perencanaan Tata Ruang

Pasal 10

Kebijakan perencanaan tata ruang dimaksud ayat (2) Pasal 8 adalah :

a. Penyusunan dan peninjauan kembali rencana tata ruang dilakukan


melaui pendekatan partisipatif;
b. RTRW dapat ditinjau kembali dan atau disempurnakan apabila RTRW
tidak mampu lagi mengakomodasikan dinamika perkembangan yang
disebabkan oleh faktor eksternal dan atau internal;
c. RTRW perlu ditindaklanjuti kedalam rencana terperinci;
d. RTRW agar ditindaklanjuti dengan penyusunan petuntuk operasional
RTRW yang ditetapkan oleh Bupati;

Pasal 11

(1) Pendekatan partisipatif dimaksud hurup a Pasal 10, dilakukan melalui


penyelenggaraan forum dialog,penyebaran angket,dan kesepakatan
yang melibatkan unsur Pemerintah Daerah dan DPRD perguruan
tinggi lembaga swadaya masyarakat,dan dunia usaha.

(2) Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan RTRW dimaksud huruf


b pasal 10 dilakukan secara berkala sesuai peraturan perundangan-
undangan yang berlaku atau sesuai dengan kebutuhan.

8
(3) Rencana terperinci dimaksud hurup c Pasal 10 adalah rencana atau
umum tata ruang kota atau kawasan.

(4) Petunjuk operasional dimaksud hurup d Pasal 10 meliputi kiteria dan


standar teknis yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan penataan
ruang.

Pasal 12

Rencana umum tata ruang kota dan kawasan perlu dilakukan penyesuaian
terhadap materi RTRW untuk menjamin keterpaduan dan keserasian
penataan ruang.

Bagian Kedua
Kebijakan Pemanfaatan Ruang

Paragraf 1

Umum

Pasal 13

(1) Kebijakan pemanfaatan ruang diwujudkan berdasarkan kebijakan


struktur tata ruang, pola tata ruang dan Sistem Sarana dan
Prasrana Wilayah.

(2) Kebijakan struktur tata ruang diwujudkan untuk mencapai


pemerataan pertumbuhan wilayah dengan mempertahankan
keseimbangan lingkungan dan ketersediaan sumber daya Daerah.

(3) Kebijakan pola tata ruang diwujudkan dengan meperhatikan daya


dukung dan daya tampung lahan.

(4) Kebijakan sistem sarana dan prasarana wilayah diwujudkan dengan


mempertahankan, meningkatkan dan mengembangkan sarana dan
prasarana.

(5) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dijabarkan dalam program dan


kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka
waktu yang ditetapkan di dalam RTRW.

(6) Kegiatan pemanfaatan ruang perlu didukung oleh pembiayaannya


meliputi sumber, prioritas, dan alokasi pendanaan yang diperlukan
untuk pelaksanaan pembangunan.

9
Paragraf 2
Sistem Pusat-Pusat Pelayanan

Pasal 14

Untuk mewujudkan struktur tata ruang wilayah dimaksud ayat (3) Pasal 8
maka kebijakan pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan adalah
mengembangkan sistem pusat pelayanan yang sesuai dengan daya
dukung dan daya tampung lahan serta fungsi kegiatan dominannya.

Paragraph 3
Jaringan Transportasi

Pasal 15

Untuk mewujudkan struktur tata ruang wilayah sebgimana dimaksud


dalam ayat (3) Pasal 8, maka kebijakan pengembangan sistem jaringan
transportasi adalah Mempertahankan dan meningkatkan tingkat
pelayanan infrastruktur trnsportasi yang ada untuk mendukung
tumbuhnya pusat-pusat pelayanan.

Paragraf 4
Kawasan Lindung

Pasal 16

Untuk mewujudkan pola tata ruang dimaksud ayat (3) Pasal 8 maka
kebijakan pola tata ruang kawasan lindung adalah meningkatkan luas
kawasan yang berfungsi lindung dan menjaga kualitas kawasan lindung.

Paragraf 5
Kawasan Budidaya

Pasal 17

Untuk mewujudkan pola tata ruang dimaksud ayat (3) Pasal 8, maka
kebijakan pola tata ruang kawasan budidaya adalah mempertahankan
kawasan budidaya pertanian lahan basah/sawah.

10
Paragraph 6
Sistem Sarana Dan Prasarana Wilayah

Pasal 18

Untuk mewujudkan pola tata ruang dimaksud ayat (3) Pasal 8 maka
kebijakan rencana sistem sarana dan prasarana wilayah dalah untuk
meningkatkan ketersediaan sarana dan prasrana wilayah dalam rangka
meningkatkan pelayanan.

Bagian Ketiga
Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pasal 19

(1) Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui pengawasn


dan penerbitan yang didasarkan kepada RTRW.

(2) Pemberian ijin pemanfaatan ruang sebagai salah satu alat


pengendalian pemanfaatan ruang yang merupakan kewenangan
Daerah agar memperhatikan dan mempertimbangkan RTRW.

Pasal 20

Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh Tim


Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang ditetapkan oleh Bupati;

BAB V
RENCANA TATA RUANG WILAYAH

Bagian Pertama
Rencana Struktur Tata Ruang

Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Pusat-pusat Pelayanan

Pasal 21

(1) Rencana pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan di Daerah


adalah :

a. Mempertahankan sistem pusat pertumbuhan yang terdiri atas


pusat pertumbuhan utama dan pusat pertumbuhan bahan
pendukung;

11
b. Mengembangkan skala pelayanan berdasarkan hirarki kota-kota
dan fungsi kota-kota.

(2) Pusat pertumbuhan dimaksud huruf a ayat (1), adalah :


a. Pusat pertumbuhan utama yaitu Kuningan;
b. Pusat pertumbuhan pendukung adalah Cilimus, Ciawigebang,
Luragung dan Kadugede.

(3) Hirarki kota-kota dimaksud dalam hufuf b ayat (1) terdiri atas tiga
hirarki:

a. Hirarki 1 mencakup Kota Kuningan;


b. Hirarki 2 mencakup Kota Ciawigebang, Cilimus, Kadugede dan
Selajambe;
c. Hirarki 3 mencakup Kota Cidahu, Subang, Jalaksana,
Garawangi, Sindangagung, Luragung, Cigugur, Ciniru,
Kramatmulya, Madnirancan, Cigandamekar, Ciwaru, Cibingbin,
Lebakwangi, Maleber, Japara, Darma, Pancalang, Kalimanggis,
Hantara, Pasawahan, Cibeureum, Cimahi, Cipicung, Nusaherang,
Karangkancana dan Cilebak.

(4) Fungsi kota-kota dimaksud huruf b ayat (1) terdiri atas :

a. WP I Kuningan;
b. WP II Cilimus;
c. WP III Ciawigebang;
d. WP IV Luragung;
e. WP V Kadugede.

Paragraf 2
Rencana Sistem Jaringan Transportasi

Pasa 22

Sistem jaringan transportasi diarahkan untuk membentuk sistem jaringan


yang terdiri atas:

a. Sistem primer; dan


b. Sistem sekunder.

Pasal 23

(1) Sistem jaringan jalan primer dimaksud huruf a Pasal 20 terdiri dari
sistem jaringan jalan arteri primer, kolektor primer dan lokal primer.

12
(2) Sistem jaringan jalan sekunder dimaksud huruf b Pasal 20
merupakan jaringan jalan dalam kota yang menghubungkan
kawasan-kawasan dalam kota.

Bagian Kedua
Rencana Pola Tata Ruang

Paragraf 1
Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Lindung

Pasal 24

Rencana pola tata ruang kawasan lindung adalah:

a. Mendukung proporsi luas kawasan lindung sebesar 45% dari luas


seluruh wilayah Jawa Barat yang meliputi kawasan yang berfungsi
lindung di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan;
b. Mempertahankan kawasan- kawasan resapan air atau kawasan yang
berfungsi hidroorologis untuk menjamin ketersediaan sumberdaya air;
dan
c. Mengendalikan pemanfaatan ruang di luar kawasan hutan sehingga
tetap berfungsi lindung.

Pasal 25

(1) Kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan dimaksud


huruf a pasal 24 terdiri dari hutan konservasi dan hutan lindung.

(2) Kawasan yang berfungsi lindung diluar kawasan hutan dimaksud


huruf a Pasal 24 terdiri dari kawasan lainnya di luar hutan yang
menunjang fungsi lindung.

Pasal 26

Kawasan lindung di maksud Pasal 24 terdiri dari:

a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya,


terdiri atas:
1. kawasan hutan yang berfungsi lindung;
2. Kawasan resapan air.

b. Kawasan perlindungan setempat, terdiri atas:


1. Sempadan sungai;
2. Kawasan sekitar waduk dan situ;
3. Kawasan sekitar mata air.

c. Kawasan pelestarian alam terdiri atas :


1. Tempat rekreasi;

13
2. Taman wisata budaya;
3. Taman wisata alam.

d. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;

e. Kawasan rawan bencana alam, terdiri atas:


1. Kawasan rawan bencana gunung merapi;
2. Kawasan rawan gerakan tanah.

Pasal 27

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya


dimaksud huruf a Pasal 26 meliputi :

a. Kawasan hutan yang berfunsi lindung yang terletak di Kecamatan


Mandirancan, Cilimus, Jalaksana, Darma, Hantara, Selajambe, Cilebak,
Ciawigebang, Subang, Karangkancana, Cibeureum, Cibingbin, Cidahu,
Luragung, Lebakwangi, Garawangi, Kadugede, Nusaherang, Jepara,
Pasawahan, Pancalang dan Karamatmulya.
b. Kawasan resapan air tersebar di Daerah.

Pasal 28

Kawasan perlindungan setempat dimaksud huruf b Pasal 26 meliputi :

a. Sempadan sungai terletak di seluruh Daerah aliran sungai.


b. Kawasan sekitar waduk darma dan situ talagaremis.
c. Kawasan sekitar mata air, terletak di Kecamatan Darma, Kadugede,
Cigugur, Kuningan, Karamatmulya, Jalaksana, Cilimus, Mandirancan
dan Pasawahan.

Pasal 29

Kawasan pelestarian alam dimaksud huruf c Pasal 26 adalah Daerah


wisata dan di Kecamatan Pasawahan, Cilimus, Cigugur, Darma, Jalaksana
dan Karamatmulya.

Pasal 30

Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dimaksud huruf b Pasal 26


terletak di Kecamatan Jalaksana, Cigugur, Darma dan Cilimus.

Pasal 31

Kawasan rawan bencana alam dimaksud huruf e Pasal 26 meliputi:

a. Kawasan rawan bencana Gunung berapi terletak di Kecamatan


Jalaksana, Mandirancan, Pasawahan dan Cigugur.
b. Kawasan rawan gerakan tanah meliputi Kecamatan Pasawahan,
Mandirancan, Cilimus Jalaksana, Cigugur, Kuningan, Kadugede,
Nusahrang, Garawangi, Ciniru, Darma, Hantara, Cibingbin,

14
Cibeureum, Karangkancana, Subang, Cilebak, Ciwaru dan
Lebakwangi.

Paragraf 2
Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Budidaya

Pasal 32

(1) Kawasan budidaya terdiri dari kawasan budidaya pertanian dan


kawasan budidaya non pertanian.

(2) Kawasan budidaya pertanian dimaksud ayat (1) terdiri dari


kawasan pertanian lahan basah, lahan kering, tanaman
tahunan/perkebunan, perikanan peternakan dan hutan produksi .

(3) Kawasan budidaya non pertanian dimaksud ayat (1) terdiri dari
kawasan permukiman, pariwisata, pertambangan dan galian C.

Pasal 33

Rencana pola tata ruang kawasan budidaya adalah :


a. mempertahankan fungsi lahan dikawasan pertanian lahan basah,
terutama lahan sawah beririgasi teknis;
b. meningkatkan produktivitas lahan sawah melalui upaya intensifikasi:
dan
c. pengembangan infrastruktur sumberdaya air untuk menjamin
ketersediaan air dan jaringan irigasi.

Paragraf 3
Rencana Sistem Sarana dan Prasarana Wilayah

Pasal 34

Rencana Sistem Sarana terdiri atas Sarana Pendidikan dan Kesehatan.

Pasal 35

Rencana Sistem Prasarana Wilayah terdiri atas prasarana transportasi,


pengairan, energi, telekomunikasi dan pengelolaan lingkungan.

BAB V1
Bagian Pertama
Struktur Tata Ruang
Paragrap 1
Sistem Pusat- Pusat Pelayanan

Pasal 36

Untuk mewujudkan Sistem pusat-pusat pelayanan dimaksud Pasal 21,


maka pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan di Daerah meliputi:

15
a. Pusat pertumbuhan utama di arahkan di Kota Kuningan.
b. Pusat pertumbuhan pendukung di arahkan di Kota Cilimus,
Ciawigebang, Luragung dan Kadugede.

Pasal 37

(1) Pusat Pertumbuhan Utama dimaksud Pasal 36, dengan orientasi


kegiatan berupa pusat Pemerintahan, perdagangan dan jasa,
pariwisata, pendidikan, industri rumah tangga dan pelayanan
masyarakat yang didukung oleh fungsi kawasan pengembangan
kegiatan pertanian, perkebunan dan kehutanan, industri rumah
tangga dan pelayanan sosial ekonomi.

(2) Pusat Pertumbuhan Pendukung Cilimus dimaksud Pasal 36 dengan


orientasi kegiatan pusat administrasi Pemerintahan, perdagangan
dan jasa, pariwisata, industri rumah tangga daln pelayanan
masyarakat, yang didukung fungsi kawasan pertanian, kehutanan
dan perkebunan serta pariwisata.

(3) Pusat Pertumbuhan Pendukung Ciawigebang dimaksud Pasal 36,


dengan orientasi kegiatan berupa pusat Pemerintahan, perdagangan
dan jasa, , industri rumah tangga dan pelayanan sosial yang
didukung oleh fungsi kawasan pengembangan kegiatan pertanian,
perkebunan, perikanan industri kerajinan dan rumah tangga.

(4) Pusat Pertumbuhan Pendukung Luragung dimaksud Pasal 36, dengan


orientasi kegiatan berupa pusat Pemerintahan, perdagangan dan
jasa, pariwisata, industri rumah tangga dan pelayanan Sosial yang
didukung oleh fungsi kawasan pengembangan kegiatan pertanian,
perkebunan, perikanan industri kerajinan dan rumah tangga serta
kegiatan pertambangan galian C.

(5) Pusat Pertumbuhan Pendukung Kadugede dimaksud Pasal 36,


dengan orientasi kegiatan berupa pusat Pemerintahan, perdagangan
dan jasa, industri rumah tangga dan pelayanan Sosial yang didukung
oleh fungsi kawasan pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata,
industri kerajinan dan rumah tangga serta kegiatan pertambangan
galian C.

Pasal 38

Untuk mewujudkan rencana hirarki kota kota dimaksud ayat (3) pasal 21
maka pemanfaatan hirarki kota kota di arahkan untuk:

a. Hirarki I berfungsi sebagai pusat pertumbuhan utama dan sebagai


pintu gerbang perdagangan ke luar Wilayah Daerah.
b. Hirarki II berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa, permukiman
koleksi dan distribusi dengan skala pelayanan beberapa Kecamatan
(sebagai pusat pertumbuhan wilayah perkembangan).

16
c. Hirarki III berfungsi sebagai pusat-pusat produksi pertanian dengan
skala pelayanan local serta menunjang kota dengan Hirarki diatasnya.

Pasal 39

Untuk mewujudkan fungsi kota-kota di maksud ayat (4) Pasal 21, maka
cakupan fungsi kota-kota terdiri dari:

a. WP. I Kuningan meliputi Kota Kuningan, Jalaksana, Keramatmulya,


Cigugur, dan Garawangi.
b. WP. II Cilimus meliputi Kota Cilimus, Pasawahan, Mandirancan,
Pancalang dan Japara.
c. WP. III Ciawigebang meliputi kota Ciawigebang, Cipicung, Kalimanggis
dan Cidahu.
d. WP. IV Luragung meliputi kota Luragung, Cimahi, Cibeureum,
Cibingbin, Ciwaru, Karangkancana, Lebakwangi dan Cilebak.
e. WP. V Kadugede meliuti kota Kadugede, Darma, Nusaherang,
Hantara, Ciniru, Selajambe dan Subang.

Pasal 40

(1) Kota Kuningan dimaksud huruf a Pasal 39, berfungsi sebagai pusat
pertumbuhan utama dengan orientasi kegiatan perdagangan jasa,
transportasi, pertanian tanaman pangan padi dan palawija,
perkebunan, industri rumah tangga.

(2) Kota Jalaksana dimaksud huruf a Pasal 39 befungsi sebagai


pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan
kehutanan.

(3) Kota Karamatmulya dimaksud huruf a Pasal 39 berfungsi sebagai


pertanian tanaman pangan, perkebunan, industri rumah tangga,
peternakan.

(4) Kota Cigugur dimaksud huruf a Pasal 39 berfungsi sebagai pertanian


tanaman pangan, perkebunan, industri rumah tangga, perikanan,
kehutanan.

(5) Kota Garawangi dimaksud huruf a pasal 39 berfungsi sebagai


pengembangan kegiatan perdagangan, pertanian tanaman pangan
padi dan palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan
dan perikanan.

Pasal 41

(1) Kota Cilimus dimaksud huruf b Pasal 39 berfungsi sebagai pusat


pertumbuhan, pengembangan kegiatan pariwisata, pertanian
tanaman pangan padi dan palawija, perkebunan, industri rumah
tangga, peternakan, perikanan, kehutanan.

17
(2) Kota Pasawahan dimaksud huruf b Pasal 39 berfungsi sebagai
kegitan pertanian tanaman pangan padi dan palawija, perkebunan,
industri rumah tangga, peternakan, perikanan, kehutanan.

(3) Kota Mandirancan dimaksud huruf b Pasal 39 berfungsi sebagai


kegiatan pertanian tanaman pangan padi dan palawija, perkebunan
industri rumah tangga, perikanan.

(4) Kota Pancalang dimaksud huruf b Pasal 39 berfungsi sebagai


kegiatan pertanian tanaman pangan padi dan palawija, perkebunan,
industri rumah tangga, peternakan, perikanan.

(5) Kota Japara dimaksud huruf b Pasal 39 berfungsi sebagai kegiatan


pertanian tanaman pangan padi dan palawija, perkebunan, industrui
rumah tangga, peternakan.

Pasal 42

(1) Kota Ciawigebang dimaksud huruf c Pasal 39 berfungsi sebagai Pusat


pertumbuhan, pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan
padi dan palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan,
perikanan.

(2) Kota Cipicung dimaksud huruf c Pasal 39 berfungsi sebagai


Pengembangan kegiatan pertanian tanaman padi dan palawija,
perkebunan, industri rumah tangga, peternakan, perikanan,
kehutanan.
(3) Kota Kalimanggis dimaksud huruf c Pasal 39 berfungsi sebagai
Pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan padi dan
palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan,
perikanan dan kehutanan.

(4) Kota Cidahu dimaksud huruf c Pasal 39 berfungsi sebagai


Pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan padi dan
palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan,
perikanan dan kehutanan.

Pasal 43

(1) Kota Luragung dimaksud huruf d Pasal 39 berfungsi sebagai Pusat


pertumbuhan, pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan
padi dan palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan.

(2) Kota Cimahidi maksud huruf d Pasal 39 berfungsi sebagai


Pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan padi dan
palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan.

(3) Kota Cibeureum dimaksud huruf d Pasal 39 berfungsi sebagai


Pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan padi dan
palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan.

(4) Kota Cibingbin dimaksud huruf d Pasal 39 berfungsi sebagai


Pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan padi dan

18
palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan,
kehutanan.

(5) Kota Ciwaru dimaksud huruf d Pasal 39 berfungsi sebagai


Pengembangan kegiatan perkebunan, industri rumah tangga,
peternakan, kehutanan.

(6) Kota Karangkancana dimaksud huruf d Pasal 39 berfungsi sebagai


Pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan padi dan
palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan,
kehutanan.

(7) Kota Lebakwangi dimaksud huruf d Pasal 39 berfungsi sebagai


Pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan padi dan
palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan dan
perikanan.

(8) Kota Cilebak dimaksud huruf d Pasal 39 berfungsi sebagai Kegiatan


perkebunan, industri rumah tangga, peternakan, pertambangan dan
kehutanan.

Pasal 44

(1) Kota Kadugede dimaksud huruf e Pasal 39 berfungsi sebagai Pusat


pertumbuhan, pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan
padi dan palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan
dan perikanan.

(2) Kota Darma dimaksud huruf e Pasal 39 berfungsi sebagai


Pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan padi dan
palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan dan
perikanan.

(3) Kota Nusaherang dimaksud huruf e Pasal 39 berfungsi sebagai


Pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan padi dan
palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan dan
perikanan.

(4) Kota Hantara dimaksud huruf e Pasal 39 berfungsi sebagai


Pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan padi dan
palawija, perkebunan, industri rumah tangga, peternakan.

(5) Kota Ciniru dimaksud huruf e Pasal 39 berfungsi sebagai


Pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan,
industri rumah tangga, peternakan, pertambangan dan kehuatanan.

(6) Kota Selajambe dimaksud huruf e Pasal 39 berfungsi sebagai


Kegiatan perkebunan, industri rumah tangga, peternakan,
pertambangan dan kehutanan.

19
(7) Kota Subang dimaksud huruf e Pasal 39 berfungsi sebagai Kegiatan
perkebunan, industri rumah tangga, peternakan, pertambangan dan
kehutanan.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 45

Jaringan jalan alteri primer dimaksud ayat (1) Pasal 21 adalah ruas jalan
Cirebon, Kuningan, Cikijing, Ciamis.

Pasal 46

Jaringan jalan kolektor primer dimaksud ayat (1) Pasal 21, adalah :

a. Ruas jalan Cirebon-Cilimus-Kuningan-Ciawigebang-Ciledug.


b. Ruas jalan Kuningan-Kadugede-Darma-Cikijing.
c. Ruas jalan Kuningan-Luragung-Cibingbin-Brebes.
d. Ruas jalan Mandirancan-Caracas-Lemahabang-Cirebon.
e. Ruas jalan Darma-Selajambe-Subang-Ciwaru-Luragung-Cidahu.

Pasal 47

Jaringan jalan local primer dimaksud ayat (1) pasal 21 adalah :

a. Ruas Jalan Jalaksana-Cipicung-Ciawigebang.


b. Ruas Jalan Kuningan-Garawangi.
c. Ruas Jalan Kadugede-Ciniru-Garawangi.
d. Ruas Jalan Bojong-Linggajati-Setianegara-Kahiangan.
e. Ruas Jalan Bojong-Babakanjati.
f. Ruas Jalan Manis Kidul/Jalaksana-Cilantara-Kramatmulya.
g. Ruas Jalan Cipicung/Ciawigebang-Padarema-Ciawigebang.
h. Ruas Jalan Kalimanggis-Cihirup/Cidahu.
i. Ruas Jalan Cidahu-Cimahi Magamukti/Luragung.
j. Ruas Jalan Ciawaru-Karangkancana-Cibeureum/Cibingbin.
k. Ruas Jalan Karangkancana/Cikaduwetan/Luragung.
l. Ruas Jalan Lebakwngi-Maleber-Garawangi.
m. Ruas Jalan Lebakwangi-Mekarsari-Cipakem/Lebakwangi.

20
n. Ruas jalan Ciniru/Pasiragung
o. Ruas Jalan Kadugede-Ciherang-Darma
p. Ruas Jalan Kuningan-Cigugur-Cirendang

Pasal 48

Jaringan jalan sekunder dimaksud ayat (2) Pasal 21, mencakup seluruh
jaringan jalan dalam kota baik yang memiliki fungsi primer maupun
sekunder yang ada di Daerah.

Bagian Kedua
Pola Tata Ruang
Paragraf 1
Kawasan Lindung

Pasal 49

(1) Pada kawasan lindung di dalam kawasan hutan hanya diperbolehkan


pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.

(2) Kegiatan budidaya yang berada pada kawasan lindung, maka


fungsinya dikembalikan secara bertahap sesuai dengan peraturan
peundang-undangan yang berlaku, sedangkan untuk kegiatan-
kegiatan baru yang dapat mengganggu fungsi lindung perlu dibatasi.

Pasal 50

(1) Dalam rangka menjamin terselenggaranya pemanfaatan ruang di


kawasan lindung secara seimbang dan berkeadilan didukung oleh
pembagian peran antar pelaku dan pembiayaan yang bersumber dari
anggaran pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam
bentuk kerjasama pembiayaan.

(2) Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan diatur lebih lanjut sesuai


dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 2
Kawasan Budidaya

Pasal 51

Untuk mempertahankan lahan sawah terutama yang beririgasi teknis,


program pengembangannya adalah sebagai berikut :

21
a. Pengukuhan kawasan pertanian lahan basah khususnya lahan sawah
beririgasi teknis;
b. Peningkatan pelayanan infrastruktur pertanian untuk
mempertahankan keberadaan fungsi lahan sawah beririgasi teknis;
c. Mengendalikan alih fungsi lahan sawah.

Pasal 52

(1) Pengukuhan kawasan pertanian lahan basah khususnya lahan sawah


beririgasi teknis dimaksud huruf a Pasal 52 dilakukan melalui
kegiatan pemetaan dan penetapan lahan sawah beririgasi teknis.

(2) Peningkatan pelayanan infrastruktur pertanian untuk


mempertahankan keberadaan fungsi lahan sawah beririgasi teknis
dimaksud huruf b Pasal 51 diprioritaskan melalui kegiatan
peningkatan jaringan irigasi, baik pada irigasi primer, sekunder dan
tersier, termasuk irigasi desa.

(3) Pengendalian alih fungsi lahan sawah dimaksud huruf c Pasal 51


dilakukan melalui mekanisme perizinan pemanfaatan ruang.

Pasal 53

Memperthankan lahan sawah dimaksud Pasal 51 pelaksanaannya


dilakukan sejak awal tahun perencanaan.

Pasal 54

(1) Dalam rangka mempertahankan kawasan sawah khususnya yang


beririgasi teknis, didukung oleh pembiayaan yang bersumber dari
anggaran pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten
dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama
pembiayaan.

(2) Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan akan diatur lebih lanjut sesuai


dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 55

Untuk mewujudkan rencana sistem sarana pendidikan dimaksud Pasal 34,


dikembangkan melalui peningkatan kapasitas jumlah sarana pendidikan
yang didasarkan pada jumlah penduduk.

Pasal 56

Untuk mewujudkan rencana sistem sarana kesehatan dimaksud Pasal 34,


dikembangkan melalui peningkatan kapasitas RSU, Puskesmas dan
puskesmas pembantu.

22
Pasal 57

Untuk mewujudkan rencana sistem prasarana transportasi dimaksud


Pasal 35, dikembangkan prasarana transportasi jalan raya melalui
pengembangan jalan, terminal, angkutan umum dan sistem jaringan
jalan.

Pasal 58

Untuk mewujudkan rencana sistem prasarana pengairan dimaksud Pasal


35, dikembangkan prasarana jaringan irigasi berupa perluasan cakupan
pelayanan jaringan dan perbaikan prasarana yang rusak atau kurang
berfungsi.

Pasal 59

Untuk mewujudkan rencana sistem prasarana energi dimaksud Pasal 35,


dikembangkan melalui pelaksanaan program listrik masuk desa.

Pasal 60

Untuk mewujudkan rencana sistem prasarana telekomunikasi dimaksud


Pasal 35, dikembangkan melalui perbaikan jaringan baru pada daerah
yang belum terlayani dan penambahan sambungan konsumen pada
daerah yang telah memiliki jaringan.

Pasal 61

Untuk mewujudkan rencana sistem prasarana pengelolaan lingkungan


dimaksud Pasal 35, dikembangkan melalui peningkatan pengelolaan air
bersih, air limbah persampahan dan drainase

BAB VII
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Pertama
Umum

Pasal 62

Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan


pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.

Pasal 63

(1) Tugas dan tanggungjawab pengendalian pemanfaatan ruang


dilakukan oleh Bupati.
(2) Untuk melakukan pengendalian pemanfaatan ruang dimaksud ayat
(1), Bupati membentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.

23
Pasal 64

(1) Komposisi keanggotaan Badan koordinasi dimaksud Pasal 63 ayat (2)


terdiri dari:

a. Penanggungjawab : Bupati
b. Ketua : Wakil Bupati
c. Ketua Harian : Sekretaris Daerah
d. Sekretaris : Kepala Bapeda
e. Waki Sekretaris : Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya
f. Anggota : Disesuaikan dengan tingkat kebutuhan
dan potensi Daerah

(2) Badan Koordinasi dimaksud ayat (1) dapat membentuk Sekretariat,


Kelompok Kerja Perencanaan Tata Ruang dan Kelompok Kerja
Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 65

(1) Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah melakukan pengawasan


pemanfaatan ruang yang berhubungan dengan program, kegiatan
pembangunan, dan pemberian izin pemanfaatan ruang.

(2) Hasli pengawasan dimaksud ayat (1), dilaporkan kepada Bupati


secara priodik setiap 6 (enam) bulan dengan tembusan kepada
DPRD, atau sewaktu-waktu apabila dipandang perlu.

Bagian Ketiga
Penertiban

Pasal 66

(1) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang dimaksud Pasal 62,


dilakukan berdasarkan laporan perkembangan pemanfaatan ruang
hasil pengawasan.

(2) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang dilakukan oleh aparat


pemerintah Daerah yang ditugaskan oleh Bupati.

(3) Bentuk penertiban dimaksud ayat (2) berupa pemberian sanksi yang
terdiri dari sanksi administratif dan sanksi pidana.

BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 67

(1) Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan dilakukan melalui


pemberian informasi berupa data, bantuan pemikiran dan keberatan,
yang disampaikan dalam bentuk dialog angket, internet dan melalui
media lainnya baik langsung maupun tidak langsung.

24
(2) Peran serta masyarakat dalam proses pemanfaatan ruang dapat
dilakukan melalui pelaksanaan program dan kegiatan pemanfaatan
ruang yang sesuai dengan RTRW meliputi:

a. Pemanfaatan ruang daratan, ruang air, dan ruang udara


berdasarkan RTRW yang telah ditetapkan.
b. Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan
pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah.
c. Bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang.

(3) Peran serta masyarakat dalam proses pengendalian pemanfaatan


ruang dapat dilakukan melalui:
a. Pengawasan dalam bentuk pemantauan terhadap pemanfaatan
ruang dan pemberian informasi atau laporan pelaksanaan
pemanfaatan ruang.
b. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan
penertiban pemanfaatan ruang.

Pasal 68

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak:


a. Berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
b. Mengetahui isi RTRW.
c. Mendapat manfaat dari hasil penataan ruang.

Pasal 69

(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang dimaksud huruf b Pasal 68,
masyarakat dapat mengetahui RTRW melalui program sosialisasi
atau pemasayarakatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

(2) Sosialisasi atau pemasyarakatan dimaskud ayat (1) dapat dilakukan


melalui Pengumuman atau penyebarluasan dan penyuluhan hukum.

Pasal 70

(1) Untuk mendapatkan manfaat dari hasil penataan ruang dimaksud


huruf c Pasal 68 pelaksanaannya dilkukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

(2) Untuk memanfaatkan ruang beserta sumber daya alam yang


terkandung didalamnya dimaksud ayat (1), berupa manfaat ekonomi,
sosial, dan lingkungan dilaksanakan atas dasar pemillikan,
penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan ataupun atas hukum adat dan kebiasaan yang
berlaku atas ruang pada masyarakat setempat.

25
Pasal 71

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah masyarakat harus :


a. Berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;
b. Berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
c. Mentaati RTRW yang telah ditetapkan.

Pasal 72

(1) Pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penataan ruang dimaksud


Pasal 71 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria,
kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dipraktekan masyarakat


secara turun temurun dapt diterapkan sepanjang memperhatikan
faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi,
dan struktur pemanfaatan ruang serta dpat menjamin pemanfaatan
ruang yang serasi, selaras dan seimbang.

BAB IX
PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH

Pasal 73

(1) RTRW yang telah ditetapkan dapat ditinjau kembali pada Tahun 2008
dan Tahun 2013.

(2) Hasil peninjauan kembali dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan


Peraturan Daerah.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 74

Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, maka :

a. Kegiatan budidaya yang telah ditetapkan sebelumnya dan berada di


kawasan lindung dapat diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi
lindung.
b. Kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan lindung yang
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan
ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Undang-
undang Nomor 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan hidup

26
c. Ijin pemanfaatan ruang baik yang berada di kawasan lindung maupun
di kawasan budidaya yang telh diberikan sebelum berlakunya
Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 75

Rincian selengkapnya RTRW dimaksud pasal 9 sebagaimana tercantum


dalam naskah RTRW yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Pasal 76

Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah


Nomor 6 Tahun 1994 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabuapten
Kuningan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

Pasal 77

Keputusan Bupati untuk pelaksanaan Peraturan Daerah ini paling lama


dalam waktu 6 (enam) bulan harus sudah diterbitkan.

Pasal 78

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan


Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah.

Ditetapkan di Kuningan
Pada tanggal

BUPATI KUNINGAN

AANG HAMID SUGANDA


Diundangkan di Kuningan
Pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN KUNINGAN

AMAN SURYAMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2004 NOMOR SERI

27
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN
NOMOR :

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KUNINGAN


SAMPAI DENGAN TAHUN 2013

I. UMUM

Sesuai dengan penjelasan umum undang-undang Nomor 24 Tahun 1992


tentang Penataan Ruang, dinyatakan bahwa, penataan ruang wilayah Nasional,
Propinsi dan Kabupaten / Kota dilakukan secara terpadu dan tidak dipisah-
pisahkan. Penataan ruang Kabupaten disamping melalui ruang daratan juga
mencakup ruang air dan ruang udara sampai batas tertentu yang diatur dengan
peraturan perundang-undangan.

Ruang merupakan suatu wadah atau tempat sebagai masnusia dan


mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatannya perlu disyukuri, dilindungi dan
dikelola. Ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara
optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas.

Ruang sebagai salah satu sumber daya alam tidak mengenal batas
wilayah. Berkaitan dengan pengaturannya diperlukan kejelasan batas, fungsi
dan sistemnya dalam satu ketentuan.

Wilayah Daerah meliputi daratan, air dan udara, terdiri dari wilayah
Kecamatan yang masing-masing merupakan suatu subsistem. Masing-masing
subsistem meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan
dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu
dengan yang lainnya.

Penataan ruang Daerah adalah proses perencaan Tata Ruang,


Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang diselenggarakan
oleh Pemerintah Daerah dalam rangka mengoptimalisasikan dan mensenergikan
pemanfaatan sumber daya Daerah untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.

Penataan Ruang Daerah yang didasarkan pada karaktersitik dan daya


dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai, akan meningkatkan
keserasian, keselarasan dan keseimbangan subsistem yang berarti juga
meningkatkan daya tampunya. Oleh karena itu pengelolaan subsistem yang
satu akan berpengaruh pada subsistem yang lainnya, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan dan pengaturan ruang
yangmembutuhkan dikembangkannya sustu kebijakan penataan ruang Daerah
yang memadukan berbagai kebijaksanaan pemanfaatan ruang.

28
Sejalan dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan di
Daerah baik di tingkat Kabupaten sampai dengan ketingkat Daerah dibawahnya
harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang, agar dalam pemanfaatan ruang tidak
bertentangan dengan substansi Rencana Tata Ruang yang telah disepakati.

Ketentuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Kuningan yang berlaku


saat ini ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1994,
diproyeksikan untuk kurun waktu sampai dengan tahun 2003.

Dengan demikian, sehubungan dengan telah habis masa berlakunya


Pengaturan Rencana Tata RuangWilayah dimakksud, perlu disusun kembali
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kuningan untuk kurun waktu 10 Tahun
kedepan yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Pasal ini menjelaskan arti beberapa istilah yang digunakan dalam


Peraturan Daerah ini dengan maksud untuk menyamakan pengertian tentang
istilah-istilah itu, sehingga dengan demikian dapat dihindari kesalahpahaman
dalam menafsirkannya.

Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas

29
Pasal 11
Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2)
Peninjauan kembali RTRW secara berkala dapat dilakukan setiap 5 (lima)
tahun sekali.
Peninjauan kembali RTRW yang disesuaikan dengan kebutuhan,
dimaksudkan untuk melakukan peninjauan kembali guna mengakomodir
aktifitas pembangunan yang bersifat mendesak baik dalam rangka memenuhi
perkembangan kebutuhan Pemerintah maupun masyarakat yang tidak dapat
dihindari, meskipun masa berlakunya RTRW masih kurang dari 5 (lima)
tahun.

Ayat (3) Cukup Jelas


Ayat (4) Cukup Jelas

Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas

30
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup Jelas
Pasal 45
Cukup Jelas
Pasal 46
Cukup Jelas
Pasal 47
Cukup Jelas
Pasal 48
Cukup Jelas
Pasal 49
Cukup Jelas
Pasal 50
Cukup Jelas
Pasal 51
Cukup Jelas
Pasal 52
Cukup Jelas
Pasal 53
Cukup Jelas
Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas
Pasal 57
Cukup Jelas

31
Pasal 58
Cukup Jelas
Pasal 59
Cukup Jelas
Pasal 60
Cukup Jelas
Pasal 61
Cukup Jelas
Pasal 62
Cukup Jelas
Pasal 63
Cukup Jelas
Pasal 64
Cukup Jelas
Pasal 64
Cukup Jelas
Pasal 66
Cukup Jelas
Pasal 67
Cukup Jelas
Pasal 68
Cukup Jelas
Pasal 69
Cukup Jelas
Pasal 70
Cukup Jelas
Pasal 71
Cukup Jelas
Pasal 72
Cukup Jelas
Pasal 73
Cukup Jelas
Pasal 74
Cukup Jelas
Pasal 75
Cukup Jelas
Pasal 76
Cukup Jelas
Pasal 77
Cukup Jelas
Pasal 78
Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR

32

Anda mungkin juga menyukai