Laporan Pendahuluan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


ELIMINASI AKIBAT KELAINAN KONGENITASL HISCHPRUNG

Mata Kuliah Keperawatan Anak

Tanggal Praktik 27 November-1 Desember 2017 Tahun Akademik 2017/2018

YUHANA

417.C.0014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA CIREBON

2017
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


ELIMINASI AKIBAT KELAINAN KONGENITAL HISCHPRUNG

Laporan Mata Kuliah Keperawatan Anak

Telah disetujui oleh Tim preseptor pada tanggal...................................

Tahun 2017/2018

Yuhana

417.C.0014

Menyetujui,

Preseptor Akademik

(Ns. Dwiyanti Purbasari, M.Kep)

Preseptor Klinik

(Aprisia Eka Jayanah, S.Kep., Ners)


LAPORAN PENDAHULUAN

Nama : Yuhana

NPM : 417.C.0014

Tanggal Praktik : 27 November – 1 Desember 2017

Lahan Praktik : Ruang Perinatologi RSD Gunung Jati Kota Cirebon

A. Definisi
Hischprung adalah anomali koengenital yang mengakibatkan obstruksi
mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian dari usus, tidak adanya
ganglion pada usus bagian distal (Wong, 2009).
Hischprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan
gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spinger ani internal ke arah
proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum.
Hischprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul
pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus (Nurarif,
2013).
Penyakit hisprung merupakan gangguan perkembangan, malformasi
kongenital yang dikarakteristikan oleh tidak adanya sel ganglion intrinsik
parasimpatis dari plesus myentericus dan submukosa sepanjang saluran
pencernaan. Aganglionosis menandakan kegagalan enteric nervous system,
(ENS), dimana sel-sel neural crest gagal menginervasi saluran gastrointestinal
selama perkembangan embrionik (Miao et al, 2009).

B. Etiologi
Hischprung merupakan kelainan kongenital, dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya faktor genetik, lingkungan dan interaksi
keduanaya (Kosim, 2012). Faktor genetik dikelompokan menjadi 3 jenis
meliputi, kelainan mutasi gen tunggal, aberasi kromosom dan multifaktorial
(gabungan genetik dan pengaruh lingkungan).
Sementara faktor non genetik/lingkungan terdiri dari penggunaan obat-
obatan selama hamil terutama pada trisemester pertama (teratogen), paparan
bahan kimia dan asap rokok, infeksi dan penyakit ibu yang berpengaruh pada
janin sehingga menyebabkan kelainan bentuk dan fungsi pada bayi yang
dilahirkan (Kosim, 2012)

C. Epidemiologi
Insiden hischprung adalah 1 pada 5.000 kelahiran. Perbandingan laki-
laki dan perempuan 4:1 pada klien dengan segmen pendek aganglionosis dan
1:1 pada segmen panjang aganglionosis. Insiden hischprung bervariasi pada
beberapa etnis, diantaranya 2.8 ,1.5 dan 2,1 pada 10.000 kelahiran hidup etnis
asia, Caucasin dan Afrika-Amerika (Browne et al, 2008).

D. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic mega colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian
proksimal pada usus besar, ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristalti) dan tidak adanya evakuasi
usus spontan serta spingter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal
sampai pada bagian yang rusak pada mega kolon ( Cecily Betz & Sowden,
2002: 196).
Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah
tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap
daerah tersebut itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian colon
tersebut melebar (Price, S & Wilson, 2010).
Aganglionik mega colon atau hirschprung dikarenakan tidak adanya
ganglion parasimpatik sisubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak
ditemukan pada satu atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik
usus abnormal. Peristaltik usus abnormal menyebabkan konstipasi dan
akumulasi sisa pencernaan di kolonn yang berakibat timbulnya dilatasi usus
sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami distensi abdomen.
Aganglionosis mempengaruhi dilatsi sfingter ani interna menjadi tidak
berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluran feses, gas dan cairan tersebut.
Penumpukan sisa pencernaan yang semakin banyak merupakan media utama
berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna berhubungan dengan
peristaltik yang abnormal mempermuda infeksi kuman ke lumen usus dan
terjadilah enterokolitis. Apabila tidak segera ditangani anak yang mengalami
hal tersebut dapat mengalami kematian (Wong, 2009).
E. Pathway

Faktor genetik dan lingkungan

Kegagalan tumbuh kembang embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi


dinding plexus, Down Syndrome

Congenital aganglionic Mega Colon


(tidak adanya sel ganglion pada dinding mukosa kolon) distal

Kurangnya Hirsprung
informasi
Tidak adekuatnya gerakan tenaga pendorong
(peristaltik/motilitas usus)
Kurang
Pengetahuan
Evakuasi usus spontan (-)

Sphincter rectum tidak dapat relaksasi

Feses tidak dapat keluar dengan normal

Akumulasi feses pada usus

Obstruksi/ distensi saluran cerna


Konstipasi Reflex spasme otot Refluks peristaltik Penumpukan feses dalam
sekunder akibat gangguan jangka waktu lama
visceral usus
Menekan lambung
Enterokolitis
Ketidaknyamanan pada
abdomen Merangsang reflex mual,
muntah UB tdk dapat menyerap
air , feses tidak dapat
Nyeri Akut diekskresikan
Mual, muntah

Akumulasi cairan Toksin pada sal


Penurunan Pengeluaran cairan
pada feses cerna
sirkulasi sekunder tubuh meningkat
Intake kurang Nafsu makan
BB > 10 %
Termoregulasi tubuh
terganggu Kekurangan Volume Feses cair
Cairan Ketidakseimbangan Nutrisi
: Kurang dari Kebutuhan
Hipertermi Tubuh Diare
F. Manifestasi Klinis
Wong, dkk (2009), menyamapaikan bahwa manifestasi klinis
hischprung bervariasi menurut usia ketika gejala penyakit ini dikenali dan
adanya komplikasi seperti enterokolitis. Pada periode bayi baru lahir
ditemukan kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24 jam hingga
48 jam pertama setelah lahir, keengganan mengkonsumsi cairan, muntah yang
bernoda empedu dan distensi abdomen (Wong, dkk, 2009).
Sementara pada bayi dapat dijumpai failure to thrive (FTT), konstipasi,
distensi abdomen, episode diare dan vomitus, serta tanda-tanda yang sering
memadai adanya enterokolitis seperti diare yang menyembur atau menyerupai
air, demam dan keadaan umum yang buruk. Sedangkan pada anak-anak
didapatkan konstipasi, feses mirip tambang dan berbau busuk, distensi
abdomen, peristaltik yang terlihat, massa feses mudah diraba dan anak
tampak malnutrisi serta anemia (Wong, dkk, 2009).

G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis penyakit hischprung dapat ditegakkan melalui beberapa
pemeriksaan antara lain pemeriksaan fisik, radiologi, dan laboratorium. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, pada pemeriksaan
rektum ditemukan adanya kelemahan sfingter internal dan tidak adanya feses,
diikuti oleh pelepasan gas dan feses yang eksplotif dan tiba-tiba tetapi
peningkatan ukuran rektum hanya berlangsung sementara. Sedangkan pada
pemeriksaan radiologi dengan barium enema diperoleh hasil adaya zona
transisi diantara zona dilatasi normal dan segmen aganglionik distal.
Sementara pada pemeriksaan laboratoorium dengan cara biopsi rektal
didapatkan tidak adanya sel ganglion. Selain pemeriksaan fisik, radiologi dan
laboratorium jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan patologi klinik
dengan biopsi usus pada saat operasi untuk menentukan lokasi usus dimana
sel ganglion dimulai (Browne et al, 2008).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit hischprung ditegakkan dengan pemeriksaan
fisik dan penunjang. Penatalaksanaan hischprung terdiri dari tindakan bedah
dan non bedah. Tindakan non bedah dilakukan untuk perawatan penyakit
hischprung ringan bertujuan untuk menghilangkan konstipasi kronik dengan
pelunak feses dan irigasi rektal. Sedangkan pada hischprung sedang sampai
berat dilakukan tindakan pembedahan.
Pada periode neonatal, dilakukan tindakan kolostomi temporer pada
bangian paling distal usus yang normal untuk menghilangkan sumbatan.
Pembedahaan repair ditandai sampai berat badan anak 8 sampai 10 kilogram.
Tindakan bedah yang dilakukan antara lain prosedur Swenson, Duhamel dan
soave (Hokkenberry & Wilson, 2007).

I. Komplikasi
Menurut Corwin (2009), komplikasi penyakit hischprung yaitu
gangguan elektrolit dan perforasi usus apabila distenso tidak diatasi.
Menurut Mansjoer (2009:381) menyebutkana komplikasi penyakit
hischprung adalah:
1. Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon
yang iskemik distensi berlebihan dindingnya.
2. Enterokolitis nektrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon
yang iskemik distensi berlebihan dindingnya.
3. Abses peri kolon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon
yang iskemik distensi berlebihan dindingnya.
4. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama
5. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin
karena iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada dinding usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
a. Gawat pernafasan akut
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru-paru
sehingga mengganggu ekspansi paru.
b. Enterokolitis
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran
endotoxin.
c. Stenosis striktura ani
Gerakan muskulus sfingter ani tidak pernah mengadakan gerakan
kontraksi dan relaksasi karena ada colostomi sehingga terjadi
kekakuaan ataupun penyempitan.

J. Analisa Data
No. Data-data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. DS : Faktor genetik dan Nyeri akut
lingkungan
DO:
Kegagalan tumbuh
kembang embrio dalam
dinding usus, gagal
eksistensi dinding plexus,
Down Syndrome

Congenital aganglionic
Mega Colon
(tidak adanya sel
ganglion pada dinding
mukosa kolon) distal

Hirsprung

Tidak adekuatnya
gerakan tenaga
pendorong
(peristaltik/motilitas
usus)

Evakuasi usus spontan (-)


Sphincter rectum tidak
dapat relaksasi

Feses tidak dapat keluar


dengan normal

Akumulasi feses pada


usus

Obstruksi/ distensi
saluran cerna

Reflex spasme otot


sekunder akibat
gangguan visceral usus

Ketidaknyamanan pada
abdomen

Nyeri Akut

2. DS : Hirsprung Konstipasi
“Anak/ Bayi rewel terus”
Tidak adekuatnya
DO: gerakan tenaga
pendorong
- Konstipasi tidak ada
(peristaltik/motilitas
mekonium > 24-48 usus)
jam.
Evakuasi usus spontan (-)
- Kembung, distensi Sphincter rectum tidak
dapat relaksasi
abdomen, peristaltik
menurun Feses tidak dapat keluar
dengan normal

Akumulasi feses pada


usus

Obstruksi/ distensi
saluran cerna
Konstipasi

3. DS : Hirsprung Ketidakseimbangan
“Tidak mau minum, nutrisi kurang dari
Obstruksi/ distensi
rewel” saluran cerna kebutuhan tubuh
DO:
Refluks peristaltik
- Mukosa kering
Menekan lambung
- Ubun-ubun dan mata
Merangsang reflex mual,
cekung muntah
- Turgor kulit tidak
Mual, muntah
elastis

Nafsu makan
BB > 10 %

Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh

4. DS : Hirsprung Kekurangan volume


DO: cairan
Obstruksi/ distensi
saluran cerna

Refluks peristaltik

Menekan lambung
Merangsang reflex mual,
muntah

Mual, muntah

Intake kurang

Pengeluaran cairan tubuh


meningkat

Kekurangan Volume
Cairan
5. DS : Intake kurang Hipertermi
DO:
Pengeluaran cairan tubuh
meningkat

Penurunan sirkulasi
sekunder

Termoregulasi tubuh
terganggu

Hipertermi

6. DS : Penumpukan feses dalam Diare


jangka waktu lama
DO:
Enterokolitis

UB tdk dapat menyerap


air , feses tidak dapat
diekskresikan

Toksin pada sal cerna

Akumulasi cairan pada


feses

Feses cair

Diare

7. DS : Faktor genetik dan Kurang pengetahuan


lingkungan
DO:
Kegagalan tumbuh
kembang embrio dalam
dinding usus, gagal
eksistensi dinding plexus,
Down Syndrome

Congenital aganglionic
Mega Colon
(tidak adanya sel
ganglion pada dinding
mukosa kolon) distal

Hirsprung

Kurangnya informasi

Kurang Pengetahuan

K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d refleks spasme otot sekunder akibat gangguan visceral
usus ditandai dengan klien tampak meringis kesakitan, klien tampak
menangis dengan skala nyeri 1-10 dan mengungkapkan deskriptor nyeri
pada area perut.
2. Konstipasi b.d obstruksi abdomen ditandai dengan klien menyatakan sulir
BAB selama beberapa hari, terasa ada penumpukkan feses di perut bagian
bawah, adanya tekanan pada rektum, penurunan bising usus, rektal terasa
penuh, adanya distensi abdomen.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
keinginan untuk makan sekunder, mual, muntah dan pengeluaran fese
(yang mengandung elektrolit dan air) secara berlebihan ditandai dengan
klien mengeluh tidak nafsu makan, klien tidak memiliki keinginan untuk
makan, berat badan klien mengalami penurunan sebesar 10-20 % dari BB,
dan hipoalbumin
4. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan sekunder akibat diare
dan intake cairan yang kurang ditandai dengan tidak mau minum, berat
badan menurun 10-20 % dari BBI, mukosa kering, turgor kulit menurun,
mual dan anoreksia.
5. Hipertermi b.d penurunan sirkulasi sekunder akibat dehidrasi ditandai
0
dengan peningkatan suhu tubh (> 36,5-37,5 C), klien berkeringat
berlebih
6. Diare b.d malabsobsi ditandai dengan feses lunak/cair, bising usus
meningkat
7. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi yang diperoleh keluarga
ditandai dengan keluarga bertanya tentang penyakit klien.
L. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


(NOC) (NIC)
1. Nyeri akut b.d refleks Setalah dilakukan tindakan 1. Kaji keluhan nyeri secara 1. Nyeri merupakan
spasme otot sekunder akibat keperawatan selama.... x 24 jam, komperhensif seperti; pengalaman subjektif dan
gangguan visceral usus dihapakan nyeri klien dapat intensitas, karakteristik, harus dijelaskan oleh klien,
ditandai dengan klien terkontrol/berkurang. Dengan lokasi, lamanya, faktor identifikasi karakteristik
tampak meringis kesakitan, kriteria hasil: pencetus terjadi nyeri. nyeri dan faktor yang
klien tampak menangis a) Klien anak/bayi tidak 2. Monitor TTV berhubungan meruakan suatu
dengan skala nyeri 1-10 dan menangis karena sakit 3. Berikan lingkungan yang hal yang amat penting untuk
mengungkapkan deskriptor b) Skala nyeri berkurang (misal: aman dan nyaman memilih intervensi yang
dari 6 menjadi 2 (dengan skala
nyeri pada area perut. 4. Tingkatkan tirah baring cocok dan untuk
1-10))
c) Klien anak/bayi tampak lebih 5. Ajarkan teknik non mengevaluasi keefektifan
rileks farmakologi/ manajemen dari terapi yang diberikan.
d) TTV dalam batas normal nyeri (distraksi, relaksasi, 2. Adanya nyeri dapat
(Suhu: 36.5-37.5 0C, Nadi: pengalihan) meningkatkan RR, TD, Nadi
120-160 x/menit, RR: 40-60, 6. Kolaborasi dengan tim dan suhu tubuh klien.
TD: 85/54 mmHg) dokter untuk pemberian 3. Menurunkan reaksi terhadap
obat analgetik sesuai stimulasi dari luar dan
indikasi. meningkatkan istirahat
4. Menurunkan gerakan yang
dapat meningkatkan nyeri
5. Membantu mengontrol nyeri
klien
6. Pemberian analgetik dapat
menurunkan rasa nyeri secara
medikamentosa

2. Konstipasi b.d obstruksi Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi bising usus 1. Adanya bunyi bising usus
abdomen ditandai dengan keperawatan selama......x 24 jam, 2. Anjurkan klien untuk abnormal menunjukkan
klien menyatakan sulir BAB diharapakan klien tidak minum paling sedikit 2000 terjadinya komplikasi.
selama beberapa hari, terasa mengalami konstipasi. Dengan ml/hari (sesuaikan dengan 2. Menurunkan resiko iritasi
ada penumpukkan feses di kriteria hasil: usia klien) usus/diare
perut bagian bawah, adanya a) Feses klien tidak keras 3. Tingkatkan diet makanan 3. Membantu dalam mengatur
tekanan pada rektum, b) Defekasi klien teratur yang berserat konsistensi fekal dan
penurunan bising usus, (1 sampai 2 kali sehari) 4. Berikan penulak feses atau menurunkan konstipaso
c) Klien tidak mengalami
rektal terasa penuh, adanya supositoria gliserin sesuai 4. Mungkin diperlukan untuk
kesulitan saat defekasi
distensi abdomen. d) Frekuensi bising usus normal indikasi merangsang peristaltik
(5-35 x/menit) 5. Kolaborasi dengan ahli gizi dengan perlahan sehingga
e) Penurunan distensi abdomen mengenai kebutuhan nutrisi memudahkan defekasi
klien dalam menunjang 5. Membantu memperlancar
defekasi sesuai usia klien. defekasi melalui asupan
makanan sesuai dengan
perkembangan sistem
pencernaan klien.

3. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Catat status nutrisi pasien, 1. Berguna dalam
kurang dari kebutuhan keperawatan selama ....x 24 jam, catat turgor kulit, berat mendefinisikan
tubuh b.d penurunan diharapkan nutrisi klien terpenuhi. badan dan kekurangan berat derajat/luasnya masalah dan
keinginan untuk makan Dengan kriteria hasil: badan, mual muntah
sekunder, mual, muntah dan a) Klien mengatakan mual kemampuan/ketidakmampu 2. Berguna dalam mendukung
pengeluaran fese (yang berkurang an menelan, riwayat mual, keaktifan nutrisi dan
mengandung elektrolit dan b) Muntah (-) dan muntah dukungan cairan
air) secara berlebihan c) Nafsu makan klien bertambah 2. Awasi masukan/ 3. Dapat mempengaruhi pilihan
ditandai dengan klien (porsi makanan yang pengeluaran nutrisi dan diet dan mengidentifikasi
mengeluh tidak nafsu dihabiskan bertambah) berat badan secara periodik area pemecahan masalah
makan, klien tidak memiliki d) Terjadi kenaikan berat badan 3. Monitor mual, muntah, untuk meningkatkan
keinginan untuk makan, yang sesuai dengan tumbuh anoreksia pemasukan/pengeluaran
berat badan klien kembang klien (anak/bayi) 4. Berikan makanan dalam nutrien
mengalami penurunan posisi hangat sedikit tapi 4. Memaksimalkan masukan
sebesar 10-20 % dari BB, sering nutrisi dan menurunkan
dan hipoalbumin 5. Anjurkan pada orang tua iritasi gaster, makan hangat
untuk menyediakan dapat menurunkan perasaan
makanan kesukaan klien. mual dan muntah
6. Kolaborasi dengan tim ahli 5. Makanan kesukaan dapat
gizi untuk menentukan merangsang nafsu makan
komposisi diet klien
6. Memberikan bantuan dalam
perencanaan diet dengan
nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolik dan
diet.
4. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor 1. Untuk mengevaluasi status
b.d kehilangan cairan keperawatan selama ....x 24 jam, pemasukan/pengeluaran cairan dan derajat dehidrasi
sekunder akibat diare dan diharapkan kebutuhan cairan cairan. Hitung 2. Untuk mengevaluasi status
intake cairan yang kurang tubuh klien dapat terpenuhi. keseimbangan cairan dan cairan dan derajat dehidrasi
ditandai dengan tidak mau Dengan kriteia hasil: catat kehilangan cairan tak 3. Derajat dehidrasi klien dapat
minum, berat badan a) Klien bersedia minum air kasat mata. mempengaruhi TTV klien
menurun 10-20 % dari BBI, (sesuai dengan usia dan 2. Kaji turgor kulit, 4. Dapat menurunkan terjadinya
mukosa kering, turgor kulit kebutuhan klien) kelembaban membran muntah bila mual serta
menurun, mual dan b) Terjadi peningkatan BB sesuai mukosa menurunkan risiko dehidrasi
anoreksia. dengan usia klien 3. Monitor TTV yang lebih berat
c) Mukosa bibir lembab 4. Anjurkan klien untuk 5. Dapat membantu
d) Mual (-), anoreksia (-) minum dan makan dengan menurunkan mual/muntah
e) Intake cairan = output perlahan sesuai dengan (bekerja pada sentral,
f) Berat jenis urine dalam batas indikasi daripada gaster),
normal (sesuai dengan usia 5. Kolaborasi dengan tim meningkatkan pemasukan
klien) dokter untuk pemberian cairan/makanan.
g) TTV dalam batas normal obat antiemetik sesuai 6. Mengetahui kadar Hb,
(Suhu: 36.5-37.5 0C, Nadi: indikasi elektrolit dan albumin klien
120-160 x/menit, RR: 40-60, 6. Kolaborasi pemeriksaan lab untuk menilai status
TD: 85/54 mmHg) Hb/Ht, elektrolit, albumin malnutrisi dan dehidrasi
klien.

5. Hipertermi b.d penurunan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV 1. Memonitor tanda-tanda vital
sirkulasi sekunder akibat keperawatan selama .....x 24 jam, 2. Berikan kompres hangat klien perawat dapat
dehidrasi ditandai dengan diharapkan suhu tubuh tidak lagi pada bagian axilla dan mengetahui keadaan klien,
peningkatan suhu tubh (> meningkat. Dengan kriteria hasil: pangkal paha serta dapat memantau suhu
0
36,5-37,5 C), klien a) Klien tidak tampak berkeringat 3. Anjurkan memakai baju tubuh klien.
berkeringat berlebih berlebih tipis yang menyerap 2. Menurunkan suhu tubuh
b) TTV dalam batas normal keringat klien, termoregulasi
(Suhu: 36.5-37.5 0C, Nadi:
4. Anjurkan klien untuk seimbang
120-160 x/menit, RR: 40-60,
minum air putih sesuai 3. Dapat membantu
TD: 85/54 mmHg)
indikasi meningkatkan rasa nyaman
5. Kolaborasi dengan tim dan menghindari kelembaban
dokter untuk pemberian 4. Dengan memberikan minum
obat antibiotik dan peroral dapat menggantikan
antipireutik sesuai indikasi cairan yang hilang
5. Mempercepat proses
penyembuhan, karena
antibiotik dan antipireutik
berguna untuk mengatasi
keluhan klien.

6. Diare b.d malabsobsi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor dan catat frekuensi 1. Membedakan penyakit
ditandai dengan feses keperawatan selama ....x 24 jam, defekasi, karakteristik, individu dan mengkaji
lunak/cair, bising usus diharapkan diare klien jumlah, dan faktor pencetus. beratnya episode
meningkat berkurang/hilang. Dengan kriteria 2. Identifikasi makanan dan 2. Menghindari iritan dan
hasil: cairan yang mencetuskan meningkatkan istirahat usus
a) Feses klien dalam konsistensi cairan 3. Mengistirahatkan usus
lunak dan warna normal 3. Berikan masukan cairan per dengan menurunkan
(coklat kekuningan ) oral secara bertahap. rangsang makanan dan cairan
b) Bising Usus dalam batas Tawarkan minuman jernih dan mengganti cairan yang
normal (5-35x/menit) setiap jam dan hindari hilang karena diare. Cairan
c) Tidak terjadi peningkatan minuman dingin. dingin dapat meningkatkan
frekuensi defekasi, 1-2 kali 4. Berikan cairan tinggi motilitas usus.
sehari (sesuai dengan usia). kalium dan natrium 4. Untuk mempertahankan
elektrolit tubuh

7. Kurang pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan informasi sesuai 1. Informasi yang sesuai dengan
kurangnya informasi yang keperawatan selama ....x24 jam dengan tingkat pengetahuan tingkat pengetahuan
diperoleh keluarga ditandai diharapakan pengetahuan klien dan tingkat perkembangan. mempermudah
dengan keluarga bertanya dan keluarga klien dapat 2. Berikan kesempatan kepada klien/keluarga mencerna dan
tentang penyakit klien ditingkatkan. Dengan kriteria klien untuk bertanya dan meresapi informasi yang
hasil: diskusi diberikan.
a) Keluarga menyatakan paham 3. Jelaskan istilah-istilah yang 2. Bertujuan untuk mengetahui
tentang penyakit, kondisi, tidak familiar informasi yang kurang
prognosis dan program 4. Gambarkan tanda dan dimengerti oleh klien.
pengobatan gejala yang biasa muncul 3. Istilah-istilah yang tidak
b) Keluarga mampu pada penyakit dengan cara fimiliar bisa membuat klien
melaksanakan prosedur yang yang tepat. bingung dan tidak mengerti
dijelaskan secara benar 5. Ulangi informasi-informasi akan penjelasan yang
c) Keluarga mampu menjelaskan yang penting diberikan.
kembali apa yang dijelaskan 4. Untuk menggambarkan lebih
perawat/tim kesehatan jelas tentang penyakit yang
diderita oleh klien/keluarga
5. Pengulangan informasi-
informasi yang penting
bertujuan memberikan
penekanan agar klien dapat
mengingat informasi yang
kurang dimengerti oleh
klien/keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Price & Wilson. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Edisi 6. Jakarta: EGC
Betz, Cecily, L. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pedriatic
Nursing reference). Edisi 3. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin & Kusuma Hardi. (2013). Aplikasi Asuahan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA, NIC, NOC. Jilid 2. Jakarta:
EGC
Corwin, E. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Aditya Media
Kosim, M. (2012). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Wong, et al. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Edisi 6 Vol. 2.
Terjemahan: Hartono, Setiawan &Kurnianingsih. Jakarta: EGC
Miao, et al. (2009). Reduces RET Expresion In Gut Tissue Of Individuals
Carrying Risk Alleles Of Hirschprung Diseases Human Molecular
Genetic 2010, Vol.19. No.8. p.1461. oxford University Press
Moorhead sue et al. (2015). Nursing Outcome Classification (NOC). Elsevier:
Mosby
Gloria, M, Bulecheck. (2015). Nursing Interventios Classification (NIC). Elsevier:
Mosby

Anda mungkin juga menyukai