Kita semua punya sejarah; bahkan begitu pentingnya sejarah itu ada orang yang mencoba untuk
menulis sejarahnya sendiri; asal-usulnya, tempat di mana ia dilahirkan dan dibesarkan, segala
yang telah terjadi dan dilakukannya sampai sejarah dirinya ditulis. Mungkin inilah yang
membuat kita memiliki gambaran tertentu tentang orang-orang tertentu yang berasal dari tempat
tertentu. Hal ini muncul mungkin karena pengalaman ada bersama orang-orang itu dalam waktu
tertentu, mungkin juga karena kita mempelajarinya dalam budaya lalu berdasarkan kesimpulan
yang kita peroleh kita punya gambaran umum tentang orang-orang itu, walaupun tidak semuanya
seperti itu karena selalu ada kekecualian. Dan memang, manusia, pribadi ini tidak bisa dipahami
secara tuntas. Jawaban yang diberikan atas pertanyaan tentangnya akan selalu melahirkan
pertanyaan baru. Lebih jauh kita diingatkan bahwa makhluk ini adalah pribadi yang selalu
berusaha menampilkan dirinya tetapi pada saat yang sama ia berusaha menyembunyikan
keasliannya di balik penampilannya itu, sehingga bisa saja orang itu sebenarnya tidak seperti
yang ia tampakkan. Itu berarti pula, kita tidak dapat menilai orang berdasarkan asalnya seperti
gambaran yang ada dalam otak kita. Inilah sebabnya mengapa begitu mudah kita terkecoh
dengan kesan sesaat. Untuk menghindari kesalahan ini ‘jangan menilai seseorang berdasarkan
apa yang dikatakannya tetapi apa yang dilakukannya’. Karena kata-kata gampang diputar-
balikkan tetapi apa yang dilakukan sulit diperdaya. Banyaknya kata-kata tidak menentukan hebat
tidaknya seseorang tetapi apa yang dilakukannya dapat berceritera banyak tentang pribadi itu.
Hanya sering kita begitu mudah diperdaya oleh manisnya kata-kata tetapi tak goyah oleh
hebatnya perbuatan. Inilah jawaban mengapa kita begitu gampang ditipu.
Hari ini, dalam hubungan dengan peringatan St. Bartolomeus rasul, kita dihadapkan pada
pertanyaan ini, ‘Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazareth?’ Saat mendengar
pertanyaan ini, mestinya kita juga merasa diundang untuk merenung sejenak; mempertanyakan
kehadiran kita di antara yang lain; sudah sejauh mana kehadiran kita dalam kebersamaan
memberi pengaruh yang positif bagi mereka yang lain. Menyimak pertanyaan ini, kita dapat
mengatakan bahwa orang yang bertanya sudah punya gambaran tertentu tentang siapa yang
dihadapinya; adalah mustahil orang-orang dari tempat tertentu bisa berbuat baik. Di sini asal-
usul orang dipermasalahkan berdasarkan gambaran umum yang sudah ada di kepala kita. Kita
sudah punya apriori bahwa orang-orang dari tempat tertentu sulit untuk berbuat baik. Padahal
kebaikan tidak mengenal asal, kebaikan berhubungan dengan manusia yang punya hati; di mana
dan dari mana saja kebaikan bisa lahir. Kebaikan bukan monopoli orang-orang tertentu dari
daerah tertentu. Di sini kita ditantang untuk membuktikan bahwa kehadiran kitapun mampu
memberi sesuatu yang positif, lewat kehadiran dan karya kita sesama dapat memperoleh sesuatu
yang baik bagi dirinya; menjadi jauh lebih baik. Dalam dan melalui kehadiran kita, impian
mereka dapat menjadi kenyataan. Berdasarkan baptisan yang kita terima, kita wajib menjadi
saksi iman kita akan Kristus. Kapan dan di mana saja kita hadir, di sana seperti Filipus, kita
diharap-kan berusaha menemukan Yesus dan dapat membawa sesama untuk bertemu dengan
Yesus. Tetapi keseharian kita menunjukkan bahwa kehadiran kita dalam kebersamaan sangat
membingungkan. Hidup kita tidak menunjukkan bahwa kita adalah orang-orang yang ingin
menjadikan hidup dan misi Yesus sebagai hidup dan misi kita sendiri. Sesama bukannya dibawa
semakin dekat pada Yesus tetapi sebaliknya sikap dan hidup kita menjauhkan mereka dariNya.
Kita tidak berusaha mendekatkan mereka pada Yesus dan di waktu lain kita justru berusaha
menjauhkan mereka dari Yesus yang ingin mereka kenal. Tidakkah kita sadar bahwa iman kita
adalah iman yang mesti dibagi; iman yang misioner, iman yang mengundang orang lain kepada
keselamatan? Seperti Filipus, kita harus membiarkan sesama menyaksikan sendiri apa yang kita
imani tanpa kita sendiri harus menceriterakan. ‘Mari dan lihatlah’, satu sikap terbuka
membiarkan hidup dan karya kita berceritera tentang siapa kita dan sedalam apa iman kita.
Dengan cara ini kita dapat menghantar tidak sedikit Natanael jaman ini untuk mengakui bahwa
Yesus yang kita imani sungguh mesias/penyelamat yang dinantikan.
Kita telah dibaptis dalam nama Kristus tetapi tidak semua kita sungguh percaya kepadaNya,
begitu sering kita kehilangan daya juang dan menjadi musuh kebaikan. Sebagai orang-orang
beriman, kita mesti merasa terpanggil untuk menjadi kompas kehidupan yang dapat
mengarahkan sesama mendekati Yesus. Di mana kebenaran dapat diperjualbelikan, di sana kita
mesti hadir membawa kebenaran yang benar bukan hasil rekayasa imajinasi dan kepicikan kita.
Di sekitar kita ada begitu banyak Nataneal yang ingin berjumpa dengan Yesus, kitalah yang
mesti memba-wa mereka kepadaNya. Kalau kita percaya bahwa Yesus adalah jalan, kebenaran
dan hidup, kita juga harus menunjukkan bahwa kita mampu menjadi jalan, kebenaran dan hidup
bagi sesama bukan hanya dalam kata tetapi juga lewat hidup kita. Biar mereka tahu ada sesuatu
yang baik datang dalam diri anda.
“Melihat asalnya, kita akan mengabaikan potensi yang dimiliki sesame dan kehilangan hal
positif yang dapat membantu kita merubah kisah hidup ini”.