Makalah Univ Di NTT Februari 2012 PDF
Makalah Univ Di NTT Februari 2012 PDF
Oleh:
Prof. Dr. Utari Sumarmo
Makalah disajikan dalam Seminar Pendidikan Matematika
di NTT tanggal 25 Februari 2012
ABSTRAK
Pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah
pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi
bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam
tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter
meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai-
nilai tersebut juga sesuai dengan Visi Matematika, Tujuan Pembelajaran
Matematika, disposisi matematik, dan habits of mind yang diperlukan dalam
belajar matematika. Pelaksanaan pendidikan nilai bersamaan waktu dengan
pengembangan kemampuan berpikir dan disposisi matematik melalui:
pemahaman, pembiasaan, keteladanan dan contoh, serta pembelajaran yang
berkelanjutan dalam semua jenis pendekatan pembelajaran yang memiliki
karakteristik pembelajaran aktif, kreatif, efisien, menyenangkan (PAKEM).
Kata kunci: pendidikan nilai, disposisi matematik, kemandirian belajar, habits
of mind, berpikir matematik, berpikir logis, berpikir kritis, berpikir
kreatif matematik, PAKEM
A. Pendahuluan
Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan dan
mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu menjadi nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa datang.
Pendidikan juga merupakan usaha suatu masyarakat dan bangsa dalam
mempersiapkan generasinya untuk menghadapi tantangan demi keberlangsungan
hidup di masa depan (Ghozi, 2010). Dalam konteks pembangunan nasional,
pendidikan berfungsi: 1) pemersatu bangsa, 2) penyamaan kesempatan, dan 3)
pengembangan potensi diri. Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 tercantum sebagai berikut: “ Pendidikan Nasional
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”. Rumusan tujuan di atas merupakan rujukan utama untuk
penyelenggaraan pembelajaran bidang studi apapun, yang selain memuat
kemampuan kognitif yang disesuaikan dengan bidang studi juga menekankan pada
pengembangan budaya, dan karakter bangsa. Adapun nilai-nilai yang dikembangkan
dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa meliputi: religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,
cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Ghozi, 2010, Pusat Kurikulum).
1
Dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing yang semakin ketat,
pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa di atas menjadi
suatu keniscayaan dalam pembelajaran setiap bidang studi antara lain dalam
pembelajaran matematika. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa di atas sesuai
dengan visi matematika yaitu: agar siswa memiliki kemampuan matematik
memadai, berfikir dan bersikap kritis, kreatif dan cermat, obyektif dan terbuka,
menghargai keindahan matematika, serta rasa ingin tahu dan senang belajar
matematika. Demikian pula nilai-nilai tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran
matematika yaitu: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat dalam pemecahan masalah, 2) menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, 3) memecahkan
masalah; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan 5) memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah (KTSP, 2006).
Butir-butir 1) sampai dengan 4) dalam rumusan tujuan pembelajaran
matematika di atas menggambarkan kompetensi atau kemampuan berpikir
matematik, sedang butir 5) melukiskan ranah afektif yang harus dimiliki siswa yang
belajar matematika. Dalam pembelajaran matematika pembinaan komponen ranah
afektif seperti di atas memerlukan kemandirian belajar yang kemudian akan
membentuk kecenderungan yang kuat yang dinamakan pula disposisi matematik
(mathematical disposition) yaitu keinginan, kesadaran, dedikasi dan kecenderungan
yang kuat pada diri siswa untuk berpikir dan berbuat secara matematik dengan cara
yang positif dan didasari dengan iman, taqwa, dan ahlak mulia. Pengertian disposisi
matematik seperti di atas pada dasarnya sejalan dengan makna yang terkandung
dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan demikian pengembangan
budaya dan karakter, kemampuan berpikir dan disposisi matematik pada dasarnya
dapat ditumbuhkan pada siswa secara bersama-sama.
Beberapa pakar (Butler, 2002, Corno dan Mandinah, 1983, Corno dan Randi,
1999, Hargis, http:/www.smartkidzone.co/, Kerlin, 1992, Paris dan Winograd, 1998,
Schunk dan Zimmerman, 1998, Wongsri, Cantwell, dan Archer, 2002),
mendefinisikan istilah kemandirian belajar atau Self Regulated Learning (SRL)
dengan cara berbeda namun semuanya memuat tiga langkah utama dalam SRL,
yaitu: merancang belajarnya sendiri sesuai dengan tujuannya, memilih strategi dan
melaksanakan rancangan belajarnya, dan memantau kemajuan belajarnya sendiri,
mengevaluasi hasil belajarnya dan dibandingkan dengan standar tertentu. Kebiasaan
belajar seperti di atas secara kumulatif akan menumbuhkan disposisi belajar atau
keinginan yang kuat dalam belajar pada individu yang bersangkutan. Pada
perkembangan selanjutnya, pemilikan disposisi belajar yang tinggi pada individu,
akan membentuk individu yang tangguh, ulet, bertanggung jawab, memiliki motif
berprestasi yang tinggi, serta membantu individu mencapai hasil terbaiknya.
Polking (1998), mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan (1)
rasa percaya diri dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, memberi
alasan dan mengkomunikasikan gagasan, (2) fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan
matematik dan berusaha mencari metoda alternatif dalam memecahkan masalah;
(3) tekun mengerjakan tugas matematik; (4) minat, rasa ingin tahu (curiousity), dan
dayatemu dalam melakukan tugas matematik; (5) cenderung memonitor,
2
merepleksikan performance dan penalaran mereka sendiri; (6) menilai aplikasi
matematika ke situasi lain dalam matematika dan pengalaman sehari-hari; (7)
apresiasi (appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika
sebagai alat, dan sebagai bahasa.
Hampir serupa dengan pendapat Polking (1998), Standard 10 (NCTM, 2000)
mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan: rasa percaya diri,
ekspektasi dan metakognisi, gairah dan perhatian serius dalam belajar matematika,
kegigihan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, rasa ingin tahu yang
tinggi, serta kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain. Disposisi matematik
disebut juga productive disposition (sikap produktif), yakni tumbuhnya sikap positif
serta kebiasaan untuk melihat matematika sebagai sesuatu yang logis, berguna dan
berfaedah (Kilpatrick, Swafford, & Findell, 2001).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirangkumkan bahwa dalam kemandirian
belajar dan disposisi matematik termuat sikap positif yang mendukung tumbuhnya
budaya dan karakter siswa yaitu: sikap kritis, kreatif dan cermat, obyektif dan
terbuka, rasa percaya diri, fleksibel, tekun, curiousity, menunjukkan minat belajar,
menilai diri sendiri, berapresiasi terhadap kultur, nilai, dan keindahan matematika,
berfikir metakognitif, serius dan bergairah dalam belajar, gigih, dan berbagi pendapat
dengan orang lain. Memperhatikan kekuatan kognitif dan afektif yang termuat dalam
berfikir dan disposisi matematik di atas, adalah rasional bahwa pembelajaran
matematika perlu mengutamakan pengembangan kemampuan berfikir dan disposisi
matematik, serta pengembangan budaya dan karakter secara bersamaan.
Pengutamaan tersebut menjadi semakin penting manakala dihubungkan dengan
upaya menyiapkan lulusan yang kelak diharapkan dapat memenuhi tuntutan
kemajuan IPTEKS dan suasana bersaing yang semakin ketat, serta menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai.
3
pembangunan nasional, pendidikan berfungsi: 1) pemersatu bangsa, 2) penyamaan
kesempatan, dan 3) pengembangan potensi diri. Dalam UU No 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 tercantum sebagai berikut: “
Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab”. Rumusan tujuan di atas merupakan
rujukan utama untuk penyelenggaraan pembelajaran bidang studi apapun, yang
selain memuat kemampuan kognitif yang disesuaikan dengan bidang studi juga
menekankan pada pengembangan budaya, dan karakter bangsa.
Sauri (2010) mengemukakan empat cara pelaksanaan pembelajaran bidang
studi berbasis karakter, yaitu melalui: 1) memberi pemahaman yang benar tentang
pendidikan karakter, 2) pembiasaan, 3) contoh atau teladan, dan 4) pembelajaran
bidang studi secara integral. Memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam
pendidikan budaya dan karakter serta cara mengembangkannya, timbul pertanyaan:
bagaimana implementasi pendidikan budaya dan karakter dalam pembelajaran
matematika sehingga kompetensi dan disposisi matematik serta nilai-nilai budaya
dan karakter berkembang secara bersamaan. Pada dasarnya nilai tidak diajarkan
tetapi dikembangkan secara aktif dan berkelanjutan (Ghozi, 2010). Berikut ini
disajikan ilustrasi empat cara pengembangan karakter dalam pembelajaran
matematika yang dimodifikasi dari pendapat Aswandi, (2010) dan Sauri (2010).
1) Memberi pemahaman yang benar tentang pendidikan karakter.
Pada dasarnya pemahaman terhadap nilai-nilai yang dikembangkan dalam
pendidikan karakter serupa dengan penanaman pemahaman terhadap
kemampuan dan disposisi matematik. Misalnya dalam belajar matematika siswa
tidak hanya untuk memiliki kemampuan ranah kognitif yaitu berpikir matematik
namun juga didukung dengan pemilikan disposisi matematik sedemikian
sehingga siswa berkeinginan untuk melaksanakan tugas-tugas matematik.
2) Pembiasaan.
Pembiasaan diposisi matematik, karakter dan nilai hendaknya dilakukan secara
bersamaan dan berkelanjutan melalui pembiasaan selama pembelajaran.
Misalnya pembiasaan bersikap jujur, disiplin, kerja keras/ulet, kritis, kreatif,
mandiri dan rasa ingin tahu dibangun melalui pembiasaan pemberian tugas
matematik yang relevan dan menantang, sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangan intelektual siswa.
3) Contoh atau teladan.
Nilai dan karakter tidak diajarkan namun dikembangkan melalui teladan perilaku
guru. Misalnya diharapkan siswa bersikap jujur, disiplin, kerja keras/ulet, kritis,
kreatif, mandiri dan rasa ingin tahu maka guru juga memberi teladan bersikap
yang sama. Sebagai contoh, bagaimana siswa bersikap ulet dan kreatif kalau
guru mengajar secara rutin dari tahun ke tahun.
4) Pembelajaran matematika secara integral.
Selama pembelajaran matematika pengembangan kemampuan dan disposisi
matematik serta pembinaan nilai-nilai dan karakter dilaksanakan secara integral,
tidak parsial, tidak terpisah-pisah sehingga pengembangan ranah yang satu
mendukung pengembangan ranah lainnya.
4
C. Kemandirian Belajar, Disposisi Matematik, dan Habits of Mind
Dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing yang semakin ketat,
dan dalam upaya memiliki kemampuan, keterampilan, dan perilaku positif dalam
matematika, siswa perlu memiliki kemandirian belajar, kemampuan berpikir
matematik yang memadai, berpikir kritis dan kreatif, sikap cermat, obyektif dan
terbuka, serta rasa ingin tahu dan senang belajar. Apabila kebiasaan berpikir dan
sikap seperti di atas berlangsung secara berkelanjutan, maka secara akumulatif
akan tumbuh disposisi matematik (mathematical disposition) yaitu keinginan,
kesadaran, kecenderungan dan dedikasi yang kuat pada diri peserta didik untuk
berpikir dan berbuat dengan cara yang positif.
Istilah kemandirian belajar berelasi dengan beberapa istilah lain di antaranya
self regulated learning (SRL), self regulated thinking (SRT), self directed learning
(SDL), self efficacy, dan self-esteem. Pengertian kelima istilah di atas tidak tepat
sama, namun mereka memilki beberapa kesamaan karakteristik. Sejumlah pakar
(Butler, 2002, Corno dan Randi, 1999, Hargis, http:/www.smartkidzone.co/, Kerlin,
1992, Paris dan Winograd, 1998, Schunk dan Zimmerman, 1998, Wongsri, Cantwell,
dan Archer, 2002, Sumarmo, 2006), menguraikan pengertian istilah SRL,
merelasikannya dengan beberapa istilah lain yang serupa, memeriksa efek SRL
terhadap pembelajaran serta memberikan saran untuk memajukan SRL pada siswa.
Hargis (http:/www.jhargis.co/) dan Kerlin, (1992) mengemukakan bahwa SRL
merupakan proses perancangan dan pemantauan diri yang seksama terhadap
proses kognitif dan afektif dalam menyelesaikan suatu tugas akademik. Hampir
serupa dengan definisi di atas, Lowry (ERIC Digest No 93, 1989), mendefinisikan
self directed learning (SDL): sebagai suatu proses di mana individu: berinisiatif
belajar dengan atau tanpa bantuan orang lain; mendiagnosa kebutuhan belajarnya
sendiri, merumuskan tujuan belajar; mengidentifikasi sumber belajar yang dapat
digunakannya; memilih dan menerapkan strategi belajar, dan mengevaluasi hasil
belajarnya. Kemudian, Bandura (Hargies, http:/www.jhargis.co/) mendefinisikan SRL
sebagai kemampuan memantau perilaku sendiri, melalui tiga langkah yaitu:
mengamati dan mengawasi diri sendiri; membandingkan posisi diri dengan standar
tertentu, dan memberikan respons sendiri. Yang (Hargis, http:/www.jhargis.co/)
melaporkan bahwa siswa yang memiliki SRL yang tinggi: cenderung belajar lebih
baik dalam pengawasannya sendiri, mampu memantau, mengevaluasi, dan
mengatur belajarnya secara efektif; menghemat waktu dalam menyelesaikan
tugasnya; dan mengatur belajar dan waktu secara efisien.
Schunk dan Zimmerman (1998) mengungkapkan terdapat tiga tahap utama
dalam siklus SRL yaitu: merancang belajar, memantau kemajuan belajar dan
mengevaluasi hasil belajar secara lengkap. Paris dan Winograd (The National
Science Foundation, 2000), mengemukakan karakteristik lain yang termuat dalam
self regulated thinking (SRT) dan SRL yaitu: kesadaran akan berpikir, penggunaan
strategi, dan motivasi yang berkelanjutan, dan mempertimbangakn berbagai pilihan
sebelum memilih solusi atau strategi. Rochester Institute of Techonology (2000),
mengidentifikasi beberapa karakteristik lainnya dalam SRL, yaitu: memilih tujuan
belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, memilih dan menggunakan
sumber yang tersedia, bekerjasama dengan orang lain, membangun makna,
memahami pencapaian keberhasilan disertai dengan kontrol diri. Pengertian SDL
yang serupa dikemukakan Wongsri, Cantwell, Archer (2002) yaitu sebagai proses
belajar di mana individu memiliki rasa tanggung jawab dalam: merancang belajarnya,
dan menerapkan, serta mengevaluasi proses belajarnya. Hoban, Sersland, Raine
(Wongsri, Cantwell, Archer, 2002) merelasikan istilah SDL dengan istilah self-efficacy
5
yang didefinisikan sebagai pandangan individu terhadap kemampuan dirinya dalam
bidang akademik tertentu.
Berdasarkan uraian tentang SRL di atas, terdapat tiga langkah utama dalam
SRL, yaitu: 1) merancang belajarnya sendiri sesuai dengan tujuannya, 2) memilih
strategi dan melaksanakan rancangan belajarnya: dan 3) memantau kemajuan
belajarnya sendiri, mengevaluasi hasil belajarnya dan dibandingkan dengan standar
tertentu. Kebiasaan kegiatan belajar seperti di atas secara kumulatif akan
menumbuhkan disposisi belajar atau keinginan yang kuat dalam belajar pada
individu yang bersangkutan. Pada perkembangan selanjutnya, pemilikan disposisi
belajar yang tinggi pada individu, akan membentuk individu yang tangguh, ulet,
bertanggung jawab, memiliki motif berprestasi yang tinggi, serta membantu individu
mencapai hasil terbaiknya.
Polking (1998), mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan: 1)
rasa percaya diri dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, memberi
alasan dan mengkomunikasikan gagasan, 2) fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan
matematik dan berusaha mencari metoda alternatif dalam memecahkan masalah; 3)
tekun mengerjakan tugas matematik; 4) minat, rasa ingin tahu (curiosity), dan
dayatemu dalam melakukan tugas matematik; 5) cenderung memonitor,
merepleksikan performance dan penalaran mereka sendiri; 6) menilai aplikasi
matematika ke situasi lain dalam matematika dan pengalaman sehari-hari; 7)
apresiasi (appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika
sebagai alat, dan sebagai bahasa.
Hampir serupa dengan pendapat Polking (1998), Standard 10 (NCTM, 2000)
mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan: rasa percaya diri,
ekspektasi dan metakognisi, gairah dan perhatian serius dalam belajar matematika,
kegigihan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, rasa ingin tahu yang
tinggi, serta kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain. Disposisi matematik
disebut juga productive disposition (disposisi produktif), yakni tumbuhnya sikap
positif serta kebiasaan untuk melihat matematika sebagai sesuatu yang logis,
berguna dan berfaedah (Kilpatrick, Swafford, & Findell, 2001).
Dalam melaksanakan berpikir kritis, terlibat disposisi berpikir yang dicirikan
dengan: 1) bertanya secara jelas dan beralasan, 2) berusaha memahami dengan
baik, 3) menggunakan sumber yang terpercaya, mempertimbangkan situasi secara
keseluruhan, 4) berusaha tetap mengacu dan relevan ke masalah pokok, 5) mencari
berbagai alternatif, 6) bersikap terbuka, 7) berani mengambil posisi, 8) bertindak
cepat, 9) bersikap atau berpandangan bahwa sesuatu adalah bagian dari
keseluruhan yang kompleks, 10) memanfaatkan cara berpikir orang lain yang kritis,
dan 11) bersikap sensisif terhadap perasaan orang lain (Ennis, dalam Baron dan
Sternberg, (Eds), 1987).
Berdasarkan survei kepustakaan, Supriadi (1994) mengidentifikasi ciri-ciri
orang yang kreatif sebagai berikut:
1) Terbuka terhadap pengalaman baru, fleksibel dalam berfikir dan merespons;
1) Toleran terhadap perbedaan pendapat.situasi yang tidak pasti
2) Bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan; senang mengajukan
pertanyaan yang baik;
3) Menghargai fantasi; kaya akan inisiatif; memiliki gagasan yang orisinal
4) Mempunyai pendapat sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain;
5) Memiliki citra diri dan stabilitas emosional yang baik; percaya diri dan mandiri
6) Mempunyai rasa ingin tahu yang besar; tertarik kepada hal-hal yang abstrak,
kompleks, holistik dan mengandung teka-teki; mempunyai minat yang luas;
6
7) Berani mengambil risiko yang diperhitungkan; memiliki tanggung jawab dan
komitmen kepada tugas
8) Tekun dan tidak mudah bosan; tidak kehabisan akal dalam memecahkan
masalah
9) Peka terhadap situasi lingkungan;
10) Lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan dari pada masa lalu
Dalam menjalani kehidupannya, manusia selalu berhadapan dengan beragam
persoalan mulai dari tingkat sederhana sampai dengan yang sangat kompleks.
Dalam upaya merespons dan mencari solusi masalah terutama masalah yang
kompleks diperlukan disposisi yang kuat dan perilaku cerdas. Costa (Costa, Ed.,
2001) menamakan disposisi yang kuat dan perilaku cerdas dengan istilah kebiasaan
berfikir (habits of mind). Ia mengidentifikasi enambelas kebiasaan berfikir, ketika
individu merespons masalah secara cerdas sebagai berikut.
1) Bertahan atau pantang menyerah, Ketika menghadapi masalah yang kompleks,
berusaha menganalisa masalah, kemudian mengembangkan sistem, struktur,
atau strategi untuk memecahkan masalah tersebut. Ketika gagal menerapkan
suatu strategi, segera dapat mencari alternatif solusi lainnya. Individu yang tidak
memiliki sifat bertahan, ketika menghadapi masalah, ia akan mudah frustrasi,
merasa tidak berdaya, dan tidak mampu menyelesaikan masalah tadi.
2) Mengatur kata hati. Individu yang dapat mengatur kata hatinya akan berpikir
reflektif dan dapat menyelesaikan masalah secara berhati-hati. Ia berpikir
sebelum bertindak, menyusun rencana kegiatan, berusaha memahami petunjuk,
dan merancang strategi untuk mencapai tujuan, mempertimbangkan beragam
alternatif dan konsekuensinya sebelum ia bertindak, mengumpulkan informasi
yang relevan, dan mendengarkan pandangan alternatif lainnya.
3) Mendengarkan pendapat orang lain dengan rasa empati. Kebiasaan memahami
orang lain dan berempati merupakan satu bentuk perilaku yang cerdas.
Pendengar yang baik bukan berarti bahwa ia selalu harus setuju dengan
pendapat orang lain tetapi ia mencoba memahami pendapat orang lain.
4) Berpikir luwes. Individu yang berfikir luwes dan reflektif tetap menunjukkan rasa
percaya diri, namun ia bersifat terbuka dan mampu mengubah pandangannya
ketika memperoleh informasi tambahan.
5) Berpikir metakognitif yang berarti berfikir apa yang sedang difikirkan. Individu
yang berfikir metakognitif memahami apa yang diketahui dan yang tidak
diketahuinya, memperkirakan secara komparatif, menilai kesiapan kegiatan yang
beragam,dan memonitor pikirannya, persepsinya, keputusannya dan perilakunya.
6) Berusaha bekerja teliti dan tepat. Individu dengan karakteristik ini akan
menghargai pekerjaan orang lain, bekerja teliti, berusaha mencapai standar yang
tinggi, dan belajar berkelanjutan. Ia mereviu dan berusaha memperbaiki semua
yang dikerjakannya untuk memperoleh hasil yang tepat.
7) Bertanya dan mengajukan masalah secara efektif. Misalnya, meminta data
pendukung, penjelasan, dan atau informasi terhadap kesimpulan yang dibuat.
8) Memanfaatkan pengalaman lama dalam membentuk pengetahuan baru,
Misalnya melakukan analogi dan mengaitkan pengalaman lama terhadap kasus
serupa yang dihadapi
9) Berfikir dan berkomunikasi secara jelas dan tepat. Misalnya, berkomunikasi dan
mendefinisikan istilah dengan hati-hati, menggunakan bahasa yang tepat, nama
yang benar, menghindar generalisasi yang berlebihan, dan distorsi.
7
10) Memanfaatkan indera dalam mengumpulkan dan mengolah data. Misalnya,
dengan memanfaatkan indera yang tajam seseorang dapar berfikir intuitif dan
memperkirakan solusi sebelum tugas diselesaikan secara analitik.
11) Mencipta, berkayal, dan berinovasi. Misalnya, memandang solusi masalah dari
sudut pandang yang berbeda, termotivasi dari dalam dan bekerja karena merasa
ada tantangan yang menarik dan bukan karena ada hadiah
12) Bersemangat dalam merespons. Misalnya, bersemangat dalam bekerja,
mengungkapkan rasa mampu dan saya senang mengerjakan suatu tugas.
13) Berani bertanggung jawab dan menghadapi resiko. Individu yang memiliki
karakteristik tersebut, tidak takut gagal, dan dapat menerima ketidakpastian
karena berdasarkan pengalaman sebelumnya resiko sudah diperkirakan.
14) Humoris. Individu yang humoris memandang situasi yang dihadapi sebagai
sesuatu yang penting, dan memberikan apresiasi ke pada orang lain.
15).Berpikir saling bergantungan. Manusia sebagai mahluk sosial selalu
berhubungan dengan manusia lainnya,. saling membutuhan satu dengan yang
lainnya, saling memberi dan menerima, dan lebih berpandangan kekitaan dari
pada keakuan.
16)Belajar berkelanjutan. Sejalan dengan pandangan belajar sepanjang hayat,
manusia akan belajar berkelanjutan, mencari sesuatu yang baru dan lebih baik,
berusaha meningkatkan diri, dan memandang masalah, situasi, tekanan, konflik,
dan lingkungan sebagai peluang yang baik dalam belajar.
Memperhatikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter,
dan karakteristik kemandirian belajar, disposisi kritis dan kreatif matematik, serta
habits of mind dapat disusun alternatif kesetaraan seperti terlukis pada Tabel 1.
Tabel 1.
Kesetaraan Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter,
Disposisi Kritis dan Kreatif Matematik dan Habits of Mind
serta Ilustrasi Suasana Pembelajarannya
N Nilai-nilai dalam
No Ilustrasi suasana pembelajaran matematika
Pendidikan Tujuan Pend. Nasional,
berbasis karakter
karakter Tujuan Pembel. Mat. dan
Disposisi Matematik
1. Religius Beriman dan bertaqwa Dengan memandang kelas sebagai
kepada Tuhan Yang masyarakat belajar, guru menciptakan
Maha Esa suasana religius selama pembelajaran.
Misalnya, melalui pembiasaan dan teladan,
guru berbahasa santun, bersyukur dan
berdoa, menghargai agama dan budaya
masing-masing.
2. Jujur Berahlak mulia, jujur dan Melalui pembiasaan dan teladan, guru
3. Disiplin disiplin bersikap jujur dan disiplin dalam
4. Toleransi melaksanakan pembelajaran, dalam bekerja
dan menilai tugas, ulangan/ ujian dan
menyusun karya ilmiah dengan mengikuti
aturan/teorema matematik yang berlaku,
dan mendorong siswa menerima perbedaan
kemampuan, sifat, dan pendapat siswa lain.
8
N Nilai-nilai dalam
No Ilustrasi suasana pembelajaran matematika
Pendidikan Tujuan Pend. Nasional,
berbasis karakter
karakter Tujuan Pembel. Mat. dan
Disposisi Matematik
5. Menghargai Mengapresiasi peran Melalui pembiasaan dan teladan, guru
prestasi matematika dalam kultur menghargai pendapat, hasil karya orang lain,
dan nilai, matematika keindahan, peran dan manfaat matematika
sebagai alat dan bahasa, sebagai alat, dan sebagai bahasa dalam
dan kegunaan kehidupan
matematika dalam
kehidupan
6. Kerja keras Bekerja dengan cakap, Sebagai pendidik, motivator, fasilitator, dan
bergairah, dan berpikir manajer belajar, melalui pembiasaan dan
secara akurat, efisien, teladan, guru bekerja dengan cakap
dan tepat (cerdas), akurat, efisien, dan tepat,
membimbing siswa belajar aktif, berpikir
logis, menyajikan masalah yang menantang
yang berkenaan dengan pemahaman,
penalaran, menemukan idea, menyusun
konjektur.
7. Kreatif Sikap lentur, luwes, Melalui pembiasaan dan teladan, guru
kritis, dan kreatif melaksanakan pembelajaran dan
misalnya: mencipta, menyelesaikan tugas matematik secara
berkayal, dan berinovasi. kreatif dan lentur menyelidiki gagasan
matematik, berusaha mencari beragam cara
memecahkan masalah, mendorong
pengembangan daya matematik berpikir
secara kolaboratif; membelajarkan siswa
cara bertanya dan bukan cara menjawab,
keterkaitan antar konsep, dan berpikir multi
persepektif
8. Mandiri Sikap rasa percaya diri Melalui pembiasaan dan teladan, guru
dan mandiri dan bersikap percaya diri dan mandiri dalam
cenderung memonitor melaksanakan pembelajaran dan menye-
dan menilai penalaran lesaikan tugas matematik; berkebiasaan
sendiri memonitor dan menilai penalaran sendiri;
mengikuti cara berpikir siswa, memberi
peluang siswa berbuat sesuai dengan jalan
pikirannya; membantu siswa menetapkan
standar dan bekerja dalam pandangan positif
untuk masa depan
9. Rasa ingin Menunjukkan sikap rasa Melalui pembiasaan dan teladan, guru
tahu ingin tahu, dalam belajar menunjukkan sikap rasa ingin tahu, dalam
matematika. melaksanakan pembelajaran dan
menyelesaikan tugas matematik, memberi
tugas latihan kepada siswa dengan
memanfaatkan beragam sumber
10. Gemar Menunjukkan sikap Melalui pembiasaan dan teladan guru
membaca senang, perhatian, dan menunjukkan perhatian, dan minat dalam
minat belajar matematika melaksanakan pembelajaran dan belajar
matematika dengan memanfaatkan beragam
sumber, memberi tugas latihan kepada siswa
dengan memanfaatkan beragam sumber
9
Nilai-nilai dalam
No Ilustrasi suasana pembelajaran matematika
Pendidikan Tujuan Pend. Nasional,
. berbasis karakter
karakter Tujuan Pembel. Mat. dan
Disposisi Matematik
11. Bersahabat/ Berbagi pendapat, Melalui pembiasaan dan teladan, guru
komunikatif berfikir dan berbahasa santun dan berkomunikasi secara
berkomunikasi secara jelas dan tepat, memperkenalkan notasi dan
jelas dan tepat, melalui bahasa matematika dengan tepat,
bahasa matematik yang menyajikan informasi, menjelas-kan isu,
tepat. membuat model, menjalin kerjasama antar
guru untuk memajukan program matematika,
12. Peduli Menerapkan matematika Melalui pembiasaan dan teladan, guru
lingkungan dalam bidang studi lain menerapkan matematika dalam bidang studi
dan kehidupan sehari- lain atau kehidupan sehari-hari, mengkaitkan
hari konsep matematika sesuai dengan konteks
yang relevan, menseleksi topik-topik
matematika dalam kurikulum secara
fleksibel.
13. Demokrasi Menjadi warga negara Melalui pembiasaan dan teladan, guru
yang demokratis serta bersikap demokratis dan bertanggung jawab,
bertanggung jawab. memberi kesempatan yg sama kepada siswa
untuk merespons dan bertanya selama
pembelajaran dan belajar kooperatif dalam
kelompok kecil; melayani siswa sesuai
dengan minat, kekuatan, harapan, dan
kebutuhan masing-masing, membangun
masyarakat belajar dengan kerjasama dan
urunan tanggung jawab dan perhatian.
14. Cinta tanah Menjadi warga negara Melalui pembiasaan dan teladan guru
air yang demokratis serta menciptakan lingkungan belajar yang aman,
15. Cinta damai bertanggung jawab. berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
16. Semangat matematika dan lainnya tingkat nasional dan
Kebangsaan internasional dengan membawa nama baik
bangsa dan negara
10
Tabel 2.
Contoh Butir Skala Karakter dan Nilai
Tabel 3
Contoh Butir Skala Kemandirian Belajar Matematika
Tabel 4
Contoh Butir Skala Disposisi Berpikir Kritis Matematik
Keterangan Ss Sering sekali Kd : Kadang-kadang
Sr Sering Jr : Jarang Js: Jarang sekali
No. Kegiatan dan pendapat Ss Sr Kd Jr Js
1. Mengajukan pertanyaan matematika: Mengapa? (+)
2. Bertanya tentang faktual/masalah rutin matematika (-)
3. Menghindari pertanyaan matematika yang berbelit (-)
4. Melakukan cek silang kebenaran informasi matematika
melalui beragam sumber (+)
5. Takut mengambil posisi yang bertentangan dengan
pendapat teman tentang matematika (-)
6. Berusaha memanfaatkan idea teman yang unggul dalam
matematika (+)
7. Merasa diri bodoh ketika berdiskusi dengan teman yang
pandai dalam matematika (-)
11
Tabel 5.
Contoh Butir Skala Disposisi Berpikir Kreatif Matematik
Keterangan Ss Sering sekali Kd : Kadang-kadang
Sr Sering Jr : Jarang Js : Jarang sekali
No. Kegiatan dan pendapat Ss Sr Kd Jr Js
1. Menghindari solusi matematik yang beragam (-)
2. Merasa bebas menyatakan pendapat dalam forum diskusi
matematika (+)
3. Berpendapat berfantasi dalam matematika adalah aneh (-)
4. Berani mengambil posisi dalam situasi matematika yang
bertentangan (+)
5. Merasa cemas menghadapi ujian seleksi yang ketat (-)
6. Berinisiatif mengajukan solusi ketika ada masalah
matematika (+)
7. Bersabar mengerjakan tugas matematika yang rumit (+)
Tabel 6.
Contoh Butir Skala Habits of Mind
Keterangan Ss Sering sekali Kd : Kadang-kadang
Sr Sering Jr : Jarang Js : Jarang sekali
No. Kegiatan/pendapat Ss Sr Kd Jr Js
1. Mudah frustasi ketika menghadapi kegagalan menyelesai-
kan masalah matematik (-)
2. Bertanya pada diri sendiri: Cocokkah strategi ini untuk
masalah matematik yang dihadapi? (+)
3. Memandang berkhayal dalam matematika memboroskan
waktu (-)
4. Sabar mendengarkan uraian matematika yang sulit (+)
5. Merasa nyaman berdiskusi di lingkungan teman yang
pandai matematika (+)
6. Memandang belajar berfikir matematik adalah tugas anak
usia sekolah (-)
7. Memandang kritikan sebagai hambatan untuk maju (-)
1) Pemahaman matematik
Secara umum indikator pemahaman matematika meliputi; mengenal,
memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea matematika.
Ditinjau berdasarkan level berpikirnya, pemahaman matematik diklasifikasikan dalam
beberapa tahap sebagai berikut.
12
a) Pemahaman mekanikal (Polya, dalam Sumarmo, 1987) setara dengan
pemahaman komputasional (Pollatsek,1981, dalam Sumarmo, 1987), setara
dengan pemahaman instrumental (Skemp, dalam Pollatsek,1981 yang dicirikan
dengan mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara
sederhana. Kemampuan ini tergolong pada kemampuan berpikir matematik
tingkat rendah.
b) Pemahaman induktif: menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana
atau dalam kasus serupa. Kemampuan ini lebih tinggi dari pada pemahaman
mekanikal namun masih tergolong pada kemampuan berpikir matematik tingkat
rendah.
c) Pemahaman rasional (Polya, dalam Sumarmo, 1987) setara dengan fungsional
(Pollatsek,1981, dalam Sumarmo, 1987), setara dengan pemahaman relasional
(Skemp, dalam Sumarmo, 1987) yang meliputi: membuktikan kebenaran suatu
rumus dan teorema, mengkaitkan satu konsep/prinsip dengan konsep/prinsip
lainnya, dan menyadari proses yang dikerjakannya. Kemampuan ini tergolong
pada kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi.
d) Pemahaman intuitif: memperkirakan kebenaran dengan pasti (tanpa ragu-ragu)
sebelum menganalisis lebih lanjut. Kemampuan ini tergolong pada kemampuan
berpikir matematik tingkat tinggi.
3) Penalaran matematik
Secara garis besar penalaran dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu
penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif diartikan sebagai
penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang
teramati. Nilai kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau salah.
Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran induktif di antaranya adalah:
a) Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu
diterapkan pada yang kasus khusus lainnya.
b) Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses
c) Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang
teramati
d) Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan: interpolasi dan ekstrapolasi
13
e) Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada
f) Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun
konjektur
Pada umumnya penalaran transduktif tergolong pada kemampuan berpikir
matematik tingkat rendah sedang yang lainnya tergolong berpikir matematik tingkat
tinggi.
Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang
disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau
salah dan tidak keduanya bersama-sama. Penalaran deduktif dapat tergolong tingkat
rendah atau tingkat tinggi. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran
deduktif di antaranya adalah:
a) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu.
b) Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas
argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid
c) Menyusun pembukltian langsung, pembukltian tak langsung dan pem-buktian
dengan induksi matematika.
Kemampuan pada butir a) pada umumnya tergolong berpikir matematik tingkat
rendah, dan kemampuan lainnya tergolong berpikir matematik tingkat tinggi.
Berikut ini disajikan beberapa contoh butir soal yang mengukur kemampuan
dasar matematik.
14
b) Lantai sebuah kamar berukuran 3 m x 5 m akan dipasang ubin berukuran 30 cm x 20 cm.
Satu dus berisi 40 ubin. Berapa dus paling sedikit harus disediakan? Bagaimana cara
mengihitungnya?
Contoh 2. Butir tes pemecahan masalah matematik untuk siswa SMP (Mahmudi, 2009)
Budi dan Adi berjalan dari rumahnya ke sekolah. Adi berangkat pukul 6 lebih a menit dan
tiba di sekolah pukul 7 kurang b menit. Budi berangkat pukul 6 lebih b menit dan tiba di
sekolah pukul 7 kurang a menit. Perjalanan Adi dan Budi dari rumah ke sekolah berturut-
turut selama 25 menit dan 15 menit. Pukul berapa Adi dan Budi tiba di sekolah? Jelaskan
jawabanmu.
Contoh 3. Butir tes komunikasi matematik untuk siswa SMA (Yonandi, 2010)
Sebuah kompleks perumahan mempunyai beberapa blok. Di sebuah blok yaitu blok melati
terdapat beberapa rumah bernomor terdiri dari tiga angka yang berbeda dan nilainya lebih
besar dari 640 tetapi lebih kecil dari 860 serta hanya mengandung angka 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
dan 9.
a. Ilustrasikan permasalahan tersebut ke dalam bentuk bagan !
b. Dari gambar tersebut, buatlah model matematika kemudian selesaikanlah model yang
kamu buat untuk menentukan banyak rumah yang ada di blok melati !
Contoh 4. Butir tes pemahaman matematik untuk siswa SMA (Permana, 2010)
Pak Aman memiliki kebun seperti pada gambar di bawah ini. Ukuran sudut BDA adalah θ,
BD = CD dan panjang sisi AB adalah a unit. Nyatakan panjang BC dalam a and θ.
B
A D C
a. Tulis semua konsep matematika yang digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut.
b. Nyatakan arti konsep tersebut dengan kata-katamu sendiri.
c. Tulis model matematika masalah tersebut dan selesaikanlah.
15
2) Pilih jawaban yang paling sesuai disertai alasan. Gradien garis singgung
terhadap kurva fungsi f di titik x1 pada f adalah:
a) Absis titik ekstrim f
b) ordinat titik ekstrim f
c) f‘(x1)
b) Di lapangan rumput terdapat 16 ekor kambing dan 10 ekor biri-biri. Berapakah umur
penggembala?
Contoh 8. Butir tes berpikir kritis matematik untuk siswa SMP (Rohaeti, 2008)
Diketahui empat buah persamaan garis berikut:
(1) x + 2y + 3 = 0
(2) 3x + 2y + 5 = 0
(3) x + 2y - 3 = 0
(3) 2x + y + 5 = 0
Manakah garis yang mempunyai kemiringan paling tajam! Berikan alasannya!
16
Contoh 9: Butir tes berfikir kritis matematik untuk siswa SMA
Jika fungsi g dua kali fungsi f, maka absis titik ekstrim g dua kali absis titik ekstrim fungsi f.
Benarkah pernyataan di atas? Berikan penjelasan disertai dengan ilustrasi/contoh yang
relevan.
Contoh 10: Butir tes berfikir kritis matematik untuk siswa SMA
Perhatikan penyelesaian di bawah ini
sin 2x sin 2x 2 2 2
Cara kedua: lim lim x 1 x
x 0 3x x 0 2x 3 3 3
Analisislah tiap langkah kedua penyelesaian di atas! Kemudian tetapkan pada langkah mana
terjadi kesalahan pada masing-masing cara penyelesaian di atas. Sertakan teorema atau
aturan yang mendasari tiap langkah penyelesaian tersebut.
17
masalah dan berfikir matematik secara deduktif dan logik. Terdapat lima pendekatan
untuk mengukur kreativitas yaitu melalui: analisis obyektif terhadap produk kreatif,
konsiderasi subyektif, inventori diri, inventori biografi, dan tes kreativitas. Kemudian
Coleman dan Hammen (Yudha, 2004) menyatakan bahwa berpikir kreatif
merupakan cara berpikir yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam konsep,
pengertian, penemuan dan karya seni. Musbikin (2006) mengartikan kreativitas
sebagai kemampuan memulai ide, melihat hubungan yang baru atau tak diduga
sebelumnya, kemampuan memformulasikan konsep yang bukan hafalan
menciptakan jawaban baru untuk masalah lama, dan mengajukan pertanyaan baru.
Puccio dan Murdock (Costa, ed., 2001) mengemukakan berpikir kreatif memuat
aspek keterampilan kognitif, afektif, dan metakognitif. Keterampilan kognitif tersebut
antara lain meliputi kemampuan: mengidentifikasi masalah dan peluang, menyusun
pertanyaan yang baik dan berbeda, mengidentifikasi data yang relevan dan yang
tidak relevan, masalah dan peluang yang produktif; menghasilkan banyak idea
(fluency), idea yang berbeda (flexibility), dan produk atau idea yang baru (originality),
memeriksa dan menilai hubungan antara pilihan dan alternatif, mengubah pola pikir
dan kebiasaan lama, menyusun hubungan baru, memperluas, dan memperbaharui
rencana atau idea. Keterampilan afektif yang termuat dalam berpikir kreatif antara
lain: merasakan masalah dan peluang, toleran terhadap ketidakpastian, memahami
lingkungan dan kekreatifan orang lain, bersifat terbuka, berani mengambil resiko,
membangun rasa percaya diri, mengontrol diri, rasa ingin tahu, menyatakan dan
merespons perasaan dan emosi, dan mengantisipasi sesuatu yang tidak diketahui.
Kemampuan metakognitif yang termuat dalam berfikir kreatif antara lain: merancang
strategi, menetapkan tujuan dan keputusan, mempredikasi dari data yang tidak
lengkap, memahami kekreatifan dan sesuatu yang tidak dipahami orang lain,
mendiagnosa informasi yang tidak lengkap, membuat pertimbangan multipel,
mengatur emosi, dan memajukan elaborasi solusi masalah dan rencana.
Serupa dengan pendapat pakar lainnya, Balka (Mann, 2005) menyatakan
bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik meliputi kemampuan berpikir
konvergen dan berpikir divergen, yang dirinci menjadi: 1) kemampuan memformulasi
hipotesis matematika yang difokuskan pada sebab dan akibat dari suatu situasi
masalah matematis, 2) kemampuan menentukan pola-pola yang ada dalam situasi-
situasi masalah matematis; 3) kemampuan memecahkan kebuntuan pikiran dengan
mengajukan solusi-solusi baru dari masalah-masalah matematis; 4) kemampuan
mengemukakan ide-ide matematika yang tidak biasa dan dapat mengevaluasi
konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya; 5) kemampuan mengidentifikasi
informasi yang hilang dari masalah yang diberikan, dan 6) kemampuan merinci
masalah umum ke dalam sub-sub masalah yang lebih spesifik.
Ditinjau dari tahap pelaksanaan berpikir kreatif, Papu (2001) mengemukakan 4
tahap kreativitas yaitu; (1) Exploring, (2) Inventing (3) Choosing, (4) Implementing.
Yudha (2004) mengemukakan lima tahap berpikir kreatif yang meliputi: (1) Orientasi
masalah, merumuskan masalah dan mengidentifikasi aspek-aspek masalah tersebut;
(2) preparasi, mengumpulkan informasi yang relevan dengan masalah (3) inkubasi,
ketika proses pemecahan masalah menemui jalan buntu, biarkan pikiran beristirahat
sebentar; (4) iluminasi, mencari ilham dan insight untuk memecahkan masalah; (5)
verifikasi, menguji dan menilai secara kritis solusi yang diajukan. Ketika cara yang
diajukan tidak dapat memecahkan masalah, maka pemikir sebaiknya kembali
menjalani kelima tahap itu, untuk mencari ilham baru yang lebih tepat.
18
Contoh 11. Butir tes berfikir kreatif matematik untuk siswa SD
Contoh 12. Butir tes berfikir kreatif matematik untuk siswa SMP
Ada 3 buah takaran air, masing-masing berisi 70 ml, 80 ml dan 90 ml. Tuliskan cara-cara
yang mungkin untuk menakar sebanyak 1150 ml air dengan menggunakan 2 jenis takaran
sebanyak 15 kali!
Contoh 13. Butir tes berfikir kreatif matematik untuk siswa SMA
a) Diberikan fungsi g dengan persamaan g(x) = ax2 + bx + c dan garis y = mx +n. Susun
beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan grafik g dan grafik y = mx +n dan
kemudian selesaikanlah.
19
tepat, berapa lama diskusi perlu dilaksanakan, jenis dan kedalaman tugas
matematika, dan keseimbangan berbagai tujuan dan pertimbangan.
Adalah rasional bahwa tak ada satu pembelajaran yang paling sesuai untuk
mengembangkan semua kemampuan dan proses matematik. Namun demikian,
untuk jenis proses matematik apapun, pendekatan dan strategi pembelajaran
apapun yang perlu mendapat perhatian adalah ketercapaian belajar bermakna pada
siswa. NCTM (Webb dan Coxford, Eds, 1993) mengemukakan beberapa saran
kepada guru untuk melaksanakan pembelajaran matematika secara bermakna
antara lain: memilih tugas matematik yang tepat, mendorong berlangsungnya belajar
bermakna, mengatur diskursus (discourse), dan berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif.
a) Memilih tugas hendaknya memperhatikan: topik-topik matematika yang relevan,
pemahaman, minat, dan pengalaman belajar siswa yang sebelumnya, dan
mendorong tercapainya belajar bermakna,
b) Memilih tugas ditujukan untuk: mengembangkan pemahaman dan keterampilan
matematik, menstimulasi tersusunnya hubungan matematik, mendorong untuk
formulasi masalah, pemecahan masalah dan penalaran matematik, memajukan
komunikasi matematik, menggambarkan matematika sebagai kegiatan manusia,
mendorong tumbuhnya disposisi matematik.
c) Mengatur diskursus dengan cara: memperkenalkan notasi dan bahasa
matematika yang tepat, menyajikan informasi, menjelaskan isu, membuat
model, dan memberi kesempatan siswa mengatasi kesulitan serta meyakinkan
diri siswa; mendorong partisipasi siswa untuk menciptakan suasana kelas yang
kondusif; mendengarkan, merespon, dan bertanya melalui berbagai cara untuk
bernalar, membuat koneksi, menyelesaikan masalah, dan saling berkomunikasi;
mengajukan pertanyaan/masalah, contoh dan lawan contoh, konjektur.
d) Menciptakan suasana belajar untuk mendorong pengembangan daya matematik
siswa dengan cara: mengajukan pertanyaan dan menyusun konjektur, idea dan
masalah kontekstual yang sesuai; menghargai idea, cara berfikir dan disposisi
matematik siswa melalui belajar individual atau kolaboratif
e) Menganalisis partisipasi belajar siswa melalui: observasi terhadap apa yang
telah dipelajari siswa.
Untuk mendukung berlangsungnya saran pembelajaran di atas, perlu adanya
perubahan pandangan terhadap proses pembelajaran, dan proses evaluasi seperti
tercantum pada Tabel 7 dan Tabel 8.
Berman, (dalam Costa, Ed. 2001) menyarankan sembilan strategi
pembelajaran untuk mengembangkan berpikir terbuka dan pemahaman yang kritis
pada siswa, yaitu: 1) Ciptakan lingkungan yang aman, 2) Ikuti cara berpikir peserta
didik, 3) Dorong peserta didik berpikir secara kolaboratif, 4) Ajarkan cara bertanya
dan bukan cara menjawab, 5) Ajarkan tentang keterkaitan, 6) Anjurkan peserta didik
berpikir dalam multi persepektif, 7) Dorong peserta didik agar sensitif, 8) Bantu
peserta didik menetapkan standar dan bekerja dalam pandangan positif untuk masa
depan, dan 9) Berikan kesempatan/peluang kepada peserta didik untuk berbuat
sesuai dengan jalan pikirannya.
20
Tabel 7
Perubahan Pandangan dalam Pembelajaran
No. Dari pandangan No Ke arah pandangan
1. Kelas sebagai kumpulan individu 1. Kelas sebagai masyarakat belajar.
2. Melayani siswa secara serupa 2. Melayani siswa sesuai dengan minat,
untuk keseluruhan kekuatan, harapan, dan kebutuhan
masing-masing
3. Mengikuti kurikulum secara kaku 3. Seleksi dan sesuaikan kurikulum secara
fleksibel.
4. Guru sebagai pemegang otoritas 4. Guru membimbing ke arah logika dan
jawaban yang benar peristiwa matematika
5. Guru sebagai instruktur 5. Guru sebagai pendidik, motivator,
fasilitator, dan manajer belajar
6. Penekanan pada mengingat 6. Penekanan pada pemahaman, penalaran
prosedur penyelesaian dan dan proses menemukan idea matematika
perolehan informasi secara aktif
7. Penekanan pada menemukan 7. Penekanan pada menyusun konjektur,
jawaban secara mekanistik menemukan, dan memecahkan masalah
8. Kebiasaan guru bekerja sendiri 8. Kerjasama antar guru untuk memajukan
program matematika
9. Suasana kompetitif yang kurang 9. Masyarakat belajar dengan kerjasama
sehat dan urunan tanggung jawab dan
perhatian.
10. Memandang dan 10. "Connecting mathematics, its ideas, and
memperlakukan matematika its application”..
sebagai "body of isolated
concepts and procedures"
Tabel 8
Perubahan Pandangan dalam Penilaian
Kurang menekankan pada Lebih menekankan pada
1 Mengases apa yang tidak diketahui 1. Mengases apa yang diketahui dan
siswa cara berfikir matematika siswa
2. Pemberian skor hanya berdasarkan 2. Asesmen sebagai bagian integral dari
jawaban benar pembelajaran
3. Memfokuskan pada sejumlah 3. Memfokuskan tugas matematik yang
keterampilan khusus dan terpisah- lebih luas dan pandangan matematik
pisah dalam matriks konten- secara holistik
perilaku
4 Menggunakan latihan soal ceritera 4. Mengembangkan situasi masalah yang
yang hanya memuat satu atau dua melibatkan sejumlah idea matematik
keterampilan
5. Hanya menggunakan tes tertulis 5. Menggunakan beragam teknik
asesmen
6. Mengevaluasi program hanya 6. Mengevaluasi program pengumpulan
berdasar pada skor tes informasi secara sistimatik terhadap
outcomes, kurikulum dan pembelajaran
7. Menggunakan tes hasil belajar 7. Menggunakan tes hasil belajar baku
baku sebagai satu-satunya sebagai satu dari indikator
indikator keberhasilan program keberhasilan program
21
Saran lain dikemukakan Meissner (2006) yaitu agar guru memperhatikan
perkembangan individual dan sosial, menyajikan masalah yang menantang atau
masalah berkenaan dengan penalaran, serta mendorong siswa mengajukan idea
secara spontan. Kemudian, Nicholl (2006) menyarankan beberapa langkah agar
individu menjadi kreatif yaitu: kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, berpikir
dari empat arah, ajukan beragam idea, cari kombinasi yang terbaik, dan sadari aksi
yang berlangsung.
22
2) Pembelajaran berbasis masalah, penemuan, eksplorasi, kontekstual dan
investigasi untuk siswa SMP (Ali, 2010, Rohayati, 2005, Rohaeti, 2009) dan untuk
siswa SMA (Permana, 2004, Ratnaningsih, dan Herman, 2006, Sugandi, 2010,
Syaban, 2008, Wardani, 2009). Pendekatan pembelajaran di atas hampir serupa
dengan pendekatan pada Butir 1) yang diawali dengan penyajian masalah
kontekstual yang tertutup dan yang open-ended.
3) Pendekatan IMPROVE untuk siswa SMP (Rohaeti, 2003), siswa SMA (Muin.2005,
Nindiasari, 2004) dan pendekatan diskursif untuk mahasiswa PGSD (Mayadiana,
2004). Pendekatan Analitik Sintetik pada siswa SMA (Mulyana, 2008).
Pendekatan Reciprocal Teaching untuk siswa SMP (Qohar, 2010). Metode
IMPROVE untuk siswa SMP (Rochaeti, 2009). Dalam pendekatan ini kepada
peserta didik diajukan sejumlah pertanyaan yang bukan sekadar hafalan namun
yang mendorong peserta didik memberikan jawaban disertai dengan alasannya.
4) Berbagai strategi belajar kooperatif untuk siswa SMP dan SMA (Kariadinata, 2002,
Mudzakir, 2004, Pomalato, 2005, Sugandi, 2001, Wardani, 2002). Dalam strategi
ini siswa belajar menelaah bahan ajar yang didiskusikan dalam kelompok kecil,
kemudian masing-masing membuat laporan berdasarkan hasil diskusi dan atau
merevisi laporan awalnya.
5) Pembelajaran dengan memanfaatkan ICT untuk siswa SMA (Kariadinata, 2001,
2005, Rohendi, 2009, Yaniawati, 2005, Yonandi, 2009). Bahan ajar dalam
pembelajaran ini dikemas dengan memanfaatkan fasilitas ICT dan menggunakan
bahasa pemograman tertentu atau disajikan dalam website yang dapat diakses
peserta didik di kelas atau di laboratorium komputer.
Pendekatan dan strategi pembelajaran di atas, pada dasarnya berpandangan
konstrukstivisme dan dirancang untuk mengembangkan beragam kemampuan
berpikir matematik, memiliki karakteristik: aktif. kreatif. dan menyenangkan yang
disingkat dengan istilah PAKEM. Beberapa istilah lain yang senada dengan istilah
PAKEM, di antaranya adalah PAIKEM Gembrot yaitu: Pembelajaran Aktif, Inovatif,
Kreatif, dan Menyenangkan, Gembira dan Berbobot (Taslimuharom, 2010), SANI
yaitu Santun Berbahasa dan Komunikatif (Marpaung, 2001), dan pembelajaran
MATOA yaitu Menyenangkan, Atraktif, Terukur, dan Orang Aktif (P4TK, BMTI, 2010).
Pembelajaran ini pada dasarnya dapat diterapkan pada beragam pendekatan,
khususnya yang berpandangan konstrukstivisme dan untuk mengembangkan
beragam kemampuan berpikir matematik. Selanjutnya Taslimuharom (2010)
mengemukakan bahwa agar peserta didik belajar aktif, disarankan agar guru:
bersikap gembira, tekun dan setia pada tugasnya, bertanggung jawab, motivator
yang bijak, berpikir positif, terbuka pada ide baru dan saran dari peserta didik atau
orang tuanya/masyarakat, tiap hari energinya untuk peserta didik supaya belajar
kreatif, selalu membimbing, seorang pendengar yang baik, memahami kebutuhan
peserta didik secara individual, dan mengikuti perkembangan pengetahuan.
Setiawan (2004) mengajukan beberapa saran untuk pelaksanaan PAKEM sebagai
berikut: guru hendaknya memahami topik yang sedang dibicarakan, kemukakan
contoh-contoh, hargai peserta didik, beri peserta didik motivasi, laksanakan
pembelajaran kontekstual, menekankan pemecahan masalah, membaca
berkelanjutan, learning how to learn, gunakan tes yang valid. Beberapa perubahan
paradigma pembelajaran konvensional menjadi PAKEM terlukis pada Tabel 9
(Nurdin, 2009).
23
Tabel 9
Perubahan Pandangan Pembelajaran
Konvensional ke PAKEM
Daftar Pustaka
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jakarta: BNSP.
Berman, S. (2001) “Thinking in context: Teaching for Open-mindeness and Critical
Understanding” dalam A. L. Costa,. (Ed.) (2001). Developing Minds. A
Resource Book for Teaching Thinking. 3 rd Edidition. Assosiation for
Supervision and Curriculum Development. Virginia USA
Ghozi, A. (2010). Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dan Implementasinya
dalam Pembelajaran. Makalah disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan
Tingkat Dasar Guru Bahasa Perancis Tanggal 24 Okober s.d 6 November 2010
Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Methaporical Thinking
untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi
Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama.
Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI : tidak diterbitkan.
Herman, T. (2006) . Pengembangan Kemampuan Pemecahan Masalah, Penalaran,
dan Komunikasi Matematik Siswa SLTP melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia, tidak dipublikasi.
Kardianata, R. (2001) Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Analogi
Matematika Siswa SMU melalui Pembelajaran Kooperatif Tesis pada PPs UPI,
tidak dipublikasi.
Kariadianata, R (2006). Pengembangan berfikir matematik tingkat tinggi siswa SMU
melalui pembelajaran dengan multimedia Disertasi pada PPs UPI, tidak
dipublikasi.
Mahmudi, A.(2010). Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis
Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan
Masalah, dan Disposisi Matematis, serta Persepsi terhadap Kreativitas.
Disertasi pada Sekolah pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan .
24
Maya, R. (2005). Mengembangkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa
SMA melalui Pembelajaran Langsung dan Tak Langsung. Tesis pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Mudzakir, H. (2005). Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematik
Siswa SMP melalui Strategi Think-talk-write. Tesis pada SPs UPI, tidak
dipublikasikan.
Muin, A. (2005). Meningkatkan Kemampuan Berfikir matematik Tingkat tinggi Siswa
SMA melalui Pendekatan Metakognitif . Tesis pada PPs UPI, tidak dipublikasi.
Mulyana, T. (2008). Pembelajaran Analitik Sintetik untuk Meningkatkan Kemampuan
berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa SMA. Disertasi pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.
Reston, Virginia: NCTM. INC.
NCTM [National Council of Teachers of Mathematics] (2000). Principles and
Standards for School Mathematics. Reston,Virginia: NCTM
Nindiasari, H. (2004). Pembelajaran Metakognitif untuk Meningkatkan Pemahaman
dan Penalaran Matematik Siswa SMU Ditinjau dari Tahap Perkembangan
Kognitif Siswa. Tesis pada Pascasarjana UPI, tidak dipublikasikan
Pomalato, S.W. (2005). Penerapan Model Treffingger dalam Pembelajaran
Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Kreatif dan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas II SMP. Disertasi pada Sekolah
Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.
Permana, Y. (2010). Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi serta Disposisi
Matematik: Eksperimen terhadap Siswa SMA melalui Model – Eliciting Activities
Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak
dipublikasi.
Polking J. (1998). Response To NCTM's Round 4 Questions [Online] In
http://www.ams.org/government/argrpt4.html.
Qohar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan
Komunikasi Matematis Serta Kemandirian Belajar Matematika Siswa SMP
Melalui Reciprocal Teaching. Disertasi pada Sekolah pascasarjana UPI. Tidak
diterbitkan
Ratnaningsih, N. and Herman, T. (2006): “Developing the Mathematical Reasoning of
High School Students through Problem Based Learning”. Transaction of
Mathematical Education for College and university Vol.9 No.2 Japan Society of
Mathematics Education, Division for College and University
Ratnaningsih, N (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas.
Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.
Rohayati , A. (2005). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam
Matematika melalui pembelajaran dengan pendekatan Kontekstual. Tesis pada
Sekolah Pasca Sarjana UPI : tidak diterbitkan.
Rohaeti E. E, (2003), Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode
IMPROVE untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi
Matematik siswa SLTP. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Rochaeti, E.E.(2008). Pembelajaran dengan Pendekatan Eksplorasi untuk
Mengembangkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa
Sekolah Menengah Pertama, Disertasi pada Sekolah pascasarjana UPI. Tidak
diterbitkan
25
Rohendi, D. (2009). Kemampuan Pemahaman, Koneksi, dan Pemecahan Masalah
Matematik: Eksperimen terhadap Siswa SMA melalui E-Learning. Disertasi
pada PPs UPI, tidak dipublikasikan.
Sauri, S. (2010). Membangun Karakter Bangsa melalui Pembinaan Profesionalisme
Guru Berbasis Pendidikan Nilai. Jurnal Pendidikan Karakter. Vol.2. No.2.
Sugandi, A.I. (2001) Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika melalui Model
Belajar Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) pada Siswa
Sekolah Menengah Umum Tesis pada PPs UPI, tidak dipublikasi.
Sugandi, A. I. (2010). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa
SMA melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Setting Belajar
Koopertaif JIGSAW. Disertasi pada Sekolah pascasarjana UPI. Tidak
diterbitkan
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa
SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Komponen
Proses Belajar Mengajar. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Sumarmo, U. (2006). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana
dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah disampaikan pada seminar di
FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia. Dimuat dalam Website Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Sumarmo, U. (2010). Pengembangan Berpikir dan Disposisi Kritis, Kreatif pada
Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika. Makalah dimuat dalam Website
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Sumarni, E. (2006). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Matematik Tingkat Tinggi
Siswa SMP melalui Pembelajaran Langsung dan Tak Langsung. Tesis pada
Pascasarjana UPI, tidak dipublikasikan
Suryadi, D. (2005) Penggunaan variasi pendekatan pembelajaran langsung dan tak
langsung dalam rangka meningkatkan kemampuan berfikir matematik tingkat
tinggi siswa SLTP. Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasikan.
Syaban, M. (2008). Menumbuhkan daya dan disposisi siswa SMA melalui
pembelajaran investigasi. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Wardani, S. (2002) Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematka melalui Model
Kooeratif Tipe Jigsaw Tesis pada PPs UPI, tidak dipublikasi.
Wardani, S. (2009) Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan disposisi
matematik siswa SMA melalui pembelajaran dengan pendekatan model
Sylver. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia. Dipublikasikan pada Jurnal Pendidikan di Jepang (2011)
Yaniawati, P. (2001) Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended dalam Upaya
Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMA. Tesis pada PPs
UPI, tidak dipublikasikan.
Yaniawati, P. (2006) Pengembangan Daya Matematik mahasiswa calon guru melalui
E-Learning. Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasikan
Yonandi (2010). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah
Matematik melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer pada Siswa
Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasikan
26