Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis perbedaan penggunaan tongkol jagung,
kelaras pisang, dan kulit pisang dengan penambahan kotoran sapi terhadap tekanan biogas, (2)
menganalisis perbedaan penggunaan tongkol jagung, kelaras pisang, dan kulit pisang dengan penam-
bahan kotoran sapi terhadap lama waktu nyala api biogas yang dihasilkan, dan (3) menganalisis per-
bedaan penggunaan tongkol jagung, kelaras pisang, dan kulit pisang dengan penambahan kotoran
sapi terhadap rasio C/N akhir. Penelitian eksperimen didesain menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL), dengan tiga perlakuan masing-masing dalam 3 kali ulangan. Hasil penelitian membuktikan
bahwa: (1) terdapat perbedaan tongkol jagung, kelaras pisang, dan kulit pisang dengan penambahan
kotoran sapi terhadap tekanan biogas, (2) terdapat perbedaan tongkol jagung, kelaras pisang, dan
kulit pisang dengan penambahan kotoran sapi terhadap lama waktu nyala api, dan (3) terdapat perbe-
daan tongkol jagung, kelaras pisang, dan kulit pisang dengan penambahan kotoran sapi terhadap
rasio C/N akhir.
J
umlah penduduk Kota Malang semakin Menurut Sudiran (2005), sampah dapat menim-
meningkat mengakibatkan bertambahnya volume bulkan pencemaran lingkungan serta ancaman terha-
sampah. Berbagai macam pola konsumsi dan dap kesehatan manusia baik secara langsung maupun
aktivitas masyarakat juga memberikan kontribusi tidak langsung. Masyarakat masih memandang sam-
yang besar dalam menimbulkan jenis sampah menjadi pah sebagai barang sisa yang tidak berguna dan bukan
semakin beragam (Supadma dan Arthagama, 2008). sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Iro-
Data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota nisnya, sampah masih belum dapat dikelola dengan
Malang (2011) menyebutkan bahwa total sampah se- baik. Sebenarnya sampah-sampah tersebut masih
tiap harinya di Kota Malang mencapai 2.481 m3. Stu- memiliki nilai ekonomis dan nilai guna jika diubah men-
di dokumentasi kota-kota besar di Indonesia menun- jadi bentuk yang lebih bermanfaat, salah satunya de-
jukkan bahwa sumber sampah terbesar berasal dari ngan menggunakan sampah organik maupun kotoran
rumah tangga/domestik (Al Muhdhar, 2011). Di dae- sapi sebagai bahan baku pembuatan biogas (Balai
rah dengan tingkat hunian penduduk yang tinggi, u- Taman Nasional Baluran, 2010; Ahmad dkk., 2011).
mumnya banyak menghasilkan sampah organik yang Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari pro-
mudah busuk dan mudah diuraikan (biodegradable). ses degradasi bahan-bahan organik oleh mikroorganis-
Sampah organik berjumlah sekitar 60-80% dari total me pada kondisi anaerob. Gas tersebut selanjutnya
volume sampah (Ansar dan Muslimin, 2010). Pada dapat digunakan untuk menghasilkan panas (kalor),
areal peternakan sapi dihasilkan limbah ternak, di gerak (mekanik), dan listrik (Ditjen PPHP, 2009a).
samping hasil utamanya berupa susu atau daging. Biogas sangat tepat sebagai bahan bakar alternatif
Limbah ternak merupakan sisa buangan dari kegiatan untuk mengatasi semakin mahalnya harga BBM
peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah (Hamni, 2008). Keberadaan bahan bakar minyak ta-
potong hewan, dan pengolahan produk ternak. Seperti nah kini semakin langka begitupula dengan Liquid
halnya sampah domestik, limbah berupa kotoran sapi Petroleum Gas (LPG) yang belum dapat menjangkau
juga mengandung bahan organik. Keberadaan kotor- daerah pedesaan. Biogas merupakan sumber energi
an sapi menjadi masalah bagi peternak maupun ma- baru yang dapat menjadi salah satu solusi untuk
syarakat di lingkungan sekitar peternakan. menghadapi tantangan krisis energi di masa depan
298
Insani, Degradasi Anaerob Sampah Organik dengan Bioaktivator... 299
Tabel 1. Rerata Hasil Pengukuran Tekanan Biogas pada Hari ke-30 (N/m2 )
Perlakuan Tekanan biogas ∑ Rerata
pada ulangan ke- (N/m2)
1 2 3
A tongkol jagung + kot. sapi 429,972 508,250 449,541 1387,763 462,588
Hari ke-
Gambar 2. Grafik Tekanan Biogas yang Dihasilkan Selama Proses Degradasi Anaerob
dihasilkan. Tekanan biogas yang semakin besar dung lignin. Lignin mampu mengeraskan mikrofibril
mengindikasikan bahwa biogas yang dihasilkan juga selulosa dan secara kovalen strukturnya terikat de-
semakin banyak. ngan hemiselulosa (Vattamparambil, 2012). Lignin
Pada perlakuan kelaras pisang dengan penam- mengikat selulosa dan hemiselulosa secara fisik dan
bahan kotoran sapi dihasilkan tekanan biogas paling kimia, sehingga menghalangi selulase dan hemiselula-
tinggi yaitu sebesar 690,899 N/m2. Menurut Harahap se untuk bekerja maksimal pada substrat (Meryandi-
(2007), tekanan biogas yang tinggi selama proses de- ni, 2009). Keberadaan lignin dapat menghalangi atau
gradasi anaerob terjadi pada bahan baku yang memili- memperlambat akses enzim akibatnya substrat men-
ki tekstur mudah terurai sehingga lebih cepat mengha- jadi sulit terdegradasi (Samsuri dkk., 2007; Kaparaju
silkan gas. Komposisi lignoselulosa pada kelaras pi- dkk., 2009). Pembentukan biogas pada perlakuan
sang didominasi oleh selulosa dan hemiselulosa. Kan- tongkol jagung dan kulit pisang terjadi lebih lambat
dungan selulosa dan hemiselulosa yang tinggi pada dibandingkan pada perlakuan kelaras pisang. Pem-
bahan baku dapat menghasilkan produk monosakari- bentukan biogas pada perlakuan tongkol jagung terjadi
da yang tinggi pula, karena struktur kedua polimer sejak hari ke-9, sedangkan pada perlakuan kulit pi-
tersebut tersusun atas monomer gula sederhana yang sang terjadi sejak hari ke-13. Proses pembentukan
mudah diuraikan (Rachmaniah dkk., 2012). Pada biogas berjalan lambat dikarenakan bahan baku pada
perlakuan ini dihasilkan biogas paling cepat dibanding- dua perlakuan tersebut mengandung lignin yang sulit
kan perlakuan lainnya yaitu sejak hari ke-8. Mikroor- diuraikan. Tekanan biogas pada perlakuan tongkol
ganisme perombak telah mampu menyesuaikan diri jagung dan perlakuan kulit pisang menunjukkan nilai
dengan lingkungannya, sehingga sel dapat membelah yang hampir sama, hal ini menyebabkan tekanan bio-
dan mengalami pertumbuhan secara eksponensial. gas yang dihasilkan tidak berbeda secara signifikan
Pada fase eksponensial, laju pertumbuhan sel akan dalam analisis statistik.
meningkat seiring dengan kemampuannya dalam
mendegradasi lignoselulosa, hal ini menunjukkan bah-
Perbedaan Penggunaan Tongkol Jagung, Ke-
wa mikroorganisme perombak mampu menguraikan
laras Pisang, dan Kulit Pisang dengan Penam-
selulosa dan hemiselulosa yang terkandung di dalam
bahan Kotoran Sapi terhadap Lama Waktu
kelaras pisang dengan cepat sehingga menghasilkan
Nyala Api Biogas yang Dihasilkan
tekanan biogas yang tinggi.
Pada perlakuan tongkol jagung dengan penam- Lama waktu nyala api yang diukur merupakan
bahan kotoran sapi dihasilkan tekanan biogas sebesar total waktu mulai dari api menyala sampai api padam.
462,588 N/m2, sedangkan pada perlakuan kulit pisang Lama waktu nyala api yang dihasilkan dari ketiga
dengan penambahan kotoran sapi dihasilkan tekanan perlakuan campuran bahan baku, yaitu perlakuan A
biogas sebesar 364,739 N/m2. Hasil uji DMRT 5% berupa tongkol jagung dengan kotoran sapi, perlakuan
membuktikan bahwa tidak ada perbedaan tekanan B berupa kelaras pisang dengan kotoran sapi, dan
biogas yang signifikan antara perlakuan tongkol ja- perlakuan C berupa kulit pisang dengan kotoran sapi
gung dengan perlakuan kulit pisang. Berdasarkan disajikan pada Tabel 2.
komposisi lignoselulosa pada tongkol jagung dan kulit Berdasarkan Tabel 2 diketahui rerata lama nyala
pisang, kedua bahan baku tersebut selain memiliki api pada perlakuan A sebesar 149 detik, pada perlaku-
kandungan selulosa dan hemiselulosa juga mengan-
302 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 1, Nomor 3, September 2013, Halaman 298-306
an B sebesar 216,667 detik, sedangkan pada perla- Pengaruh Perbedaan Penggunaan Tongkol
kuan C sebesar 94,333 detik. Terdapat perbedaan Jagung, Kelaras Pisang, dan Kulit Pisang
lama waktu nyala api yang signifikan antara perlakuan dengan Penambahan Kotoran Sapi terhadap
kelaras pisang, tongkol jagung, dan kulit pisang. Pada Rasio C/N Akhir yang Dihasilkan
perlakuan kelaras pisang dihasilkan lama waktu nyala
api paling tinggi karena mampu menghasilkan biogas Rasio C/N akhir dihitung pada hari terakhir pro-
paling banyak dibandingkan perlakuan tongkol jagung ses degradasi anaerob berlangsung, yaitu hari ke-
maupun kulit pisang. Lama waktu nyala api yang 30. Rasio C/N akhir yang dihasilkan dari ketiga perla-
tinggi pada perlakuan kelaras pisang didukung dengan kuan campuran bahan baku, yaitu perlakuan A berupa
kualitas fisik biogas yang baik, hal ini ditunjukkan de- tongkol jagung dengan kotoran sapi, perlakuan B be-
ngan dihasilkannya warna nyala api yang berwarna rupa kelaras pisang dengan kotoran sapi, dan perlaku-
biru. Nyala api yang berwarna biru memiliki kualitas an C berupa kulit pisang dengan kotoran sapi disaji-
yang lebih baik dibandingkan dengan nyala api yang kan pada Tabel 3.
berwarna kuning atau merah, karena relatif tidak me- Tabel 3 menunjukkan rerata rasio C/N akhir dari
nyebabkan alat-alat dapur mudah hangus atau rusak yang paling kecil sampai yang paling besar berturut-
akibat dipanaskan dengan api tersebut. turut ialah pada perlakuan kelaras pisang sebesar
Pada perlakuan kulit pisang dihasilkan lama wak- 4,705/1, pada perlakuan tongkol jagung sebesar 9,655/
tu nyala api yang lebih rendah dibandingkan perlakuan 1, dan pada perlakuan kulit pisang sebesar 16,028/1.
kelaras pisang dan perlakuan tongkol jagung, hal ini Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kemampuan
disebabkan biogas yang dihasilkan lebih sedikit ter- mikroorganisme perombak dalam mendegradasi ba-
bukti saat biogas dinyalakan dihasilkan lama waktu han baku sehingga terjadi penurunan kadar karbon
nyala api yang rendah. Hasil uji DMRT membuktikan dan nitrogen.
ada perbedaan lama waktu nyala api yang signifikan Kemampuan mikroorganisme perombak untuk
antara perlakuan tongkol jagung dengan perlakuan menghasilkan biogas dipengaruhi oleh penambahan
kulit pisang. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi kan- kotoran sapi (Harahap, 2007). Penambahan kotoran
dungan lignin pada kedua perlakuan tersebut. Lignin sapi pada masing-masing perlakuan bertujuan untuk
memiliki rantai karbon yang panjang, sehingga apabila mengoptimalkan rasio C/N sebesar 30/1, selain itu
terurai dapat menghasilkan energi yang tinggi. Energi kotoran sapi merupakan bioaktivator alami yang me-
yang terkandung dalam biogas tergantung pada kon- ngandung mikroorganisme perombak lignoselulosa
sentrasi gas metana atau CH4 (Badrussalam, 2008). (Soetopo dan Endang, 2008). Pada penelitian ini, opti-
Tongkol jagung mengandung lignin yang lebih banyak masi proses degradasi anaerob dipercepat secara bi-
dibandingkan kulit pisang sehingga apabila terdegra- ologi. Perlakuan secara biologi dilakukan dengan
dasi dapat menghasilkan gas metana yang lebih tinggi. menggunakan enzim yang disekresikan oleh bioakti-
Kandungan gas metana yang lebih tinggi tersebut vator. Bioaktivator alami diperoleh dari kotoran sapi
memiliki energi panas yang lebih besar, sehingga saat sedangkan bioaktivator buatan berupa Effective Mi-
dinyalakan dapat menghasilkan lama waktu nyala api croorganism-5 (EM-5). EM-5 merupakan larutan
yang lebih tinggi pula. Pengamatan secara visual pada mengandung kultur campuran mikroorganisme pe-
perlakuan tongkol jagung dan kulit pisang menunjuk- rombak yang terdiri dari kapang, bakteri, Actinomy-
kan bahwa keduanya menghasilkan warna nyala api cetes, dan khamir. Penelitian yang dilakukan Hartanto
yang berwarna biru kekuningan. (2009) telah membuktikan bahwa pemberian EM-5
dapat menghasilkan lebih banyak biogas, yaitu sebe-
Tabel 2. Rerata Hasil Pengukuran Lama Waktu Nyala Api pada Hari ke-30 (detik)
Perlakuan Lama waktu nyala api ∑ Rerata
pada ulangan ke- (detik)
1 2 3
A tongkol jagung + kot. sapi 139 164 144 447 149
Tabel 3. Rerata Hasil Pengukuran Rasio C/N Akhir pada Hari ke-30
Perlakuan Rasio C/N akhir ∑ Rerata
pada ulangan ke-
1 2 3
A tongkol jagung + kot.
sapi 10,019/1 8,967/1 9,980/1 28,966/1 9,655/1
B kelaras pisang + kot.
sapi 4,977/1 5,113/1 4,025/1 14,115/1 4,705/1
C kulit pisang + kot. sapi 15,315/1 17,967/1 14,801/1 57,083/1 19,028/1
sar 25,71% dibandingkan tanpa menggunakan EM- nya semakin kecil kandungan metana maka semakin
5. Pada masing-masing perlakuan, penambahan EM- kecil kandungan energinya (Badrussalam, 2008; Said,
5 diberikan dalam volume yang sama yaitu sebanyak 2008).
48 mL, sedangkan penambahan kotoran sapi diberi- Biogas dihasilkan dari proses degradasi bahan
kan dalam jumlah yang berbeda agar terpenuhi kese- organik oleh mikroorganisme perombak pada ling-
imbangan rasio C/N=30/1. kungan tanpa oksigen bebas sehingga disebut degra-
Pada perlakuan A, campuran bahan baku terdiri dasi anaerob. Bahan organik yang melimpah di alam
dari 2,690 kg tongkol jagung ditambahkan kotoran dan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai
sapi sebanyak 2,110 kg. Pada perlakuan B, campuran bahan baku biogas ialah lignoselulosa. Degradasi lig-
bahan baku terdiri dari 2,424 kg kelaras pisang ditam- noselulosa secara alami berjalan lambat dan hanya
bahkan kotoran sapi sebanyak 2,376 kg. Pada perla- dapat dilakukan oleh sedikit mikroorganisme dikarena-
kuan C, campuran bahan baku terdiri dari 4,554 kg kan struktur polimer penyusunnya yang kompleks
kulit pisang ditambahkan kotoran sapi sebanyak dan heterogen (Murni dkk., 2008). Degradasi lignose-
0,246 kg. Pada perlakuan C, penambahan kotoran lulosa melibatkan aktivitas sejumlah enzim ekstrasel
sapi dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan yang disekresikan oleh mikroorganisme perombak
pada perlakuan A dan B, sehingga mengakibatkan seperti kapang, bakteri, Actinomycetes, dan khamir
ketidakseimbangan kuantitas bahan baku yang diurai- (Kanti, 2007; Lelana, 2010). Proses degradasi ligno-
kan oleh mikroorganisme perombak. Jumlah mikroor- selulosa dalam kondisi anaerob meliputi delignifikasi
ganisme yang sedikit dengan jumlah bahan baku yang untuk melepaskan selulosa dan hemiselulosa dari
banyak, mengakibatkan penguraian karbon dan nitro- ikatan kompleks lignin dan depolimerisasi untuk men-
gen berjalan lambat (tidak seimbang). Rendahnya dapatkan gula sederhana (Anindyawati, 2010). Tahap
kemampuan mikroorganisme perombak pada perla- pembentukan biogas secara keseluruhan ditunjukkan
kuan C, yaitu kulit pisang dengan penambahan kotor- Gambar 3.
an sapi juga dipengaruhi oleh kandungan komponen Proses degradasi anaerob untuk pembentukan
lignin yang sulit diuraikan. Keberadaan lignin dalam biogas terdiri dari 4 tahap sebagai berikut.
kulit pisang menghambat proses degradasi karbon
Hidrolisis
dan nitrogen.
Hidrolisis merupakan proses penguraian lignose-
lulosa yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan
Proses Pembentukan Biogas lignin (Vattamparambil, 2012). Degradasi selulosa da-
Biogas merupakan sumber energi terbarukan pat dilakukan oleh berbagai mikroorganisme perom-
yang dihasilkan melalui teknologi ramah lingkungan. bak seperti kapang, bakteri, Actinomycetes, dan kha-
Teknologi yang digunakan ialah dengan cara meng- mir yang bekerja secara sinergis. Contoh kapang selu-
konversi biomassa yang senantiasa tersedia melim- lolitik ialah Trichoderma harzianum, Aspergillus
pah di alam menjadi energi panas/kalor melalui proses fumigatus, dan Phanerochaete chrysosporium, se-
degradasi anaerob secara biologis. Komponen biogas dangkan bakteri selulolitik ialah Pseudomonas cellu-
meliputi: CH4 (metana) ± 60 %, CO2 (karbondioksi- losa, Clostridium acetobutylicum, dan Acidother-
da) ± 38 %, (N2, O2, H2, dan H2S) ± 2 % (Kresnawaty mus cellulolyticus. Actinomycetes yang mampu
dkk., 2008; Ditjen PPHP, 2009a). Energi yang terkan- mendegradasi selulase ialah dari jenis Streptomyces
dung dalam biogas tergantung pada kandungan meta- lividans, Streptomyces celluloflavus, dan Thermo-
na, semakin tinggi kandungan metana maka semakin monospora mesophila, sedangkan contoh khamir
tinggi kandungan energinya (nilai kalor), dan sebalik- selulolitik ialah Cryptococcus sp. (Kanti, 2005; Anin-
304 Jurnal Pendidikan Sains, Volume 1, Nomor 3, September 2013, Halaman 298-306
Lignoselulosa
esterase, β-mannosidase, dan β-glukosidase yang
menghidrolisis ikatan β-1,4 mannan menjadi mono-
Selulosa, hemiselulosa, lignin
mer mannosa dan glukosa (Perez dkk., 2002).
Bakteri dan Actinomycetes mempunyai ke-
mampuan mendegradasi lignin tetapi sangat rendah.
Hidrolisis selulose, xylanase
Degradasi lignin didominasi oleh kapang lignolitik,
Glukosa, selobiosa, pentosa + Lignin
contohnya pada Phanerochaete chrysosporium.
Asidogenesis
Kapang menghasilkan dua enzim peroksidase, yaitu
H2, CO2, asetat Propionat, butirat, laktat, etanol
lignin peroksidase (LiP) dan mangannese peroksidase
Asetogenesis
(MnP) yang mempunyai peranan penting dalam pro-
H2, CO2, asetat
ses perombakan lignin (Dashtban dkk., 2010).
Metanogenesis
LiP merupakan katalisator utama dalam proses
CH4, CO2
delignifikasi dengan cara memecah unit non fenolik
yang menyusun sekitar 90% struktur lignin. Oksidasi
Gambar 3. Tahap Pembentukan Biogas dari lignin yang dikatalis oleh LiP dimulai dengan pemisah-
Substrat Lignoselulosa an satu elektron cincin aromatik substrat donor
(Sumber: Gallert dan Winter, 2005) menghasilkan radikal kation aril. MnP mengoksidasi
Mn2+ menjadi Mn3+ yang berperan dalam pemutusan
dyawati, 2010). Titik pusat degradasi selulosa terletak unit fenolik lignin menjadi radikal alifatik. Degradasi
pada pecahnya ikatan 1,4-β-glukosida oleh aktivitas lignin juga membutuhkan lakase (Lac). Enzim ini dise-
selulase sehingga menyebabkan selulosa terhidrolisis kresikan oleh kapang, khamir, dan bakteri. Lakase
menjadi senyawa sederhana yaitu monosakarida mereduksi substrat fenolik membentuk radikal fenok-
(Soepraniandono dkk., 2007). Sistem enzim selulolitik sil. Perubahan molekul lignin secara keseluruhan akan
pada kapang terdiri dari tiga enzim utama, yaitu endo- mengakibatkan terjadinya depolimerisasi dan akhirnya
1,4-β-glukanase, ekso-1,4-β-glukanase atau selobio- terbentuk CO2 (Murni, 2008).
hidrolase, dan β-glukosidase. Proses degradasi selulo- Beberapa kapang ada yang memiliki kemampu-
sa diawali dengan aktivitas endo-1,4-β-glukanase an mendegradasi semua polimer lignoselulosa secara
yang menghidrolisis bagian amorf selulosa. Selobiohi- efektif, contohnya Trametes versicolor dan Fomes
drolase (CBH) terdiri atas CBH I yang bekerja pada fomentarius. Kapang ini dapat mendegradasi lignin
ujung pereduksi dan CBH II yang bekerja pada ujung lebih cepat dan ekstensif dibandingkan mikroorganis-
non-pereduksi menghasilkan selobiosa. Proses selan- me lain. Mikroorganisme selulolitik, hemiselulolitik,
jutnya β-glukosidase akan memecah selobiosa de- dan lignolitik bekerja secara sinergis dalam mendegra-
ngan memotong ikatan 1,4-β-glukosida menjadi mono- dasi lignoselulosa. Menurut Martina (2002), selobiohi-
mer-monomer glukosa (Enari, 1983; Perez dkk., drolase yang disekresikan oleh mikroorganisme selu-
2002). lolitik dapat mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ menghasil-
Degradasi hemiselulosa diperankan oleh mikro- kan hidroksi radikal yang sangat reaktif menyerang
organisme hemiselulolitik. Beberapa kelompok mikro- lignin. Selobiohidrolase merupakan enzim yang diper-
organisme selulolitik juga mempunyai aktivitas hemis- lukan dalam degradasi lignin karena meningkatkan
elulolitik yang tinggi, yaitu Clostridium, Cellulomo- aktivitas mikroorganisme lignolitik.
nas, Trichoderma, Penicillium, Neurospora, Fu- Asidogenesis
sarium, Aspergillus, dll. (Anindyawati, 2010). Ber-
beda dengan selulosa yang merupakan homopolimer Monomer-monomer monosakarida hasil hidroli-
dengan monomer-monomer glukosa, rantai utama he- sis selanjutnya mengalami penguraian membentuk
miselulosa berupa heteropolimer seperti glukuronoxi- asam lemak volatil (propionat, butirat), alkohol, kar-
lan dan glukomannan (Hermiati dkk., 2010). Degra- bondioksida, dan hidrogen. Mikroorganisme asidoge-
dasi glukuronoxilan melibatkan endoxilanase, asetilxi- nik didominasi oleh bakteri dan khamir (Manurung,
lan-esterase, α-glukurononidase, β-xilosidase, dan α- 2004). Tahap ini diperankan oleh bakteri asidogenik,
arabinase yang menghidrolisis ikatan β-1,4 xilan men- contohnya Bacteroides ruminicola, Clostridium bu-
jadi monomer xilosa dan arabinosa. Degradasi gluko- tyricum, dan Lactobacillus fermentum. Khamir Sa-
mannan yang membutuhkan beberapa enzim yaitu ccharomyces cerevisiae mampu memfermentasi
endomannase, α-galaktosidase, asetilglukomannan- glukosa menjadi etanol.
Insani, Degradasi Anaerob Sampah Organik dengan Bioaktivator... 305
Enari, T.M. 1983. Microbial Cellulases. Dalam Fogarty, Manurung, R. 2004. Proses Anaerobik sebagai Alternatif
W.M. (ed). Microbial Enzymes and Biotechnology untuk Mengolah Limbah Sawit, (Online), (http://
(hlm. 183-223). England: Applied Science Publishers www.usu_repository), diakses 5 Desember 2011.
Ltd. Meryandini, A., Widosari, W., Maranatha, B., Sunarti, T.C.,
Evans, G.M. dan Furlong, J.C. 2006. Environmental Rachmania, N., dan Satria, H. 2009. Isolasi Bakteri
Biotechnology. England: John Wiley & Sons, Ltd. Selulolitik dan Karakterisasi Enzimnya. Makara
Gallert, C. & Winter, J. 2005. Bacterial Metabolism in Waste- Sains, 13 (1): 33-38.
water Treatment Systems. Dalam Jordening, H.J. Murni, R., Suparjo, Akmal, dan Ginting. 2008. Buku Ajar
& Winter J (eds). Environmental Biotechnology Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan.
(hlm.1-48). Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Jambi: Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Co, KgaA. Perez, J., Dorado, J.M. Rubia, T.D.L., dan Martinez. J. 2002.
Kanti, A. 2005. Actinomycetes Selulolitik dari Tanah Hutan Biodegradation and Biological Treatments of
Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi. Biodiversi- Cellulose, Hemicellulose and Lignin: an Overview.
tas, 6 (2): 85-89. International Microbiology, 5: 53-63.
Kaparaju, P., Serrano, M., Thomsen, A.B., Kongjan, P., Rachmaniah, O., Krishnanta, A., dan Ricardo, D. 2012.
dan Angelidaki, I. 2009. Bioethanol, Biohydrogen, Acid Hydrolysis Pretreatment of Bagasse-Ligno-
and Biogas Production from Wheat Straw in a Bio- cellulosic Material for Bioethanol Production.
refinery Concept. Bioresource Technology, 100: Surabaya: ITS.
2562-2568. Said, S. 2008. Membuat Biogas dari Kotoran Hewan. Ja-
Kresnawaty, I., Susanti, I., Siswanto, dan Tripanji. 2008. karta: Penerbit Bentara Cipta Prima.
Optimisasi Produksi Biogas dari Limbah Lateks Cair Samsuri, M., Gozan, M., Mardias, R., Baiquni, M., Herman-
Pekat dengan Penambahan Logam. Menara Perke- syah, H., Wijanarko, A., Prasetya, B., dan Nasikin,
bunan, 76 (1): 23-35. M. 2007. Pemanfaatan Selulosa Bagas untuk Pro-
Hamni, A. 2008. Rancang Bangun dan Analisa Tekno duksi Etanol melalui Sakarifikasi dan Fermentasi
Ekonomi Alat Biogas dari Kotoran Ternak Skala Serentak dengan Enzim Xylanase. Makara Tekno-
Rumah Tangga. Makalah disajikan dalam Seminar logi, 11 (1): 17-24.
Hasil Penelitian & Pengabdian kepada Masyara- Siburian, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Inku-
kat. Lampung: Universitas Lampung. basi EM4 terhadap Kualitas Kimia Kompos. Jurnal
Harahap, I. E. 2007. Uji Beda Campuran Kotoran Sapi Lingkungan Hidup, 8 (1): 9-20.
dengan Beberapa Jenis Limbah Pertanian terha- Soepranianondo, K., Nazar, D.S., dan Handiyatno, D. 2007.
dap Biogas yang Dihasilkan. Skripsi tidak diterbit- Potensi Jerami Padi yang di Amoniasi dan di Fer-
kan. Medan: Fakultas Pertanian Universitas Suma- mentasi Menggunakan Bakteri Selulolitik terhadap
tera Utara. Konsumsi Bahan Kering, Kenaikan Berat Badan,
Hermiati, E., Mangunwidjaja, D., Sunarti, T.C., Suparno, dan Konversi Pakan Domba. Media Kedokteran
O., dan Prasetya, B. 2010. Pemanfaatan Biomassa Hewan, 23 (3): 202-205.
Lignoselulosa Ampas Tebu untuk Produksi Soetopo, R.S. dan Endang, R.C.C. 2008. Efektivitas Proses
Bioetanol. Jurnal Litbang Pertanian, 29 (4): 121- Pengomposan Limbah Sludge IPAL Industri Kertas
130. dengan Jamur. Berita Selulosa, 43 (2): 93-100.
Lelana, N.E. 2010. Biokonversi Selulosa: Suatu Tinjauan Sudiran, F.I. 2005. Instrumen Sosial Masyarakat Karang-
dalam Pemanfaatannya untuk Produksi Bioeta- mumus Kota Samarinda dalam Penanganan Sampah
nol. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Domestik. Makara Sosial Humaniora, 9 (1): 16-
Tanaman. 26.
Martina, A., Yuli, N., dan Sutisna, M. 2002. Optimasi Bebe- Supadma, A.A.N. dan Arthagama, D.M. 2008. Uji Formulasi
rapa Faktor Fisik terhadap Laju Degradasi Selulosa Kualitas Pupuk Kompos yang Bersumber dari Sam-
Kay Albasia (Paraserianthes falcataria (L) Nielse pah Organik dengan Penambahan Limbah Ternak
dan Karboksimetilselulosa (CMC) secara Enzimatik Ayam, Sapi, Babi, dan Tanaman Pahitan. Jurnal
oleh Jamur. Jurnal Natur Indonesia, 4 (2): 156- Bumi Lestari, 8 (2).
163. Vattamparambil. S.R. 2012. Anaerobic Microbial Hydroly-
sis of Agriculture Waste for Biogas Production.
Journal of Computer Applications, 25-27.