Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Bangunan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting untuk


kelangsungan hidup manusia. Salah satu makhluk yang hidup berkelompok
dimana membutuhkan bantuan dan perlindungan (rumah) sebagai kelangsungan
hidup. Sebuah tempat berlindung dan bertahan hidup dalam suatu perencanaan
konstruksi bangunan gedung tidak terlepas dari beton yang merupakan bagian
terpenting dari kontruksi bangunan gedung. Berdasarkan hal ini maka analisa
dan penelitian terhadap materi dan proses terbentuknya beton sangat diperlukan.
Sebagai program wajib dalam Ilmu Bahan Bangunan jurusan Teknik Sipil, maka
penerapan dasar dan aplikasinya wajib dikuasai oleh setiap mahasiswa Teknik
Sipil. Hal ini diacukan agar kedepan seorang sarjana Teknik Sipil dapat
menguasai konsep dan analisa kerja saat terjun kedunia konstruksi bangunan.
Praktikum ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan mengenai
perencanaan campuran beton serta keterampilan dalam pelaksanaannya.
Kegiatan utama dari praktikum bahan bangunan ini adalah perencanaan beton
(mix design) yang merupakan syarat dari mata kuliah Ilmu Bahan Bangunan
yang berjumlah 3 sks di Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar. Tujuan
praktikum Ilmu Bahan Bangunan ini selain untuk menyelesaikan 1 sks juga
untuk memberikan wawasan atau gambaran kepada mahasiswa tentang beton
dan bagaimana cara menghitung campuran beton struktural yang diinginkan.
Dan juga untuk mempermudah mahasiswa pada semester selanjutnya tentang
kuliah Bahan Bangunan ini khusunya masalah beton. Praktikum yang dilakukan
dalam jangka waktu dua minggu ini adalah merencanakan campuran beton
struktural dengan mutu beton K-175.
Beton adalah sejenis batu-batuan (artificial stone) yang terbentuk dari
hasil pengerasan suatu campuran yang terdiri atas : semen (sebagai bahan
pengikat), pasir (agregat halus), kerikil (agregat kasar), air (sebagai bahan
pereaksi), serta bahan-bahan tambahan lainnya (admixture/additive) yang bisa
digunakan bila ada maksud tertentu misalnya untuk memperlambat pengerasan
atau menambah kekuatan, bahan aditif ini bisa terdiri dari : fly ash, gips, bubuk

Laporan Praktikum Beton 1


bata merah, dan lain-lain. Beton merupakan campuran yang mula-mula bersifat
plastis kemudian mengeras yang mempunyai massa.
Beton merupakan material yang paling banyak digunakan pada
konstruksi teknik sipil. Dalam teknik sipil, struktur beton digunakan untuk
bangunan pondasi, kolom, balok, pelat atau pelat cangkang. Dalam teknik sipil
hidro, beton digunakan untuk bangunan air seperti bendung, bendungan, saluran,
dan drainase perkotaan. Beton juga digunakan dalam teknik sipil transportasi
untuk pekerjaan rigid pavement (lapis keras permukaan yang kaku), saluran
samping, gorong-gorong, dan lainnya. Jadi, beton hampir digunakan dalam
semua aspek teknik sipil. Artinya, semua struktur dalam teknik sipil akan
menggunakan beton, minimal dalam pekerjaan pondasi.
Struktur beton didefinisikan sebagai bangunan beton yang terletak diatas
tanah yang menggunakan tulangan atau tidak menggunakan tulangan (ACI 318-
89,1990:1-1). Struktur beton sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kualitas
bahan-bahan pencampur beton, yang dibatasi oleh kemampuan daya tekan beton
seperti yang tercantum dalam perencanaannya. Hal tersebut bergantung juga
pada kemampuan daya dukung tanah (supported by soil), kemampuan struktur
yang lain atau kemampuan struktur atasnya (vertical support).
Bila kita melihat riwayat perkembangan beton, penggunaan beton dan
bahan-bahan vulkanik seperti abu pozzolan sebagai pembentuknya telah dimulai
sejak zaman Yunani dan Romawi, bahkan mungkin sebelum itu (Nawy, 1985:2-
3). Penggunaan bahan beton bertulang secara intensif diawali pada awal abad ke
sembilan belas. Pada tahun 1801, F. Coignet menerbitkan tulisannya mengenai
prinsip-prinsip konstruksi dengan meninjau kelembaban bahan beton terhadap
taruknya. Pada tahun 1850, J.L. Lambot untuk pertama kalinya membuat kapal
kecil dari bahan semen untuk dipamerkan pada Pameran Dunia tahun 1855 di
Paris. J. Monier, seorang ahli taman dari Prancis, mematenkan rangka metal
sebagai tulangan beton untuk mengatasi tariknya yang digunakan untuk tempat
tanamannya. Pada tahun 1886, Koenen menerbitkan tulisan mengenai teori dan
perancangan struktur beton. C.A.P Turner mengembangkan plat slab tanpa
balok pada tahun 1906.

Laporan Praktikum Beton 2


Perkembangan yang cepat dalam bidang seni serta analisis perancangan
dan konstruksi beton telah menyebabkan dibangunnya struktur-struktur beton
yang sangat khas (Nawy, 1985) seperti Auditorium Kresge di Boston, Keong
Mas di Taman Mini Indonesia, Lake Point Tower di Chicago, dan Marina
Tower.

Laporan Praktikum Beton 3


BAB II

PEMERIKSAAN SIFAT FISIS MATERIAL

2.1 Semen
Semen adalah bahan pengikat (binder) hidrolisis yang di gunakan untuk
mengikat butiran-butiran material yang dibantu oleh air.oleh karena itu semen
ini dinamakan semen hidrolisis. Semen hidrolisis biasa juga di sebut semen
Portland (Portland cement).
Bahan pengikat hidrolisis adalah bahan yang akan mengikat apabila di
beri air dan kemudian terjadi reaksi kimia dari sifat plastis menjadi kaku. Bahan
pengikat hidrolis yang paling utama adalah semen Portland. Disebut pengikat
hidrolis karena semen Portland akan mengikat (sifat adhesif dan kohesif) apabila
diberi air dan kemudian terjadi reaksi kimia (proses hidrasi) yang bermula dari
pasta semen yang plastis kemudian menjadi kaku dan keras. Semen portland
hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling halus klingker (mineral
pembentuk semen), yang terutama dari silikat-silikat kalsium yang bersifat
hidrolis dan gips sebagai bahan pembantu.
Komponen-komponen utama dari PC adalah batu kapur yang
mengandung komposisi cao (kapur, lime) dan lempung yang mengandung
komponen-komponen sio2, Al2O3 dan Fe2O3. Kualitas semen sangat dipengaruhi
perbandingan batu kapur yang mengandung komposisi cao dengan lempung
yang mengandung komponen-komponen sio2, Al2O3 dan Fe2O3.
Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen Portland terbagi dalam 5
jenis yaitu :
1) Tipe I, yaitu untuk konstruksi secara umum.
2) Tipe II, yaitu untuk konstruksi secara umum terutama sekali bila
disyaratkan agak tahan terhadap Sulfat dan panas hidrasi yang sedang.
3) Tipe III, yaitu untuk konstruksi yang menuntut persyaratan kekuatan
awal yang tinggi.
4) Tipe IV, yaitu untuk konstruksi yang menuntut persyaratan panas hidrasi
yang rendah.

Laporan Praktikum Beton 4


5) Tipe V, yaitu untuk konstruksi yang menuntut persyaratan sangat tahan
terhadap Sulfat.
Semen yang digunakan dalam praktikum ini adalah semen Portland
tipe I yang diproduksi oleh PT. Andalas yang berfungsi sebagai bahan
pengikat. Semen ini mempunyai spesific gravity 3,1 – 3,2.

2.2 Air
Air merupakan bahn pereaksi untuk membentuk proses hidrasi semen
(proses kimiawi),membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam
pekerjaan beton.
Air untuk proses hidrolis haruslah air bersih, bebas dari minyak, asam
alkali, garam-garam, dan bahan organis yang dapat merusak beton. Namun air
yang tepat menurut persyaratan tersebut jarang diperoleh, maka dalam peraturan
beton, air yang mengandung sedikit zat tersebut masih boleh digunakan.
Dalam praktikum ini,air yang digunakan adalah air yang terdapat di
sekitar Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Fakultas Teknik
Unsyiah.
2.3 Agregat
Agregat (aggregate) adalah butiran mineral alami yang berfungsi
sebagai bahan pengisi dalam campuran beton atau mortar. Agregat menempati
sebanyak kurang lebih 70% dari volume beton atau mortar dengan ukuran 0,075
- 150 mm.dalam campuran beton.
Menurut proses terjadinya, agregat dapat dibagi menjadi agregat alami
dan agregat buatan. Agregat alami adalah agregat yang menggunakan bahan
baku dari batu alam atau penghancurannya. Sedangkan agregat buatan adalah
agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan khusus (tertentu) karena
kekurangan agregat alam.
Fungsi aggregate didalam beton adalah :

a. Menghemat penggunaan semen portland (PC).


b. Menghasilkan kekuatan besar pada beton
c. Mengurangi penyusutan pada pengerasan beton
d. Dengan gradasi agregat yang baik dapat tercapai beton yang padat.

Laporan Praktikum Beton 5


2.3.1 Jenis Aggregat
Berdasarkan kekerasan butiran yang digunakan dalam campuran beton
dapat dibagi 2 (dua) jenis yaitu agregat halus dan agregat kasar.
1) Agregat kasar (coarse aggregate) mempunyai ukuran 4,76 mm-150 mm
biasanya disebut kerikil.ketentuan agregat kasar(coarse agregat) antara lain:
a. Agregat kasar harus terdiri dari butiran yang keras dan tidak berpori.
b. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dalam
berat keringnya atau bagian butir lebih kecil 70 mikron. Bila melampaui
harus dicuci.
c. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat alkali.
d. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil alam dari batuan pecah,
umumnya aggregat kasar besar butirnya lebih dari 4,76 mm.
e. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam dengan
dengan finness modulus antara 6,0 – 7,10
f. Agregat kasar harus lewat tes kekerasan dengan bejana penguji Rudeloff
dan dengan bejana Los Angeles.

2) Agregat halus (fine aggregate), mempunyai ukuran 0,074 mm s.d 4,76


mm. . Fine aggregate terbagi dua yaitu coarse sand atau pasir kasar dan fine
sand atau pasir halus.ketentuan agregat halus antara lain:
a. Agregat halus harus terdiri dari butiran-butiran tajam,keras,dan bersifat
kekal artinya tidak hancur oleh pengaruh cuaca atau temperature
b. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%
(ditentukan terhadap berat kering),bila lebih dari 5% harus dicuci.
c. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan organik terlalu banyak.
d. Angka kehalusan (fineness modulus) antara 2,3 - 3,1
e. Agregat halus harus terdiri dari butiran yang beraneka ragam besarnya.
f. Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan diatas dapat juga
dipakai, asal kekuatan tekan adukan agregat pada umur 7 dan 28 hari
tidak kurang dari 95% dari kekkuatan adukan agregat yang sama tetapi

Laporan Praktikum Beton 6


dicuci dalam larutan NaOH 3% yang kemudian dicuci bersih dengan air
pada umur yang sama.

2.3.2 Sifat-Sifat Fisis Agregat


1) Berat Volume (Bulk Density)
A. Tujuan : Untuk mengetahui berat volume agregat.

B. Peralatan :
1. Sekop
2. Cangkul
3. Gerobak sorong
4. Ayakan ukuran 31,5, 9,52, dan 4,76
5. Pengering (oven)
6. Talam/baki untuk mengeringkan benda uji agregat
7. Tongkat pemadatan standar dari besi dengan panjang 60 cm dan salah
satu ujungnya dibulatkan
8. Skop/sendok pengisi agregat
9. Container baja yang kaku berbentuk silinder
10. Timbangan digital
C. Bahan :
1. Pasir Kasar (Coarse sand)
2. Pasir Halus (fine sand)
3. Kerikil (Coarse sand)
D. Langkah :
1. Ayak benda uji menggunakan saringan 31,5 dan tertahan 9,52 mm
sebagai kerikil, dan lolos saringan 9,52 tertahan di 4,76 sebagai pasir
halus.
2. Masukkan material yang sudah diayak kedalam 3 buah bejana.
3. Masukkan benda uji ke dalam oven selama 24 jam dengan suhu 105oc
4. Setelah 24 jam dioven keluarkan benda uji diatas lantai dan tunggu
sampai dingin dan bagi masing masing bend uji menjadi 3 bagian baik

Laporan Praktikum Beton 7


pasir halus, kasar maupun kerikil buat tanda masing masing bagian A, B
dan C untuk diuji sebanyak 3 kali.
5. Kemudian timbang container kosong setelah itu masukkan pasir
sebanyak 1/3 bagian dan tumbuk 25 kali (jatuh bebas) menggunakan
tongkat besi lakukan sampai kontainer penuh dan ratakan permukaan
kemudian timbang kontainer. Ulangi sebanyak 3 kali, baik benda uji A,
B dan C sampai mendapat data berat masing masing benda uji.
6. Untuk mendapat hasil Berat Volum ( Bulk density) yaitu dengan cara
membagi volume benda uji dengan berat bersih benda uji (tanpa berat
container)

2) Berat Jenis (Spesific Gravity)


 Berat Jenis Kerikil (Coarse Aggregate)
A. Tujuan : menentukan berat jenis kerikil yang berguna untuk menetukan
volume padat kerikil (tanpa rongga pori)

B. Peralatan :
1. Timbangan kapasititas 5 kg dengan ketelitian 0,1 gr
2. Keranjang besi
3. Alat penggantung keranjang
4. Kertas/kanvas tempat menganginkan
5. Oven
6. Kain lap
7. Baki/baskom
8. Sendok/skop agregat
9. Ember

C. Bahan :
1. Kerikil (coarse aggregate)

D. Langkah :

Laporan Praktikum Beton 8


1. Ayak benda uji menggunakan saringan 31,5 dan tertahan 9,52 mm
sebagai kerikil.
2. Masukkan material yang sudah diayak kedalam 3 buah ember, dan
rendam selama 24 jam.
3. Setelah proses perendaman pisahkan benda uji dan air, lalu ditebarkan
di atas kertas/kanvas hingga tercapai kondisi jenuh permukaan (SSD).
4. Bila keadaan jenuh permukaan tercapai, timbang keranjang diudara dan
didalam air.
5. Masukkan benda uji ke dalam keranjang sebanyak 1/3 bagian.
6. Benda uji dalam keranjang ditimbang beratnya diudara dan di dalam air.
7. Setelah mendapat data berat benda uji oven selama 24 jam dengan
temperature 105 oC untuk menghilangkan kadar air didalam benda uji.
8. untuk mendapat berat jenis bisa membagi volume aggregate (tanpa pori)
dengan berat kering aggregate (Oven Dry)

 Berat Jenis Pasir (Fine Aggregate)


A. Tujuan : menentukan berat jenis pasir yang berguna untuk menetukan berat
volume pasir (tanpa pori) dalam beton

B. Peralatan :
1. Timbangan kapasititas 5 kg dengan ketelitian 0,1 gr
2. Cetakan kerucut pasir (metal sand cone mold) dengan penumbuk besi.
3. Container (Gelas) dengan tutup kaca
4. Oven
5. Baki/baskom dan Ember
6. Sendok/skop agregat

C. Bahan :
1. Pasir halus (fine sand)
2. Pasir kasar (coarse sand)

D. Langkah :

Laporan Praktikum Beton 9


1. Ayak benda uji menggunakan saringan 31,5 dan tertahan 9,52 mm
sebagai kerikil.
2. Masukkan material yang sudah diayak kedalam 3 buah ember, dan
rendam selama 24 jam.
3. Setelah proses perendaman benda uji ditebarkan pada lantai diteMPat
yang teduh untuk dianginkan.
4. Kumpulkan benda uji menjadi satu tumpukan dan bagi menjadi tiga
bagian A, B, dan C untuk pengujian sebanyak tiga kali
5. Siapkan tabung gelas (container) dan timbang berat container kosong
beserta tutup kaca
6. Benda uji keadaan jenuh permukaan (SSD) yang telah dianginkan (free-
flowing condition).
7. Masukkan benda uji kedalam tabung gelas dan hilangkan udara yang
dikandung benda uji dengan cara mengisi air penuh kedalam gelas
dengan cara merendam benda uji beserta container sampai gelembung
udara hilang setelah itu tutup dan angkat pastikan bahwa tidak ada
gelembung dalam container dan jika masih ada ulangi merendam
container dan tutup hingga tidak ada lagi gelembung udara dengan kaca
setelah itu timbang.
8. Kemudian tuangkan pasir (Kecuali air) kedalam baskom dan oven
dengan suhu 1050c selama 24 jam.
9. Setelah itu timbang container dan air tanpa gelembung udara.
10. Lakukan langkah 7 s/d 9 untuk pengujian sebanyak 3 kali
11. Setelah benda uji di oven selama 24 jam benda uji dalam baskom pada
keadaan kering oven (OD) ditimbang beratnya. Dan untuk mendapatkan
nilai Berat jenis bisa membagi volume aggregar SSD dengan berat
aggregate Berat kering Oven.

3) Absorbsi
A. Tujuan : untuk menentukan persentase berat air yang terserap oleh agregat
pada kondisi jenuh permukaan, serta untuk mengetahui seberapa besar
penambahan air dalam perencanaan slump.

Laporan Praktikum Beton 10


B. Peralatan :
1. Timbangan kapasititas 5 kg dengan ketelitian 0,1 gr
2. Gelas (stopples) dengan tutup plat kaca
3. Oven
4. Baki/baskom
5. Sendok/skop agregat
6. Ember
C. Bahan :
1. Pasir halus (fine sand)
2. Pasir kasar (coarse sand)
D. Langkah :
Selanjutnya setiap agregat dihitung absorbsi agregat tersebut dengan
menggunakan persamaan:

(Ws  Wd )
W  100%
Wd
Keterangan :
W = Water absorption
Ws = berat agregat jenuh air kering permukaan
Wd = berat agregat kering oven
Pemeriksaan ini dilakukan pada benda uji A, B dan C dan diambil nilai rata-
ratanya.

4) Analisa Saringan (Sieve Analysis)


A. Tujuan : menentukan berat jenis pasir yang berguna untuk menetukan
volume pasir dalam beton

B. Peralatan :
1. Pengering (oven)
2. Timbangan dengan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,1% dari berat
benda uji

Laporan Praktikum Beton 11


3. Satu set saringan standar ASTM 79 yang telah disesuaikan dengan PBI
1971 yaitu dengan ukuran 31,5 ; 19,1 ; 9,52 ; 4,76 ; 2,38 ; 1,18 ; 0,59 ;
0,297 ; 0,149mm.
4. Baki
5. Sendok dan kuas

C. Bahan :
1. Kerikil
2. Pasir kasar
3. Pasir halus

D. Langkah Kerja :
1. Masing-masing benda uji dioven selama 24 jam dengan temperatur 105º
C.
2. Setelah itu keluarkan dan ratakan diatas lantai untuk didinginkan
3. Kemudian siakan saringan dan susun dengan urutan 31,5 ; 19,1 ; 9,52 ;
4,16 ; 2,38 ; 1,19 ; 0,159 ; 0,29 ; 0,149 mm dan alas.
4. Lalu masing-masing benda uji dimasukkan ke dalam set saringan
tersebut, kemudian saringan digoyang-goyangkan dengan tangan selama
lebih kurang 2-3 menit agar benda uji cepat turun.
5. Setelah disaring, masing-masing benda uji yang tertahan diatas saringan
dan sisanya pada alas ditimbang beratnya satu persatu.

5) Modulus Kehalusan (Fineness Modulus)


A. Tujuan : mengelompokkan agregat berdasarkan ukuran dan tingkat
kehalusannya.

B. Langkah
Diperoleh dari jumlah kumulatif persentase fraksi yang tertahan suatu
susunan saringan yang dibagi 100. Dari hasil pengujian sifat-sifat material yang
telah dilakukan terhadap coarse aggregate, coarse sand dan fine sand, diperoleh
hasil pengujian seperti yang terdapat dalam tabel dibawah ini:

Laporan Praktikum Beton 12


Tabel 2.1 Fineness Modulus aggregate
Spesific gravity Bulk Water Fineness
No Jenis agregat SSD OD Density Absorbtion Modulus
(gr/l) (gr/l) (kg/l) (%)
1 Coarse
2,627 2,575 1,70 2,023 7,222
Aggregate
2 Coarse Sand 6,162 2,091 1,71 6,162 3,067
3 Fine Sand 2,388 2,398 1,65 5,921 2,612

Laporan Praktikum Beton 13


BAB III
PERENCANAAN CAMPURAN BETON MENURUT ACI 211.1-91

Beton pada dasar nya tersusun dari agregat, semen portland, dan air.
Terkadang untuk tujuan tertantu beton juga mengandung material khusus
lainnya (additive) dan dahan tambahan kimia (admixture) beton akan
mengandung sejumlah udara yang terperangkap dan untuk keperluan tertentu
juga mengandung udara yang dimasukkan dengan menggunakan bahan pemasuk
udara (air entraining agent). Bahan tambahan kimia sering digunakan untuk
mempercepat (accelarating), memperlambat (retarding), meningkatkan
kelecakan (workability), mengurangi air (water Reducing), peningkatan
kekuatan dan lain-lain. Tergantung dari tipe jumlahnya, beberapa bahan
tambahan mineral sepertia abu terbang (fly ash), pozzoland alam, slag, dan salika
fume dapat digunakan bersama-sama semen portland agar lebih
murah/ekonomis atau agar mendapat sifat-sifat tertentu seperti panas hidrasi
awal yang rendah, memperlambat perkembangan kekuatan,atau meningkatkan
ketahanan terhadap reaksi alkali agregat dan serangan sulfat ,menurunkan
permeabilitas dan ketahanan untuk dimasuki oleh cairan yang agresif.

3.1 Hal hal yang harus diperhatikan dalam Perencanaan Campuran


Beton

Pemelihan komposisi beton perlu memperhatikan keseimbangan antara


biaya yang ekonomis dan kebutuhan-kebutuhan seperti kemudahan beton untuk
diteMPatkan, kekuatan, ketahanan, kepadatan, dan tampilan beton. Kemampuan
untuk menyesuaikan sifat-sifat beton terhadap kebutuhan perjaan mencerminkan
perkembangan teknologi yang mendapat tempat sejak awal 1900. penggunaan
faktor air semen sebagai alat untuk memprediksi kekuatan beton mulai dikenal
sejak awal 1918-an. Penggunaan bahan pemasuk udara mulai dikenal pada awal
1940-an. Dalam sebuah perencanaan campuran beton ada beberapa hal yang
hrus diperhatikan antara lain :

Laporan Praktikum Beton 14


a) Kemudahan dalam pengerjaan (Workability)
Kemudahan beton untuk ditempatkan melibatkan sifat kemudahan
pekerjaan dan konsistensi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan workability
adalah sifat beton yang berhubungan dengan
Kemudahan dicetak
Daya ikat
Kemudahan memadat tanpa harus terjadi pemisahan butiran

Workability sangat dipengaruhi oleh :


Gradasi
Bentuk butiran
Komposisi agregat
Jumlah dan mutu semen atau bahan-bahan yang halus lainnya
Adanya udara yang terperangkap dan dahan tambahan kimia
Kensistensi dari adukan.

b) Konsistensi
Yang dimaksud dengan konsistensi disini adalah pergerakan relatif dari
campuran beton yang diukur sebagai nilai slump. Semakin besar nilai slump
maka semakin mudah beton untuk mengalir selama diteMPatkan. Konsistensi
adalah berhubungan dengan workability namun tidak sama dengan workability.
Pada perencanan campuran beton banyak air yang dibutuhkan untuk
menghasilkan slump yangdi inginkan akan sangat dipengaruhi oleh beberapa
hal. Jumlah air akan meningkat bila agregat makin tidak bulat dan bertekstur
kasar (tapi kekurangan ini dapat di imbangi dengan peningkatan sifat yang lain
seperti lekatan dengan pesta semen). Kebutuhan air campuran menurun bila
ukuran maksimum agregat bergaradasi baik meningkat. Kebutuhan air campuran
biasanya menurun secara nyata pada penggunaan bahan tambahan kimia tertentu
yang mereduksi jumlah air.

Laporan Praktikum Beton 15


c) Kekuatan
Walaupun kekuatan adalah suatu sifat penting dari beton, sifat lain
seperti keawetan (durability), penyerapan (permeability), dan ketahanan
terhadap pemakaian selama masa layannya juga perlu diperhatikan.

d) Faktor air semen


Untuk suatu kondisi material yang sudah diketahui sifatnya, kekeuatan
beton ditentukan berdasarkan perbandingan jumlah air yang digunakan terhadap
berat semen.jumlah air yang dimaksud disini tidak termasuk dengan air yang
terserap oleh agregat. Feriasi kuat tekan pada suatu nilai FAS tertentu mungkin
saja terjadi akibat adanya perubahan :
Ukuran maksimum dari agregat
Gradasi
Tekstur permukaan
Bentuk
Kekuatan dan kekakuan agregat kasar
Perbedaan tipe semen
Kandungan udara
Penggunaan bahan tambahan kimia yang mempengaruhi proses hidrasi
semen.

e) Keawetan
Beton harus dapat menahan serangan dari luar selama layannya, seperti
mencair dan membeku pada daerah 4 musim, basah dan kering, panas dan
dingin, bahan kimia dan lain-lain. Ketahan terhadap hal-hal telah disebutkan
diatas dapat diperoleh dengan menggunkan bahan kusus seperti semen rendah
alkali, pozzolan, slag, silika fume atau pemilihan agregat untuk melindungi
serangan berbahaya pada reaksi alkali agregat yang terjadi pada tempat-tempat
yang terkena lingkungan lembab. Penggunaan bahan bahan kusus seperti semen
tahan sulfat, slag, silika flme atau bahan pozzolan lain untuk beton yang terkena
air laut atu tanah bersulfat. Penggunaan agregat yang tersusun dari butiran

Laporan Praktikum Beton 16


mineral yang keras dan bebas dari bagian yang lemah untuk beton yang
membutuhkan permukaan yang tahan abrasi.

f) Kepadatan
Untuk keperluan tertentu kuat beton yang besar juga dimanfaatkan
sebagai pemberat pada jembatan angkat, pipa minyak dibawah air , penahan
radiasi dan peredam suara. Beton untuk kondisi diatas dapat diperoleh dengan
menggunakan agregat yang memiliki berat volume kurang lebih 5600 kg/m3.
Pemeliharaan komposisi beton harus berdasarkan pada hasil pengujian
atau pengalaman terhadap material sesungguhnya yang akan digunakan.
Informasi atau data yang barguna adalah :
Analisa saringan dari agregat halus dan kasar
Berat volume dari agregat kasar
Berat jenis dan absorpsi agregat
Berat air campuran berdasarkan kondisi agregat
Hubugankuat tekan dengan faktor air semen
Berat jenis sement portland
Kombinasi optimum dari agregat kasar untuk mendapat gradasi terbaik.

Perencaan pencampuran terkadang dibatasi oleh hal-hal berikut :


Faktor air semen maksimum
Kandungan semen minimum
Kandungan udara
Slump
Diameter maksimum agregat
Kuat tekan
dan persyaratan lainnya

Laporan Praktikum Beton 17


3.2 Langkah Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)

Penentuan komposisi campuran beton dapat dilakukan dengan tahapan


sebagai berikut :

1) Pemilihan Nilai Slump


Nilai slump yang ditampilkan pada tabel A1.5.3.1 digunakan bila
pemadatan beton dilakukan dengan menggunakan vibrator. Campuran yang
sebaiknya digunakan adalah campuran dengan konsistensi yang paling kaku
dapat di cor/ditempatkan.

Tabel 3.1 Nilai slump direkomendasikan untuk berbagai tipe kontruksi


Slump (mm)
Jenis kontruksi
Maksimum Minimum
Dinding penahan dan pondasi beton bertulang 75 25
Pondasi sederhana, sumuran, dinding sub struktur 75 25
Balok dan dinding beton bertulang 100 25
Kolom struktural 100 25
Perkerasan dan slub 75 25
Beton massal 75 25

Sumber ; ACI 211.1-9

2) Pemilihan Ukuran Maksimum Agregat


Agregat dengan ukuran maksimum agregat yang besar dengan gradasi
baik memiliki pori lebih sedikitdari pada ukuran agregat yang lebih kecil. Karena
ukuran beton yang besar membutuhkan mortar lebih sedikit persatuan volume
beton. Secara umum ukuran maksimum niminal agregat sebaiknya dipilih yang
terbesar yang memungkinkan digunakan agar ekonomis. Bila kuat tekan beton
diiginkan tinggi ,hasil terbaik dapat diperoleh dengan mengurangi ukuran
maksimum agregat karena hal ini dapat menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi
dari pada suatu nilai FAS yang sama.

Laporan Praktikum Beton 18


Ukuran agregat maksimum yang dapat digunakan sebesar 1/3 tebal plat,
dan atau ¾ jarak bersih antara baja tulangan, tendon, tulangan yang digabungkan
atau ducting, dan atau 1/5 jarak terkecil bidang bekesting.

3) Penentuan Jumlah Air Campuran dan Kandungan Udara


Jumlah air per satuan volume (m3) beton yang dibutuhkan untuk
menghasilkan suatu nilai slump tertentu tergantung pada :
ukuran maksimum nominal agregat
bentuk partikel
gradasi agregat
temperature beton
jumlah dari udara yang dimasukkan
penggunaan bahan tambahan kimia

Tabel 3.2 Perkiraan Air Pencampur dan Kandungan Udara yang


dibutuhkan untuk Slump dan Ukuran Maksimum Agregat yang Berbeda
Air (kg/m3 beton) untuk Ukuran Maksimum Agregat (mm)
Slump (mm) 9,5 12,5 19 25 37,5 50 70 150
Beton Tanpa Bahan Pemasuk Udara
25 sampai 50 207 199 190 179 166 154 130 113
75 sampai 100 228 216 205 193 181 169 145 124
150 sampai 175 243 228 216 202 190 178 160 -

Perkiraan Jumlah Udara


yang Terperangkap di 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3 0,2
dalam beton (%)
Beton dengan Bahan Pemasuk Udara
25 sampai 50 181 175 168 160 150 142 122 107
75 sampai 100 202 193 184 175 165 157 133 119
150 sampai 175 216 205 197 184 174 166 154 -

Kandungan udara total


rata-rata yang
disarankan, (%) kondisi

Diekspose sedikit 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1


Diekspose sedang 6 5,5 5 4,5 4,5 4 3,5 3
Sangat diekspose 7,5 7 6 6 5,5 5 4,5 4
Sumber : ACI 211.1-91 (Reapproved 2002)

Laporan Praktikum Beton 19


4) Penentuan Faktor Air Semen (FAS)
Kebutuhan FAS ditentukan tidak hanya oleh kuat tekan yang diiginkan
tapi juga oleh faktor-faktor seperti Jenis beton apakah menggunakan bahan
pemasuk udara atau tanpa bahan pemasuk udara berdasarkan table A1.5.3.4(a).

Tabel 3.3 Hubungan antara Faktor Air Semen dan Kuat Tekan Beton
Kuat Tekan Beton pada Umur 28 hari (MPa)
Faktor Air Semen
40 35 30 25 20 15
Beton tanpa Bahan Pemasuk
0,42 0,47 0,54 0,61 0,69 0,79
Udara

Beton dengan Bahan Pemasuk


- 0,39 0,45 0,52 0,6 0,7
Udara

Sumber : ACI 211.1-91 (Reapproved 2002)

Adapun kuat tekan yang digunakan adalah kuat tekan rencana yang telah
diperbesar dengan suatu nilai margin tertentu, dengan rumus sebagai berikut:

’cr = ’c+ z . S
Dimana:
’cr : kuat tekan rata-rata beton sehingga kuat tekan hasil pengujian sampel
nantinya tidak akan lebih kecil dari kuat tekan rencana.
’c : kuat tekan rencana.
z : konstanta yang tergantung dari jumlah benda uji dan tingkat
kegagalan, contoh bila dari 20 benda uji diperbolehkan gagal 1 benda
uji (5% tingkat kegagalan) maka z = 1,65
S : simpangan baku (deviasi standar).

Nilai simpangan baku dapat ditentukan dari mutu pelaksanaan yang


diinginkan seperti yang disajikan pada tabel berikut ini.

Laporan Praktikum Beton 20


Tabel 3.4 Standar untuk kontrol beton (f”c > 2,5MPa)
Variasai secara keseluruhan

SiMPangan baku dari standar kontrol yang berbeda


Mutu
Pekerjaan Luar Sangat
Baik Sedang
Kurang
Biasa Baik Baik

Pengujian
Konstruksi < 2,8 2,8 - 3,4 3,4 - 4,1 4,1- 4,8 > 4,8
Umum

Percobaan di
<1,4 1,4 -1,7 1,7 - 2,1 2,1- 2,4 > 2,4
Laboratorium

Sumber: ACI 214R-02

5) Perhitungan Kandungan Semen


Jumlah semen yang dibutuhkan ditentukan dari perhitungan pembagian
antara jumlah air yang telah diperoleh dengan nilai faktor air semen yang telah
dipilih. Bila ada ketentuan lain mengenai jumlah semen yang harus digunakan
maka digunakan jumlah semen terbanyak dari berbagai pilihan yang ada
tersebut.

6) Perkiraan Kandungan Agregat Kasar


Untuk workability yang sama, volume agregat kasar dalam satu satuan
volume beton tergantung pada ukuran maksimum aggregat dan derajat
kehalusan agregat halus (Finnese Modulus Fine Sand). Volume agregat kasar
dapat ditentukan berdasarkan Tabel A1.5.3.6
Tabel 3.5 Koefisien Volume Agregat Kasar per Satuan Volume Beton
Volume dari Aggregate Kasar Kering Oven per Satuan
Ukuran Volume Beton untuk Derajat Kehalusan Pasir yang
Maksimum Berbeda
Aggregate(mm)
2,40 2,60 2,80 3,00
9,5 0,50 0,48 0,46 0,44
12,5 0,59 0,57 0,55 0,53
19 0,66 0,64 0,62 0,60
25 0,71 0,69 0,67 0,65
37,5 0,75 0,73 0,71 0,69

Laporan Praktikum Beton 21


50 0,78 0,76 0,74 0,72
70 0,82 0,80 0,78 0,76
150 0,87 0,85 0,83 0,81
Sumber: ACI 211.1-91 (Reapproved 2002)

Untuk mendapatkan berat agregat kasar yang digunakan dapat


mengkalikan koefisien yang didapat dari tabel A1.5.3.6 dengan perkiraan berat
beton segar (Tabel A1.5.3.7.1).

Tabel 3.6 Perkiraan Awal Berat Beton Segar


Perkiraan Awal Beton (kg/m³)
Ukuran Maksimum
Aggregate (mm) Beton tanpa Bahan Beton dengan Bahan
Pemasuk Udara Pemasuk Udara
9.5 2280 2200
12.5 2310 2230
19 2345 2275
25 2380 2290
37.5 2410 2350
50 2445 2345
70 2490 2405
150 2530 2435
Sumber: ACI 211.1-91 (Reapproved 2002)

7) Perkiraan Kandungan Agregat Halus


Agregat halus dapat diperoleh dengan menghitung selisih dari berat
beton perkiraan awal terhadap berat total dari air, semen dan agregat kasar.
Sedangkan dalam perencanaan pasir yang digunakan adalah pasir halus (fine
sand) dan pasir kasar (coarse sand). Untuk mendapatkan berat kedua jenis pasir
tersebut bisa mengkalikan antara berat pasir dengan koefisien masing masing
jenis.

Laporan Praktikum Beton 22


8) Koreksi perhitungan
Perhitungan dikoreksi berdasarkan absorpsi yang terjadi pada agregat.

3.3 Contoh Perhitungan Metode Aci 211.1-91

Direncanakan sebuah balok struktur untuk pekerjaan beton dengan mutu


k175 MPa. Pengawasan pelaksanaan buruk. Direncanakan menggunakan butir
maksimum agregat sebesar 31,5 mm. Hasil pemeriksaan berat volume agregat
kasar adalah 2000 kg/m3. Daya serap (absorpsi) air untuk agregat kasar sebesar
2,023 % dan agregat halus sebesar 5,921 %. Data analisis saringan agregat halus
tercantum dalam lampiran A1 tabel berikut :
Tabel 3.7 Finnese Modulus Coarse Sand
Berat Tertinggal di atas
Kumulatif
Saringan (gram) Persentase
Ukuran
Berat rata- Tertinggal Persentase
Saringan Persentase
Benda uji Benda Benda uji rata di atas yang
(mm) yang Lolos
(a) uji (b) (c) Saringan tertinggal di
dari Saringan
atas Saringan
31.5 0 0 0 0
0 100 0
19.1 0 0 0 0
0 100 0
9.52 0 0 0 0
0 100 0
4.76
101,7 105,8 128,6 112,033333 11,20333333 88,79666667 11,20333333
2.38
37,8 83 85,6 68,8 6,88 81,91666667 18,08333333
1.19
166,7 102,1 109,2 126 12,6 69,31666667 30,68333333
0.60
297,4 255 306 286,133333 28,61333333 40,70333333 59,29666667
0.30
287,4 328 275 296,8 29,68 11,02333333 88,97666667
0.15
100,2 103 81,8 95 9,5 1,523333333 98,47666667
Sisa
8,8 23,1 13,8 15,2333333 1,523333333 0 -
Jumlah
1000 1000 1000 1000 100 593,28 306,72
Derajat Kehalusan (Fineness Modulus = FM) 3,0672

Laporan Praktikum Beton 23


Tabel 3.8 Finnese Modulus Fine sand
Berat Tertinggal di atas
Kumulatif
Ukuran Saringan (gram) Persentase
Berat rata-
Saringan Tertinggal di Persentase Persentase yang
Benda Benda Benda rata
(mm) atas Saringan yang Lolos tertinggal di
uji (a) uji (b) uji (c)
dari Saringan atas Saringan
31.5
0 0 0 0 0 100 0
19.1
0 0 0 0 0 100 0
9.52
0 0 0 0 0 100 0
4.76
0 0 0 0 0 100 0
2.38
39,2 47,5 52,8 46,5 9,3 90,7 9,3
1.19
66,1 72,3 84,5 74,3 14,86 75,84 24,16
0.60
112,5 122,6 126,4 120,5 24,1 51,74 48,26
0.30
182,4 167,1 161,1 170,2 34,04 17,7 82,3
0.15
83 75,4 65,1 74,5 14,9 2,8 97,2
Sisa
16,8 15,1 10,1 14 2,8 0 -
Jumlah
500 500 500 500 100 638,78 261,22
Derajat Kehalusan (Fineness Modulus = FM) 2,6122

Penyelesaian:
1) Slump dipilih 120 mm.
2) Diameter maksimum agregat 31,5 mm.
3) Jumlah air berdasarkan Tabel A1.5.3.3 adalah 186,76 kg/m3.
4) Faktor air semen ditentukan setelah diperhitungkan mutu beton rencana
yang diharapkan (f’cr), maka :
f’cr = f’c + z.S
= 14,525 + 1,65 (2,5)
f’cr = 18,65 MPa
Dari nilai kuat tekan sebesar 18,65 MPa dapat diperoleh nilai faktor air
semen dari tabel A1.5.3.4 sebesar 0,717.
5) Berat semen = 186,760 / 0,717 = 260,47 kg/m3 .
6) Dengan fineness modulus fine aggregate (rata-rata dari finenes modulus fine
sand dan coarse sand) menjadi 3,00 dan diameter maksimum agregat 31,5
mm dari tabel A1.5.3.6 akan diperoleh volume kerikil 0,6708 m3. Telah
diketahui berat volume kerikil kering oven adalah 1700 kg/m3 sehingga
berat agregat kasar menjadi = 0,6708 x 1700 kg/m3 = 1140,36 kg/m³.

Laporan Praktikum Beton 24


7) Agregat halus diperoleh dari selisih berat beton dengan total berat air, semen
dengan agregat kasar. Dari tabel A15.3.7.1 diperoleh berat beton 2396,270
kg/m3. Sehingga berat agregat halus = 2395,6 – (186,76 + 260,47 + 1140,36)
= 808,01 kg/m3.
8) Koreksi proporsi campuran beton
Dari hasil percobaan diperoleh kadar air (water absorbtion) dari coarse
aggregate (2,023%), coarse sand (6,162%), fine sand (5,921%). Kadar air
yang di butuhkan keseluruhan di kurangi dengan water absorbtion yang di
perlukan untuk proses pengikatan hydraulis oleh sebab itu harus di
keluarkan dari air yang harus di tambahkan yaitu dengan penyelesaian
tersebut.

Laporan Praktikum Beton 25


BAB IV
PERENCANAAN CAMPURAN BETON K-175

4.1 Data Mix Design

Kokoh beton yang diinginkan ialah: 175 kg/cm2 (kubus) atau 14,525
MPa (silinder) dengan tinggi slump 75 - 100 mm. Coarse Aggregate mempunyai
diameter maksimum 31,5 mm dengan dry rodded weight 1806 kg/m3. Bahan-
bahan yang digunakan ialah portland cement Andalas Type 1 dengan specific
gravity 3,1 – 3,15; Coarse aggregate dengan specific gravity OD 2,575 dengan
absorbtion 2,023 % serta fineness modulus 7,222 (Fine sand dengan specific
grafity OD 2,398 dengan absorption 5,921 % serta fineness modulus 2,612,
Coarse sand dengan specific gravity OD 2,091 dengan absortion 6,162 % serta
fineness modulus 3,067).

4.2 Prosedur Mix Design

Langkah 1 : Tinggi slump yang diinginkan ialah 75 -100 mm.


Langkah 2 : Diameter maksimum aggregate yang digunakan adalah 31,5 mm.
Langkah 3 : Jenis beton adalah Non Air- Entrained Concrete (konstruksi tidak
dipengaruhi oleh perbedaan temperatur akibat membeku dan
mencair es ( freezing and thawing). Dari tabel A 1.5.3.3, jumlah air
yang dibutuhkan untuk mendapatkan slump 75 - 100 mm, untuk
Non Air-Entrained Concrete dengan diameter maksimum agregat
31,5 mm diperkirakan jumlah air yang diperlukan adalah 186,760
kg/m3 (didapat secara interpolasi).
Langkah 4 : Faktor air semen (water cement ratio) untuk Non Air-Entrained
Concrete dengan tegangan 14,525 MPa dari tabel A 1.5.3.4 (a)
adalah 0,612.
Langkah 5 : Dari hasil langkah (3) dan langkah (4) jumlah semen yang
dibutuhkan dapat dihitung :

Laporan Praktikum Beton 26


Jumlah air yang dibutuhkan 186,760
= = = 320,34 kg/m3
Faktor air semen 0,583

Langkah 6 : Jumlah coarse aggregate yang dibutuhkan diperkirakan dengan


menggunakan tabel A 1.5.3.6 dari data Fineness Modulus Fine
aggregate dengan diameter maksimum 31,5 mm untuk
mendapatkan coarse aggregate per m3, dimana telah diperoleh
0,6708 m3 (on dry rodded basis) dalam setiap m3 beton. Jadi
kebutuhan coarse aggregate (kering) adalah = 0,6708 m3 x 1700
kg/ m3 = 1140,36 kg.
Langkah 7 : Dengan diketahui jumlah air, semen dan coarse aggregate 1 m3
beton maka sisanya adalah bagian dari fine aggregate dan udara.
Kebutuhan jumlah fine aggregate yang dibutuhkan dapat
ditentukan atas salah satu cara yaitu : cara berat dan volume
absolut.

1) Dasar berat
Dari tabel A 1.5.3.7.1, berat 1 m3 Non Air – Entrained Concrete
dibuat dengan agregat berdiameter maksimum 31,5 mm
diperkirakan adalah 2395,6 kg (untuk percobaan adukan,
penyesuaian kembali dari perbedaan-perbedaan slump, semen,
specific gravity dari agregat adalah tidak menentukan).
Berat masing-masing bahan yang telah dihitung adalah :
Air : 186,760 kg
Semen : 260,47 kg
Coarse aggregate : 1140,36 kg +
Jumlah : 1587,59 kg
1
𝑣= 𝜋𝑑2 𝑥 𝑡 𝑥 6 𝑥 1,2
4

Laporan Praktikum Beton 27


Rekapitulasi :

Air = 186,76 x 0,038 = 7,096

Semen = 260,47 x 0,038 = 9,897

Agregat Kasar = 1140,36 x 0,038 = 43,333

Pasir = 808,01 x 0,038 = 30,704

Perbandingan berat material untuk membuat 1 m3 beton yang dihitung


atas dua dasar perhitungan diperbandingkan di bawah ini :

Tabel 4.1 Berat material dalam kondisi kering oven

Dasar Perkiraan Berat


MATERIAL
(kg)

Air 7,096

Semen 9,897

Coarse Aggregate (dry) 43,333

Pasir 30,704

Jumlah 91,03

Langkah 8 : Dari hasil percobaan diperoleh kadar air permukaan dari coarse
agregat, dan fine sand, masing-masing 2,023 %, 5,921 %, . Jika
perbedaan adukan didasarkan atas dasar perbandingan berat yang
dipakai penyesuaian-penyesuaian berat agregat yang ada di
lapangan maka jumlah air menjadi :

Berat air didalam Coarse agreagate = 1140,36 kg x 2,023 % = 23,069 kg


Berat air dalam Fine sand = 808,01 kg x 5,921 % = 47,842 kg

Air serapan harus diperhitungkan sebagai bagian dari air yang


diperlukan untuk proses pengikatan hydraulis oleh sebab itu harus
dikeluarkan dari air yang harus ditambahkan. Kadar air permukaan

Laporan Praktikum Beton 28


yang menjadi bagian dari air yang diperlukan adalah 70,911 kg.
Maka berat air yang dibutuhkan untuk membuat 1m3
Perkiraan kebutuhan air untuk ditambahkan menjadi :

= 186,760 – 70,911 = 115,849 kg

Perkiraan perbandingan campuran untuk 1 m3 beton menjadi :

Air (sisa) = 115,849 kg

Semen = 260,47 kg

Coarse agregate = 1140,36 kg

Fine sand = 808,01 kg +

Jumlah = 2324,689 kg

Tabel 4.2 Komposisi Campuran Beton


Dasar Perkiraan Berat Berat beton 6 bh Silinder
No. Material
1 m³ Beton (kg) (kg)

1 Air 7,096 186,76

2 Semen 9,897 260,47

3 Coarse Aggregate 43,333 1140,36

5 Pasir 30,704 808,01

Jumlah 91,03 2324,689

Laporan Praktikum Beton 29


BAB V
PEMBUATAN BENDA UJI

5.1 Persiapan Alat dan Bahan

Untuk mendapatkan kuat tekan beton sesuai dengan yang direncanakan,


maka terlebih dahulu harus dipersiapkan benda uji dengan komposisi campuran
yang telah ditentukan berdasarkan perhitungan. Komposisi campuran material
direncanakan berdasarkan ACI Standard.

Alat-alat yang digunakan untuk membuat benda uji ini adalah:


 Cetakan benda uji (silinder)
 Tongkat pemadatan dari besi
 Palu karet
 Sendok beton
 Bak penampung fresh concrete (beton segar)
 Peralatan Test Slump (kerucut abrams)
 Mollen dan timbangan.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah:


 agregat kasar/kerikil (Lolos saringan 31,5 mm dan tertahan 9,52
mm)
 fine sand / pasir halus (lolos saringan 4,76 mm)
 coarse aggregate / pasir kasar (lolos saringan 9,52 mm tertahan 4,76
mm)
 semen dan
 air

Setelah perencanaan kebutuhan bahan atau mix design selanjutnya semua


bahan-bahan yang telah direncanakan dicampur dengan memasukkan bahan-
bahan secara berurutan ke dalam mollen (mesin pengaduk) yaitu coarse

Laporan Praktikum Beton 30


agregate, coarse sand, fine sand, semen dan masukkan air ± sebanyak 75%
dengan tujuan untuk menjaga kekentalan campuran. Kemudian mesin pengaduk
diputar selama 1,5 - 3 menit. sehingga campuran beton teraduk merata
(homogen). Setelah campuran beton teraduk merata lakukan pengujian terhadap
kekentalan campuran menggunakan slump test menggunakan Kerucut Abram’s,
tongkat besi, alat kur slump test dan plat lantai (harus rata dan kedap air) dengan
cara sebagai berikut :
1. Siapkan alat alat Slump Test didekat mollen
2. Letakkan plat lantai didepan mollen dan letakkan kerucut Abram’s diatas
plat lantai
3. Kemudian injak pada bagian bawah agar kerucut tidak bergeser
4. Masukkan adukan (fresh Concrete) kedalam kerucut abram’s sebnyak 1/3
bagian
5. Setelah itu tumbuk (jatuh bebas) secara merata disetiap permukaan adukan
sebanyak 25 kali supaya padat
6. Ulangi langkah 4 dan 5 sampai kerucut abram’s terisi penuh
7. Setelah itu angkat kerucut abram’s vertikl keatas dan sedikit memutar
8. Terakhir ukur berapa penurunan yang terjadi menggunakan alat ukur yang
telah dipersiapkan
9. Jika pengujian slump masih belum sesuai dengan slump rencana (terlalu
kental) tambah kan air sedikit demi sedikit dan ulangi pengujian slump
sampai sesuai dengan slump rencana
10. Setelah pengujian slump selesai dan kadar air rencana sesuai seperti yang
diinginkan bersihkan lokasi

5.2 Pengecoran Benda Uji

Setelah pengerjaan uji slump selesai tuangkan fresh concrete kedalam


bak penampung yang telah dipersiapkan. Selanjutnya fresh concrete dimasukkan
ke dalam cetakan silinder (mould) yang sudah dilumasi oli. Pelumasan ini
bertujuan agar cetakan mudah dibuka. Benda uji (fresh concrete) diisi kedalam
silinder 1/3 bagian cetakan, lalu ditumbuk sebanyak 25x dengan tongkat

Laporan Praktikum Beton 31


berdiameter 15 mm dan panjang 60 cm dengan salah satu ujung dibulatkan.
Kemudian isi lagi 2/3 dan juga ditumbuk 25 kali. setelah itu isi cetakan sampai
penuh, dan tumbuk sebanyak 25 kali kemudian ratakan dengan sendok semen
pada permukaan benda uji, ketuk cetakan menggunakan palu karet agar ronggan
pori beton terisi penuh. Setelah beton mengeras (24 jam kemudian) Maka tahap
selanjutnya yaitu membuat garis garis pada permukaan benda uji dan melapisi
permukaan beton (capping) menggunakan pasta semen dengan fas 0,3 yang
bertujuan agar permukaan benda uji rata dan dapat memberikan hasil yang sesuai
perencanaan pada saat pengujian kuat tekan dimana beban yang diterima beton
pada saat pengujian kuat tekan dapat diteruskan dan terbagi secara merata
keseluruh benda uji. Selanjutnya tutup pasta semen dengan kertas plastik tebal,
tekan dan ratakan dengan kaca ukuran 20x20.
Setelah pengecoran selesai, beton dibiarkan selama 24 jam agar
mengeras. Kemudian cetakan dibuka Sebelum dilakukan pengujian terhadap
benda uji terlebih dahulu dilakukan perawatan benda uji dengan cara direndam
dalam bak berisi air. Perawatan benda uji ini bertujuan agar pada saat
berlangsungnya proses pengerasan, beton tidak kekurangan air. benda uji
tersebut direndam dalam bak perendaman (curing). Perendaman dilakukan
selama 6, dan 27 hari, tergantung pada beton yang akan diuji kuat tekan pada
hari-hari yang telah ditentukan. Perendaman ini dilakukan dengan seluruh
bagian silinder dicelupkan dalam air. Perendaman ini dilakukan di dalam bak
besar yang terletak disamping Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan
Fakultas Teknik. Setelah di rendam dalam air lalu di angkat dan di letakan
kembali 1 hari sebelum pengujian ketempat laboratarium untuk dilakunkan
pengujian tekan.

Laporan Praktikum Beton 32


BAB VI
PENGUJIAN TEKAN DAN HASIL

6.1 Uji Tekan

Pengujian pembebanan beton dilakukan pada waktu beton berumur 4


hari. Tes kuat beton ini menggunakan mesin Ton Industy. Sebelum diuji beton
ditimbang beratnya dan diukur dimensinya. Kuat tekan beton atau benda uji
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

 ‘b =
P
; A =
1
 d2
A 4

dimana:  ‘b = Kuat tekan beton (kg/cm²)


P = Beban Hancur (kg)
A = Luas penampang (cm²)

6.2 Hasil Pengujian

Dari hasil pengujian kuat tekan benda uji pada masing-masing benda uji
yang berumur 4 hari diperoleh data sebagai berikut:
1
Luas penampang beton = π d2
4
1
= (3,14)(147,9)2
4
= 17171,4 mm²

Laporan Praktikum Beton 33


Tabel 6.1 Hasil Kuat Tekan Benda Uji
Luas
penampan Berat Beban Kuat
L D Umur
No sample Umur g Silinde Tekan Tekan
(mm) (mm) (hari)
Benda Uji r (kg) (kN) ( N/mm2 )
(mm2)

A 7 7
304 147,9 17171,4 12,35 186,87 11,064

B 7 302 149,8 17615,4 7 12,20 186,87 10,785


C 7 303 151 17898, 4 7 12,31 186,87 10,615
Jumlah 186,87 10,821

Tabel Lanjutan

Massa Luas Berat


No L d Umur Volume
benda uji bidang Volume
sample (mm) (mm) (hari) (m3)
(kg) (mm2) (kg/m3)

1 304 147,7 7
12,44 17125 0,00522 2365,90

2 12,29 302 149,5 7 17544,9 0,00531 2297,55


3 12,43 303 150,4 7 17756,8 0,00351 3507,12
Rata-rata prediksi berat volume umur 7 hari 2723,52

Laporan Praktikum Beton 34


BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan
1. Dari hasil praktikum yang telah kami laksanakantelah diperoleh hasil
kuat tekan beton karakteristik pada umur 7 hari sebesar 10,821 MPa.

2. Kualitas agragat merupakan hal yang sangat penting,karena kurang


lebih 60% s/d 80% bagian dari volume beton yang terdiri dari pada
agregat. Tidak hanya mendapat membatasi kekuatan beton tetapi sifat-
sifat agregat juga mempengaruhi ketahanan dan perilaku beton.

3. Beton merupakan adukan antara semen, agregat halus, agregat kasar


dan air. Dalam perencanaan campuran beton, proporsi semen,
air agregat halus dan kasar diperoleh dari percobaan, perhitungan dan
pengetesan di laboratorium untuk menghasilkan mutu beton yang
diinginkan.

Laporan Praktikum Beton 35


DAFTAR PUSTAKA

American Concrete Institute, 1981,A.et, Manual of concrete inspection,


Michigan
Annual Book of American Society For Testing of Materials Standards, 1979,
Concrete and Mineral Aggregates, Part 14, New York.
Direktorat Penelidikan Masalah Bangunan, 1982, Persyaratan Umum Banhan
Bangunan di Indonesia (PUBI-1982), Bandung
Kusnadi, M., 1978, Teknologi Beton, Lembaga Politeknik Pekerjaan Umum
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Murdocl, L.J, dan Brook, K.M., 1884, Bahan dan Praktek Beton, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Apriadi Firdaus. Proses pembuatan semen pada PT. Holcim Indonesia, tbk.
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Sultan Agung
Tirtayasa. Banten. 2007.
Musnaeni. Pembuatan dan Pengujian Pengikatan Awal dan Kekebalan Bentuk
Semen Pozzolan Kapur Yng Diperkaya Silikat Abu Sekam Padi. Skripsi
Jurusan Fisika FMIPA. Universitas Hasanuddin. Makassar. 2010
Triyulia Ningsih, R. Chairunnisa, dan S. Miskah. Pemanfaatan Bahan Additive
Abu Sekam Padi Pada Cement Portland PT. Semen Baturaja ( Persero).
Jurnal Teknik Kimia Universitas Sriwijaya. 2012.
Nawy, Edward G. 1985. Terjemahan. Beton Bertulang. Refika: bandung.

Laporan Praktikum Beton 36

Anda mungkin juga menyukai