Anda di halaman 1dari 29

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
RM : 823642
Tgl Masuk : 19 November 2017

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Nyeri pada kaki kiri
B. Anamnesis Terpimpin
Dialami sejak 6 bulan yang lalu dan memberat dalam 2 bulan terakhir. Nyeri dirasakan
saat istirahat, seperti tertusuk-tusuk. Awalnya pasien merasakan nyeri di ibu jari kaki kiri,
disertai rasa kram, jika diraba terasa dingin dan berwarna pucat dibanding kulit sekitarnya.
Lalu lama kelamaan keluhan tersebut juga dirasakan di jari kelima kaki kiri. pasien juga
mengeluhkan luka bekas operasi 2 bulan yang lalu tidak sembuh-sembuh.
Riwayat merokok ada sejak umur 14 tahun kurang lebih 2 bungkus per hari
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada.
Riwayat operasi di RS Banggai Utara 2 bulan yang lalu dilakukan amputasi pada ibu jari
dan jari kelima kaki kiri
Riwayat penyakit : Diabetes mellitus disangkal, Hipertensi tidak ada, riwayat menderita
Penyakit jantung koroner tidak ada.
Riwayat trauma tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


Primary Survey
 Airway :Bebas
 Breathing :RR = 20 x/menit reguler, spontan, tipe thoracoabdominal, simetris
 Circulation : BP = 120/70 mmHg, HR = 78 x/menit, reguler, kuat angkat

1
 Disability : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, Ø 2.5 mm/2.5 mm, refleks cahaya
+/+
o
 Environment : Suhu axilla = 36.7 C

Secondary Survey
Left pedis region
· Look : Deformitas tidak ada, tidak ada hematoma, tidak ada edema, wound
ada (infected wound) at anterior aspect dengan ukuran 15 cm x 7 cm x 4 cm, bone
exposed at big toe, post disartikulasi big toe as level as MTP joint, post disartikulasi
5th toe as level as MTP joint
· Feel : Nyeri tekan ada
· Range of Movement : Gerak aktif dan pasif 2nd dan 3rd toe dalam batas normal. Gerak
aktif dan pasif 4th toe sulit dievaluasi
· Neurovaskularisasi Distal: Sensibilitas hipostesi, pulsasi arteri dorsalis pedis sulit
dievaluasi, pulsasi arteri tibialis posterior teraba, capillary refill time < 2 detik

IV. GAMBARAN KLINIS (19-11-2017)

Gambar 1. Aspek Anterior

2
Gambar 2. Aspek Medial

Gambar 3. Aspek Lateral

Gambar 4, 5, 6. Close-up view

3
V. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Gambar 7. Foto Kruris AP + Lateral D/S (19-11-2017)


Kesan : - Soft tissue defect region posterior 1/3 media cruris sinistra
- Tulang-tulang intak

Gambar 8. Foto Pedis Sinistra AP/Lateral

Kesan : -

Gambar 9. Foto MSCTA Run Off (22-11-2017)


Kesan : Oklusi proximal A. peroneus sinistra

4
VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (19-11-2017)
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 9.56 4,00-10,0
RBC 3,35 4,00-6,00
HGB 9.2 12,0-16,0
HCT 27.8 37,0-48,0
PLT 495 150-400
CT 7’00” 4-10
BT 2’00” 1-7
GDS 129 140
Ureum 13 10-50
Kreatinin 1.76 <1.3
SGOT 30 <35
SGPT 25 <41
Albumin 3.0 3.5 – 5.0
Natrium 147 136 – 145
Kalium 4.3 3.5 – 5.1
Klorida 102 97 - 111
HbsAg Non Reactive Non Reactive

Kesan : Anemia

VII. RESUME
Seorang pasien laki-laki, 36 tahun, masuk ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo dengan
keluhan nyeri pada kaki kiri dialami sejak 6 bulan yang lalu dan memberat dalam 2 bulan
terakhir. Nyeri dirasakan saat istirahat, seperti tertusuk-tusuk. Awalnya pasien merasakan nyeri
di ibu jari kaki kiri, disertai rasa kram, jika diraba terasa dingin dan berwarna pucat dibanding
kulit sekitarnya, lama kelamaan juga dirasakan di jari kelima kaki kiri. pasien juga
mengeluhkan luka bekas operasi 2 bulan yang lalu tidak sembuh-sembuh. Riwayat merokok
ada sejak umur 14 tahun kurang lebih 2 bungkus per hari. Riwayat operasi amputasi pada ibu

5
jari dan jari kelima kaki kiri di RS Banggai Utara 2 bulan yang lalu. Riwayat penyakit diabetes
mellitus disangkal, hipertensi tidak ada, riwayat menderita penyakit jantung koroner tidak ada.
Dari pemeriksaan fisis left pedis region didapatkan pada inspeksi deformitas tidak ada,
tidak ada hematoma, tidak ada edema, wound ada (infected wound) at anterior aspect dengan
ukuran 15 cm x 7 cm x 4 cm, bone exposed at big toe, post disartikulasi big toe as level as MTP
joint, postartikulasi 5th toe as level as MTP joint. Range of Motion gerak aktif dan pasif 2nd dan
3rd toe dalam batas normal dan gerak aktif dan pasif 4th toe sulit dievaluasi. Pada pemeriksaan
neurovaskuler distal region tersebut sensibilitas hipostesi, pulsasi arteri dorsalis pedis sulit
dievaluasi, pulsasi arteri tibialis posterior teraba, capillary refill time < 2 detik.
Dari pemeriksaan radiologi X-Ray Kruris sinistra AP + Lateral ditemukan adanya Soft
tissue defect region posterior 1/3 media cruris sinistra. Pada MSCTA Runn off ditemukan
adanya Oklusi proximal A. peroneus sinistra. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil
anemia.

VIII. DIAGNOSIS
Necrotic Left Foot susp Buerger’s disease

IX. PENATALAKSANAAN
 IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit
 Analgesik dan antibiotik
 Rencana Amputation below knee

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

6
I. PENDAHULUAN
Thromboangiitis obliterans (TAO) merupakan suatu peradangan pembuluh darah yang
disebut juga dengan Buerger disease, ditandai dengan adanya endarteritis yang menyebabkan
terjadinya trombosis dan selanjutnya terjadinya oklusi dari pembuluh darah. Proses inflamasi
yang terjadi dari tunika intima. Buerger disease ditantai dengan adanya ukuran pembuluh darah
arteri maupun vena yang berukuran lebih kecil dari normal bahkan hilang pada ekstremitas atas
dan ekstremitas atas. [1]
Penyakit Buerger atau Thromboangiitis Obliterans (TAO) adalah suatu kondisi
inflamasi oklusif segmental dari arteri dan vena dengan thrombosis dan rekanalisasi pada
pembuluh darah tersebut. Penyakit ini merupakan penyakit inflamasi non-aterosklerosis yang
berpengaruh pada arteri ukuran kecil dan sedang serta vena pada ekstremitas atas maupun
bawah. Penyakit buerger’s (thromboangitis obliterans / TAO) ditandai dengan tidak adanya
atau hanya sedikit ateroma, dengan inflamasi vaskuler segmental, adanya fenomena
vasooklusif, dan keterlibatan dari arteriola dan venula dari ekstremitas atas dan bawah. [2]
Prevalensi thromboangitis obliterans / TAO di Amerika telah menurun pada beberapa
dekade terakhir, dikarenakan karena prevalensi perokok telah menurun tetapi juga dikarenakan
kriteria diagnosis telah lebih canggih. Pada tahun 1947, prevalensi penyakit ini di United States
sejumlah 104 kasus per 100,000 populasi. Sejak itu, prevalensi penyakit ini menurun dengan
estimasi 12.6-20 kasus per 100,000 populasi.[1]
Hampir 100% kasus Tromboangitis Obliterans (kadang disebut Tromboarteritis
Obliterans) atau penyakit Winiwarter Buerger menyerang perokok pada usia dewasa muda.
Penyakit ini banyak terdapat di Korea, Jepang, Indonesia, India dan Negara lain di Asia
Selatan, Asia tenggara dan Asia Timur.
Pasien dengan TAO lebih sering pada usia 20-45 tahun, penyakit ini tidak terjadi pada
anak-anak atau pasien yang usia lebih tua. TAO lebih banyak terjadi pada laki-laki ( rasio laki-
laki : wanita ; 3:1 ) namun insiden pada wanita pun diyakini meningkat, kemungkinan karena
peningkatan jumlah wanita yang merokok.
Buerger’s disease berefek pada pembuluh darah di lengan maupun kaki. Pembengkakan
pembuluh darah yang dapat menghalangi aliran darah dan membentuk bekuan darah. Akan
mengarah pada gejala nyeri, jejas pada jaringan, bahkan gangren (kematian jaringan). Pada
beberapa kasus bahkan dilakukan amputasi. [3]
Hampir setiap orang yang diagnosis dengan Buerger's disease adalah perokok atau
menggunakan tembakau dengan cara lain seperti menuyah tembakau. Berhenti menggunakan

7
segala yang berhubungan dengan tembakau merupakan cara untuk menghentikan Buerger's
disease.

II. ANATOMI
Anatomi pembuluh darah[4]
Pembuluh darah terdiri atas 3 jenis : arteri, vena, dan kapiler.
1. Arteri
Arteri membawa darah dari jantung dan disebarkan ke berbagai jaringan tubuh melalui
cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil, diameternya kurang dari 0,1 mm, dinamakan
arteriol. Persatuan cabang-cabang arteri dinamakan anastomosis. Pada arteri tidak
terdapat katup.
End arteri anatomik merupakan pembuluh darah yang cabang-cabang terminalnya
tidak mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang arteri yang memperdarahi daerah
yang berdekatan. End arteri fusngsional adalah pembuluh darah yang cabang-cabang
terminalnya mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang terminal arteri yang
berdekatan, tetapi besarnya anastomosis tidak cukup untuk mempertahankan jaringan
tetap hidup bila salah satu arteri tersumbat.
2. Vena
Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantng; banyak vena
mempunyai kutub. Vena yang terkecil dinamakan venula. Vena yang lebih kecil atau
cabang-cabangnya, bersatu membentuk vena yang lebih besar, yang seringkali bersatu
satu sama lain membentuk pleksus vena. Arteri profunda tipe sedang sering diikuti oleh
dua vena masing-masing pada sisi-sisinya, dan dinamakan venae cominantes.
3. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh mikroskopik yang membentuk jalinan yang
menghubungkan arteriol dengan venula. Pada beberapa daerah tubuh, terutama pada
ujung-ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan langsung antara arteri dan vena tanpa
diperantai kapiler. Tempat hubungan seperti ini dinamakan anastomosis arteriovenosa.

Histologi Struktur Pembuluh Darah secara umum


 Tunica intima. merupakan lapisan yang kontak langsung dengan darah. Lapisan ini
dibentuk terutama oleh sel endothel.
8
 Tunica media. Lapisan yang berada diantara tunika media dan adventitia, disebut
juga lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot polos dan and
jaringan elastic.
 Tunica adventitia. Merupakan Lapisan yang paling luar yang tersusun oleh jaringan
ikat.

Anatomi Ekstremitas Superior dan Inferior


Vaskularisasi Ektremitas Superior[4]
Vaskularisasi extremitas superior dimulai dari regio scapularis( bahu), regio brachii
(lengan atas), regio antebrachi (lengan bawah), dan regio manus ( tangan).
1. Arteri Axilaris
Arteri axillaris merupakan lanjutan dari A. subklavia dan terbang dari costa prima (I)
sampai batas inferior M. pectoralis major. Arteri ini terletak diantara tiga cabang plexus
brachialis dan dua radix nervi mediani. Pada lengan atas A. axillaris berlanjut menjadi
A. brachialis dan berjaan bersama dengan nervus medianus di dalam sulcus biciptalis
medialis untuk memasuki fossa cubitalis dari arah medial dan di tempat inilah arteri ini
terbagi 2 menjadi A. radialis dan A. ulnaris.
Topografi A.brachialis : lanjutan dari a.axillaris di mulai proximal 1/3 lengan atas
berjalan ke distal bersama nervus medianus menuju fossa cubiti. A.brachialis pada lengan
atas mempercabangkan pembuluh darah yaitu :
1. A.profunda-brachi : berjalan menuju sulcus spiralis bersama nervus radialis,
memberi cabang A.collateralis radialis dan medialis .
2. A.collateralis-ulnae superior : di percabangankan pada pertengahan lengan atas
kemudian berdampingan dengan nervus ulnaris sampai 1/3 distal beranastomosis
dengan A.collateralis ulna inferior .
3. A.collateralis ulnae inferior : di percabangkan dari A.brachialis di atas
epicondylus medialis beranastomosis dengan A.collateralis superior. 4.
4. A.radialis dan A.ulnaris cabang terakhir pada fossa cubiti .
2. Arteri Radialis
Arteri radialis berjalan menurun diantara otot-otot fleksor superficialis dan profundus
lengan bawah sampai pergelangan tangan. A. radialis bergerak mmelewati fovea radialis
lalu berjalan antara 2 caput musculi intraosesus dorsalis I dan memasuki telapak tangan
untuk memberikan suplai utama ke Arcus Palmaris Profundus.

9
Cabang-cabang arteri radialis : A. recurrens radialis , R. carpalis palmaris, R. carpalis
dorsalis Rete carpale dorsale  Aa. Metacarpals dorsalis  Aa. Digitalis dorsalis. R.
palmaris superficialis -> arcus palmaris superficialis. A. prince policis. A. radialis indicis.
Arcus palmaris profundus  Aa. Metacarcapales palmares
3. Arteri Ulnaris
Arteri Ulnaris memberi abang berupa A. intraoseus communis dan berjalan bersama
dengan N. Ulnaris ke arah sendi pergelangan tangan melalui kanal GUYON ke telapak
tangan. Di tempat ini A. Ulnaris akan terus berjalan membentuk Arcus palmaris
superficialis.
Cabang arteri ulnaris : A. recurens ulnaris, A. intraosea comunnis ( - A. intraosea
anterior, -A. comitans nervi mediani, -A. intraosea posterior mit A. intraosea recurens).
R. carpalis dorsalis, R. carpalis palmaris, R. palmaris profundus Arcus palmaris
profundus. A. palmaris superficialis  Aa. Digitale palmares.

Gambar 10. Vaskularisasi ekstremitas superior


Drainase Vena Ekstremitas Superior[5]
Seperti pada ekstrimitas bawah, drainase vena ekstremitas superior terdiri dari sistem
superficialis dan profunda yang saling berhubungan. Sistem superficialis terdiri dari vena
sefalika dan vena basilica.

10
Vena sefalika berawal dari ujung lateral jaringan vena dorsalis yang terletak di atas
snuffbox anatomis. Vena ini naik pada aspek lateral, kemudian anterolateral lengan
bawah dan lengan atas serta akhirnya berjalan pada sutura deltopectoralis untuk
menembus faia klavipectoralis dan mengalis ke v. aksilaris.
Vena basilica dimulai dari ujung medial jaringan vena dorsalis. Vena ini naik
sepanjang aspek medial kemudian anteromedial lengan bawah dan lengan untuk
menembus fasia profunda (pada region pertengahan lengan) untuk bergabung dengan v.
komitans dari a. brachialis membentuk vena aksilaris. Kedua vena superficialis ini
bbiasanya dihubungkan oleh vena mediana cubiti di fossa kubiti.

Gambar 11. Drainase vena ekstremitas superior


Vena profunda terdiri dari vv. Komitans (vena menyertai arteri). Vena
superficialis ekstremitas atas sangat penting untuk flebotomi dan akses perifer. Tempat
yang paling sering digunakan adalah v. mediana kubiti pada fossa antekubiti dan v.
sefalika di lengan bawah.
Vaskularisasi Ekstremitas Inferior[4]
Setelah melewati daerah pelvis, Arteri Iliaka eksterna bercabang dari arteri iliaca
communis ke aanterior articulation sacroiliaca dan terus berlanjut dibawah ligamentum
inguinale di dalam lacuna vasorum berlanjut menjadi A. femoralis. Arteri femoralis

11
mengalirkan darah ke kulit dan otot paha dalam. Pada bagian bawah paha, setelah
melintasi canalis adductorius arteri femoralis menyilang di posterior dan menjadi A.
popliteal (memvascularisasi articulation genu).
A. popliteal berjalan turun di bawah arcus endineus musculi solei diantara otot-otot
fleksor superficialis dan profundus tungkai lalu A. poplitea terbagi menjadi A. tibialis
posterior yang melanjutkan perjalanannya dan A. tibialis anterior yang yang menembus
membrana intraosea cruris untuk mencapai kompartemen ekstensor anterior. Arteri
tibialis bergerak turun di sebelah depan dari kaki bagian bawah menuju bagian dorsal
pedis dan menjadi A. dorsalis pedis. Arteri tibialis posterior memberi percabangan A.
fibularis yang kuat ke malleolus lateraalis dan kemudian berlanjut melalui Canalis
malleolaris di sekitar Malleolus medialis untuk mencapai telapak kaki lalu bercabang
menjadi dua terminal Aa. Plantares medialis et lateralis.

Gambar 12. Vaskularisasi ekstremitas inferior


Drainase Vena Ekstremitas Inferior[4]
Vena profundae berjalan bersama arteria yang bersangkutan. Di tungkai biasanya dua
vena berjalan bersama masing- masing arteri yang bersangkutan, sementara di paha fossa
popliteal hanya ditemukan satu vena pengiring. Sistem vena superficial terdiri atas dua

12
vena utama yang memperoleh darah dari dorsum dan telapak kaki.
Vena saphena magna berasal dari anterior Malleolus medialis dan berjalan naik di sisi
medial tungkai dan paha ke Hiatus saphenous. Disini vena saphena Magana menerima
aliran darah dari bebrapa vena Regio inguinalis (lihat di bawah) dan memasuki V.
femoralis di Trigonum femorale.
Di sisi posterior Vena saphena parva berasal dari tepi lateral kaki posterior dari
Malleolus latueralis dan berjalan naik ke tengah otot betis menuju Fossa popliteal untuk
memasuki V. popliteal. V. saphena magna dan parva saling terhubung melalui berbagai
macam cabang.
Penyuplai V. sphena magna di trigonum femorale: V. epigastrica superficialis, V.
circumflexa ilium superficialis, V. saphena acessoria, Vv. Pudenda externae

Gambar 13. Drainase vena ekstremitas inferior


III. PATOFISIOLOGI
TAO (Thromboangiitis obliterans) atau Buerger’s disease merupakan salah satu penyakit
oklusi vaskuler yang bersifat segmental, yang mana pada umumnya mempengaruhi arteri dan
vena yang berukuran kecil-sedang[6]. Secara patologi dikarakteristikkan sebagai sebuah proses

13
inflamasi vascular difus non supuratif, proliferative, dan perubahan pada oklusi thrombus[7]
dengan presentasi klinis berupa iskemia tungkai, nyeri, claudification intermitten dan migrasi
thromboflebitis, yang dapat menyebabkan ulkus atau nekrosis tungkai yang berat, dan berakhir
pada amputasi[6].
Beberapa faktor risiko dikatakan dapat menyebabkan penyakit buerger, akan tetapi
sampai saat ini mekanisme pasti penyebab penyakit ini masih belum diketahui secara pasti.
Faktor risiko utama yang dicurigai menjadi faktor dasar penyebab penyakit ini ialah merokok.
Pada saat ini terdapat 4 hipotesis yang menjelaskan mengenai pathogenesis dari penyakit
buerger
1. Variant of atherosclerosis
2. Immunologic arteritis
3. Odontal bacterial thrombosis
4. Hyperhomocycteinemia
Penyakit buerger dialami oleh pria dengan rentang usia muda sampai usia pertengahan
yang mana merupakan seorang perokok berat dan beberapa dari mereka memilihi riwayat
merokok lebih dari 10 tahun[8]. Jin dkk.[9] melakukan suatu penelitiaan yang mencari hubungan
antara merokok dan Penyakit buerger pada eksperimen tikus. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa insidens merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya.
penyakit buerger. Akan tetapi, merokok tidak bisa dijadikan faktor tunggal yang menyebabkan
penyakit buerger pada tikus[6].
A. Variant of atherosclerosis
Nikotin yang terkandung dalam rokok merupakan suatu zat atherosclerotic, hal inilah
yang menjadikan dasar adanya teori mengenai penyakit buerger merupakan bagian dari
proses atherosclerosis. Akan tetapi teori mengenai atherosclerosis tidak bisa mnejelaskan
mengenai peristiwa terjadinya migrasi thrombophlebitis. Selain itu teori ini dinilai
inkonsisten melihat tempat predileksi terjadinya penyakit buerger ini lebih sering
melibatkan otot dan arteri-arteri kecil daripada arteri yang lebih besar[8].

B. Immunologic Arteritis
Sebuah teori lain mengatakan bahwa, penyakit buerger lebih cenderung merupakan
manifestasi dari immune-mediated arteritis. Beberapa penelitian telah dilakukan dengan
menggunakan immunocyto-chemical menunjukkan bahwa terdapat deposito immune-

14
globulin dan beberapa faktor komplemen di dinding pembuluh darah. Selain itu
ditemukan pula peningkatan imunitas seluler tipe 1 dan tipe 3. Akan tetapi agen utama
yang menjadi penyebab belum dapat diketahui secara pasti. Pada beberapa pasien
ditemukan titer anti endothelial antibody yang tinggi yang mana hal ini mendukung teori
adanya reaksi imun pada endothelium[8].
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kearley et al[10] melaporkan bahwa paparan
rokok dapat menstimulasi paru-paru tikus untuk menghasilkan sebuah respon imun yang
menyebabkan peningkatan produksi IL-33 dan peningkatan ekspresi IL-33 reseptor ST2
di sel T helper 2 (Th2) yang merupakan salah satu kunci respon imun yang mengarah
kepada kejadian penyakit buerger. Sebagai tambahan, produksi IL-33 juga ditemukan
pada pasien dengan Penyakit Paru Obstrfuksi Kronik (PPOK), yang umumnya ialah
seorang perokok, hal ini menyarakan merokok sebagai suatu faktor risiko terjadinya
penyakit Buerger.
Mekanisme molekular terbentuknya Penyakit buerger
a. Kerusakan Human vascular endothelial cells (HVECs) dan Penyakit Buerger
Etiologi dari Penyakit Buerger, menyebabkan inflamasi, thrombosis, hyperplasia,
dan gejala lainnya umumnya diinisiasi oleh adanya kerusakan pada HVEC). Salah
satu manifestasi akut dari Penyakit buerger adalah vasospasme, yang utamanya
disebabkan oleh adanya disfungsi endotel lokal. Akan tetapi mekanisme kerusakan
HVEC pada Penyakit buerger belum diketahui secara pasti, akan tetapi dicurigai
diakibatkan oleh hal berikut:
- NFkB-iNOS-NO oxidative stress induced injury pathway;
Teori ini bertujuan untuk mengungkapkan hubungan antara stress oksidatif dan
penyakit buerger menunjukkan kadar stress oksidatif pada pasien dengan penyakit
buerger lebih tinggi pada pasien yang merokok dibandingkan dengan yang tidak
merokok
- Hemodynamic effect.
Perubahan hemodinamik juga berpengaruh pada kerusakan endotel. Shyy et al
menunjukkan efek aliran darah pada permukaan sel endotel G protein dapat
mengaktifkan proses phosphorilasi pada sel endotel vascular, mengarahkan sel
endotel vascular dan mengaktifkan NFkB pathway, yang mana menyebabkan
perubahan pada struktur dan fungsi vascular.
b. T-Cell related immune injury dan Penyakit Buerger

15
Studi baru-baru ini menjelaskan bahwa penyakit buerger ialah suatu penyakit
autoimun, akan tetapi masih sulit untuk dijelaskan proses immunepatogenesis yang
terjadi pada penyakit buerger dikarenakan kurangnya bukti yang kuat. Pada serum
pasien dengan penyakit buerger, beragam kompleks imun dapat ditemukan (anti-
endothelial cell antibodies, anti neutrophil antibodies, anti cardiolipin antibodies)
yang mana didapatkan meningkat secara signifikan dibandingkan pada orang normal.
Kobayashi et al menemukan sejumlah besar CD4 dan CD8 limfosit T pada intima,
dan sebagian kecil CD20 limfosit B pada dinding pembuluh darah dan infiltrasi sel-
sel makrofag dapat ditemukan pada thrombosis dan tunika intima.
Dellalibera-Joviliano et al[11] menemukan bahwa, apapun status merokok pasien
saat itu, sel-sel proinflamatori (IL-1 beta, TNF-alpha, dan IL-6), Th 1 (IFN-gamma
dan IL 12), Th 2 (IL 4, IL 5, IL 13) dan Th17 (IL 17 dan IL 23), sitokin pada serum
pasien dengan Penyakit Buerger meningkat secara signifikan jika membandingkan
control grup (tidak merokok, berhenti merokok, dan perokok yang masih aktif),
menyarankan keterlibatan sel Th1 dan Th2 pada pathogenesis penyakit buerger,
diikuti dengan berisikonya pasien perokok oleh karena adanya modifikasi genetic atau
kelainan autoimuin[6].
C. Odontal bacterial thrombosis
Sekolompok peneliti di jepang menemukan adanya kemungkinan hubungan antara
bakteri yang ditemukan di mulut dengan keberadaan DNA mikrobakterium pada dinding
pembuluh darah pada pasien dengan panyakit buerger. Dikatakan bahwa seorang yang
merokok dapat menyebabkan gingivitis kronik dan proliferasi Porphyromonas
Gingivalis yang merupakan suatu floral normal di mulut. Bakteri ini kemudian dilapisi
oleh platelet untuk membentuk infective thrombus. Infektif thrombus ini kemudian akan
masuk ke dalam aliran darah menyebabkan thrombosis pada pembuluh darah kecil atau
secara sekunder mengoklusi vasa vasorum dan vasa nervosum. Pada sebuah penelitian
lain yang menggunakan polymerase chain reaction (PCR), 3-4 sampel biopsy vena pada
penyakit buerger ditemukan DNA bakteri periodontal[8].

D. Hyperhomocysteinemia
Hyperhomocysteinemia merupakan faktor risiko penting pada onset awal
atherosclerosis dan mungkin berdampak pada penyakit buerger. Pada suatu studi,
pemberian methionine secara loading meningkatkan kadar homocystein pada pasien

16
dengan penyakit buerger jika dibandingkan dengan pasien yang merokok dan tidak
merokok tanpa penyakit vaskuler[8].

IV. DIAGNOSIS[12, 13]


Thromboangiitis obliterans merupakan diagnosis klinis yang membutuhkan riwayat
penyakit yang lengkap, penemuan fisik yang mendukung dan abnormalitas vaskular diagnostik
pada radiologi.
Gejala klinik klasik dari Buerger’s disease adalah pria muda yang merokok dengan onset
gejala sebelum usia 40 sampai dengan 45 tahun. Dua atau lebih dari ekstremitas hamper selalu
terkena Buerger’s disease. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shionoya dan Rutherford,
pasien yang terkena pada kedua ekstremitas 16% , pasien yang terkena pada ketiga ektremitas
41 %, dan pasien yang terkena pada keempat ekstremitas ada 43%. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Barlas et all, pasien yang menderita TAO 79,2% menderita nyeri saat
beristirahat, 58% mengalami intermittent claudatio, 17,6% mengalami superficial
thrombophlebitis, 10,5% mengalami fenomena Raynaud (suatu kondisi dimana ekstremitas
distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin), dan 68,9% mengalami
iskemik ulcer.
Beberapa kriteria telah ditentukan untuk mendiganosis thromboangiitis obliterans.
• Kriteria OLIN
• Kriteria Shionoya
• Papa et al
• Klasifikasi Rutherford
• Klasifikasi Fontaine

Manifestasi klinis:
 Penderita merasakan kedinginan, mati rasa, kesemutan atau rasa terbakar. Penderita
seringkali mengalami fenome Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari,
tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin) dan kram otot, biasanya
di telapak kaki atau tungkai.
 Keterlibatan Ekstremitas. Klaudikasi di arkus dari kaki adalah tanda awal dan sugestif,
bahkan spesifik untuk TAO. Kondisi ini adalah manifestasi dari penyakit sumbatan
pembuluh darah infrapopliteal. Seiring memberatnya penyakit ini, klaudikasi pada
betis yang tipikal dan pada akhirnya nyeri saat istirahat dan ulserasi iskemik pada jari

17
kaki, kaki, atau jari tangan dapat terjadi. Iskemia pada ekstremitas atas terjadi pada
40-50% pasien, tapi dapat dideteksi pada 63% pasien dengan tes Allen dan 91% pasien
dengan arteriogram kaki dan lengan bawah. Pada tes Allen, pemeriksa meletakkan
jempol untuk menyumbat arteri radialis dan ulnaris pada salah satu tangan pasien.
Pasien membuka tangannya dan pemeriksa melepaskan tekanan dari arteri radialis
namun tetap menahan arteri ulnaris. Jika arteri radialis paten, terjadi pengembalian
warna tangan dengan cepat (tes negative). Jika arteri tersumbat, tangan akan tetap
pucat (tes positif). Manuver ini diulang dengan pelepasan tekanan pada arteri ulnaris.
 Tromboflebitis Superfisial. Tromboflebitis superfisial ditemukan pada 40-60% kasus.
Tromboflebitis vena dalam jarang terjadi dan sugestif pada diagnosis lain, seperti
penyakit Behcet. Tromboflebitis superfisial ini bersifat berpindah-pindah dan rekuren
dan mengenai tangan dan kaki. Flebitis migrasi (flebitis saltans) pada pasien muda
sangat sugestif untuk TAO.
 Tanda dan Gejala Sistemik. Tanda dan gejala sistemik sangat langka pada pasien
dengan TAO. Ada beberapa laporan keterlibatan pembuluh darah visceral. Iskemia
digestif dapat bermanifestasi menjadi nyeri abdomen, diare, penurunan berat badan,
atau melena. Perforasi usus dan infark mesenterium dapat terjadi. Ada beberapa
laporan presentasi awal TAO adalah iskemik usus kecil dan obstruksi usus. Pada
beberapa dari kasus ini, kerusakan arteri visceral terjadi karena aterosklelrosis, yang
dihubungkan dengan TAO. Sehingga, ketika TAO terjadi di lokasi yang tidak biasa,
diagnosis haarus ditegakkan hanya setelah identifikasi lesi vaskuler inflamasi yang
tipikal pada pemeriksaan histopatologis. Keterlibatan system saraf pusat juga telah
dilaporkan pada TAO yang dapat ditemukan sebagai serangan iskemik sesaat atau
strok iskemik. Pemeriksaan histologis postmortem menunjukkan inflamasi pada arteri
berukuran kecil dan sedang dari leptomening atau bahkan meninges atau pembuluh
darah. Keterlibatan arteri coroner sangat jarang. Ada beberapa laporan tentang
keterlibatan arteri coroner dengan presentasi infark miokardium. TAO juga dapat
berupa manifestasi sendi. Pada anamnesis yang seksama, sekitar 12.5% pasien dapat
melaporkan masalah sendi sebelum fase preoklusif. Pasien yang datang dengan
arthritis sendi besar yang rekuren, dengan inflamasi sendi tunggal yang episodic
disertai tanda-tanda inflamasi local. Pergelangan tangan dan lutut adalah sendi yang
paling sering terkena. Durasi tanda dan gejala berkisar antara 2 hingga 14 hari.

18
Arthritis ini bersifat nonerosif. Masalah sendi mengawali diagnosis TAO sekitar rata-
rata 10 tahun.
 Fase akut menunjukkan kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai
saluran yang mengeras sepanjang beberapa milimeter sampai sentimeter di bawah
kulit. Kelainan ini sering muncul di beberapa tempat pada ekstremitas tersebut dan
berlangsung selama beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjol-
benjol.Tanda ini tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka ini hampir
patognomonik untuk tromboangitis obliterans.

Gambar 14. Manifestasi klinis

Gambar 15. Penegakan diagnosis

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ulserasi yang terasa nyeri atau gangren pada
jari. Tangan dan kaki pasien ini biasanya dingin dan edematous. Thrombophlebitis superfisial
terjadi pada sebagian pasien. Parasthesia kaki dan tangan serta pulsasi distal yang lemah
biasanya ditemukan pada pasien dengan penyakit yang lebih berat.
Papa et al menyusun sistem skoring untuk menegakkan diagnosis thromboangiitis obliterans:

19
Kriteria Positif Point Positif
Onset usia <30 tahun (+2)
30-40 tahun (+1)
Klaudikasi intermiten kaki Saat ini (+2)
Hanya riwayat (+1)
Ekstremitas atas Simtomatik (+2)
Asimptomatik (+1)
Thrombophlebitis superfisial migrasi Saat ini (+2)
Hanya riwayat (+1)
Raynaud phenomenon Saat ini (+2)
Hanya riwayat (+1)
Angiography; biopsy Tipikal, keduanya (+2)
Salah satu (+1)

Kriteria Negatif Point Negatif


Onset usia 45-50 tahun (-1)
>50 tahun (-2)
Sex, merokok Wanita (-1)
Bukan perokok (-2)
Lokasi Satu ekstremitas (-1)
Tidak ada esktremitas bawah terlibat (-2)
Pulsasi tidak ada Brachial (-1)
Femoral (-2)
Arteriosklerosis, diabetes, hipertensi, Diketahui 5-10 tahun setelah diagnosis (-1)
hiperlipidemia Diketahui 2-5 tahun setelah diagnosis (-2)

Skor Kemungkinan diagnosis thromboangiitis


obliterans
0-1 Diagnosis disingkirkan
2-3 Diagnosis suspek (kemungkinan rendah)
4-5 Diagnosis probable (kemungkinan sedang)
≥6 Diagnosis definit (kemungkinan tinggi)

Tabel 2. Klasifikasi Rutherford

20
Tabel 3. Klasifikasi Fontaine

Tabel 4. Kriteria Shionoya

21
Pemeriksaan laboratorium pasien dengan suspek thromboangiitis obliterans
digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan laboratorium awal
termasuk pemeriksaan darah lengkap, panel metabolik, uji fungsi hepar, glukosa darah
puasa, marker inflamasi seperti laju endah darah dan C-reactive protein, aglutinin dan
cryoglobulin. Sebagai tambahan, marker serologi penyakit autoimmun seperti
antinuclear antibody (ANA), anticentromere antibody, and anti-SCL-70 antibody harus
diperiksa dan biasanya negatif pada thromboangiitis obliterans. Antikoagulan lupus dan
antibodi anticardiolipin ditemukan pada pasien dengan thromboangiitis obliterans tetapi
dapat mengindikasikan thrombophilia terisolasi. Echocardiography dapat diindikasikan
pada beberapa kasus ketika oklusi arterial akut mengikuti thromboembolism sebagai
suspek deteksi emboli sumber kardiak.
Computed tomographic, magnetic resonance, atau angiography kontras invasif dapat
dilakukan untuk menyingkirkan sumber emboli arterial proksimal serta menjelaskan
anatomi dan luasnya penyakit. Meskipun perkembangan pada computed tomographic
dan magnetic resonance angiography menunjukkan hasil akurat pada pembuluh darah
distal, kebanyakan pasien membutuhkan invasive contrast angiography untuk
memberikan resolusi spasial yang dibutuhkan untuk mendeteksi patologi arteri kecil.
Keterlibatan arrteri kecil sampai sedang pada bagian distal, oklusi segmental dan bentuk
“corkscrew” kolateral area oklusi merupakan penemuan tipikal angiographic pada
thromboangiitis obliterans. Arteri proksimal normal tanpa bukti atherosclerosis. Biopsi
jarang diindikasikan tetapi sering menjadi diagnostik pada vena dengan thrombophlebitis
superfisial selama fase akut penyakit.

Pemeriksaan penunjang:
a. Ultrasonography ekstremitas plethysmography
b. Doppler ultrasound ekstremitas
c. Pemeriksaan darah untuk penyebab inflamasi pembuluh darah yang lain (vasculitis)
dan sumbatan pembuluh darah dapat dilakukan, termasuk yang disebabkan diabetes,
scleroderma dan atherosclerosis. Tidak ada pemeriksaan darah untuk mendiagnosis
thromboangiitis obliterans.
d. The Allen's test
Untuk memeriksa aliran darah melalui arteri yang membawa darah ke tangan pasien
mengepal tangan dengan erat sehingga mendorong darah kembali pemeriksan
menekan arteri pada sisi masing masing pergelangan tangan untuk memperlambat

22
aliran darah ke tangan tangan kehilangan warna normalnya pasien melepas
kepalannya dan pemeriksa melepas tekanannya seberapa cepat warna tersebut
kembali mengindikasikan kesehatan arteri keterlambatan mengindikasikan gangguan
pada arteri seperti Buerger's disease.
e. Angiogram
Juga disebut dengan arteriogram, membantu mengetahui kondisi arteri. Pewarna
diinjeksikan ke arteri menjalani pemeriksaan X-rays pewarna membantu
menggambarkan adanya penyumbatan. Buerger's disease sering mengenai lebih dari
1 ekstremitas sehingga meskipun tanpa tanda dan gejala pada semua ekstremitas,
pemeriksaan ini dapat mendeteksi tanda awal kerusakan pembuluh darah.

V. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding TAO antara lain aterosklerosis, emboli, penyakit autoimun
skleroderma atau CREST sindrom, sistemik lupus eritomatosus (SLE), rheumatoid arthritis,
penyakit jaringan ikat campuran, antibodi antimosfolipid, dan jenis vaskulitis lainnya [12]. Pada
tahap awal, penyebab lain dari fenomena Raynaud harus dipertimbangkan, termasuk lupus
eritematosus sistemik (SLE) dan skleroderma. Mengecualikan penyakit autoimun, keadaan
hiperkoagulasi dan diabetes mellitus. Sumber embolisme dapat dicari dengan ekokardiografi
dan arteriografi[14, 15]. Untuk mengeksklusi penyakit-penyakit yang memberikan manifestasi
serupa dengan TAO dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan seperti pada tabel 5.
Tabel 5. Diagnosis Banding TAO [14]

VI. TATALAKSANA

23
Tujuan utama penanganan adalah memperbaiki kualitas hidup. Cara yang dapat
dilakukan adalah menghindari dan menghentikan faktor yang memperburuk penyakit
memperbaiki aliran darah menuju tungkai atau ekstremitas, mengurangi rasa sakit akibat
iskemi, mengobati trombofl ebitis, memperbaiki penyembuhan luka atau ulkus.[15]
Terapi Non Bedah[12, 15, 16]
- Berhenti merokok merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengatasi
progresivitas penyakit dan mencegah amputasi. Semua cara yang memungkinkan
dapat menghentikan pasien merokok harus digunakan. Edukasi kepada pasien sangat
penting, namun hanya 43-70% kasus yang berhasil berhenti merokok. Bantuan
psikologis mungkin berguna dalam kasus-kasus tertentu, namun pasien harus
diyakinkan bahwa jika mereka berhasil berhenti merokok sepenuhnya, penyakitnya
akan sembuh dan remutasi dapat dihindari. Antagonis reseptor cannabinoid selektif,
seperti rimonabant, telah menunjukkan hasil yang baik dalam membantu pasien
berhenti merokok.
- Analog prostasiklin seperti iloprost; merupakan vasodilator dan mampu menghambat
agregasi platelet. Turunan Prostacyclin telah dievaluasi dalam beberapa penelitian dan
telah terbukti lebih efektif daripada plasebo pada penyakit Buerger. Diketahui bahwa
analog prostaglandin memfasilitasi relaksasi sel-sel halus vaskular, menghambat
agregasi trombosit, dan menghambat kemotaksis dan proliferasi sel. Dalam sebuah
penelitian acak, 152 pasien dengan penyakit Buerger yang menderita sakit istirahat,
dengan atau tanpa perubahan trofik, mendapat iloprostik intravena atau plasebo.
Setelah 21-28 hari perfusi, lesi trofik telah sembuh atau rasa sakitnya hilang pada 85%
pasien pada iloprost dan 17% pasien pada aspirin. Selama 6 bulan, amputasi
dibutuhkan pada 18% pasien pada kelompok aspirin dan hanya 6% pasien pada
kelompok iloprost. Hasil uji coba acak membandingkan turunan prostasiklin oral
dengan plasebo pada penyakit arteri perifer kurang mengesankan. Studi
thromboangiitis obliterans (penyakit Buerger) di Eropa menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kelompok untuk penyembuhan total lesi. Penelitian
lain melaporkan percobaan double-blinded, randomized, controlled lainnya dengan
menggunakan natrium berkaprost, analog prostaglandin I2 oral yang aktif untuk
pengobatan klaudikasio intermiten. Beraprost tidak memperbaiki gejala klaudikasio
intermiten pada pasien dengan penyakit arteri perifer.
- Calcium channel blocker untuk mengurangi efek vasokonstriksi penyakit ini. . Sebuah
teori yang telah berkembang dari penelitian ini adalah bahwa calcium channel blocker

24
memiliki efek sekunder - yaitu mengubah kapasitas ekstraksi / utilisasi oksigen.
Penghambat saluran kalsium dapat meningkatkan efisiensi penggunaan oksigen di
ekstremitas. Dosis verapamil sampai 480mg / hari dapat diberikan sebagai terapi
ajuvan kepada pasien.
- Bosentan. Obat ini merupakan antagonis kompetitif dari endotelin-1 sehingga
memiliki kemampuan vasodilatasi. Bosentan selama 28 hari lebih efektif
dibandingkan aspirin untuk mengatasi nyeri saat istirahat dan penyembuhan ulkus.
Telah ada penelitian tentang peran endothelin 1 dalam patogenesis TAO. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien dengan TAO memiliki peningkatan serum endothelin 1.
Dalam sebuah penelitian pada pasien yang menerima boson antagonis endothelin oral
pada dosis 65 mg dua kali sehari selama sebulan diikuti 125 mg dua kali sehari.
Terlihat bahwa meskipun pasien terus merokok, secara keseluruhan 92% pasien
menunjukkan perbaikan klinis dengan hanya 2 pasien yang memerlukan sedikit
amputasi. Sepuluh dari dua belas pasien menunjukkan adanya peningkatan aliran
darah distal yang ditunjukkan oleh angiografi digital. Perawatan Bosentan dapat
menyebabkan peningkatan fungsi klinis, angiografi, dan fungsi endotel. Bosentan
harus diselidiki lebih lanjut dalam pengelolaan pasien TAO.
- Siklofosfamid dilaporkan bermanfaat pada beberapa pasien berdasarkan etiopatologi
penyakit ini yang dipengaruhi oleh faktor autoimun. Obat ini dapat meningkatkan 20
kali lipat jarak klaudikasio dan menghilangkan nyeri pada saat istirahat.
- Obat analgesik seperti analgetik narkotik atau obat anti inflamasi non steroid mungkin
membantu mengatasi nyeri pada beberapa pasien.
- Terapi gen dengan vascular endothelial growth factor (VEGF). Dilakukan
penyuntikan total 4000 μg VEGF165 plasmid DNA dengan dua kali penyuntikan
intramuscular (2000 μg VEGF165 plasmid DNA pada awal dan 2000 μg VEGF165
plasmid DNA pada akhir minggu keempat) memberikan hasil menjanjikan dalam
penyembuhan ulkus akibat iskemi dan menghilangkan nyeri saat istirahat.
- Terapi stem cell yaitu terapi autolog whole bone marrow stem cell (WBMSC)
menunjukkan perbaikan seperti penyembuhan ulkus, menghilangkan nyeri iskemik,
rekanalisasi arteri dan menurunkan risiko amputasi tungkai.
- Spinal Cord Stimulation hasilnya baik untuk menghilangkan nyeri dan penyembuhan
ulkus. Stimulasi ini dapat menghambat transmisi sinyal penghantar nyeri pada serabut
saraf simpatis. Selain itu juga pada saat bersamaan terjadi peningkatan perfusi
mikrosirkulasi akibat inhibisi serabut saraf simpatis. Stimulator spinal cord (SCS)

25
digunakan secara ekstensif pada penyakit aterosklerotik perifer refrakter. SCS dapat
memodulasi rangsangan yang menyakitkan melalui beberapa mekanisme.
Penghambatan vasokonstriksi simpatik memperbaiki mikrosirkulasi perifer. Sistem
oksida nitrat oksida dan γ-aminobutyric di sumsum tulang belakang mungkin
merupakan perantara penting dalam penghilang nyeri akibat SCS. Studi awal terutama
ditujukan untuk menghilangkan nyeri pada TAO berat. Sebuah studi pada pasien
TAO, terlihat bahwa indeks perfusi regional meningkat secara signifikan setelah SCS
meskipun pasien terus merokok. Hal itu menunjukkan bahwa tidak hanya membantu
menghilangkan rasa sakit tapi juga berperan dalam meningkatkan mikrosirkulasi
perifer, dengan demikian, meningkatkan kelangsungan hidup anggota badan,
penyembuhan tukak trofik, dan penghindaran amputasi. Sebuah studi oleh Fabregat
dkk. menyimpulkan bahwa SCS seharusnya tidak hanya dianggap sebagai strategi
resor terakhir untuk pengendalian nyeri, tetapi juga sebagai pilihan terapeutik yang
valid untuk memperbaiki perfusi anggota badan pada tahap awal penyakit ini.

Terapi Bedah[12, 15, 16]


- Simpatektomi bertujuan untuk mengurangi efek vasokonstriksi akibat saraf simpatis.
Simpatektomi menunjukkan adanya efek meredakan nyeri dan membantu
penyembuhan ulkus pada sebagian pasien dalam jangka pendek, namun jangka
panjangnya belum ditemukan efektivitasnya. Sympathectomy dapat dilakukan untuk
mengurangi kejang arteria pada pasien dengan penyakit Buerger. Metode laparoskopi
untuk simpatektomi juga telah digunakan.
- Penyisipan kawat Kirschner intramedulla. Pada beberapa pasien, dapat merangsang
angiogenesis, penyembuhan ulkus tungkai dan meredakan nyeri saat istirahat.
- Operasi bypass arteri menunjukkan hasil baik. Revaskularisasi bedah jarang terjadi
pada pasien dengan penyakit Buerger karena kerusakan vaskular yang menyebar dan
sifat distal penyakit. Tingkat patensi primer lima tahun sebesar 49% dan tingkat
patensi sekunder 62% pada 61 pasien mengikuti bypass infrainguinal. Tingkat
patensiinya adalah 67% pada mereka yang menghentikan merokok dan 35% pada
mereka yang terus merokok. In situ bypass harus dipertimbangkan pada pasien dengan
iskemia berat yang memiliki pembuluh darah target.
- Amputasi. Indikasi amputasi adalah terdapat gangren, infeksi sekunder basah, rasa
nyeri yang hebat, dan sepsis. Namun, amputasi dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan pada pasien setelah lebih dahulu dilakukan simpatektomi. Hal ini dilakukan

26
karena simpatektomi dapat meningkatkan suplai aliran darah dan menurunkan level
amputasi pada Buerger’s disease.

VII. PROGNOSIS[17]
Resiko jangka panjang amputasi pada pengelolaan Buerger Disease adalah 25% per 5
tahun, 38% per 10 tahun dan 46% per 20 tahun. Studi pada 108 pasien dengan kriteria
Shionoya, usia rata-rata mulai merokok adalah sekitar 21 tahun dan rata-rata rokok yang
dihisap sekitar satu pak (dua puluh batang) rokok per hari. Analisis multivariat menunjukkan
bahwa durasi merokok memiliki hubungan yang signifikan dengan memberikan hasil yang
buruk, yaitu amputasi mayor dan tidak dapat menunjukkan pengaruh jumlah rokok yang
dihisap per hari, onset penyakit atau jenis kelamin pada penyisihan ekstremitas dari amputasi.
Penghentian merokok memiliki efek yang sangat protektif sehubungan dengan menghindari
amputasi, sementara penurunan jumlah rokok per hari tidak berpengaruh pada hasil penyakit
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

27
1. Nassiri, N. Thromboangiitis Obliterans (Buerger Disease). 2017 [cited 2017 25
November]; Available from: emedicine.medscape.com/article/460027-overview.
2. Malecki, R., K. Zdrojowy, and R. Adamiec, Thromboangiitis obliterans in the 21st
century--a new face of disease. Atherosclerosis, 2009. 206(2): p. 328-34.
3. Smoking and Buerger's Disease. 2017 January 23 [cited 2017 25 November]; Available
from: https://www.cdc.gov/tobacco/campaign/tips/diseases/buergers-disease.html.
4. Paulsen, F., Waschker, J., Anatomi Umum dan Sistem Musculoskeletal, Sobotta Atlas
Anatomi Manusia. 23 ed. Vol. 1. 2012, Jakarta: EGC.
5. Netter, F.H., Atlas of Human Anatomy 5th edition. 5th ed. 2010: Elsevier-Saunders.
6. Sun, X.L., et al., Pathogenesis of thromboangiitis obliterans: Gene polymorphism and
immunoregulation of human vascular endothelial cells. Atherosclerosis, 2017. 265: p.
258-265.
7. Igari, K., et al., Endothelial dysfunction in patients with Buerger disease. Vasc Health
Risk Manag, 2017. 13: p. 317-323.
8. Liew, N.C., et al., Pathogenesis and Management of Buerger's Disease. Int J Low Extrem
Wounds, 2015. 14(3): p. 231-5.
9. Jin, X., Wang, M., Wu, X., Zhang, J. , The investigation of the relationship between
smoking and rat thromboangiitis obliterans. Shandong Med J, 2011. 6: p. 29-30.
10. Kearley, J., et al., Cigarette smoke silences innate lymphoid cell function and facilitates
an exacerbated type I interleukin-33-dependent response to infection. Immunity, 2015.
42(3): p. 566-79.
11. Dellalibera-Joviliano, R., et al., Activation of cytokines corroborate with development of
inflammation and autoimmunity in thromboangiitis obliterans patients. Clin Exp
Immunol, 2012. 170(1): p. 28-35.
12. Vijayakumar, A., R. Tiwari, and V. Kumar Prabhuswamy, Thromboangiitis Obliterans
(Buerger's Disease)-Current Practices. Int J Inflam, 2013. 2013: p. 156905.
13. Olin, J.W., Thromboangiitis obliterans (Buerger's disease). N Engl J Med, 2000.
343(12): p. 864-9.
14. Klein-Weigel, P.F. and J.G. Richter, Thromboangiitis obliterans (Buerger's disease).
Vasa, 2014. 43(5): p. 337-46.
15. Nurtamin, T., Penyakit Buerger. CKD-221, 2014. 41(10).
16. Oktaria D., S., R. K., Kriteria Diagnosis dan Tatalaksana pada Buerger’s Disease. 2017,
Universitas Lampung: Lampung.

28
17. Rivera-Chavarria, I.J. and J.D. Brenes-Gutierrez, Thromboangiitis obliterans (Buerger's
disease). Ann Med Surg (Lond), 2016. 7: p. 79-82.

29

Anda mungkin juga menyukai