Anda di halaman 1dari 44

KULIAH REKAYASA LINGKUNGAN

ANALISIS
MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
(AMDAL)
Oleh : Amin Nugroho
Staf. Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik – Universitas Diponegoro

I. PENDAHULUAN

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) awalnya mengadopsi dari


Amerika Serikat dengan nama Environmental Impact Assessment (EIA). EIA lahir sejak
National Environmental Policy Act (NEPA) diundangkan di Amerika Serikat pada tahun
1969 dan mulai berlaku 1 januari 1970. EIA timbul sebagai reaksi masyarakat Amerika
Serikat terhadap kerusakan, degradasi dan pencemaran lingkungan hidup serta
menurunnya estetika alam akibat meningkatnya aktivitas manusia. Sejak saat itu dunia
telah bereaksi untuk turut serta memberikan kepedulian terhadap lingkungan hidup
melalui deklarasi yang dibuat oleh Konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di
Stockholm pada bulan Juni 1972 tentang lingkungan hidup manusia atau lebih dikenal
dengan nama Declaration of The United Nations Conference of The Human Right.
Deklarasi tersebut berisi tentang perlindungan lingkungan hidup dengan cara
mencegah pencemaran dan ajakan kepada seluruh masyarakat dunia melalui
koordinasi partisipasi global, baik kepada negara maju maupun negara-negara
berkembang.
Selanjutnya dari Konferensi Stockholm pada tahun 1972 yang berisi tentang tanggapan
terhadap masalah kerusakan lingkungan, kemudian berkembang pada Konferensi Rio
de Janeiro pada tahun 1992 yang berisi tentang perlindungan lingkungan hidup,
pembangunan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan (Agenda 21). Pada tahun 2002
dilakukan Konferensi Johannessburg yang berisi tentang visi pembangunan
berkelanjutan, kesepakatan global dan kemitraan antara seluruh masyarakat dunia
dalam menanggulangi masalah lingkungan hidup.

Pembangunan adalah upaya merubah suatu keadaan dari kondisi tertentu ke suatu
keadaan yang lebih baik. Dalam proses pembangunan, manusia berupaya
mengembangkan kemampuannya untuk meningkatkan kesejahteraan. Namun tidak
dapat dipungkiri bahwa pembangunan tersebut juga sering kali menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan hidup. Dampak tersebut merupakan beban sosial yang
harus ditanggung oleh masyarakat dan Pemerintah. Oleh karena itu pembangunan
yang bijaksana harus dilandasi wawasan lingkungan sebagai sarana untuk mencapai
keseimbangan dengan mempertimbangkan generasi sekarang maupun yang akan
datang. Untuk itu perlu dikaji dampak-dampak tersebut, baik dari aspek fisik-kimia,
biologi, sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup, dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun

1
2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), maka setiap pemrakarsa kegiatan wajib
menyusun Dokumen AMDAL, apabila masuk dalam kategori menyusun AMDAL
berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2012 tersebut.

Dokumen AMDAL berfungsi sebagai acuan dalam pengelolaan dan pemantauan dampak
lingkungan, terutama terhadap permasalahan sosial-ekonomi-budaya dan permasalahan
teknis.
Dengan adanya dokumen AMDAL, maka diharapkan dapat dilakukan pengelolaan
lingkungan yang lebih baik, lebih terarah, efektif dan efisien serta dapat mendeteksi
adanya perubahan lingkungan yang tidak diinginkan yang pada akhirnya dapat tercipta
pembangunan yang berwawasan lingkungan.

2
3
4
II. LANDASAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

5
2.1. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL
Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup nasional, mengacu pada Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945, khususnya Pasal 33 yang menyatakan bahwa setiap kegiatan
pembangunan yang mengekploitasi sumberdaya alam (SDA) harus ditujukan
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu, maka pembangunan
tersebut harus dilaksanakan secara berkelanjutan, yaitu terpadu dan menyeluruh
dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan masa yang akan
datang. Dengan demikian, pelaksanaan pembangunan harus disertai dengan
pelaksanakan pengelolaan lingkungan hidup yang efektif dan efisien.
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya terpadu dalam pemanfaatan,
penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan
pengembangan lingkungan hidup yang meliputi penataan ruang, perlindungan
sumberdaya alam nonhayati, perlindungan sumberdaya buatan maupun
konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, perlindungan cagar
budaya dan keanekaragaman hayati serta perubahan iklim.

Penjabaran UUD 1945 Pasal 33 antara lain meliputi Undang-Undang Nomor 32


Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 dimaksudkan


untuk menjamin kelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian, maka
setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu, setiap rencana usaha dan/atau
kegiatan yang dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, wajib memiliki AMDAL.

Kriteria kegiatan yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan


hidup berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 antara lain:
 Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
 Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan
pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta
pemerosotan sumberdaya alam dalam pemanfaatannya
 Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, dan lingkungan sosial dan budaya.

II.2. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI TERKAIT


Strategi pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi terkait ditempuh dengan
pendekatan perencanaan pembangunan secara holistik yang memungkinkan
kebijakan-kebijakan secara terpadu, baik dari proses perencanaan sampai ke
pengelolaannya. Prinsip ini ditetapkan dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dengan
mempertimbangkan segi-segi konservasi, pemulihan terhadap kondisi
sumberdaya alam dan lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan
berkelanjutan. Oleh karena itu strategi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup
di Provinsi terkait ditempatkan pada prioritas utama, disamping bidang
kependudukan dan ketenagakerjaan. Beberapa kebijakan pengelolaan lingkungan
hidup tersebut meliputi:

6
1. Perencanaan kegiatan pembangunan harus mempertimbangkan dayadukung
lingkungan yang berasal dari sumberdaya alam yang tersedia. Keseimbangan
antar daerah dilakukan dengan pembagian wilayah atas dasar RTRW atau
Pola Pembangunan Daerah.
2. Pola perencanaan pembangunan harus disertai dengan peluang keberhasilan
atas peggunaan ruang yang majemuk dan beragam.
3. Kemampuan mendayagunakan potensi sumberdaya harus dilakukan dengan
telah memperhitungkan secara matang konsentrasi peruntukan wilayah dan
membagi ke dalam wilayah pengembangan.
4. Mendayagunakan kemampuan teknologi, masukan dari luar untuk
meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi.
5. Ketersediaan dan kesempatan ruang yang semakin langka dan saling
ketergantungan, memerlukan pertimbangan tuntutan ikatan sosial antar
penghuni ruang. Dalam rangka upaya pengelolaan lingkungan, Pemerintah
Provinsi terkait telah melaksanakan kebijakan pengendalian pencemaran
terhadap lingkungan hidup.

II.3. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN/KOTA TERKAIT


Strategi kebijaksanaan pembangunan di Kabupaten/Kota, sejalan dengan
Rencana Induk Kabupaten / Kota, khususnya di wilayah lokasi rencana kegiatan
pada prinsipnya mengacu pada Strategi Kebijakan Pembangunan Provinsi
Terkait. Dalam konteks ini pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
diarahkan agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat
dengan tetap mempertimbangkan keseimbangan dan kelestarian sumberdaya
alam. Rencana kegiatan diperkirakan akan menimbulkan dampak positif maupun
negatif. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan lingkungan hidup dengan
kebijakan sebagai berikut :

1. Pengelolaan sumberdaya alam sebagai akibat kegiatan perlu direncanakan


sesuai dengan dayadukung lingkungannya, sehingga perlu disesuaikan dengan
RTRW di daerah masing-masing. Melalui RTRW ini dapat dihindari
pemanfaatan ruang yang tak sesuai dengan dayadukung lingkungannya.
2. Kegiatan pembangunan dikendalikan melalui penerapan dokumen AMDAL,
dan dokumen UKL-UPL, sehingga dampak negatif dapat dikendalikan dan
dampak positif dapat ditingkatkan. Pengelolaan lingkungan hidup juga
memerlukan adanya pengembangan peran serta masyarakat, kelembagaan,
ketenagaan, dan pengembangan hukum lingkungan. Dari hal-hal diatas
diharapkan dapat diperoleh pembangunan yang berkelanjutan.

II.4. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Pemrakarsa Kegiatan


Pemrakarsa kegiatan merupakan perusahaan / lembaga yang bergerak di bidang
kegiatan tertentu. Dalam kegiatannya berusaha untuk menerapkan kebijakan
perusahaan yang berwawasan lingkungan dengan memenuhi peraturan
perundang-undangan lingkungan hidup yang berlaku. Upaya untuk mengantisipasi

7
dampak lingkungan hidup antara lain melalui pelaksanaan kajian lingkungan
dalam bentuk AMDAL.

III. TUJUAN DAN MANFAAT AMDAL

III.1. Tujuan AMDAL


a. Untuk mengidentifikasi komponen kegiatan yang diperkirakan berdampak
penting terhadap lingkungan hidup.
b. Untuk mengidentifikasi komponen lingkungan hidup yang diperkirakan akan
terkena dampak penting dari kegiatan.
c. Untuk memperkirakan dampak penting yang terjadi terhadap komponen
lingkungan hidup sebagai akibat dari kegiatan.
d. Untuk mengevaluasi dampak penting yang terjadi terhadap komponen
lingkungan hidup sebagai akibat dari kegiatan.
e. Merekomendasikan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL.

III.2. Manfaat AMDAL


a. Terpeliharanya fungsi lingkungan hidup, sehingga pembangunan
berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan baik yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
b. Dapat meminimalkan dampak-dampak yang bersifat negatif dan
mempertahankan dampak-dampak yang bersifat positif bahkan meningkatkan
dampak positif tersebut.
c. Merupakan dokumen yang penting untuk menyelesaikan sengketa lingkungan
hidup seperti : kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
d. Merupakan sumber data dan informasi untuk pelaksanaan sistem manajemen
lingkungan hidup.
e. Tertampungnya aspirasi dan harapan masyarakat / stakeholders terhadap
kondisi lingkungan hidup yang dapat diterima atau dikendaki oleh
masyarakat.
f. Diperolehnya pilihan teknologi yang ramah lingkungan.
g. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh pemerintah di dalam
pengambilan keputusan terkait dengan rencana alternatif kegiatan yang
layak dari sisis lingkungan.
h. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh pemerintah dalam
mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam pelaksanaan kegiatan.
i. Dapat digunakan sebagai pedoman dalam pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup bagi pemerintah.

8
j. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menilai kesesuaian
rencana kegiatan dengan pembangunan daerah.
k. Mengetahui permasalahan lingkungan yang mungkin timbul di masa yang akan
datang, sehingga pemrakarsa kegiatan dapat melakukan upaya pencegahan
dan penanggulangan dampak akibat adanya kegiatan secara dini.
l. Bagi pemrakarsa, AMDAL dapat digunakan sebagai pedoman dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
m. Sebagai bahan penguji pengelolaan dampak kegiatan secara komprehensif
agar dapat diketahui kekurangannya, sehingga dapat diperbaiki.
n. Bagi masyarakat akan mendapatkan informasi secara rinci mengenai kegiatan
di daerahnya sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dampak positif dan
menghindari dampak negatif yang ditimbulkan;
o. Bagi masyarakat AMDAL dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
kegiatan .

IV. PERATURAN

Peraturan perundang-undangan yang terkait dalam penyusunan dokume AMDAL


antara lain adalah sebagai berikut :

IV.1. UNDANG - UNDANG

1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar


Pokok-Pokok Agraria.
Alasan : sebagai acuan dalam aturan kepemilikan lahan dan penataan lahan,
sehingga dapat menghindari konflik dengan masyarakat sekitar.
2) Undang-undang Republik Indonesia nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Alasan : sebagai acuan pelaksanaan ketenagakerjaan dalam pembangunan dan
operasional kegiatan.
3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Alasan : sebagai acuan dalam kegiatan pengelolaan sumber daya air yaitu
mengatur bagaimana cara memenuhi kebutuhan air untuk kegiatan.
4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Alasan : sebagai acuan dalam menentukan kesesuaian rencana lokasi kegiatan
dengan tata ruang yang ada.
5) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah.
Alasan : sebagai acuan dalam pengelolaan sampah yang dihasilkan kegiatan.
6) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-Lintas dan
Angkutan Jalan.

9
Alasan : sebagai acuan dalam penggunaan jalan darat pada saat pembangunan
dan operasional kegiatan.
7) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Alasan : sebagai acuan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan
sebagai acuan dalam menentukan ukuran dampak penting.

IV.2. PERATURAN PEMERINTAH


8) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara.
Alasan : sebagai acuan dalam upaya pengendalian pencemaran udara.
9) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 tahun 2000 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah No. 18 / 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya
dan Beracun.
Alasan : sebagai acuan dalam pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).
10) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan bahan Berbahaya dan Beracun.
11) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Alasan : sebagai acuan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air.
12) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
lingkungan.
Alasan : sebagai acuan dalam penyusunan kajian kelayakan lingkungan (AMDAL)
untk memperoleh izin lingkungan.

IV.3. PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH


13) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 06 Tahun 2002 tentang
Pengambilan Air Bawah Tanah di Provinsi Jawa Tengah.
Alasan : sebagai acuan dalam persyaratan pengambilan air bawah tanah di
Provinsi Jawa Tengah.
14) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 05 Tahun 2007 tentang
Pengendalian Lingkungan Hidup di Provinsi Jawa Tengah.
Alasan : sebagai acuan dalam pengendalian lingkungan hidup di Provinsi Jawa
Tengah.
15) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 06 Tahun 2010 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2009-2029.

10
Alasan : sebagai acuan dalam penyesuaian rencana lokasi kegiatan dengan tata
ruang wilayah Provinsi Jawa Tengah.
16) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 05 Tahun 2012 tentang Baku Mutu
Air Limbah di Provinsi Jawa Tengah.
Alasan : sebagai acuan dalam analisis data kualitas air limbahdi Provinsi Jawa
Tengah.

IV.4. PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG


17) Peraturan Daerah Kotamadya Semarang Nomor 2 tahun 1994 tentang
Penanggulangan Bahaya Kebakaran dalam Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II
Semarang.
Alasan : sebagai acuan dalam penanggulangan bahaya kebakaran di Kota
Semarang.
18) Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup di Kota Semarang.
Alasan : sebagai acuan dalam pengelolaan lingkungan hidup di Kota Semarang.
19) Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung di
Kota Semarang.
Alasan : sebagai acuan dalam pembangunan gedung untuk kegiatan di Kota
Semarang.
20) Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2010 tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau di Kota Semarang.
Alasan : sebagai acuan dalam penentuan ruang terbuka hijau bagi kegiatan di
Kota Semarang.
21) Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031.
Alasan : sebagai acuan dalam penyesuaian rencana lokasi rencana kegiatan
dengan tata ruang di Kota Semarang.

IV.5. PERATURAN MENTERI


22) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/Menkes/Per/ IX/1990
tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air .
Alasan : sebagai acuan dalam penetapan persyaratan kualitas air bersih.
23) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Pemberian Label Bahan Berbahaya dan Beracun.
Alasan : sebagai acuan dalam penggunaan simbol dan label Bahan Berbahaya dan
Beracun yang digunakan untuk kegiatan.
24) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2008 tentang Tata
Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Alasan : sebagai acuan dalam penentuan komisi AMDAL mana yang berhak
melakukan penilaian dokumen AMDAL.

11
25) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum.
Alasan : sebagai acuan dalam penetapan persyaratan kualitas air minum.
26) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai
Dampak lingkungan.
Alasan : sebagai acuan dalam menentukan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan AMDAL.
27) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2012 tentang
Persyaratan Kompetensi dalam Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup dan Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusunan
Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Alasan : sebagai acuan dalam menentukan kompetensi tim penyusun AMDAL.
28) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.
Alasan : sebagai acuan dalam penyusunan dokumen AMDAL.

IV.6. KEPUTUSAN MENTERI


29) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-13/MENLH/3/1995 tentang
Baku Mutu Emisi Sumber tidak Bergerak.
Alasan : sebagai acuan dalam analisis data kualitas udara emisi sumber tak
bergerak.
30) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.KEP-48/MENLH/II/1996 tentang
Baku Tingkat Kebisingan.
Alasan : sebagai acuan dalam analisis data tingkat kebisingan.
31) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.KEP-50/MENLH/II/1996 tentang
Baku Tingkat Kebauan.
Alasan : sebagai acuan dalam analisis data tingkat kebauan.

IV.7. KEPUTUSAN KEPALA BAPEDAL


32) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-
01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan
Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Alasan : sebagai acuan dalam teknis penyimpanan dan pengumpulan limbah B3.
33) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-
02/BAPEDAL/09/1995, tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Alasan : sebagai acuan dalam pembuatan dokumen limbah B3.

12
34) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-03/BAPEDAL /
09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
Alasan : sebagai acuan dalam teknis pengelolaan limbah B3.
35) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-
05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
Alasan : sebagai acuan dalam pemberian simbol dan label limbah B3.
36) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 68/BAPEDAL /
05/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Ijin Penyimpanan, Pengoperasian Alat
Pengolah, Pengelolaan dan Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Alasan : sebagai acuan dalam memperoleh ijin penyimpanan, pengoperasian alat
pengolah, pengelolaan dan penimbunan limbah B3.
37) Keputusan Kepala Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No.Kep-
124/12/1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat.

Alasan : sebagai panduan kajian aspek kesehatan masyarakat.

IV.8. KEPUTUSAN GUBERNUR


38) Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 25 Tahun 2000 tentang keterlibatan
Masyarakat dan Keterbukaa Informasi dalam Proses AMDAL.
Alasan : sebagai acuan dalam pelaksanaan sosialisasi rencana kegiatan dan
konsultasi publik.
39) Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Udara
Ambien di Provinsi Jawa Tengah.
Alasan : sebagai acuan dalam analisis data kualitas udara ambien.
40) Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Emisi
Sumber Tidak Bergerak di Provinsi Jawa Tengah.
Alasan : sebagai acuan dalam analisis data kualitas udara emisi sumber tak
bergerak.

V. PENGERTIAN - PENGERTIAN

AMDAL merupakan kajian secara mendalam terhadap dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan dalam tahap
perencanaan yang digunakan untuk pengambilan keputusan terhadap penyelenggaraan
rencana kegiatan. Dampak yang dikaji meliputi aspek fisik-kimia, biologi, sosial, dan
kesehatan masyarakat. Amdal merupakan studi kelayakan lingkungan dan digunakan
sebagai pelengkap dari studi kelayakan teknis dan ekonomis. AMDAL juga digunakan
sebagai syarat ijin operasional dari kegiatan. Dokumen AMDAL menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 terdiri dari 3 dokumen yaitu Dokumen Kerangka
Acuan (KA), Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), dan Dokumen

13
Rencana Pengelolaan lingkungan Hidup (RKL) – Rencana Pemantauan Lingkungan
Hidup (RPL).

Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda termasuk di


dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusi dan makhluk hidup lainnya.

Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya secara terpadu dalam pemanfaatan,


penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan
lingkungan hidup. Pengelolaan juga mengandung arti pencegahan dan
penanggulangan terhadap dampak lingkungan.

Pemantauan lingkungan hidup merupakan upaya pengukuran, pengamatan dan


pengumpulan informasi terhadap komponen lingkungan secara berulang-ulang pada
selang waktu dan lokasi tertentu.

Rona Lingkungan Hidup merupakan potret kondisi lingkungan hidup, baik dari aspek
fisik-kimia, biologi, sosial, maupun kesehatan masyarakat.

Sosialisasi Rencana Kegiatan dan Konsultasi Publik adalah memberikan informasi


tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan kepada masyarakat yang diperkirakan
akan terkena dampak berikut dampak-dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan
hidup dan menjaring aspirasi dan harapan masyarakat terkait dengan rencana kegiatan
yang akan dilakukan.
Yang terlibat dalam Penilaian Dokumen AMDAL adalah Komisi penilai AMDAL
berlisensi yang terdiri dari instansi lingkungan hidup, instansi terkait, pakar, LSM, dan
wakil masyarakat.
Penyusun Dokumen AMDAL adalah Pemrakarsa yang bisa dibantu oleh Konsultan yang
mempunyai register AMDAL dari KLH atau perorangan yang mempunyai sertifikasi
kompetensi AMDAL dari KLH (minimal 3 orang salah satunya bersertifikat Ketua Tim
Penyusun AMDAL/KTPA, yang 2 orang bersertifikat Anggota Tim Penyusun
AMDAL/ATPA) dan dibantu dengan tim ahli yang sesuai dengan bidang kegiatan seperti
: ahli air, udara, kebisingan, getaran,transportasi, hidrologi, oseanografi, geologi,
biologi, kesehatan masyarakat dan lain-lain.

VI. LANGKAH PENYUSUNAN DOKUMEN AMDAL


VI.1. Langkah pertama dalam penyusunan dokumen AMDAL adalah membuat
pengumuman tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan melalui mass
media. Selain di mass media, pengumumuman juga dapat ditempelkan di
kelurahan atau kecamatan setempat melalui papan pengumuman. Selanjutnya
melaksanakan sosialisasi rencana kegiatan dan konsultasi publik di wilayah
lokasi yang akan dibangun. Adapun keterlibatan masyarakat dalam proses
AMDAL berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 25 tahun 2000
tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam AMDAL
secara rinci disajikan pada gambar di bawah ini.

14
VI.2. Langkah kedua dalam penyusunan dokumen AMDAL adalah pengumpulan data-
data tentang deskripsi rencana kegiatan dan rona lingkungan hidup awal yang
ada di sekitar lokasi kegiatan. Deskripsi rencana kegiatan diperoleh dari
pemrakarsa kegiatan dan tim penyusun AMDAL, sedangkan data rona lingkungan
hidup awal diperoleh dari lapangan, data-data sekunder dari instansi terkait
seperti data tentang tata ruang, monografi kelurahan, puskesmas, dan
sebagainya.

VI.3. Langkah ketiga dalam penyusunan dokumen AMDAL adalah penyusunan


dokumen Kerangka Acuan dengan cara pelingkupan. Hasil dari proses
pelingkupan adalah dampak penting hipotetik yaitu dampak yang akan dikaji
dalam ANDAL. Selain itu, pelingkupan juga menhasilkan wilayah studi, batas
waktu kajian, lokasi sampling, dan metoda yang akan digunakan.
VI.4. Langkah keempat dalam penyusunan dokumen AMDAL adalah penyusunan rona
lingkungan hidup awal menggunakan data-data primer yaitu diperoleh melalui
surver, observasi, pengamatan di lapangan, pengukuran dan samling di
lapangan, analisis di laboratorium, wawancara dengan masyarakat di wilayah
studi. Data-data primer tersebut antara lain : data kualitas udara dan
kebisingan, getaran, kualitas air, kualitas tanah, biota darat dan biota air,
persepsi masyarakat, dan data-data kesehatan masyarakat.
VI.5. Langkah kelima dalam penyusunan dokumen AMDAL adalah penyusunan
prakiraan dampak penting menggunakan metoda prakiraan dampak yang sesuai

15
dengan bidang kajian yaitu dengan menggunakan metoda formal dan informal.
Metoda formal meliputi : metoda matematis, analogi,dan penilaian ahli
(professional judgement). Metoda formal ini biasanya digunakan untuk bidang
fisik-kimia dan biologi. Sedangkan metoda informal yang digunakan adalah
metoda deskriptif kualitatif, biasanya digunakan untuk bidang sosial dan
kesehatan masyarakat.
VI.6. Langkah keenam dalam penyusunan dokumen AMDAL adalah penyusunan
evaluasi dampak penting menggunakan metoda holistik antara lain Metoda
Leopold Yang dimodifikasi, Metoda Fisher and davies, dan Metoda Bagan Alir
dari Sorensen.
VI.7. Langkah ketujuh dalam penyusunan dokumen AMDAL adalah penyusunan
dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Renncana Pemantauan
Lingkungan Hidup (RKL-RPL) berdasarkan dampak penting yang dihasilkan dari
prakiraan dan evaluasi dampak penting.

Secara lebih rinci dan jelas langkah penyusunan dokumen AMDAL disajikan pada
diagram alir di bawah ini.

LANGKAH PENYUSUNAN DOKUMEN AMDAL

16
Pengumuman, Sosialisasi Rencana
Kegiatan dan Konsultasi Publik

Pengumpulan Data tentang


Rencana Kegiatan dan Rona
Lingkunganm Hidup Awal (belum
detail / umumnya masih data
sekunder)

Proses Pelingkupan

Penyusunan Dokumen Kerangka Dokumen Kerangka


Acuan (KA) Acuan (KA)

survey, sampling, laboratorium, wawancara

Penyusunan Rona Lingkungan


Hidup Awal detail malalui survey Dokumen ANDAL
lapangan (data primer)

Metoda Prakiraan Dampak

Penyusunan
Prakiraan Dampak Penting Dokumen ANDAL

Metoda Evalusi Dampak

Penyusunan
Evaluasi Dampak Penting Dokumen ANDAL

Prinsip dasar pengelolaan dan pemantauan

Penyusunan Dokumen RKL-RPL Dokumen RKL-RPL

VII. FORMAT DOKUMEN AMDAL (KA, ANDAL, DAN RKL-RPL)

17
VII.1. FORMAT DOKUMEN KERANGKA ACUAN (KA)
Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini akan diuraikan mengenai : latar belakang dilaksanakan kegiatan
terkait dengan wajib AMDAL, tujuan dan manfaat kegiatan, peraturan
perundang-undangan yang terkait.
Bab II : Ruang Lingkup Studi
Pada bab ini akan diuraikan mengenai : status studi AMDAL terkait dengan
studi kelayakan teknis-ekonomis, kesesuaian lokasi dengan tata ruang yang
ada, uraian rencana kegiatan penyebab dampak, kegiatan di sekitar dan
dampaknya, alternatif rencana kegiatan (lokasi, desain, proses, tata letak
bangunan atau sarana pendukung), lingkup rona lingkungan hidup awal,
pelingkupan kegiatan dan komponen lingkungan (proses pelingkupan dan hasil
proses pelingkupan), lingkup wilayah studi dan batas waktu kajian.
Bab III : Metoda Studi
Pada bab ini akan diuraikan mengenai : metoda pengumpulan dan analisis
data, metoda prakiraan dampak penting, dan metoda evaluasi dampak
penting.
Bab IV : Pelaksanaan Studi
Pada bab ini akan diuraikan mengenai : identitas pemrakarsa dan penyusun
dokumen Studi AMDAL, Biaya Studi, dan Waktu Studi.
Daftar Pustaka
Pada bagian ini diutarakan sumber data dan informasi yang digunakan dalam
penyusunan Dokumen AMDAL kegiatan terkait.

Lampiran
Berisi antara lain : pengumuman studi AMDAL, hasil sosialisasi dan konsultasi
publik, perijinan, foto-foto kegiatan dan rona lingkungan, data-data
laboratorium, cv penyusun, copy sertifikat (kompetensi, AMDAL, dsb), peta-
peta, dan data-data lain yang mendukung isi dokumen tersebut.

VII.2. FORMAT DOKUMEN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)


Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini akan diuraikan mengenai : latar belakang dilaksanakan kegiatan
terkait dengan wajib AMDAL, tujuan dan manfaat kegiatan, peraturan
perundang-undangan yang terkait.

Bab II : Rencana Usaha dan/atau Kegiatan


Pada bab ini akan diuraikan mengenai : identitas pemrakarsa dan penyusun
dokumen, uraian rencana usaha dan/atau kegiatan (batas kegiatan, hubungan
kegiatan dengan sumberdaya di sekitar, tata letak pabrik dan hubungannya
dengan kegiatan di sekitar, tahap pelaksanaan kegiatan tiap tahapan

18
(prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi), alternatif-alternatif
yang dikaji (lokasi, desain, proses, tata letak bangunan dan sarana
pendukung), keterkaitan kegiatan dengan kegiatan lain di sekitar.
Bab III : Rona Lingkungan Hidup
Pada bab ini akan diuraikan mengenai : kondisi rona lingkungan hidup, baik
aspek geofisik-kimia, aspek biologi, aspek sosial-ekonomi-budaya, maupun
aspek kesehatan masyarakat.
Bab IV : Ruang Lingkup Studi
Pada bab ini akan diuraikan mengenai : hasil pelingkupan dalam dokumen KA
terkait dengan lingkup dampak penting yang ditelaah (lingkup komponen
kegiatan penyebab dampak dan lingkup komponen lingkungan terkena
dampak), lingkup wilayah studi dan lingkup batas waktu kajian.
BabV : Prakiraan Dampak Penting
Pada bab ini akan diuraikan mengenai prakiraan dampak besar dan penting
yang akan terjadi, baik pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi dan
pasca operasi.
BabVI : Evaluasi Dampak Penting
Pada bab ini akan diuraikan mengenai evaluasi dampak besar dan penting
pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, dan pasca operasi yang
meliputi : telaahan terhadap dampak penting secara holistik, pemilihan
alternatif terbaik, telaahan dampak penting sebagai arahan dasar
pengelolaan, dan rekomendasi penilaian kelayakan lingkungan.
Daftar Pustaka
Pada bagian ini diutarakan sumber data dan informasi yang digunakan dalam
penyusunan Dokumen AMDAL kegiatan terkait.

Lampiran
Berisi antara lain : ringkasan teori dan hasil perhitungan, tanggapan
pemrakarsa dan masukan Tim Komisi AMDAL, gambar, peta, hasil kuesioner,
perijinan, foto-foto kegiatan dan rona lingkungan, data-data laboratorium,
peta-peta, dan data-data lain yang mendukung isi dokumen tersebut.

VII.3. FORMAT DOKUMEN RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL)


Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini akan diuraikan mengenai : maksud dan tujuan pelaksanaan RKL
dan RPL, pernyataan kebijakan lingkungan (komitmen perusahaan dalam
memenuhi ketentuan atau perundang-undangan lingkungan yang berlaku),
kegunaan dilaksanakan RKL.

19
Bab II : Pendekatan Pengelolaan Lingkungan
Pada bab ini akan diuraikan mengenai : pendekatan teknologi, pendekatan
sosial-ekonomi, dan pendekatan institusi.
Bab III : Rencana Pengelolaan Lingkungan
Pada bab ini akan diuraikan mengenai : dampak penting dan sumber dampak
penting (komponen lingkungan terkena dampak, sumber dampak), tolok ukur
dampak, tujuan RKL, pengelolaan lingkungan hidup, lokasi pengelolaan
lingkungan hidup, periode pengelolaan lingkungan hidup, dan institusi
pengelolaan lingkungan hidup (pelaksana, pengawas, pelaporan hasil).
Daftar Pustaka
Pada bagian ini diutarakan sumber data dan informasi yang digunakan dalam
penyusunan Dokumen RKL kegiatan terkait.
Lampiran
Berisi antara lain : matriks ringkasan RKL, gambar / peta lokasi pengelolaan
lingkungan, dan data-data lain yang mendukung isi dokumen tersebut.

VII.4. FORMAT DOKUMEN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (RPL)


Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini akan diuraikan mengenai : latar belakang perlunya dilaksanakan
RPL, tujuan dilaksanakan RPL, dan kegunaan dilaksanakan RPL.
Bab II : Rencana Pemantauan Lingkungan
Pada bab ini akan diuraikan mengenai : dampak penting yang dipantau
(komponen lingkungan dan indikator dampak penting yang dipantau), sumber
dampak, parameter lingkungan yang dipantau, tujuan RPL, metode
pemantauan lingkungan (metode pengumpulan dan analisis data, lokasi
pemantauan lingkungan, jangka waktu dan frekuensi pemantauan), dan
institusi pemantauan lingkungan (pelaksana, pengawas, pelaporan hasil).
Daftar Pustaka
Pada bagian ini diutarakan sumber data dan informasi yang digunakan dalam
penyusunan Dokumen RPL kegiatan terkait.
Lampiran
Berisi antara lain : matriks ringkasan RPL, gambar / peta lokasi pemantauan
lingkungan, dan data-data lain yang mendukung isi dokumen tersebut.

VIII. METODA STUDI

VIII.1. METODA PENENTUAN LINGKUP KOMPONEN STUDI

Dampak penting yang ditelaah dalam AMDAL mencakup komponen rencana


kegiatan sebagai sumber dampak dan komponen lingkungan hidup sebagai
komponen terkena dampak. Komponen rencana kegiatan yang ditelaah
dikelompokkan dalam:
a) Tahap prakonstruksi
b) Tahap konstruksi.

20
c) Tahap operasi.
d) tahap pasca operasi.
Masing-masing tahapan kegiatan tersebut terdiri dari beberapa jenis kegiatan.
Tahapan dan jenis kegiatan sangat tergantung pada karakteristik rencana
kegiatan yang ditelaah. Komponen lingkungan hidup yang ditelaah
dikelompokkan dalam:
a) Komponen Fisik-Kimia.
b) Komponen Biologi.
c) Komponen Sosial.
d) Komponen Kesehatan Masyarakat.
Masing-masing komponen lingkungan hidup tersebut terdiri dari beberapa sub-
komponen dan parameter lingkungan hidup. Jenis sub-komponen dan
parameter lingkungan hidup yang ditelaah tergantung pada karakteristik
lingkungan hidup di sekitar lokasi rencana kegiatan.

VIII.2. KOMPONEN KEGIATAN YANG DITELAAH

Tahap prakonstruksi
1. Survai dan perijinan
2. Sosialisasi rencana kegiatan dan konsultasi publik
3. Pengadaan lahan

Tahap konstruksi
1. Rekruitmen tenaga kerja untuk konstruksi
2. Mobilisasi peralatan dan material untuk konstruksi
3. Pematangan lahan (pembersihan, pengurugan, dan pemadatan)
4. Pembangunan bangunan utama dan bangunan penunjang (rumah
pembangkit, tempat penimbunan batubara, unit pengolahan air dan limbah
cair, fasilitas sistem air pendingin, tempat penimbunan abu, pengendali
kualitas udara, pekerjaan mekanikal dan kelistrikan, kantor, parkir, dan
lain-lain)
5. Demobilisasi peralatan dan tenaga kerja konstruksi.

Tahap operasi
1. Rekruitmen tenaga kerja operasional
2. Pengadaan dan penimbunan bahan bakar (minyak dan batubara)
3. Operasional, pemeliharan dan perawatan pembangkit

Tahap pascaoperasi
1. Pembongkaran peralatan
2. Pemutusan tenaga kerja
3. Penanganan sarana dan prasarana serta lahan bekas PLTU

VIII.3. KOMPONEN LINGKUNGAN YANG DITELAAH

21
a. Fisik-Kimia
1) Iklim
Parameter iklim yang ditelaah meliputi: tipe iklim, suhu, kelembaban, hari
hujan, curah hujan, kecepatan angin, intensitas radiasi matahari, interaksi
atmosfer-laut.

2) Kualitas udara, kebisingan, getaran


Parameter kualitas udara yang ditelaah meliputi: debu, CO, O 3, SO2, NO2,
H2S, kebisingan, dan getaran.
3) Fisiografi
Keadaan fisiografi yang dibahas meliputi: keadaan topografi/ morfologi
lahan, dan keunikan/keistimewaan bentang alam.
4) Geologi
Kondisi geologi yang dibahas meliputi: struktur geologi, stratigrafi,
informasi seismik, kerawanan bentuk batuan secara geologi, indikator
stabilitas geologi.

5) Kualitas air
Parameter kualitas air yang ditelaah meliputi: warna, suhu, pH, kekeruh-
an, padatan tersuspensi, padatan terlarut, BOD, COD, DO, logam berat.
6) Hidrologi
Parameter hidrologi yang ditelaah meliputi: karakteristik sungai, debit
rerata, sedimentasi dan erosi, kondisi fisik daerah resapan air, tingkat
penyediaan dan kebutuhan air, pola aliran air permukaan dan sistem
drainase.

7) Tanah
Kondisi tanah yang dibahas, meliputi: jenis tanah, karakteristik kimia dan
fisika tanah, tingkat kestabilan tanah/lereng, kerawanan bentuk lahan dan
indikator stabilitas tanah.

8) Ruang dan Lahan


Parameter tata ruang dan lahan yang ditelaah meliputi: tata guna lahan
dan sumberdaya, rencana pengembangan wilayah dan nilai estetika.

9) Transportasi
Parameter transportasi yang ditelaah meliputi: volume kendaraan dan
geometri jalan.

b. Biologi

22
1) Flora darat/perairan
Parameter flora darat/perairan yang ditelaah meliputi: tipe dan jenis
vegetasi, komunitas tumbuhan serta manfaat ekonomi dan ekologinya,
vegetasi dan ekosistem yang dilindungi undang-undang.
2) Fauna darat/perairan
Fauna darat/perairan yang ditelaah meliputi: perkiraan persebaran,
kemelimpahan populasi, dan hewan-hewan yang dilindungi undang-
undang.
3) Biota Perairan
Keanekaragaman jenis, kemelimpahan jenis dan pemerataan persebaran.

c. Sosial

1) Kependudukan
 Struktur penduduk
 Tingkat kepadatan dan sebaran kepadatan penduduk
 Tingkat kelahiran
 Angkatan kerja produktif
 Pertumbuhan penduduk
2) Sosial-Ekonomi
 Tingkat kesempatan kerja
 Mata pencaharian penduduk
 Tingkat pendapatan penduduk
 Prasarana dan sarana perekonomian
 Kepemilikan lahan
3) Sosial-Budaya
 Pranata sosial
 Adat istiadat dan pola kebiasaan
 Proses sosial
 Sikap dan persepsi masyarakat
 Peninggalan sejarah

d. Kesehatan Masyarakat
 Jenis dan jumlah fasilitas kesehatan
 Insidensi dan prevalensi penyakit
 Sanitasi lingkungan
 Status gizi dan kecukupan pangan

23
 Cakupan pelayanan kesehatan

VIII.4. METODA PENENTUAN LINGKUP WILAYAH STUDI

Batas wilayah studi meliputi : batas proyek, batas ekologi, batas administrasi,
dan batas sosial.

1. BATAS PROYEK
Batas proyek atau kegiatan adalah batasan kajian tapak yang meliputi :
wilayah kegiatan dimana kegiatan dan kegiatan pendukung lainnya dilakukan.

2. BATAS ADMINISTRASI
Batas administrasi meliputi wilayah Kabupaten Kendal, dan Provinsi terkait.

3. BATAS EKOLOGI
Batas ekologi meliputi : ekosistem flora dan fauna darat, dan ekosistem
wilayah laut, serta wilayah udara yang kemungkinan terpengaruh oleh
kegiatan.

4. BATAS SOSIAL
Batas sosial merupakan permukiman penduduk di wilayah sekitar lokasi
kegiatan dimana interaksi sosial berlangsung. Batas sosial meliputi :
permukiman penduduk Kabupaten/Kota dan Provinsi terkait yang kemugkinan
terpengaruh oleh kegiatan.
VIII.5. METODA PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA SEKUNDER KOMPONEN
FISIK-KIMIA

Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan secara tidak langsung. Data
tersebut dapat dikumpulkan antara lain melalui beberapa instansi atau sumber
lain yang relevan. Sumber data sekunder antara lain : kegiatan sejenis
terdahulu di daerah lain, pustaka yang relevan, nara sumber yang menguasai
masalah, Badan Pengelolaan dan Pengendalian Dampak Lingkungan
(BAPPEDAL), Badan Perencanaan Pembangunan (BAPPEDA), Dinas Pelabuhan,
Dinas Kimprraswil, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Kecamatan, Desa,
dan instansi-instansi lainnya yang terkait. Contoh data-data sekunder
komponen fisik-kimia yang dikumpulkan antara lain : iklim; fisiografi dan
geologi; ruang, lahan dan tanah; hidrologi; dan sebagainya.
Analisis data sekunder komponen fisik-kimia dilakukan dengan cara membuat
interpretasi dari data-data sekunder yang telah terkumpul atau diperoleh
tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan baik, sangat tergantung dari
kemampuan pakar di bidangnya masing-masing. Contoh jenis data sekunder
berikut sumbernya disajikan pada Tabel 1.

24
Tabel 1. Jenis dan Sumber Data Sekunder

No Jenis Data Sekunder Sumber Data Sekunder

1. Iklim Mikro - Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)


atau Stasiun Klimatologi setempat
2. Rencana Umum Tata - Bappeda Kabupaten terkait
Ruang (RUTR)
3. Data Geologi - Dir. Geologi Tata Lingkungan, Bandung
4. Fisiografi - Bappeda Kabupaten terkait
5. Proyek Sejenis - Bappedalda, Bappeda, Perguruan Tinggi
6. Hidrologi - Bappeda, Dinas Kimpraswil Kabupaten
terkait
7. Penelusuran - Perguruan Tinggi, Perpustakaan Daerah
kepustakaan
8. Monografi - Desa, Kecamatan terkait
9. Kesehatan - Puskesmas setempat
10. Lain-lain data - Narasumber

VIII.5.1. IKLIM
Data-data iklim yang dikumpulkan antara lain : suhu dan kelembaban udara,
curah hujan, arah dan kecepatan angin. Data-data tersebut dikumpulkan
atau diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) atau Stasiun
Klimatologi / Cuaca setempat.

VIII.5.2. TOPOGRAFI DAN GEOLOGI


Data-data yang dikumpulkan antara lain : kondisi geologi, dan topografi di
lokasi tapak proyek dan sekitarnya. Data-data tersebut dikumpulkan atau
diperoleh dari peta topografi dan geologi yang dalam hal ini diperoleh dari
instansi terkait seperti Direktorat Geologi Tata Lingkungan Bandung, dan
Bappeda Kabupaten terkait.

VIII.5.3. RUANG, LAHAN, DAN TANAH


Data tata ruang, tataguna lahan, dan tanah di wilayah studi dikumpulkan
dari berbagai sumber antara lain : Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dapat diperoleh dari Bappeda
Kabupaten, dan instansi lain yang terkait.

VIII.5.4. HIDROLOGI
Data-data yang dikumpulkan antara lain : debit sungai, erosi, sedimentasi,
Data-data ini dapat diperoleh atau dikumpulkan dari Bappeda, Dinas
Kimpraswil, dan instansi lain yang terkait.

25
VIII.5.5. TRANSPORTASI
a. Metode Pengumpulan Data
Parameter yang ditelaah meliputi volume kendaraan, geometri ruas
jalan. Data tersebut dapat diperoleh dari hasil pengukuran langsung di
lapangan (primer) maupun data instansional (sekunder).
1) Volume Kendaraan
Metoda pengambilan data volume arus lalu lintas semua jenis
kendaraan dilakukan dengan metoda pencacahan arus lalu lintas tiap
jenis kendaraan (traffic counting). Ruas jalan yang akan diamati
yaitu ruas jalan yang ada sekarang dengan interval waktu selama 15
menit. Pengukuran dilakukan selama mulai pukul 06.30 – 16.30 WIB.
2) Geometri jalan
Data geometri ruas jalan diperoleh dengan cara pengukuran langsung
maupun data sekunder dari instansi berwenang, yang meliputi:
a) lebar perkerasan jalan
b) lebar bahu jalan
b. Metode Analisis Data
Ruas jalan yang akan dianalisis hanya ruas jalan antar-kota.
Kapasitas ruas jalan antar-kota, dihitung berdasarkan metoda
hitungan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997:
C = Co x FCw x FCsf x Fcsp
Keterangan :
C = kapasitas sesungguhnya (smp/jam)
Co = kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = faktor penyesuaian lebar jalan
FCsf = faktor penyesuaian hambatan samping
FCsp = faktor penyesuaian pemisahan arah

Kapasitas simpang bersinyal, dihitung berdasarkan metoda hitungan


Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997:
C = S x (g / c)
Keterangan:
C = kapasitas sesungguhnya (smp/jam)
S = arus jenuh (smp/jam)
g = waktu hijau (detik)
c = waktu siklus (detik)

Kapasitas simpang tidak bersinyal, dihitung berdasarkan metoda


hitungan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997:
C = Co x Fw x Fm x Fcs x Frsu x Flt x Frt x Fmi
Keterangan:
C = kapasitas sesungguhnya (smp/jam)
Fw = faktor penyesuaian lebar masuk
Fm = faktor penyesuaian median jalan utama
Fcs = faktor penyesuaian ukuran kota
Frsu = faktor penyesuaian tipe lingkungan
Flt = faktor penyesuaian belok kiri

26
Frt = faktor penyesuaian belok kanan
Fmi = faktor penyesuaian rasio arus jalan simpang

Tingkat pelayanan ruas jalan, dapat dihitung dari perbandingan


antara volume kendaraan (Q) yang lewat dengan kapasitas (C) ruas
jalan. Dari hasil hitungan kapasitas dapat diidentifikasi derajat
kejenuhan (DS = degree of saturation) yang terjadi yaitu perbandingan
antara volume arus lalu lintas kendaraan yang lewat dengan kapasitas
ruas jalan. Derajat kejenuhan merupakan salah satu indikator untuk
melihat tingkat kinerja arus jalan pada kondisi sebelum proyek, selama
konstruksi dan operasi.
DS =Q/C
Q = volume arus lalu lintas (smp/jam)
C = kapasitas (smp/jam)

Prediksi arus lalu lintas, didasarkan pada besarnya bangkitan arus lalu
lintas kendaraan, dan jenis kendaraan yang berpotensi akan teralihkan
(diverted traffic) dari jalur jalan. Untuk memprakirakan besaran arus
yang teralihkan digunakan permodelan berdasarkan model empat
langkah (Four Step Model) sebagai berikut.
(a) Model Bangkitan Perjalanan (Trip Generation Model)
Model ini digunakan untuk memprakirakan jumlah perjalanan yang
dibangkitkan oleh suatu zona serta arah yang dituju sehingga dapat
diramalkan kondisi arus lalu lintas yang akan datang.
(b) Model Distribusi Perjalanan (Trip Distribution Model)
Model distribusi perjalanan yang digunakan mengikuti rumus:
Pi-j = Oi . dj . Fi-j
Keterangan:
Pi-j = jumlah perjalanan dari i ke j
Oi dan dj = polarities yaitu daya tarik zona asal (O=origin) dan zona
tujuan
(d=destination)
Fi-j = deterence function

Polarities menggambarkan intensitas potensi pergerakan di setiap zona


dan deterence function menggambarkan kemampuan tarik menarik
antara dua zona. Jika generalized cost antara dua zona meningkat,
deterence function akan menurun sesuai model berikut:
Fi-j = a . exp{b.ln 2 (Z i-j + 1)}

Keterangan:
Fi-j = deterence function antara i dan j
Zi-j = generalized cost antara i ke j
a dan b = konstanta

Generalized cost didefinisikan sebagai:


Zi-j =  . Pi-j + (1 - ) . ti-j

27
Keterangan :
Zi-j = generalized cost antara i ke j
Pi-j = jumlah perjalanan dari i ke j
ti-j = waktu perjalanan antara i ke j
 = faktor bobot

(c) Model Pemilihan Rute Perjalanan (Trip Assignment Model)


Model ini digunakan untuk memprakirakan jumlah pergerakan yang
akan dibebankan pada suatu ruas jalan berdasarkan hasil pemodelan
distribusi perjalanan. Beberapa model yang dikenal antara lain:
 Model All or Nothing
Model ini menggunakan dasar bahwa perjalanan dari satu zona ke
zona lain akan menggunakan rute/jarak terpendek.

 Model Equilibrium Assignment


Z(qa) = Zmin . a { 1 + (qa / ca )}
Keterangan:
Z(qa) = travel time pada loaded link
Zmin = travel time pada unloaded link
qa = volume lalu lintas
ca = kapasitas jalan
a = konstanta
 Model Stochastic Assignment
t’ = t x RND x a x SQR (t)
Keterangan:
t’ = modifikasi dari waktu / biaya perjalanan
RND = bilangan random
a = tingkat ketidakpastian (antara 0,2 – 0,8)
SQR (t) = akar dari waktu / biaya perjalanan
t = waktu / biaya perjalanan

IX. METODA PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA PRIMER KOMPONEN FISIK-


KIMIA

Data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung di lapangan. Data
primer komponen fisik-kimia dapat diperoleh atau dikumpulkan melalui :
observasi atau pengamatan lapangan, pengukuran, pengambilan sampel / contoh
dan analisis laboratorium. Contoh data primer komponen fisik-kimia yang
dikumpulkan antara lain : kualitas air, kualitas udara dan kebisingan, kualitas
tanah, kondisi lahan, dan sebagainya.
IX.1. KUALITAS UDARA, DAN KEBISINGAN
1). Lokasi Pengambilan Data
Lokasi pengambilan data sampel / contoh udara dan kebisingan adalah tapak
proyek yang diperluas ke daerah yang diperkirakan akan menerima dampak
secara signifikan. Jumlah sampelnya diambil berdasarkan letak sumber
dampak, sebaran dampak menurut arah dan kecepatan angin, letak
permukiman penduduk yang diperkirakan akan terkena dampak. Sampel

28
tersebar di 10 titik yaitu (1) di calon tapak proyek (9) di lokasi permukiman
penduduk sekitar tapak kegiatan.
2). Cara Pengumpulan Data
Parameter kualitas udara yang akan dikumpulkan antara lain : gas SO 2, NO2,
CO, O2 dan debu. Pengambilan data sampel / contoh udara (gas) dilakukan
dengan menggunakan alat Multiple Impinger. Sampel ini kemudian diberi
pengawet (H2SO4 atau HgCl2) dan selanjutnya dianalisis di laboratorium
menggunakan alat Spektofotometer. Data debu dikumpulkan dengan alat
menggunakan Dust Sampler atau Hi-Volt. Data tingkat bising dikumpulkan
dengan menggunakan alat Sound Level Meter. Metoda pengumpulan dan
analisis sampel / contoh kualitas udara dan kebisingan disajikan pada
Tabel .2.
Tabel 2. Metode Analisis Udara dan Bising
No Parameter Satuan Metoda Peralatan
1 SO2 ug/m3 Pararosanilin Spektrofotometer
2 NO2 ug/m3 Saltzman Spektrofotometer
3 Total Oksidan (O3) ug/m3 Fenolftalin Spektrofotometer
4 CO ug/m3 NDIR NDIR Analyzer
5 H2S ug/m3 Merkuri Spektrofotometer
Thiosianat
5 Bising dBA Bising Ekivalen Sound Level Meter
6 Debu mg/m 3
Gravimetri Hi-Volt Sampler

3). Cara Analisis Data


Data-data kualitas udara (gas dan debu) dan kebisingan yang telah
terkumpul dianalisis dengan cara membandingkan data-data tersebut dengan
baku mutu kualitas udara ambien dan kebisingan menurut Surat Keputusan
Gubernur atau Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Baku
Mutu Kualitas Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan Ambien menurut
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MENLH/11/1996.

IX.2. KUALITAS AIR


1). Lokasi Pengambilan Data
Data-data yang dikumpulkan adalah data primer sebanyak 10 titik yaitu
kualitas air di laut (8 titik) sekitar tapak proyek dan sumur penduduk (2
titik) di permukiman penduduk sekitar tapak proyek.
2). Cara Pengumpulan Data
Pengambilan sampel / contoh air dilakukan secara composite langsung di
lapangan, dengan menggunakan alat water samplers, selanjutnya
dilakukan pengukuran dan analisis di laboratorium. Metode analisis
sampel / contoh air secara rinci disajikan pada Tabel 3

29
Tabel 3. Metoda Analisis Kualitas Air
No. Parameter Satuan Metoda Peralatan
1. Temperatur o
C Pemuaian Termometer
2. Residu terlarut mg/l Gravimetri Timbangan analitik
3. pH - Potensiometri pH meter
4. Kalsium (Ca) mg/l Titrimetri EDTA Buret
5. Magnesium (Mg) mg/l Titrimetri EDTA Buret
6. Besi (Fe) mg/l Spektrofotometri Spektrofotometer
7. Mangan (Mn) mg/l Spektrofotometri Spektrofotometer
8. Cadmium (Cd) mg/l Atomisasi AAS
9. Tembaga (Cu) mg/l Atomisasi AAS
10. Timbal (Pb) mg/l Atomisasi AAS
11. Krom (Cr) mg/l Atomisasi AAS
12. Air raksa (Hg) mg/l Atomisasi AAS
13. Sulfida mg/l Titrimetri Buret
14. Sulfat mg/l Gravimetri Timbangan analitik
15. Amonium bebas mg/l Spektrofotometri Spektrofotometer
16. Nitrat mg/l Spektrofotometri Spektrofotometer
18. Nitrit mg/l Spektrofotometri Spektrofotometer
19. Phosphat mg/l Titrimetri Buret
20. BOD mg/l Titrimetri Buret
21. COD mg/l Titimetri Buret
22. DO mg/l Titimetri Buret

3). Cara Analisis Data

Data-data parameter kualitas air (badan air dan sumur penduduk) yang
telah terkumpul kemudian dianalisis dengan cara membandingkan data-
data tersebut dengan baku mutu kualitas air badan air permukaan.
Sedangkan kualitas air sumur dibandingkan dengan baku mutu air sumur
menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 416 tahun 1990 tentang
Kualitas Air Bersih dan No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat
dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

IX.3. KUALITAS TANAH


1). Lokasi Pengambilan Data
Lokasi pengambilan data sampel / contoh tanah adalah tapak proyek yang
diperluas ke daerah yang diperkirakan akan menerima dampak secara
signifikan. Sampel tanah yang diambil berjumlah 10 titik. Sampel tanah yang

30
diambil adalah tanah di calon tapak proyek (2 titik), tanah sekitar calon
tapak proyek / permukiman penduduk (8 titik). .

2). Cara Pengumpulan Data


Pengambilan sampel / contoh tanah dilakukan secara composite langsung di
lapangan, dengan memasukkan contoh tanah ke dalam suatu tempat
(plastik), selanjutnya dilakukan pengukuran dan analisis di laboratorium.
Metode analisis sampel tanah disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Metoda Analisis Kualitas Tanah

No. Parameter Satuan Metoda Pengukuran / Analisis


1. Tekstur -
Memirit tanah dan pemipetan pada
waktu tertentu
2. Struktur - Melihat bentuk ukuran
3. Konsistensi - Menentukan plastisitas dan kelekatan
4. Porositas - Melihat ukuran dan komposisi pori-pori
5. Warna - Membandingkan dengan warna standar
6. pH H2O - Dikocok dengan H2O dengan
perbandingan 1 : 1
7. pH KCl - Dikocok dengan KCl dengan
perbandingan 1 : 1
8. C. Organik % Walkey And Black
9. Ca, Mg me / 100 Ekstraksi NH4O Ac pH = 7
mg
10. Kejenuhan Basa % Jumlah Basa x 100 % KTK
11. KTK me / 100 g Penjenuhan NH4O Ac pH = 7, Dekantasi,
titrasi
12. P. tersedia ppm Ekstrasi Bray. I
13. N. total % Kehjdahl

3). Cara Analisis Data


Cara menganalisis data kualitas tanah adalah dengan membandingkan data-
data yang telah diperoleh / terkumpul dengan kualitas tanah yang
diinginkan (kesuburan tanah, keplastisan tanah, dan lain-lain).

X. METODA PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA KOMPONEN BIOLOGI

X.1. BIOTA DARAT


Biota darat meliputi flora dan fauna darat. Data yang dikumpulkan adalah data
primer yaitu jenis dan jumlah flora dan fauna darat yang dilakukan secara
purposive random sampling. Flora dan fauna darat meliputi yang dilindungi
maupun tidak dilindungi. Metoda yang digunakan dalam pengumpulan data
adalah observasi atau pengamatan dan pencatatan secara langsung di lokasi
kegiatan dan sekitarnya. Data-data flora dan fauna darat yang hilang dan
migrasi akibat pembersihan lahan yang telah terkumpul kemudian dianalisis

31
dengan cara membandingkan jenis dan jumlah pohon yang hilang serta fauna
yang bermigrasi tersebut dengan pohon dan hewan yang masih ada di
sekitarnya, apakah fungsi ekologisnya akan terganggu akibat hilangnya flora
darat dan fauna darat tersebut, atau tidak.

X.2. BIOTA AIR

a). Plankton
Data plankton termasuk data primer. Data-data ini dikumpulkan secara
langsung di lapangan yaitu di badan air di sekitar tapak proyek. Lokasi
pengambilan sampel disesuaikan dengan lokasi sampel kualitas air aspek
fisik-kimia.
 Metoda Pengambilan Sampel dan Perhitungan Plankton
Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan penyaringan air
menggunakan plankton net No. 25, kemudian air yang tersaring
dimasukkan botol dan ditambahkan formalin 4% sebagai bahan
pengawet. Identifikasi plankton dilakukan di laboratorium sampai tingkat
genus dengan menggunakan buku acuan Davis (1965) dan APHA (1992).
Perhitungan kelimpahan plankton memakai rumus konversi Lackey Drop
Micro- transect Counting:

N = T/L x P/p x V/v x 1/w


N = Jumlah plankton per liter
T = Luas gelas penutup, (mm2)
P = Jumlah plankton tercacah
L = Luas lapang pandang , (mm2)
p = Jumlah lapang pandang yang diamati
V = Volume sampel yang diamati (ml)
v = Volume sampel di bawah gelas penutup (ml)
w = Volume air yang disaring (ml).

b). Benthos
Data benthos termasuk data primer. Data-data ini dikumpulkan secara
langsung di lapangan yaitu di badan air di sekitar tapak proyek. Lokasi
pengambilan sampel disesuaikan dengan lokasi sampel kualitas air di
badan air aspek fisik-kimia.
 Metoda Pengambilan Sampel dan Perhitungan Benthos
Pengambilan sampel mikrobenthos dilakukan dengan penyaringan
lumpur di dasar perairan yang diambil dengan Ekman Dredge. Diameter
saringannya 1 mm. Mikrobenthos yang telah dipisahkan dari lumpur lalu
dimasukkan dalam botol sampel, ditambahkan formalin 4% dan rose
bengal. Identifikasi benthos dilakukan di laboratorium dengan acuan
APHA (1992) dan Juffing (1956). Perhitungan jumlah individu dilakukan
dengan mikrokoskop untuk seluruh sampel.
 Metoda Analisis Plankton dan Benthos
Analisis plankton dan benthos meliputi:
- Indeks keragaman dengan formulasi Shannon-Wienner (Poole, 1974).
n
H' = - S S Pi ln Pi

32
i=1
H' = nilai indeks keanekaragaman jenis
Pi = ni/N
ni = jumlah individu jenis ke i
N = jumlah total individu

- Indeks Keseragaman

E = H' / H'maks.

E = nilai indeks keseragaman jenis


H'maks = ln S
S = jumlah jenis

Data-data plankton dan benthos yang telah terkumpul, dianalisis dengan


cara membandingkan hasil indeks keanekaragaman dan keseragaman
dengan tolok ukur ilmiah yang lazim digunakan.

c). Nekton (Ikan)


Sampel nekton umumnya diambil dari nelayan lokal yang mendaratkan ikan
dari perairan sekitar calon tapak proyek saja atau dari Tempat Pelelangan
Ikan terdekat. Bila terdapat satu kapal, maka sampel diambil dari
tangkapan ikan kapal tersebut. Bila terdapat >1 kapal yang mendarat,
maka sampel diambil dari kapal. Selanjutnya sampel diawetkan dengan es
atau formalin 4%.

XI. METODA PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA KOMPONEN SOSIAL &


KESEHATAN MASYARAKAT

XI.1. LOKASI PENELITIAN


Daerah penelitian adalah permukiman penduduk yang terkena dampak kegiatan
PLTU yang mencakup komunitas masyarakat di sekitar lokasi tapak PLTU. Lokasi
penelitian secara administratif termasuk di wilayah desa dan kecamatan di
Kabupaten dan Provinsi terkait.

XI.2. SURVAI DATA PRIMER


Survai data primer merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
wawancara terstruktur terhadap responden dengan panduan kuesioner dan
observasi secara langsung di lapangan, sehingga dapat diperoleh data atau
informasi mengenai kondisi sosial yang sebenarnya, khususnya tentang persepsi
masyarakat terhadap proyek pada saat persiapan dan konstruksi sampai dengan
kegiatan pematangan lahan dengan tujuan untuk mengetahui fakta dan kondisi
aktual di lapangan.
Responden terdiri dari pimpinan formal (kecamatan dan desa), pimpinan
informal (tokoh masyarakat) dan anggota masyarakat biasa. Unit analisis yang
digunakan adalah Kepala Keluarga (KK), dengan jumlah total responden 200 KK
dipilih secara purposif random sampling, dengan distribusi responden yaitu:
Formal Leader (FL) 15 responden, Informal Leader (IF) 15 responden dan

33
Masyarakat Biasa (MB) sebanyak 170 responden. Untuk lebih mendukung dalam
mengkaji persepsi masyarakat, maka dilakukan analogi dan diskusi dengan
beberapa tokoh masyarakat dan dari instansi terkait atau informasi lainnya.

XI.3. SURVAI DATA SEKUNDER


Survai data sekunder antara lain : kependudukan, kondisi sosial-ekonomi, kondisi
sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat. Pengumpulan data sekunder
merupakan teknik pengumpulan data yang bersumber dari desa (monografi desa),
kecamatan da kabupaten dalam angka, Puskesmas, Bappeda, literatur, dan lain-
lain.

XI.4. ANALISIS DATA


Data-data aspek sosial-ekonomi, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat
dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif kemudian dibandingkan dengan tolok
ukur seperti : sikap masyarakat (setuju dan tidak setuju), intensitas keluhan,
protes masyarakat, angka sakit, dan sebagainya.

.
XII. METODE PRAKIRAAN DAMPAK PENTING

Menurut Soemarwoto (1989), prediksi dapat dilakukan melalui:


a) Prediksi kondisi lingkungan saat tdengan proyek = Qdp
b) Prediksi kondisi lingkungan saat ttanpa proyek = Qtp

maka dampak yang diprediksi adalah Qdp dikurangi Qtp

Prediksi adanya dampak tidak lain adalah suatu upaya untuk mencari jawaban
atas pertanyaan tentang besarnya perubahan nilai parameter lingkungan sebagai
akibat adanya rencana kegiatan. Prediksi dampak ini dilakukan untuk setiap
parameter lingkungan. Metoda prediksi dampak yang dapat diadaptasi dapat
dikelompokkan menjadi dua metoda, yaitu metoda formal, dan metoda
informal. Model prediksi yang digunakan pasti akan mengandung aspek
ketidakpastian sehingga dalam setiap kegiatan prediksi dampak harus
dimasukkan analisis probabilitas.
Metoda formal terdiri atas:
a) Model prakiraan cepat,
b) Model matematika,
c) Model fisis,
d) Model eksperimental.
Metoda informal dapat dilakukan secara:
a) Intuitif,
b) Pengalaman,
c) Analogi.
Metoda prakiraan dampak yang sering digunakan adalah kombinasi metoda
formal (uraian deskriptif secara kuantitatif) dan metoda informal (uraian
deskriptif secara kualitatif) yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing

34
parameter lingkungan. Kerangka waktu prakiraan dampak dilakukan sesuai
dengan perkiraan umur teknis rencana kegiatan. Berikut diberikan beberapa
contoh metoda prediksi yang digunakan.

XII.1. PRAKIRAAN BESARAN DAMPAK DENGAN MODEL PERHITUNGAN


MATEMATIS

a) Kualitas udara

Besarnya emisi sumber bergerak dapat dihitung berdasarkan faktor emisi dari
WHO Offset Publication No.62, 1982. Emisi polutan bahan bakar solar untuk
masing-masing parameter kualitas udara disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Emisi polutan per m3 bahan bakar
No Polutan Faktor Emisi
(kg/satuan waktu)
1. SO2 7,9544
2. NO2 9,2103
3. CO 36,4226
4. Partikulat/Debu 2,0095

Besarnya emisi = Faktor emisi x Jumlah bahanbakar

b) Kebisingan
Prakiraan sebaran bising yang ditimbulkan oleh kegiatan pengangkutan,
penimbunan dan pengolahan fly ash batubara terhadap lingkungan di
sekitarnya menggunakan rumus pendekatan:

L2 = L1 – 10 log R2/R1 –Ae, dBA (bising bergerak)


L2 = L1 – 20 log R2/R1 –Ae, dBA (bising diam)

dengan:
L2 = Tingkat bising pada jarak R2 dari tapak proyek, sumber
bising, dBA
L1 = Tingkat bising sumber bising pada jarak R 1, dBA
R1,R2 = Jarak dari sumber bising, m
Ae = Atenuasi bising kerena klembaban udara, dBA

Pernyataan tingkat kebisingan ekivalen merupakan model yang digunakan


untuk menyatakan tingkat kebisingan yang merupakan tingkat tekanan rerata
dalam interval waktu tertentu. Model matematis disajikan dalam persamaan:

35
Lek  10 log  fi .10 10 
 n Li
dBA dengan
 i 1 
Lek = tingkat kebisingan ekivalen (dBA)
fi = faksi waktu terjadinya tingkat kebisinganpada interval waktu
pengukuran tertentu
Li = nilai tengah tingkat kebisingan pada interval waktu pengukuran
tertentu (dBA)

Pernyataan tingkat kebisingan siang malam merupakan model tingkat


kebisingan ekivalen yang digunakan untuk menyatakan tingkat kebisingan
terutama di daerah permukiman.
Pengukuran dilakukan selama 24 jam, yang dibagi dalam interval waktu
malam (22.00 – 06.00) dan interval waktu siang (06.00 – 22.00). Model
matematisnya disajikan menurut persamaan:

 
Lek  10 log 124   10
16

i 1
( Lek )i
10
8
  10
j 1
((Lek ) j 10)
10 
 dBA dengan:

Lsm = tingkat kebisingan siang malam (dBA)


Lek = tingkat kebisingan ekivalen (dBA)

Pada pemetaan tingkat kebisingan dalam kegiatan ini dilakukan dengan dua
metode pengukuran yaitu pengukuran kebisingan untuk keperluan evaluasi
lingkungan dihitung nilai LSM dan pengukuran kebisingan rerata yang dilakukan
di area pabrik dihitung nilai Lek.
Pengukuran tingkat kebisingan untuk keperluan lingkungan dilakukan dengan
cara sederhana mengacu pada KEP-48/MENLH/11/1996, menggunakan sound
level meter, diukur tingkat tekanan bunyi dB(A) selama 5 menit untuk setiap
pengukuran. Pembacaan dilakukqn selama 5 detik. Waktu pengukuran
dilakukan selama 24 jam (LSM) dengan cara pada siang hari tingkat aktifitas
yang paling tinggi selama 16 jam (L S) pada selang waktu 06.00-22.00 dan
aktifitas malam hari selama 8 jam (L M) pada selang waktu 22.00-06.00. Setiap
pengukuran mewakili selang waktu tertentu, yang ditentukan sebagai berikut:
 L1 mewakili selang waktu 06.00 – 09.00 WIB
 L2 mewakili selang waktu 09.00 – 14.00 WIB
 L3 mewakili selang waktu 14.00 – 17.00 WIB
 L4 mewakili selang waktu 17.00 – 22.00 WIB
 L5 mewakili selang waktu 22.00 – 24.00 WIB
 L6 mewakili selang waktu 24.00 – 03.00 WIB
 L7 mewakili selang waktu 03.00 – 06.00 WIB

Analisis kebisingan lingkungan dilakukan dengan cara membandingkan hasil


pengukuran dengan Baku Tingkat Kebisingan Lingkungan menurut Kep-
48/MENLH/11/1996. Untuk kawasan pemukiman ditetapkan sebesar 55 dB, sedang
untuk kawasan industri ditetapkan sebesar 70 dB.

c) Sedimentasi

36
Sedimentasi lebih banyak diakibatkan oleh adanya erosi permukaan (sheet
erossion). Dengan adanya rencana kegiatan maka bahan erosi yang terangkut
oleh sungai (angkutan sedimen) akan tertahan dan teredapkan di kolam
dengan peningkatan volume sedimentasi di kolam:

Volume Sedimen = (laju erosi x luas DTA) x Trap-efficiency

Besarnya angkutan sedimen di hilir sungai:

Volume Sedimen (di hilir) = (laju erosi x luas DTA) x

(100% - Trap-efficiency)

Pada saat pelaksanaan konstruksi, peningkatan angkutan bahan sedimen


dapat dilakukan pengamatan. Persamaan untuk menghitung angkutan
sedimen berdasarkan pengamatan ini adalah:
n
0,0864 Ci.Q wi
Qs   t
i 1 24
Qs = Rata-rata debit sedimen harian (ton/hari)
CI = Konsentrasi sedimen pada saat tI
Qwi = Debit aliran air pada saat tI
t = Interval waktu pengukuran aliran (jam)
n = Jumlah pengukuran aliran

d) Erosi

Dengan adanya perubahan penutup lahan (land coverage), maka akan


menyebabkan perubahan laju erosi permukaan. Besarnya erosi permukaan
dihitung dengan menggunakan rumus USLE:

E= RLKSP
E = laju erosi permukaan
R = erosivity hujan
L = panjang ekuivalen lereng
K = erodibility tanah/lahan
S = kemiringan lahan
P = pola penanaman (cropping practice)

e) Air larian
Perubahan bentang lahan berdampak lanjutan pada peningkatan air larian.
Rencana kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan dampak terhadap air
larian adalah kegiatan pembukaan lahan. Dampak timbul terhadap air larian
karena hilangnya sebagian kantong air alami (semak), berkurangnya daerah
resapan air, dan timbulnya sedimentasi pada aliran air alami (sungai).
Besarnya air larian akibat perubahan bentang alam dapat dihitung dengan
persamaan:

37
Q=CIA
Q : jumlah aliran permukaan (m3/detik)
C : faktor pengaliran
I : intensitas curah hujan (mm/tahun)
A : luas daerah pengaliran (m2)

f) Kualitas air
Prakiraan penurunan kualitas air akibat buangan limbah rencana kegiatan
digunakan persamaan mixing zone:

Cc = (QaCa + QbCb) / (Qa + Qb)

Cc : konsentrasi parameter kualitas air badan air setelah tercampur


limbah cair
Qa : debit limbah cair
Ca : konsentrasi parameter limbah cair
Qb : debit air badan air sebelum terkena limbah cair
Cb : konsentrasi kualitas air badan air sebelum tercampur limbah cair

g) Sedimentasi
Peningkatan sedimentasi akibat perubahan kondisi penutup tanah dapat
diprakirakan dengan metoda USLE untuk menghitung kehilangan tanah akibat
erosi dan sedimentasi:

A = RKLSPC
SD = A x SDR

A : kehilangan tanah pucuk akibat erosi (ton/ha/tahun)


R : erosivitas hujan
K : erodibilitas tanah
L : panjang lereng
S : kelerengan
P : faktor teknik konservasi tanah
C : factor pengolahan tanah dan tanaman penutup tanah
SD : sedimentasi
SDR:sediment delivery ratio

Tabel 6. Metoda pendekatan informal yang dapat digunakan


No Komponen/Parameter Pendekatan Informal yang Digunakan

38
Lingkungan
1. Tingkat Bising Analogi kegiatan sejenis maupun
literatur
2. Debu Analogi kegiatan sejenis maupun
literatur
3. Kualitas dan Kuantitas Air Penilaian Profesional
4. Flora-fauna darat Literatur
5. Persepsi Masayarakat Penilaian Profesional dan Analogi
6. Kesempatan Kerja Penilaian Profesional
7. Pendapatan Penilaian Profesional
8. Kesehatan Masyarakat Literatur/Analogi
9. Kenyamanan/keamanan Penilaian Profesional
10. Tataguna Lahan RUTR

XII.2.KOMPILASI HASIL PRAKIRAAN BESARAN DAMPAK


Setelah diperoleh perubahan nilai parameter lingkungan menggunakan metoda
formal maupun informal, maka dilakukan konversi perubahan nilai parameter
lingkungan ke dalam perubahan skala kualitas lingkungan. Skala Kualitas
Lingkungan pada rona lingkungan awal (RLA) dan pada saat kegiatan berlangsung
(setiap tahap) ditampilkan dalam skala numerik (1 s/d 5) yaitu:
Skala Kualitas Lingkungan
1 sangat buruk
2 buruk
3 sedang
4 baik
5 sangat baik

Skala besaran dampak yang diperoleh antara 1 – 5 dengan keterangan bahwa:


 Besaran dampak < 2 dianggap dampak kecil,
 Besaran dampak > 2 dianggap dampak besar.

XII.3. PRAKIRAAN DAMPAK PENTING


Prakiraan dampak penting dilakukan dengan menghubungkan setiap besaran
dengan 7 kriteria dampak penting sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 pasal 22 ayat 2, yaitu:
1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak
2. Luas wilayah persebaran dampak
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung

39
4. Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak
5. Sifat kumulatif dampak
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
7. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi

Kriteria penetapan tingkat kepentingan dampak adalah sebagai berikut:


1. Jika jumlah kriteria P (penting)  4 maka prakiraan dampaknya adalah
penting.
2. Jika jumlah kriteria P (penting)  3 maka prakiraan dampak adalah
tidak penting.

Alternatif kategorisasi tingkat kepentingan dampak yang dapat digunakan


secara simultan disajikan pada diagram alir kepentingan dampak.

Kategori I Jumlah Manusia Tekena Dampak

Dampak Dikategorikan Penting bila:

Jumlah manusia di wilayah studi yang TIDAK menerima manfaat  yang


menerima manfaat (diserap langsung sebagai tenaga kerja, menerima hasil
kegiatan, dll).

Kategori II Luas Persebaran Dampak

Dampak Dikategorikan Penting bila:

Di wilayah studi terdapat daerah-daerah yang mengalamai perubahan mendasar


dari segi: (i) intensitas; (ii)berbalik/tidaknya dampak, dan (iii) dampak
kumulatifnya.

Kategori III Lama, Kumulatif, Berbalik/tidaknya Dampak

Dampak Dikategorikan Penting bila:

Timbul perubahan mendasar dari segi intensitas, berbalik/tidak dampak dan sifat
kumulatif dampak, berlangsung lebih dari satu tahapan kegiatan
40
Kategori IV Intensitas Dampak

Dampak Dikategorikan Penting bila:

Intensitas perubahan lingkungan bersifat hebat, drastis di areal yang relatif luas
dan berlangsung singkat.

Kategori V Jumlah Komponen Terkena Dampak

Dampak Tergolong Penting bila:

Baku Mutu Lingkungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku


telah terlampaui
Kriteria yang diakui menurut pertimbangan ilmiah dan pendapat pakar telah
terlampaui
Spesies langka dilindungi, terancam punah
Kawasan lindung, akan terganggu atau rusak
Benda purbakala, akan rusak atau punah
Masyarakat, pemerintah atau masyarakat, terjadi konflik
Areal yang dimiliki keindahan alami tinggi akan berubah atau termodifikasi

XIII. METODA EVALUASI DAMPAK PENTING


Setelah dilakukan proses identifikasi dan prediksi dampak dilakukan, untuk
kepentingan proses pengambilan keputusan diperlukan kegiatan evaluasi
dampak. Sasaran evaluasi dampak adalah:
1. Memberikan informasi komponen terkena dampak beserta sifat dan besaran
dampaknya,
2. Memberikan masukan untuk pengambilan keputusan tentang komponen
terkena dampak dan rekomendasi mitigasi dampaknya.
Dua kegiatan utama pada proses evaluasi dampak ini adalah melakukan telaahan
terhadap dampak penting, merumuskan arahan pengelolaan dampak.

41
XIII.1. TELAAHAN TERHADAP DAMPAK PENTING

Evaluasi dampak penting dilakukan terhadap komponen kegiatan penyebab


dampak dan komponen lingkungan terkena dampak. Proses evaluasi diawali
dengan penelaahan dan penelusuran terhadap arah dan kecenderungan dampak
penting secara holistik dalam satu kesatuan sistem rencana kegiatan proyek
yang didasarkan pada hasil prakiraan dampak, batas lingkup waktu (kerangka
waktu umur kegiatan), dan lingkup batas wilayah studi yang telah ditetapkan.

Evaluasi dampak dilakukan secara holistik dan terpadu, yaitu telaahan secara
totalitas dampak lingkungan hasil prakiraan dampak penting terhadap
komponen kegiatan sebagai sumber penyebab dampak dan komponen
lingkungan terkena dampak (positif/negatif) sebagai satu kesatuan yang saling
mempengaruhi dan saling terkait. Untuk lingkungan perkotaan, telaahan
holistik terhadap dampak penting dilakukan dengan memakai

Metoda Fisher Davies.

Evaluasi secara holistik seluruh komponen lingkungan. Evaluasi ini digunakan


untuk menentukan layak tidaknya kegiatan dari segi lingkungan. Metoda ini
cocok digunakan untuk daerah / lokasi yang relatif dinamis cepat berkembang.
Evaluasi dampak penting secara holistik terhadap kegiatan PLTU merupakan
telaahan total terhadap beragam dampak penting lingkungan. Beragam dampak
penting tersebut ditelaah sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan saling
pengaruh-mempengaruhi, yang didasarkan pada prakiraan dampak penting yang
dapat timbul dalam lingkup ruang dan waktu yang telah ditetapkan.
Prinsip dari metoda ini adalah membandingkan kondisi lingkungan sekarang dan
yang akan datang, baik tanpa maupun ada proyek dalam bentuk matriks
interaksi antara komponen kegiatan dan komponen lingkungan.

Langkah-langkah Metoda Fisher and Davies adalah sebagai berikut :


1. Membuat Interpretasi Skala pada Parameter Lingkungan
a. Kepentingan parameter lingkungan terhadap proyek (sangat tidak penting
s/d penting dengan skala 1 – 5)
b. Keadaan lingkungan / rona lingkungan hidup awal (sangat jelek s/d
sangat baik dengan skala 1 – 5)
c. Kepekaan terhadap pengelolaan lingkungan (sangat tidak peka s/d sangat
peka dengan skala 1 – 5)
2. Membuat Matrik Evaluasi Dasar Lingkungan
a. Skala kepentingan terhadap proyek
b. Skala keadaan lingkungan / rona lingkungan hidup awal
c. Skala kepekaan terhadap pengelolaan lingkungan
3. Membuat Matrik Dampak Lingkungan
a. Ditinjau dari ada tidaknya dampak 0 = tidak ada dampak)
b. Ditinjau dari positif dan negatifnya dampak (+ dan -)
c. Ditinjau dari skala besaran dampak (skala 1 – 5)
d. Ditinjau dari sifat dampak (S = sementara atau P = permanen)

42
4. Membuat Matrik Keputusan
a. Menentukan kondisi lingkungan tanpa proyek sekarang dan yang akan
datang
b. Menentukan kondisi lingkungan dengan adanya proyek
c. Menentukan dampak holistik yang merupakan selisih dari kondisi
lingkungan yang akan datang dengan ataupun tanpa proyek
Dari hasil perhitungan total, nantinya dapat ditentukan seberapa besar
perubahan kondisi (dampak) lingkungan yang terjadi, baik tanpa maupun
dengan adanya proyek dalam bentuk skala. Apabila dampaknya masih bersifat
positif, maka kegiatan tersebut dapat dikatakan layak dari segi lingkungan dan
sebaliknya.

Bobot dampaknya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu penting (P) dan tidak penting
(TP), sedangkan sifat dampaknya juga terbagi menjadi 2 (dua) yaitu positif (+)
dan negatif (-)

XIII.2. TELAAHAN DAN ARAHAN SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN


Telaahan dilakukan dengan menggunakan diagram alir dampak hasil prediksi
dampak yang pokok-pokok komponennya akan digunakan untuk memverifikasi
matrik interaksi antara komponen kegiatan dan komponen lingkungan (Matriks
Fisher Davies) sehingga dapat dievaluasi secara jelas kelompok dampak penting
primer dan kelompok dampak penting ikutan: dampak sekunder, tersier, dst,
serta biang penyebab terjadinya dampak (causal agents).
Hasil evaluasi ini disajikan sebagai dasar untuk menentukan dampak penting
yang harus dikelola (arahan RKL) dan dipantau (arahan RPL).

XIV. PENUTUP

Dengan mengetahui, mendalami dan memahami tentang AMDAL, maka diharapkan


dapat bermanfaat bagi mahasiswa, khususnya Jurusan Teknik kimia Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro Semarang.

43
DAFTAR PUSTAKA

Canter, L.W., 1977. Environmental Impact Assessment, McGraw- Hill Book Company,
New York.
Chan Leet, E.T., 1984. Environtment Protection. Mc Graw-Hill Company. New-York.
Hadi, Soedharto P. 2002. Aspek Sosial AMDAL: Sejarah, Teori dan Metode, Cet 2,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Koentjaraningrat, 1989. Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta.
Lee, C.D., S.B. Wang dan C.L. Kuo, 1978. Benthic Macroinvertebrates and Fish as
Biological Control of Water Quality with Reference to Community Diversity
Index. Water Pollution Control in Developing Countries. Asian Institute of
Technology, Bangkok.
Linsley, R.K., J.B. Franzini, D.L. Freyberg & G. Tchobanoglous, 1995: Water
Resources Engineering, ed. IV, Mc-Graw Hill Inc., New York, 841 hal.
Metcalf, Eddy, 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse, 3rd
Edition, McGraw-Hill, Inc., New York.

Munn, R.E., 1979. Environmental Impact Assessment: Principles and Procedures.


John Willey and Sons, New York.
Perkins, H.C., 1974. Air Pollution, International Student Edition, McGraw - Hill
Kogakusha, Ltd, Tokyo

Perry, R.H.,Green,D.,1984, Chemical Engineers Handbook, Sixth Edition, McGraw-Hill


Kogakusha Ltd., Tokyo.

Rau, J.G. & Wooten, D.C, 1980. Environmental Impact Analysis Handbook,
McGraw-Hill Book Company, New York.

Riyadi, S, 1984. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Karya Anda, Surabaya.


Row, J.B. dan D.C. Wouten, 1980. Environmental Impact Analysis Handbook,
McGraw-Hill Book, Inc., New York.
Singarimbun, M., 1987. Metode Survei. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sumarwoto, O., 1989. Analisis Dampak Lingkungan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Zen, M.T., 1982. Menuju Kelestarian Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia dan Institut
Teknologi Bandung, PT. Gramedia, Jakarta.

44

Anda mungkin juga menyukai